• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Amrul Aysar Ahsan Dosen Psikologi IAIN Palopo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Amrul Aysar Ahsan Dosen Psikologi IAIN Palopo"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 3 No. 1 Juni 2015

8

PREDIKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Amrul Aysar Ahsan

Dosen Psikologi IAIN Palopo

Abstrak: Hal utama yang menjadi pembahasan pada tulisan ini adalah prokrastinasi akademik pada Mahasiswa. Prokrastinasi akademik yang dimaksud meliputi tugas menulis paper, tugas belajar, tugas membaca, menghadiri pertemuan ilmiah, dan tugas-tugas akademik secara umum. Prokrastinasi akademik dalam tulisan ini akan dibahas dalam sudut pandang prediktor-prediktor seperti gaya pengambilan keputusan intuitif, pesimisme, dan motivasi berprestasi yang rendah. Kata kunci: Prokrastinasi, Pesimisme, Motivasi

Pendahuluan

Kualitas sumber daya manusia yang baik adalah salah satu elemen terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai macam usaha diselenggarakan dalam pencapaian hal tersebut salah satunya melalui jalur pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu representasi usaha melalui jalur pendidikan diharapkan dapat menjadi tempat bagi semua eleman yang terlibat untuk bersinergi positif sehingga nantinya dapat memberikan sumbangan berupa sumber daya manusia yang sangat berkualitas. Mahasiswa merupakan salah satu bagian yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan di perguruan tinggi adalah yang diharapkan mampu menjadi sumber daya yang siap pakai untuk terlibat dalam pembangunan bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka seorang mahasiswa harus fokus dalam pencapaian penguasaan bidang ilmu yang digelutinya sehingga setelah berhasil lulus dengan meraih gelar kesarjanaan, ia benar-benar mampu menjadi manusia berkualitas yang dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah dalam lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan sosial masyarakat. Namun demikian, untuk sampai kepada tahapan tersebut, diperlukan usaha yang fokus dan konsisten. Tidak sedikit hambatan dan tantangan yang menguji kekonsistenan dan fokus dalam usaha tersebut. Ada berbagai prediktor yang berkorelasi kuat dan positif dalam mencapai titik keberhasilan tersebut diantaranya adalah gaya belajar yang cocok, motivasi berprestasi yang tinggi, intelegensi yang cukup, dan dukungan sosial termasuk dukungan keluarga dan teman-teman sekelilingnya. Sebaliknya, ada pula beberapa prediktor yang bisa menjadi penghalang dan penentu kegagalan dalam usaha mencapai keberhasilan tersebut. Seperti gaya belajar yang kurang dapat menyesuaiakan, motivasi yang tidak konsisten, kurang fokus, dan kebiasaan buruk dalam studi seperti menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas akademik.

Perilaku menunda-nunda untuk menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan dalam psikologi disebut sebagai procrastination atau prokrastinasi (Solomon dan Rothblum,1984). Beberapa penelitian para ahli menemukan bahwa prokrastinasi merupakan suatu masalah substansial yang kerap dijumpai pada mahasiswa, juga pada orang awam. dalam kaitannya dengan prokrastinasi akademik, mahasiswa

(2)

Jurnal Pendidikan ‘IQRA’

9 yang tidak konsisten dalam menyelesaikan tugas perkuliahan dengan menunda-nunda hampir dapat ditemukan di semua perguruan tinggi. Indikatornya adalah setiap tahun, sejumlah mahasiswa yang menyelesaikan studi lebih lama dari waktu normal atau waktu rata-rata yang ditempuh oleh mahasiswa dalam satu angkatan dapat kita jumpai.

Prokrastinasi dapat menimbulkan kerusakan pada kinerja akademik termasuk di dalamnya kebiasaan belajar yang buruk, motivasi belajar menurun, nilai akademik jelek, bahkan membawa pelakunya pada kegagalan yang fatal atau drop-out. Disamping itu juga dapat berakibat terhadap afeksi seperti depresi dan kecemasan yang tinggi (Semb, Glick, dan Spencer dalam Rizvi, 1997). Prokrastinasi juga dapat menggerogoti kebahagiaan seseorang. Orang dapat mengalami perasaan bersalah yang terus mengganggunya dan jika terus berlanjut dapat berpengaruh pada kesehatan psikologisnya. Prokrastinasi yang sudah melekat menjadi kebiasaan akan terus terbawa oleh individu hingga dewasa. Berkurangnya sumber daya siap pakai juga akan dialami, padahal bangsa dan negara ini sangat membutuhkan bibit-bibit berkualitas untuk memajukan bangsa dan negara.

Begitu banyak kerugian yang dialami oleh para pelaku prokrastinasi dan juga orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu, masalah prokrastinasi sangatlah penting untuk segera ditangani. Untuk itu para ahli berusaha menemukan faktor-faktor yang berkaitan dengan prokrastinasi yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penanggulangan perilaku tersebut.

Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu “pro” yang berarti “maju”, ke depan, dan lebih menyukai; sedangkan “crastinus” yang berarti besok (stell, 2006). Jadi asal kata prokrastinasi bisa diartikan lebih suka menyelesaikan tugasnya besok. Prokrastinasi dalam ilmu Psikologi bisa diartikan menunda dengan sengaja kegiatan yang diinginkan walaupun mengetahui bahwa penundaannya dapat menghasilkan dampak yang buruk.

Ferrari et al (1995) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Prokrastinasi adalah perbuatan yang dilakukan untuk menunda pengerjaan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penundaan. 2) prokrastinasi adalah suatu pola kebiasaan yang mengarah kepada trait dan penundaan yang dilakukan merupakan sebuah respon yang menetap pada seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan keyakinan yang irrasional. 3) prokrastinasi adalah suatu trait kepribadian, tidak hanya sesederhana perilaku menunda, tetapi sudah masuk kepada kompleksitas keterkaitan yang melibatkan struktur mental.

Di bidang akademik, kita dapat menjumpai sejumlah mahasiswa yang melakukan prokrastinasi. Menurut Ferrari et al (1995), perilaku prokrastinasi dapat dijabarkan kedalam beberapa indikator seperti 1) penundaan untuk memulai penyelesaian tugas yang dibebankan. 2) keterlambatan dalam menyelesaikan tugas karena melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan. 3) kesenjangan waktu antara rencana yang telah direncanakan dengan usaha yang dilakukan untuk merealisasikannya. 4) melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan

(3)

Volume 3 No. 1 Juni 2015

10

daripada menyelesaikan tugas yang seharusnya lebih diproritaskan penyelesaiannya.

Secara khusus, Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik merupakan penundaan terhadap tugas-tugas akademik yang meliputi enam bidang tugas akademik. Enam bidang tugas akademik tersebut adalah tugas menulis paper, belajar untuk menghadapi ujian, tugas bacaan mingguan, menyelesaikan tugas-tugas administratif, menghadiri pertemuan, dan menyelesaikan tugas-tugas akademik secara umum.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik adalah kecenderungan atau kebiasaan menunda-nunda pada diri mahasiswa yang dilakukan secara berulang-ulang dalam mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik, meliputi tugas menulis paper, tugas belajar, tugas membaca, tugas-tugas administratif, menghadiri pertemuan, dan tugas-tugas akademik secara umum.

Unsur-unsur Prokrastinasi Akademik

Solomon dan Rothblum (1984) membagi unsur-unsur prokrastinasi akademik menjadi enam bidang tugas akademik yaitu:

a. Tugas menulis, meliputi penundaan dalam melaksanakan kewajiban menulis makalah, laporan, atau tugas menulis lainnya.

b. Belajar menghadapi ujian, mencakup penundaan belajar untuk menghadapi ujian tengah semester atau kuis-kuis lain.

c. Membaca, yaitu menunda membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan.

d. Kinerja tugas administratif. Penundaan mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas administratif seperti menyalin catatan kuliah, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran, atau daftar peserta praktikum.

e. Menghadiri pertemuan. Penundaan atau keterlambatan menghadiri kuliah, praktikum, dan pertemuan-pertemuan lain.

f. Kinerja akademik secara keseluruhan, yaitu menunda kewajiban mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik lainnya secara keseluruhan.

Berdasarkan keterkaitan antar beberapa bidang tugas akademik di atas, maka tulisan mengacu pada pendapat Natanieliem (2001) yang merangkum bidang tugas akademik Solomon dan Rothblum (1984) menjadi empat bidang tugas akademik yaitu:

a. Belajar menghadapi ujian. Bidang ini mencakup penundaan dalam belajar untuk menghadapi kuis,ujian tengah semester, dan ujian akhir semester.

b. Tugas kuliah. Bidang ini meliputi tugas menulis (makalah, laporan, dan sebagainya) dan tugas membaca (buku, referensi).

c. Kinerja tugas administratif. Termasuk dalam bidang ini adalah penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas-tugas administratif seperti menyalin catatan kuliah, mengisi daftar kehadiran kuliah, daftar peserta praktikum, keterlambatan melakukan registrasi ulang dan sebagainya.

(4)

Jurnal Pendidikan ‘IQRA’

11 d. Menghadiri pertemuan. Bidang ini meliputi penundaan atau keterlambatan menghadiri kuliah, praktikum, dan pertemuan-pertemuan lainnya.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa unsur-unsur prokrastinasi akademik terdiri atas empat bidang tugas akademik yaitu belajar menghadapi ujian, tugas kuliah, kinerja tugas administratif, dan menghadiri pertemuan.

Macam-macam Prokrastinasi Akademik

Ferrari (dalam Utama, 1999) membagi prokrastinasi menjadi dua yaitu:

a. Prokrastinasi fungsional, yaitu penundaan untuk mengerjakan tugas yang dilakukan dengan tujuan memperolah informasi yang lebih lengkap dan akurat. Contohnya: seorang mahasiswa yang menunda untuk mengerjakan tugasnya karena masih memerlukan referensi lain sebagai pelengkap tugas tersebut.

b. Prokrastinasi tidak fungsional, yaitu penundaan yang tidak memiliki tujuan sehingga berakibat buruk. Penundaan ini dilakukan tanpa adanya alasan atau secara sengaja dilakukan karena merasa tidak mampu menyelesaikannya, atau bahkan karena sikap malas.

Bruno (1998), secara garis besar membagi prokrastinasi menjadi lima bagian yaitu:

a. Penundaan fungsional. Salah satu pengertian menunda-nunda adalah menangguhkan atau mengulur waktu. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi-informasi yang dibutuhkan. Menunda dalam hal ini tidak berarti tidak bertanggungjawab, malas, atau tidak memberi perhatian.

b. Penundaan disfungsional. Penundaan ini merupakan sikap menunda-nunda yang tidak berguna. Akibatnya adalah tugas terbengkalai dan kesempatan pun hilang. Penundaan ini merugikan diri sendiri.

c. Penundaan jangka pendek. Jangka pendek bisa berlaku untuk beberapa jam atau beberapa hari, misalnya menunda untuk menghadapi ujian beberapa jam sebelum ujian berlangsung atau menunda belajar dalam menghadapi ujian sampai menjelang satu hari sebelum ujian.

d. Penundaan jangka panjang. Pengertiannya adalah menunda dalam jarak waktu yang cukup lama misalnya merencanakan ingin bepergian jauh tetapi sampai tahun demi tahun terlewati, rencana tersebut belum juga terlaksana. Contoh lainnya: menunda mengerjakan tugas dari kampus sampai menjelang ujian akhir semester padahal tugas tersebut sudah diberikan di awal perkuliahan.

e. Penundaan kronis, yaitu sikap menunda-nunda yang telah menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan, sudah merupakan masalah,dan telah menjadi bagian dari hidup.

Dari lima jenis prokrastinasi tersebut di atas sebenarnya dapat digolongkan menjadi dua bagian yang penting yaitu penundaan yang fungsional dan penundaan yang tidak fungsional. Penundaan yang tidak fungsional meliputi penundaan jangka pendek, penundaan jangka panjang, dan penundaan kronis.

Tulisan ini lebih dibatasi pada prokrastinasi yang tidak fungsional. Menurut Jenis dan Mann (dalam Utama, 1999) prokrastinasi yang tidak fungsional terbagi menjadi dua, yaitu :

(5)

Volume 3 No. 1 Juni 2015

12

a. Prokrastinasi pengambilan keputusan, maksudnya penundaan membuat keputusan yang merupakan anteseden kognitif yang dipersepsikan penuh stress. Banyaknya tugas-tugas yang dihadapi individu secara kognitif dapat menimbulkan kelelahan pikiran atau sikap stress sehingga timbul pengambilan keputusan untuk menunda.

b. Prokrastinasi perbuatan, artinya kecenderungan menunda tugas sehari hari sehingga prokrastinasi ini merupakan perilaku yang tampak. Contoh: menunda belajar setelah pulang dari kampus, memunda untuk merapikan kamar yang berantakan sehingga menimbulkan rasa malas untuk belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi terdiri dari prokrastinasi yang fungsional dan prokrastinasi tidak fungsional. Prokrastinasi yang tidak fungsional terbagi lagi menjadi dua yaitu prokrastinasi pengambilan keputusan dan prokrastinasi perbuatan. Dalam tulisan ini, yang menjadi fokus adalah prokrastinasi yang tidak fungsional. Prokrastinasi tidak fungsional dipandang sebagai penundaan yang tidak berguna, banyak menimbulkan akibat negatif pada diri seseorang, dan merugikan diri sendiri sehingga penting diketahui hal-hal yang terkait dengan prokrastinasi jenis ini. Prediktor Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa

Ada beberapa prediktor prokrastinasi akademik pada mahasiswa, yaitu: 1. Gaya pengambilan Keputusan Intuitif

Salah satu pengertian penting berkaitan dengan masalah pengambilan keputusan ini, yaitu dalam aktifitas sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari proses pengambilan keputusan (Matlin, 1998). Pengertian penting lainnya yaitu berkaitan dengan keunikan atau keanekaragaman pengambilan keputusan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dalam hal mengambil keputusan, antar individu yang satu dengan individu yang lain melakukan pendekatan dengan cara yang tidak sama. Jadi ada gaya yang berbeda-beda antar individu yang satu dengan yang lain dalam melakukan pengambilan keputusan (Brigham Young University, 1999).

Gaya pengambilan keputusan dipahami sebagai cara respon yang dipelajari atau dibiasakan dimana melaluinya individu melakukan pendekatan dan melakukan pengambilan keputusan (Bruce & Scott, 1999). Batasan yang lain menyatakan bahwa gaya pengambilan keputusan adalah cara-cara unik yang dilakukan seseorang di dalam membuat keputusan-keputusan penting dalam hidupnya (Harren, 1980). Dalam penjelasan berikutnya, Harren (1980) juga menyatakan bahwa tanpa memperhatikan keputusan-keputusan yang dibuatnya, tiap-tiap orang mempunyai cara unik untuk mengambil keputusan. Tidak ada satupun cara terbaik yang dapat berlaku bagi semua orang. Setiap orang belajar mengandalkan suatu cara terbaik yang berlaku atas dirinya sesuai pengalamannya. Berdasarkan batasan-batasan tentang gaya pengambilan keputusan ini, maka diketahui bahwa gaya pengambilan keputusan ini bersifat individual, yaitu terkait dengan kondisi masing-masing individu.

Harren, dkk. (1978) membedakan pengambilan keputusan ke dalam dua gaya pengambilan keputusan yang berseberangan yaitu gaya rasional dan intuitif . Dalam kaitannya dengan prokrastinasi akademik, pengambilan keputusan untuk

(6)

Jurnal Pendidikan ‘IQRA’

13 menunda penyelesaian tugas akademik lebih mengarah kepada gaya pengambilan keputusan intuitif. Yaitu gaya pengambilan keputusan yang lebih mengandalkan perasaan, kesadaran emosional, fantasi, kadang-kadang bersifat impulsif, cepat mengambil keputusan (Harren, dkk., 1978). Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ferrari et al (1995) yang menyatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu pola kebiasaan yang mengarah kepada trait dan penundaan yang dilakukan merupakan sebuah respon yang menetap pada seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan keyakinan yang irrasional.

2. Pesimisme

Pesimisme, pada dasarnya dapat diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu masalah dengan memusatkan perhatian pada sisi negatifnya dan mengharapkan hasil yang negatif. Scheier dan Carver (dalam Räikkönen dkk,1999) menyataan bahwa orang yang pesimis cenderung tidak efektif dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, mengharapkan hasil yang negatif, dan tidak berharap akan sukses dalam mengatasi masalahnya.

Menurut Seligman (1990), pesimisme dan optimisme dapat dilihat dari cara atau gaya yang menjadi kebiasaan seseorang dalam menjelaskan kepada diri sendiri mengapa suatu peristiwa terjadi. Cara atau gaya penjelasan ini dinamakan explanatory style. Gaya penjelasan terdiri dari tiga aspek yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.

Permanence, merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan waktu yaitu apakah suatu kegagalan atau kejadian bersifat sementara atau permanen. Orang yang pesimis akan menjelaskan kegagalan atau kejadian yang menekan dengan mengatakan bahwa kejadian tersebut bersifat permanen atau menetap. Pervasiveness, adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan dimensi ruang lingkup, dibedakan menjadi spesifik dan universal. Orang yang pesimis akan mengungkapkan pola pikir dalam menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara universal, sedangkan orang yang optimis dengan cara spesifik. Dalam menghadapi peristiwa yang menyenangkan orang optimis melihatnya secara universal sedangkan orang yang pesimis memandang peristiwa menyenangkan disebabkan oleh faktor-faktor tertentu saja. Personalization, yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan sumber penyebab yang bersifat internal dan eksternal. Orang yang optimis memandang masalah-masalah yang menekan dari sisi lingkungan (eksternal) dan memandang peristiwa yang menyenangkan berasal dari dirinya (internal). Sebaliknya, orang yang pesimis memandang masalah-masalah yang menekan bersumber dari dalam dirinya (internal) dan menganggap keberhasilan sebagai akibat dari situasi di luar dirinya (eksternal). Berdasarkan gaya penjelasan atau explanatory style di atas, Seligman (1990) selanjutnya menyatakan bahwa ciri pokok yang membedakan pesimisme dan optimisme adalah orang yang pesimis ketika menghadapi suatu masalah cenderung berkeyakinan bahwa masalah yang dihadapi akan berlangsung lama dan mengacaukan sisi-sisi kehidupan lainnya. Orang pesimis berpikir bahwa masalah timbul akibat kesalahannya sendiri. Sebaliknya, ketika menghadapi masalah atau kegagalan, orang optimis akan berpikir bahwa hal itu tidak akan berlangsung lama dan tidak membuat seluruh segi kehidupannya menjadi

(7)

Volume 3 No. 1 Juni 2015

14

bermasalah. Orang optimis juga percaya bahwa lingkungan turut memberi andil atas peristiwa yang dialami.

Dari berbagai uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pesimisme merupakan cara pandang seseorang atas berbagai peristiwa, terutama peristiwa yang tidak mengenakkan dengan memusatkan perhatian pada sisi negatif dan tidak bisa berharap mendapatkan hasil yang terbaik dari suatu situasi. 3. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi yang tinggi adalah keinginan untuk mencapai sukses dengan melakukan usaha secara terus menerus dan memegang tanggung jawab yang hasilnya dapat dipuji atau dapat dihargai, McClelland, (dalam Miner, 1988). Atkinson dan McClelland (dalam Slavin, 1997) mengungkapkan motivasi berprestasi yang tinggi adalah kecenderungan umum untuk berusaha meraih kesuksesan dan memiliki orientasi tujuan, aktivitas sukses atau gagal. McClelland, (dalam Miner, 1988) menyatakan bahwa motivasi berprestasi itu merupakan keinginan untuk mencapai sukses dan seseorang yang ingin sukses akan melakukan usaha yang gigih sehingga hasilnya mendapatkan sesuatu yang bisa dihargai. Dalam kaitannya dengan prokrastinasi akademik, Mahasiswa yang melakukan penundaan penyelesaian tugas menunjukkan indikator yang bertentangan dengan motivasi berprestasi yang tinggi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ferrari et al (1995), perilaku prokrastinasi dapat dijabarkan kedalam beberapa indikator seperti 1) penundaan untuk memulai penyelesaian tugas yang dibebankan. 2) keterlambatan dalam menyelesaikan tugas karena melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan. 3) kesenjangan waktu antara rencana yang telah direncanakan dengan usaha yang dilakukan untuk merealisasikannya. 4) melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada menyelesaikan tugas yang seharusnya lebih diproritaskan penyelesaiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Birgham Young University. 1999. Career and Major : Decision Making. Utah BirghamUniversity.http://www.byu.edu/ccc/career_planning/assistance/de cision.htm.

Bruce, R.A. ; Scott, S.G. 1999. The Moderating Effect of Decision Making Style on The Turnover Process : An Extention of Previous Research.

http://www.cbpa.louisville.edu/bruce/research/japum.htm.

Bruno, F.J. 1998. Stop Procrastinating. .Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Harren, V.A. 1980. Assesment of Carrer Decision Making. Los Angelos : Western Harren, V.A.; Kass, R.A.; Trusky,H.E.A. & Moreland, J.R. 1978. Influence of sex role attitude and cognitive style on career decision making. Journal of Counselling Psychology . 25, 390-398.

(8)

Jurnal Pendidikan ‘IQRA’

15 Miner. J.B. 1998. Industrial / Organizational Psychology. McGraw-Hill

International Edition

Natanieliem, F. 2001. Hubungan antara Harga Diri Akademik dengan Penundaan Akademik pada Mahasiswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Rizvi, A. 1997. Pusat Kendali dan Efikasi Diri terhadap Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Seligman, M.E.P. 1991. Learned Optimism. How to Change Your Mind and Your Life. New York: Simon and Schuster.

Solomon, L.J., dan Rothblum, E.D. 1984. Academic Procrastination: Frequency and Cognitive-Behavioral Correlates. Journal of Counseling Psychology. 31 (4), 503-509.

Utama, A.W. 1999. Hubungan Kecemasan dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas dan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan

mewujudkan tujuan Puskesmas tersebut. Untuk pelatihan itu sendiri ditemukan fenomena dimana bahwa banyaknya tenaga medis senior yang tidak mau mengikuti kegiatan pelatihan

Berbeda dengan beberapa skripsi tersebut, penulis ingin membahas tentang peran Yayasan Pendidikan dan Sosial Ma’arif dari berdirinya YPM yang nama awalnya adalah

Daerah tersebut biasanya merupakan daerah yang kurang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi sehingga operator pun enggan untuk melakukan belanja modal untuk membangun

Bagaimana interaksi antara konsentrasi katalis NaOH dengan suhu (27°C dan 60°C) terhadap rendemen dan kualitas biodiesel berbahan baku bungkil w ijen berdasarkan

Berdasarkan hasil analisis estimasi untuk produksi ikan yang melakukan kegiatan pendaratan hasil produksi ikan di PPS Samudera dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013

Setelah kita melewati Pemilu 1999 yang oleh sebagian besar masyarakat, tidak saja nasional tetapi juga internasional, diakui sebagai pemilu yang paling demokratis