• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI MUTU BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERLAKUAN TINGKAT SUHU YANG BERBEDA MENGGUNAKAN REAKTOR SIRKULASI ADE WAHYUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI MUTU BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERLAKUAN TINGKAT SUHU YANG BERBEDA MENGGUNAKAN REAKTOR SIRKULASI ADE WAHYUNI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MUTU BIODIESEL DARI MINYAK

KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERLAKUAN TINGKAT

SUHU YANG BERBEDA MENGGUNAKAN REAKTOR

SIRKULASI

ADE WAHYUNI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

ABSTRAK

ADE WAHYUNI. Karakterisasi Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Berdasarkan

Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan Reaktor Sirkulasi. Dibimbing oleh

HENDRA ADIJUWANA dan RIZAL ALAMSYAH.

Karakterisasi mutu biodiesel dari minyak kelapa sawit berdasarkan perlakuan

tingkat suhu yang berbeda menggunakan reaktor sirkulasi telah diteliti. Penelitian

dilakukan 2 tahap. Uji pendahuluan dilakukan untuk karakterisasi bahan baku sehingga

dapat diputuskan tahapan reaksi. Penelitian utama dilakukan dalam 3 kondisi suhu, yaitu

50, 60, dan 70

o

C dengan waktu 1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, dan 90 menit. Nisbah

stoikiometri metanol dan minyak 6:1 dan katalis KOH digunakan sebanyak 1% dari bobot

minyak. Pengolahan data menggunakan analisis rancangan acak lengkap petak terpisah

dan dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat perbedaan yang signifikan. Pembuatan

biodiesel dilakukan dengan satu tahapan transesterifikasi karena kadar asam lemak

bebasnya rendah (0,32%). Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan

lamanya waktu reaksi meningkatkan mutu biodiesel, yaitu menurunkan bilangan asam,

viskositas, densitas, kadar gliserol total, dan terikat, serta meningkatkan kadar metil ester.

Bilangan asam pada suhu 50, 60, dan 70

o

C berturut-turut adalah 0,44; 0,41; dan 0,40 mg

KOH/g, kadar gliserol total sebesar 0,33; 0,29; dan 0,26%, sedangkan gliserol terikat

bernilai 0,32; 0,27; dan 0,25%. Viskositas yang diperoleh sebesar 13,59; 12,34; dan 11,94

cSt, densitas bernilai sebesar 864,5; 864,8; dan 862,7 kg/m

3

, serta kadar metil ester adalah

99,05; 99,13; dan 99,23%. Berdasarkan hasil pengolahan data, kondisi optimum reaktor

sirkulasi adalah 15 menit untuk suhu 70

o

C, 20 menit untuk suhu 60

o

C, dan 30 menit

untuk suhu 50

o

C.

ABSTRACT

ADE WAHYUNI. Characterization of Biodiesel Quality from Palm Oil Based on

Different Set of Temperature Level by Using Circulation Reactor. Supervised by

HENDRA ADIJUWANA and RIZAL ALAMSYAH.

The characterization of biodiesel quality from palm oil based on different set of

temperature level by using circulation reactor has been investigated. The research was

done in 2 phases. The first experiment was done to characterize raw material to decide the

following reaction step. The main research was done in 3 temperature conditions (50, 60,

and 70

o

C) with interval of 1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, and 90 minutes. Molar ratio of

methanol to oil at 6:1 and KOH catalyst was 1% of oil weights. Data processing used split

plot randomized complete design and continued by Duncan test as necessary. Biodiesel

preparation was done with one transesterification step, since free fatty acid contents of

palm oil was low (0,32%). The result indicated that the higher the temperature and

reaction time the higher the biodiesel quality, based on the lower the acid value, viscosity,

total and combined glycerol, and high on methyl esters content. The acid value on

temperature 50, 60, and 70

o

C was 0,44; 0,41; and 0,40 mg KOH/g, the value of total

glycerol was 0,33; 0,29; and 0,26%, and combined glycerol was 0,32; 0,27; and 0,25%,

the viscosity was 13,59; 12,34; and 11,94 cSt, the density was 864,5; 864,8; and 862,7

kg/m

3

, and methyl esters content was 99,05; 99,13; and 99,23%, respectively. Based on

data analysis, the optimum condition of circulation reactor was 15 minutes for 70

o

C, 20

minutes for 60

o

C, and 30 minutes for 50

o

C.

(3)

KARAKTERISASI MUTU BIODIESEL DARI MINYAK

KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERLAKUAN TINGKAT

SUHU YANG BERBEDA MENGGUNAKAN REAKTOR

SIRKULASI

ADE WAHYUNI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(4)

Judul Skripsi : Karakterisasi Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

Berdasarkan Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan

Reaktor Sirkulasi

Nama

: Ade Wahyuni

NIM

: G44076032

Disetujui

Ir. Hendra Adijuwana, MST Ir. Rizal Alamsyah, M.Sc

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

Ketua Departemen Kimia

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Besar Industri Agro

(BBIA) Bogor ini adalah biodiesel, dengan judul Karakterisasi Mutu Biodiesel dari

Minyak Kelapa Sawit Berdasarkan Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan

Reaktor Sirkulasi.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian S3 yang dilakukan oleh Bapak Ir.

Rizal Alamsyah, MSc pada jurusan Keteknikan Pertanian (TEP) Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Hendra Adijuwana, MST dan Bapak Ir.

Rizal Alamsyah, M.Sc (BBIA Bogor) selaku pembimbing, serta Bapak Agus Ginanjar

(BBIA Bogor) yang telah banyak memberikan bantuan. Terima kasih juga kepada Bapak

Budi Arifin, S.Si, Bapak Drs. Ahmad Sjahriza, Bapak Drs. Muhamad Farid, dan Pajri

Syamsi Nasution, A.Md yang meluangkan waktu untuk berdiskusi, serta Attika atas kerja

samanya dalam penelitian ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2009

Ade Wahyuni

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 26 Juni 1986 dari ayah Drs. Ermen Jamal

dan ibu Dra. Asmar. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Solok dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB pada program diploma III. Penulis memilih Program Studi Analisis Kimia,

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kegiatan praktik

kerja lapangan penulis berjudul Studi Korelasi Pengaruh Kadar Air Tepung dan Proses

Produksi terhadap Kadar Air Mi Instan yang dilakukan pada tahun 2007 di PT Jakarana

Tama dan penulis lulus di tahun yang sama. Pada tahun tersebut penulis juga diterima di

Program Sarjana Kimia Penyelenggaraan Khusus, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Tahun 2008 penulis diterima sebagai staf pengajar di Bimbingan Belajar Focus dan

terus berlanjut sampai sekarang. Selain itu, penulis juga menjadi guru freelance di

Bimbingan Belajar Ultima Science terhitung bulan Desember 2009.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Baku Biodiesel ... 1

Pembuatan Biodiesel ... 2

Reaktor Sirkulasi ... 3

Standar Mutu Biodiesel ... 3

Parameter Utama Mutu Biodiesel ... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 5

Metode Penelitian ... 5

Pengolahan Data ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Minyak Kelapa Sawit... 6

Karakteristik Biodiesel ... 7

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit ... 2

2 Standar mutu biodiesel di Indonesia ... 4

3 Matriks rancangan percobaan ... 6

4 Karakteristik minyak kelapa sawit ... 6

5 Bilangan asam biodiesel (mg KOH/g) ... 8

6 Kadar gliserol bebas biodiesel (%) ... 8

7 Kadar gliserol terikat biodiesel (%) ... 9

8 Kadar gliserol total biodiesel (%) ... 10

9 Kadar metil ester biodiesel (%)... 11

10 Kadar air biodiesel (%) ... 11

11 Densitas biodiesel (40

o

C) (kg/m

3

)... 12

12 Viskositas biodiesel (40

o

C) (cSt) ... 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur umum trigliserida (a) dan monoalkil ester (b) ... 1

2 Reaksi pembentukan metil ester ... 2

3 Reaksi transesterifikasi bertahap... 2

4 Bagan reaktor sirkulasi biodiesel ... 3

5 Perbandingan antara minyak kelapa sawit (A), biodiesel (B), dan metil ester (C) .... 7

6 Hubungan antara waktu (menit) dan bilangan asam (mg KOH/g) ... 7

7 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol bebas (%) ... 8

8 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol terikat (%) ... 9

9 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol total (%) ... 9

10 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar metil ester (%) ... 10

11 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar air (%) ... 11

12 Hubungan antara waktu (menit) dan densitas (kg/m

3

) ... 12

13 Hubungan antara waktu (menit) dan viskositas (cSt) ... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Metode analisis contoh minyak kelapa sawit dan biodiesel ... 15

2 Perhitungan jumlah reaktan pada transesterifikasi... 19

3 Diagram proses transesterifikasi ... 20

4 Diagram alir pengolahan data ... 21

5 Hasil pengolahan data bilangan asam biodiesel ... 22

6 Hasil pengolahan data kadar gliserol bebas biodiesel ... 23

7 Hasil pengolahan data kadar gliserol terikat biodiesel... 24

8 Hasil pengolahan data kadar gliserol total biodiesel ... 25

9 Hasil pengolahan data kadar metil ester biodiesel ... 26

10 Hasil pengolahan data kadar air biodiesel ... 27

11 Hasil pengolahan data densitas biodiesel ... 28

(9)

9

PENDAHULUAN

Departemen Energi Amerika Serikat

dalam International Energy Outlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan minyak dunia diperkirakan akan habis dalam waktu 36,5 tahun terhitung sejak tahun 2002

(Walisiewicz 2005). Indonesia juga

dihadapkan pada masalah yang sama, yaitu cadangan minyak mentah diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi konsumsi selama 18 tahun mendatang (Prihandana & Hendroko 2008). Bersamaan dengan itu juga muncul

permasalahan lain, yaitu meningkatnya

pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi gas hasil pembakaran produk minyak bumi, pemanasan global, hujan asam, dan lain-lain. Oleh karena itu, penggunaan sektor energi yang berbasis bahan bakar fosil harus dikurangi dengan cara mengoptimumkan penggunaan sumber energi terbarukan dan mengurangi subsidi bahan bakar minyak.

Biodiesel dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi alternatif terbarukan karena tidak menghasilkan emisi sulfur, mudah terurai secara biologi, dan memiliki

efisiensi pembakaran yang lebih baik

dibanding solar (Hambali et al. 2008). Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah kelapa sawit (CPO). Luas area dan produksi CPO pada pada tahun 2004 masing-masing sebesar 5,5 juta hektar dan 12 juta ton sehingga Indonesia menjadi produsen dan eksportir CPO terbesar kedua di dunia setelah Malaysia (Prihandana & Hendroko 2008).

Proses pembuatan biodiesel secara

katalitik dalam skala laboratorium dan reaktor dirasa kurang optimum karena waktu produksi biodiesel relatif cukup lama. Hal ini mengakibatkan jumlah produksi biodiesel yang dihasilkan per satuan waktu belum optimum. Oleh karena itu, dibutuhkan metode baru dalam produksi biodiesel, sehingga dapat menghasilkan produk alkil ester dalam waktu lebih cepat dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Pencampuran reaktan secara mekanik

diharapkan tidak hanya berasal dari

pengadukan campuran, tapi proses lain yang ikut meningkatkan terjadinya tumbukan. Reaktor sirkulasi digunakan pada penelitian

ini. Penggunaanya diharapkan dapat

menghasilkan biodiesel dalam waktu yang lebih cepat karena pencampuran tidak hanya mengandalkan pemutaran aliran. Sebuah static

mixer dirancang khusus pada pembuatan

reaktor untuk memperbesar tumbukan

partikel-partikel reaktan secara mekanik. Kinerja reaktor sirkulasi pada mutu biodiesel yang dihasilkan dilihat dari ragam suhu, mengacu pada parameter-parameter mutu biodiesel yang tertera dalam SNI 04-7182-2006.

Pada penelitian ini pengaruh perubahan suhu pembuatan biodiesel pada mutu biodiesel dari minyak kelapa sawit, meliputi kadar metil ester, kadar gliserol, viskositas, kadar air, bilangan asam, dan densitas menggunakan reaktor sirkulasi diteliti, sehingga dapat diketahui kondisi optimum alat.

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Baku Biodiesel

The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998) mendefinisikan

biodiesel sebagai monoalkil ester yang terdiri atas asam lemak rantai panjang dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani. Bahan baku pembuatan biodiesel yang paling umum adalah minyak nabati. Biodiesel dan minyak nabati tergolong ke dalam kelas besar senyawaan organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol atau disebut

trigliserida, sedangkan biodiesel adalah

monoalkil ester asam-asam lemak dengan metanol (Zandy et al. 2007). Struktur umum kedua senyawa ini dapat dilihat pada Gambar 1. HC CH2 CH2 O C O R1 O C O R2 O C O R3 CH3 O C O R b a Gambar 1 Struktur umum trigliserida (a) dan

monoalkil ester (b).

Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil namun dengan proses pengolahan tertentu. Minyak tersebut di antaranya adalah minyak kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapas, dan zaitun (Hambali et al. 2008). Minyak kelapa sawit dengan jumlah produksi yang sangat besar di Indonesia berpotensi untuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) (1995) mendefinisikan minyak kelapa sawit

(10)

sebagai minyak berwarna kuning jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan daging buah tanaman Elaeis

guineensis Jacg. Terdapat 2 jenis minyak

kelapa sawit, yaitu crude palm oil (CPO) yang didapat dari daging buah kelapa sawit dan

crude palm kernel oil yang didapat dari inti

biji (Hambali et al. 2008). Refined bleached

deodorized palm oil (RBDPO), yaitu fraksi

minyak sawit turunan CPO yang telah dimurnikan sehingga kandungan asam lemak bebasnya lebih rendah (Zandy et al. 2007).

Kandungan asam lemak dalam minyak kelapa sawit sangat beragam, baik panjang maupun struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon dalam minyak kelapa sawit C12–C20. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisis asam lemak minyak

kelapa sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam laurat 0,1–1,0 Asam miristat 0,9–1,5 Asam palmitat 41,8–46,8 Asam palmitoleat 0,1–0,3 Asam stearat 4,2–5,1 Asam oleat 37,3–40,8 Asam linoleat 9,0 –11,0 Sumber: Hui (1996)

Komponen nontrigliserida dalam minyak kelapa sawit terdapat dalam jumlah kecil, yaitu sekitar 1%, seperti sterol, karotenoid, tokoferol, tokotrienol, fosfatida, dan alkohol alifatik. Karoten, tokoferol, dan tokotrienol merupakan agen antioksidan alami yang menjaga minyak dari kerusakan akibat oksidasi (Hambali et al. 2008).

Keunggulan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel adalah kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi sehingga mampu menghasilkan angka setana yang tinggi (Hambali et al. 2008). Bahan bakar dapat menyala pada suhu yang relatif rendah dengan semakin tingginya angka setana (Prihandana

et al. 2006).

Pembuatan Biodiesel

Produksi biodiesel dapat dilakukan melalui

transesterifikasi minyak nabati dengan

metanol atau esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati dengan metanol. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat, atau resin

penukar kation asam kuat (Soerawidjaja 2006).

Esterifikasi biasa dilakukan untuk

membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi. Pada tahap ini, asam lemak bebas akan diubah menjadi metil ester. Tahap transesterifikasi dilakukan setelah esterifikasi. Transesterifikasi adalah reaksi yang mengubah suatu ester menjadi ester baru melalui penukaran posisi asam lemak (Swern 1982).

Metanol adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan karena harganya murah,

mudah digunakan, dan jumlah yang

dibutuhkan lebih sedikit daripada etanol (Susilo 2006). Oleh karena itu, biodiesel praktis identik dengan metil ester asam lemak di sebagian besar negara di dunia. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester asam lemak dapat dilihat pada Gambar 2. CH CH2 CH2 O C O R1 O C O R2 O C O R3 + 3H3COH HC OH CH2 OH CH2 OH + CH3 O C O R2 CH3 O C O R3 CH3 O C O R1 katalis

Gambar 2 Reaksi pembentukan metil ester. Reaksi antara metanol dan trigliserida

menghasilkan metil ester melalui

pembentukan berturut-turut di- dan

monogliserida (Mao et al. 2004). Tahapan reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3. CH3 O C O R2 CH3 O C O R3 CH3 O C O R1 1. Trigliserida + H3COH Digliserida +

2. Digliserida +H3COH Monogliserida +

3. Monogliserida +H3COH Gliserol + katalis

katalis

katalis

Gambar 3 Reaksi transesterifikasi bertahap. Agar reaksi bisa berlangsung sempurna, metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih serta air dan gliserol sebagai produk samping harus disingkirkan. Selain itu, reaksi dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester asam lemak bertujuan memodifikasi minyak nabati menjadi produk dengan kentalan mirip solar, angka setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan (Zandy et al. 2007).

Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

(11)

adalah kondisi yang berasal dari minyak, seperti kandungan air, asam lemak bebas, dan zat terlarut/tak terlarut. Faktor eksternal adalah kondisi yang bukan berasal dari minyak dan dapat memengaruhi reaksi. Contohnya ialah waktu reaksi, kecepatan

pengadukan, suhu, nisbah stoikiometri

metanol–minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis.

Pengaruh suhu pada transesterifikasi diamati berdasarkan selang waktu tertentu pada penelitian ini. Semakin tinggi suhu yang digunakan, konversi gliserida menjadi metil ester yang diperoleh akan semakin tinggi dalam waktu yang lebih singkat (Zandy et al. 2007). Reaksi transesterifikasi juga dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar dengan waktu reaksi yang cukup lama. Umumnya suhu reaksi yang terjadi mengikuti titik didih metanol (60–70 oC) pada tekanan atmosfer. Hasil reaksi yang maksimum

didapatkan pada kisaran suhu reaksi 60–80 oC

dengan nisbah mol alkohol–minyak 6:1 pada bahan baku CPO (Srivastava 1999).

Katalis dalam reaksi transesterifikasi diperlukan untuk menurunkan energi aktivasi

sehingga mempercepat reaksi. Produksi

biodiesel dapat berkataliskan asam, basa, atau enzim. Katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfonat dan asam sulfat sedangkan katalis basa dapat menggunakan

NaOH, KOH, dan NaOCH3. Sementara enzim

yang lazim digunakan adalah lipase atau

enzim pemecah lemak. Reaksi

transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat 4000 kali dibandingkan katalis asam. Selain itu katalis alkali tidak sekorosif katalis asam (Srivastava 1999). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan katalis basa, yaitu KOH yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kalium setelah produk yang diinginkan (biodiesel) diperoleh.

Reaktor Sirkulasi

Reaktor sirkulasi yang dirancang dalam

pembuatan biodiesel diharapkan dapat

menghasilkan rendemen yang tinggi dalam waktu singkat. Alamsyah et al. (2008) merancang reaktor biodiesel yang digunakan pada penelitian dengan kapasitas 20 liter pada

tangki utama. Mekanisme pencampuran

terjadi tanpa proses pengadukan, hanya pengaruh aliran dari atas ke bagian bawah dan pengaruh panas.

Pencampuran secara mekanik diharapkan terjadi pada saluran dengan static mixer. Hal ini berbeda dengan reaktor pada umumnya yang dilengkapi sebuah pengaduk di dalam

tangki. Ketika digunakan, mixer dalam keadaan diam dan pencampuran terjadi dari proses aliran yang melewati mixer. Pemanas dipasang dalam reaktor untuk mempercepat pencampuran reaktan. Kondensor digunakan sebagai pendingin dan penukar panas untuk mengubah uap metanol menjadi cair kembali jika dilakukan pada suhu tinggi (Ismail 2008). Di samping itu, alat ini dilengkapi sebuah pompa yang dapat mendorong campuran reaktan melewati suatu sirkulasi dari bawah

ke atas secara terus-menerus. Hasil

transesterifikasi ditampung dalam sebuah tangki pencucian untuk proses purifikasi. Bagan reaktor sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Bagan reaktor sirkulasi biodiesel. Keterangan:

1. kran sampel

2. tempat memasukkan reaktan 3. pipa sirkulasi

4. static mixer

5. motor listrik (pompa) 6. kondensor

7. sprayer distributor 8. reaktor (tangki utama) 9. pemanas

10. outlet produk

11. kaca duga tangki utama 12. tangki pencucian

13. kaca duga tangki pencucian 14. kran hasil pencucian

Standar Mutu Biodiesel

Produksi biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Standar mutu biodiesel di Indonesia

(12)

sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Parameter yang dianalisis dan ikut menentukan mutu biodiesel adalah kadar gliserol total, kadar gliserol bebas, bilangan asam, dan kadar air. Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu

biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel

tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula.

Tabel 2 Standar mutu biodiesel di Indonesia

Parameter Satuan Nilai

Densitas (40 °C) kg/m3 850 – 890 Viskositas kinematik (40°C) cSt (mm2/s) 2,30 – 6,00

Angka setana min. 51

Titik nyala

(mangkok tertutup)

°C min. 100

Titik kabut °C maks. 18

Korosi lempeng tembaga (3 jam, 50 °C) maks. no 3 Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi % bobot maks 0,05 maks. 0,3

Air dan sedimen % vol. maks. 0,05*

Suhu distilasi 90% °C maks. 360

Abu tersulfatkan % bobot maks.0,02

Belerang ppm maks. 100

Fosfor ppm maks. 10

Bilangan asam mg KOH/g maks.0,80

Gliserol bebas % bobot maks. 0,02

Gliserol total % bobot maks. 0,24

Kadar alkil ester % bobot min. 96,50

Angka iodium % bobot maks. 115

Uji Halphen negatif

* dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0,01% vol.

Sumber: BSN (2006)

Parameter Utama Mutu Biodiesel

Parameter mutu biodiesel yang dianalisis adalah kadar metil ester, bilangan asam, kadar gliserol, viskositas, densitas, dan kadar air. Uji-uji ini dilakukan dengan metode kerja yang telah ditetapkan dalam SNI 04-7182-2006, yaitu mengacu pada ASTM dan

American Oil Chemists’ Society (AOCS) Official Method. Uji pendahuluan pada

minyak kelapa sawit mengacu pada SNI 01-2901-1995, yang meliputi kadar asam lemak bebas, angka penyabunan, kadar air, densitas, dan viskositas.

Bilangan Asam. Asam lemak bebas dan

asam mineral bereaksi dengan KOH

membentuk sabun dan garam. Jadi, banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas dalam 1 g contoh ditentukan (AOCS 1993). Bilangan asam yang tinggi dapat meningkatkan korosi mesin. Prihandana

et al. (2006) menjelaskan bahwa biodiesel

yang memiliki asam lemak bebas bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel.

Kadar Gliserol. Senyawa gliserida dalam

fatty acid metil ester disebabkan oleh konversi

minyak nabati yang kurang sempurna selama proses transesterifikasi atau reaksi balik antara gliserol dan metil ester. Dalam AOCS (1993)

disebutkan bahwa kadar gliserol total

ditentukan setelah saponifikasi contoh.

Gliserol bebas merupakan gliserol yang terdapat di dalam sampel, sedangkan gliserol terikat adalah selisih dari keduanya. Gliserol terikat terdapat dalam bentuk mono, di, dan trigliserida di dalam sampel. Prihandana et al.

(2006) menjelaskan bahwa keberadaan

gliserol sebagai produk samping pembuatan biodiesel dan sisa senyawa gliserida (mono-, di-, dan tri-) dapat membahayakan mesin diesel. Jika gliserol terlalu tinggi dalam biodiesel dapat menyebabkan penyumbatan tangki penyimpanan bahan bakar dan mesin.

Kadar Metil Ester. Persentase jumlah

metil ester yang terbentuk dalam proses pembuatan biodiesel dapat ditentukan dengan

perhitungan setelah diketahui bilangan

penyabunan, bilangan asam, dan kadar gliserol total biodiesel (BSN 2006). Bilangan penyabunan adalah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g contoh (AOCS 1993). Nilai ini menunjukkan proporsi asam lemak yang terikat dengan gliserol, metil ester, atau asam lemak bebas. Nilai bilangan penyabunan bergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan bergantung pada bobot molekul (Poedjiadi 1994).

Kadar Air. Penentuan kadar air dilakukan

dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105–110 oC sampai didapat bobot yang konstan. Selisih bobot contoh sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno 1997). Pengeringan biasanya dilakukan di dalam oven. Ketaren (1986) menjelaskan bahwa keberadaan air dalam minyak dapat menyebabkan hidrolisis

(13)

trigliserida menjadi asam lemak bebas. Demikan juga pada biodiesel, keberadaan air mengakibatkan metil ester yang terbentuk akan terhidrolisis menghasilkan asam lemak dan gliserol.

Densitas. Perbandingan antara bobot dan

volume, yaitu sifat yang tidak bergantung pada banyaknya bahan. Prihandana et al. (2006) menerangkan bahwa nilai ini juga berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar serta berkaitan dengan viskositas. Penurunan nilai densitas akan menyebabkan nilai viskositas semakin kecil.

Viskositas. Tahanan yang dimiliki fluida

yang dialirkan dalam pipa kapiler pada gaya gravitasi atau daya alir dinyatakan dengan

viskositas. Kecepatan mengalir juga

tergantung pada bobot jenis maka pengukuran

demikian dinyatakan sebagai viskositas

kinematik. Parameter ini berkaitan dengan

kandungan senyawa gliserida yang

menentukan apakah bahan bakar biodiesel dapat diaplikasikan dalam bilik pembakaran mesin diesel atau tidak. Viskositas yang tinggi

menyebabkan bahan bakar teratomisasi

menjadi tetesan yang besar dan momentum yang tinggi serta memiliki kecenderungan bertumbukan dengan dinding silinder yang

relatif lebih dingin. Akibatnya pompa

penginjeksi bahan bakar tidak bisa melakukan pengkabutan yang baik jika disemprot ke kamar pembakaran (Prihandana et al. 2006).

Kadar Asam Lemak Bebas. Parameter

ini ditentukan pada uji pendahuluan minyak kelapa sawit (bahan awal) untuk menentukan tahapan proses pembuatan biodiesel. Asam lemak bebas merupakan banyaknya asam lemak yang terdapat dalam 100 g minyak. Penentuan kadar asam lemak bebas ini penting karena pada proses transesterifikasi dapat terjadi reaksi pengikatan asam lemak bebas dengan basa sebagai katalis membentuk

sabun. Hal tersebut menyebabkan

berkurangnya rendemen metil ester yang dihasilkan. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat karena merupakan golongan asam lemak terbanyak dalam kelapa minyak sawit.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan utama dalam pembuatan biodiesel adalah minyak kelapa sawit. Peralatan yang digunakan adalah reaktor sirkulasi, alat kaca, penangas air, neraca analitik, dan viskometer Ostwald.

Metode Penelitian

Uji Pendahuluan. Karakterisasi minyak

sawit dilakukan meliputi viskositas, bilangan penyabunan, kadar asam lemak bebas, densitas, dan kadar air. Metode analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian Utama. Pembuatan biodiesel

dilakukan dengan proses transesterifikasi dari minyak sawit dengan metanol menggunakan reaktor sirkulasi. Jumlah minyak kelapa sawit dan metanol yang digunakan adalah pada nisbah molar 1:6, karena pada perbandingan

ini dapat memberikan konversi yang

maksimum setelah 1 jam (Zandy et al. 2007). Jumlah KOH yang digunakan sebanyak 1% dari jumlah minyak kelapa sawit (Yubaidah 2007). Perhitungan jumlah masing-masing reaktan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tahap pertama dalam pembuatan biodiesel adalah pemanasan minyak kelapa sawit dalam reaktor pada suhu yang ditentukan dan pencampuran metanol dengan KOH. Ketika suhu yang diinginkan tercapai, campuran KOH-metanol dimasukkan ke dalam alat, kemudian pengadukan dimulai dan

pompa dinyalakan sehingga campuran

melewati reaktor sirkulasi. Pengambilan alikuot dilakukan pada selang waktu menit ke-1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, dan 90.

Pembuatan biodiesel dilakukan pada 3 kondisi suhu, yaitu 50, 60, dan 70 oC. Setelah menit ke-90, campuran produk dialirkan ke dalam sebuah tangki pemisahan (settling

tank). Produk yang terbentuk didiamkan

selama 24 jam sehingga membentuk lapisan gliserol di bagian bawah dan lapisan metil ester di bagian atas. Gliserol yang terbentuk dipisahkan dan metil ester di bagian atas dicuci dengan air hangat bersuhu 80 °C. Air dan sisa gliserol di bagian bawah kemudian dibuang. Pencucian diulang 5–6 kali hingga air buangan jernih. Metil ester dipanaskan pada suhu 110 °C selama 30 menit atau sampai tidak terdapat gelembung. Sampel

tersebut kemudian disaring dengan

menggunakan kertas saring. Diagram proses transesterifikasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

Karakterisasi mutu utama biodiesel yang dihasilkan meliputi analisis kadar gliserol total, bebas, dan terikat (AOCS 1993), kadar metil ester (BSN 2006), bilangan asam (AOCS 1993), kadar air (BSN 1998), densitas metode piknometer (Ketaren 1986), serta metode ostwald (ASTM 1998).

(14)

Pengolahan Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan rancangan acak lengkap petak terpisah (split plot design), merupakan bentuk khusus dari rancangan faktorial dengan kombinasi perlakuan tidak diacak sempurna pada unit-unit percobaan. Rancangan ini terdiri dari petak utama dan anak petak, pada petak utama diterapkan taraf-taraf dari 1 atau lebih faktor, dibagi menjadi anak petak, yaitu tempat dikenakannya taraf-taraf dari faktor lainnya. Faktor yang lebih penting atau membutuhkan ketepatan yang lebih tinggi diberikan kepada anak petak (Mattjik & Sumertajaya 2002). Pada penelitian ini ragam suhu yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dijadikan sebagai anak petak karena penelitian difokuskan pada pengaruh suhu, sedangkan waktu reaksi dijadikan sebagai sebagai petak utama.

Model linear dari rancangan ini adalah

dengan Yijk adalah nilai pengamatan pada suhu

ke-i, waktu taraf ke-j, dan ulangan ke-k.

merupakan komponen aditif dari rataan, αi

adalah pengaruh utama suhu, dan βj adalah

pengaruh utama waktu. (αβ)ij merupakan

komponen interaksi dari suhu dan waktu,

sedangkan δik adalah komponen acak dari

suhu yang menyebar normal, dan εijk adalah

pengaruh acak dari waktu yang juga menyebar normal (0, σ2) (Mattjik & Sumertajaya 2002).

Suhu pada anak petak memiliki 3 ragam, yaitu 50, 60, dan 70 oC. Ragam waktu pada petak utama adalah menit ke-1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, dan 90. Ulangan untuk setiap parameter pengamatan disesuaikan dengan prosedur analisis. Pengaruh suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada tiap parameter mutu biodiesel dianalisis.

Jika pada hasil pengolahan data terdapat pengaruh yang signifikan dari parameter yang diamati, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan multiple range test). Uji ini memberikan segugus nilai pembanding yang nilainya meningkat sejalan dengan jarak peringkat 2 buah perlakuan yang akan

dibandingkan. Nilai pembanding (RP) ini

dapat dihitung dengan rumus:

dengan r;p;dbg adalah nilai tabel Duncan pada

taraf , jarak peringkat 2 perlakuan p, derajat bebas galat sebesar dbg, serta KTG adalah kuadrat tengah galat dan r merupakan ulangan

(Mattjik & Sumertajaya 2002). Diagram alir pengolahan data terdapat pada Lampiran 4, sedangkan matriks rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Matriks rancangan percobaan Waktu (menit) Ulangan Suhu (oC) 50 60 70 1 1 Y50,1,1 Y60,1,1 Y70,1,1 2 Y50,1,2 Y60,1,2 Y70,1,2 5 1 Y50,5,1 Y60,5,1 Y70,5,1 2 Y50,5,2 Y60,5,2 Y70,5,2 10 1 Y50,10,1 Y60,10,1 Y70,10,1 2 Y50,10,2 Y60,10,2 Y70,10,2 15 1 Y50,15,1 Y60,15,1 Y70,15,1 2 Y50,15,2 Y60,15,2 Y70,15,2 20 1 Y50,20,1 Y60,20,1 Y70,20,1 2 Y50,20,2 Y60,20,2 Y70,20,2 30 1 Y50,30,1 Y60,30,1 Y70,30,1 2 Y50,30,2 Y60,30,2 Y70,30,2 60 1 Y50,60,1 Y60,60,1 Y70,60,1 2 Y50,60,2 Y60,60,2 Y70,60,2 90 1 Y50,90,1 Y60,90,1 Y70,90,1 2 Y50,90,2 Y60,90,2 Y70,90,2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Minyak Kelapa Sawit

Bahan baku utama dalam pembuatan biodiesel adalah minyak kelapa sawit yang diperoleh dari PT Royal Industries, Karawang. Hasil analisis minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit diperoleh sebesar 0,32%. Kadar tersebut telah memenuhi SNI-01-2901-1995 untuk minyak kelapa sawit mutu II. Kadar air contoh juga cukup kecil (0,36%), sehingga kemungkinan hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas relatif rendah.

Tabel 4 Karakteristik minyak kelapa sawit

Parameter Hasil

analisis Standar

Asam lemak

bebas (%)

0,32 maks. 5,00*

Kadar air (%) 0,36 maks. 2,00*

Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 212,9 199–217** Viskositas (40 oC) (cSt) 44,38 - Densitas (40 oC) (kg/m3) 893,8 - Keterangan : * BSN (1995) ** Zandy et al. (2007)

(15)

Viskositas minyak kelapa sawit (44,38 cSt) jauh lebih besar dibandingkan standar mutu biodiesel, yaitu 2,3–6,0 cSt. Hal ini terlihat dari fisik minyak yang lebih kental

dan transesterifikasi diharapkan dapat

menurunkan kekentalan minyak. Nilai

densitas digunakan untuk konversi jumlah minyak kelapa sawit dari dalam bentuk bobot ke satuan volume. Bilangan penyabunan

digunakan untuk memperkirakan bobot

molekul minyak kelapa sawit sehingga jumlah metanol dapat ditentukan. Sebanyak 11 liter minyak kelapa sawit membutuhkan metanol sebanyak 3,01 liter pada penggunaan 2 kali nisbah stoikiometri minyak-metanol 1:6. Perhitungannya terdapat pada Lampiran 2.

Karakteristik Biodiesel

Biodiesel yang dihasilkan secara visual memiliki warna kuning jernih dan terlihat encer. Penampakan biodiesel ini berbeda dengan minyak kelapa sawit yang berwarna lebih pekat dan terlihat kental. Hasil samping reaksi transesterifikasi adalah gliserol yang berwarna cokelat gelap dan lebih kental dibanding metil ester seta terdapat di lapisan bagian bawah. Perbandingan secara visual dapat dilihat pada Gambar 5.

A B C

Gambar 5 Perbandingan antara minyak kelapa sawit (A), biodiesel kasar

(B), dan metil ester (C).

Biodiesel kasar yang masih mengandung gliserol dimurnikan. Pencucian dengan air hangat bertujuan menghilangkan gliserol, katalis, dan metanol yang masih tersisa. Saat air kembali jernih pencucian dihentikan karena diperkirakan lapisan atas adalah

biodiesel murni. Pemanasan kemudian

dilakukan untuk menguapkan air sisa

pencucian. Ketika tidak terdapat gelembung udara pemanasan dihentikan karena dapat dipastikan air telah menguap. Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang masih mungkin terdapat dalam biodiesel.

Parmeter utama dalam penelitian ini adalah kadar metil ester karena menunjukkan

besarnya perubahan reaktan menjadi

kompleks teraktifkan. Dalam penentuannya dibutuhkan nilai bilangan asam, bilangan penyabunan, dan kadar gliserol total. Selain itu, keberhasilan produksi biodiesel dilihat dari viskositas karena tujuan transesterifikasi adalah memperoleh ester dengan kekentalan yang menyerupai solar. Viskositas sendiri berkaitan erat dengan densitas. Oleh karena itu, pengujian sifat fisik dan kimia pada biodiesel yang telah dimurnikan meliputi bilangan asam, kadar gliserol bebas, kadar gliserol terikat, kadar gliserol total, kadar metil ester, kadar air, densitas, dan viskositas.

Bilangan Asam. Hasil transesterifikasi

minyak kelapa sawit secara umum memiliki bilangan asam yang rendah dan memenuhi standar biodiesel berdasarkan SNI 04-7182-2006 (0,80 mg KOH/g). Perolehan bilangan

asam yang rendah ini dikarenakan

karakteristik minyak kelapa sawit yang digunakan sudah cukup baik dengan kadar asam lemak bebas yang kecil (0,32%). Nilai bilangan asam pada contoh biodiesel ini secara umum mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu reaksi pada semua kisaran suhu seperti terlihat pada Gambar 6. Pada suhu yang lebih tinggi bilangan asam juga menunjukkan nilai yang lebih kecil.

Gambar 6 Hubungan antara waktu (menit) dan bilangan asam (mg KOH/g).

keterangan: maks. bilangan asam

(BSN 2006)

Uji statistika RAL petak terpisah pada Lampiran 5 menunjukkan minimal terdapat 1 suhu, 1 waktu, serta 1 interaksi antara suhu dan waktu yang berpengaruh secara signifikan

pada bilangan asam (Pr <0,05).

Pengelompokan pada uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 5.

: 50 oC : 60 oC : 70 oC

(16)

Tabel 5 Bilangan asam biodiesel (mg KOH/g) Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 0,56a 0,55a,b 0,54a,b 0,551 5 0,52b,c 0,50c,d 0,50d,e 0,512 10 0,50c,d 0,47e,f 0,44g 0,473 15 0,48d,e 0,42g 0,39h 0,434 20 0,45f,g 0,37h,i 0,36i,j 0,395

30 0,37h,i 0,36h,i 0,35i,j 0,366

60 0,33j,k 0,33j,k 0,31k 0,327 90 0,31k 0,31k 0,31k 0,318 Rerata suhu 0,44 x 0,41y 0.40z a - k

Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 8

Pengaruh waktu berbeda

x,y,z

Pengaruh suhu berbeda

Bilangan asam terkecil diperoleh pada

suhu 70 oC dan menit ke-90, yaitu suhu

tertinggi dengan waktu reaksi terlama. Hal ini terjadi karena asam lemak bebas ataupun asam-asam mineral semakin banyak yang bereaksi dengan KOH dan membentuk sabun dengan semakin lamanya waktu reaksi. Sabun yang dihasilkan akan terpisah dan terbuang pada proses pencucian metil ester dengan air hangat. Bilangan asam juga semakin kecil dengan peningkatan suhu karena panas dapat mempercepat reaksi yang terjadi.

Interaksi antara waktu dan suhu pada uji Duncan menunjukkan bahwa bilangan asam memiliki nilai yang sama setelah menit ke-15 pada suhu 70 oC, menit ke-20 pada suhu 60

oC, dan menit ke-30 pada suhu 50 oC. Hal ini

membuktikan bahwa jumlah asam-asam bebas dalam biodiesel sama pada suhu yang berbeda setelah waktu tertentu. Sebelumnya bilangan asam memiliki nilai yang lebih rendah pada waktu yang lebih cepat dengan suhu yang lebih tinggi.

Kadar Gliserol. Gliserol bebas yang

terdapat di dalam contoh biodiesel adalah sisa-sisa pencucian pada tahap pemurnian atau hasil samping hidrolisis ester karena terdapat air. Pencucian biodiesel tidak bisa dilakukan dengan jumlah air dan waktu yang sama. Hal ini disebabkan oleh jumlah air hangat untuk

pencucian biodiesel kasar kemungkinan

berbeda untuk tiap contoh, tergantung kejernihan air buangan tersebut. Walaupun dengan jumlah yang berbeda, kejernihan air bisa menjadi petunjuk hilangnya gliserol bebas.

Pada Gambar 7 tidak terlihat pengaruh waktu atau suhu pada kadar gliserol bebas, karena bentuk kurva yang naik turun. Terdapat beberapa contoh biodiesel dengan kadar gliserol bebas yang cukup besar karena

proses pemisahan dan pencucian yang kurang baik.

Gambar 7 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol bebas (%). keterangan: maks. gliserol bebas (BSN 2006)

Uji RAL petak terpisah pada kadar gliserol bebas pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa minimal terdapat 1 suhu, 1 waktu, serta 1 interaksi antara suhu dan waktu yang memberikan respons berbeda pada kadar gliserol bebas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α

(0,05). Uji Duncan menunjukkan kadar gliserol bebas terbesar diperoleh pada suhu 60

oC dan waktu 15 menit, serta ketika interaksi

antara suhu dan waktu pada suhu 60 oC menit

ke-10 dan suhu 50 oC menit ke-15 seperti dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kadar gliserol bebas biodiesel (%) Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 0,022b 0,019c 0,009g 0,0172 5 0,008g,h 0,015d 0,008g,h 0,0114 10 0,001j 0,023a 0,007h 0,0114 15 0,024a 0,018c 0,018c 0,0201 20 0,008g,h 0,013e 0,008g,h 0,0105 30 0,009g 0,007h 0,015d 0,0114 60 0,007h 0,011f 0,005i 0,0076 90 0,007h 0,022a,b 0,014d,e 0,0153 Rerata suhu 0,011 y 0,016x 0,011y a - j

Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 6

Pengaruh waktu berbeda

x,y

Pengaruh suhu berbeda

Pengaruh suhu pada kadar gliserol bebas tidak begitu terlihat karena nilainya sama pada suhu 50 dan 70 oC. Hasil uji menunjukkan tidak adanya hubungan yang linear dari suhu atau waktu pada kadar gliserol bebas karena : 50 oC : 60 oC : 70 oC

(17)

perolehan nilai terbesar bukan dengan semakin lama reaksi atau semakin tingginya suhu. Kadar gliserol bebas dapat dikatakan seragam, karena secara umum interaksi antara suhu dan waktu pada kadar gliserol bebas biodiesel menunjukkan nilai yang sama. Perolehan gliserol bebas yang berbeda secara

nyata hanya pada suhu 50 oC menit ke-10, 60

oC menit ke-60, dan 70 oC menit ke-60.

Gliserol terikat, yaitu mono-, di-, dan trigliserida yang masih terdapat dalam produk biodiesel. Nilai ini mengalami penurunan dengan semakin tingginya suhu pada waktu yang sama dan semakil lamanya waktu reaksi pada suhu yang sama seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol terikat (%). Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 7) menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada kadar gliserol terikat contoh biodiesel. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr <0,05. Uji Duncan pada pengaruh suhu dan waktu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar gliserol terikat biodiesel (%) Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 0,49 a 0,47 b 0,45 d 0,471 5 0,46 c 0,38 e 0,36 f 0,402 10 0,36 f 0,27 h 0,27 i 0,303 15 0,29 g 0,24 j 0,21 m 0,254 20 0,27 i 0,22 l 0,19 o 0,235 30 0,23 k 0,22 l 0,18 r 0,216 60 0,22 l 0,20 n 0,19 p 0,217 90 0,20 o 0,18 q 0,18 r 0,198 Rerata suhu 0,31 x 0,27 y 0,25 z a - r

Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 8

Pengaruh waktu berbeda

x,y,z

Pengaruh suhu berbeda

Kadar gliserol terikat terkecil diperoleh pada suhu 70 oC serta menit ke-90. Interaksi antara waktu dan suhu dengan perolehan gliserol terikat terkecil pada suhu 70 oC menit ke-30 dan 90. Penurunan nilai kadar gliserol terikat menunjukkan bahwa jumlah mono-, di-, dan trigliserida dalam produk biodiesel yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini terjadi karena peningkatan suhu menyebabkan reaksi transesterifikasi berlangsung lebih cepat, sebagai akibat meningkatnya energi kinetik reaktan, sehingga tumbukan antar reaktan lebih sering dan efektif. Waktu reaksi yang semakin lama juga akan menyebabkan trigliserida pada minyak makin banyak yang terkonversi menjadi metil ester. Hal ini disebabkan oleh jumlah trigliserida dalam contoh yang berkurang dan bereaksi dengan metanol membentuk asam lemak metil ester.

Gliserol total semakin rendah dengan lamanya waktu reaksi dan peningkatan suhu seperti terlihat pada Gambar 9. Hal ini terjadi karena jumlah gliserol terikat dalam contoh biodiesel yang semakin mengecil.

Gambar 9 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol total (%). keterangan: maks. gliserol total (BSN 2006)

Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 8) menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada kadar gliserol total contoh biodiesel. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05). Uji Duncan pada pengaruh suhu dan waktu menunjukkan gliserol total terkecil diperoleh pada suhu 70 oC serta menit ke-90. Interaksi antara waktu dan suhu dengan perolehan gliserol total terkecil setelah menit ke-30 pada suhu 70 oC. Pengelompokan uji Duncan pada kadar gliserol total dapat dilihat pada Tabel 8. : 50 oC : 60 oC : 70 oC : 50 oC : 60 oC : 70 oC

(18)

Tabel 8 Kadar gliserol total biodiesel (%) Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 0,51 a 0,48 b 0,46 d 0,48 1 5 0,47 c 0,40 e 0,37 f 0,41 2 10 0,36 g 0,30 i 0,27 j 0,31 3 15 0,32 h 0,26 k 0,23 n 0,27 4 20 0,27 j 0,23 m 0,20 q 0,24 5 30 0,24 l 0,23 n 0,20 r 0,22 6 60 0,23 n 0,22 o 0,19 r,s 0,21 7 90 0,20 q 0,21 p 0,19 s 0,20 8 Rerata suhu 0,33 x 0,29 y 0,26 z a - s

Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 8

Pengaruh waktu berbeda

x,y,z

Pengaruh suhu berbeda

Beberapa contoh biodiesel memiliki kadar gliserol total yang tinggi, yaitu melewati batas maksimum untuk gliseol total SNI 04-7182-2006 (0,24%). Kadar gliserol total memenuhi standar dimulai pada menit ke-30, 20, dan 15 untuk suhu 50, 60, dan 70 oC secara berurutan. Hal ini terjadi karena pada awal reaksi masih banyak trigliserida dalam minyak kelapa sawit yang belum terkonversi menjadi metil ester. Konversi tersebut memenuhi standar pada waktu reaksi yang lebih cepat namun dengan kondisi suhu yang lebih tinggi.

Kadar Metil Ester. Biodiesel yang

dihasilkan berupa metil ester karena dalam reaksi transesterifikasi menngunakan metanol. Kadar metil ester tidak dapat langsung ditentukan, tapi dihitung melalui perolehan bilangan penyabunan, bilangan asam, dan

kadar gliserol total sehingga analisis

penentuan bilangan penyabunan juga

dilakukan. Gambar 10 menunjukkan adanya pengaruh suhu dan waktu pada kadar metil ester.

Gambar 10 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar metil ester (%).

Pada Gambar 10 dapat dilihat peningkatan kadar metil ester terjadi dengan semakin tingginya suhu pada waktu reaksi yang sama. Konversi yang semakin besar juga didapat dengan semakin lamanya waktu reaksi. Peningkatan yang tajam terlihat pada awal reaksi dan beranjak landai atau cenderung stabil pada waktu transesterifikasi yang lebih lama.

Pada suhu 50 oC kurva terlihat tidak selandai suhu 60 dan 70 oC karena proses terbentuknya metil esternya lebih lama dibanding suhu yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perolehan metil ester akan cenderung stabil pada waktu yang lebih lama. Hal ini mengindikasikan pada tahap awal reaksi

kecenderungan tumbukan antara ion

metoksida molekul trigliserida lebih besar sehingga laju pembentukan metil ester terjadi

dengan cepat. Peningkatan suhu akan

meningkatkan energi kinetik reaktan-reaktan untuk mengatasi energi aktivasi. Hal ini sesuai dengan hukum Arrhenius yang menyatakan bahwa laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi, ketika suhu reaksi semakin tinggi, konstanta laju reaksi (k) semakin besar, sehingga laju reaksi juga semakin besar.

Peningkatan kadar metil ester terjadi

karena tumbukan antar-reaktan semakin

sering terjadi dengan semakin lamanya reaksi, sehingga produk yang terbentuk semakin bertambah. Pada saat tertentu jumlah metil ester cenderung tetap karena salah satu reaktan telah habis bereaksi, kemungkinan adalah trigliserida, karena metanol disediakan dalam keadaan berlebih.

Metil ester yang terdapat dalam biodiesel memiliki kisaran yang cukup besar, yaitu 98,64–99,43%. Perolehan ini berada di atas standar biodiesel SNI-7182-2006 (96,50%). Rendemen metil ester yang tinggi pada

pembuatan biodiesel dapat disimpulkan

karena berasal dari bahan baku dengan karakteristik yang baik, yaitu nilai bilangan asam minyak kelapa sawit yang rendah (0,32%).

Dalam skala laboratorium, produksi metil ester dengan rendemen tertinggi diperoleh pada suhu 60 oC setelah 1 jam menggunakan katalis basa (Vicente et al. 2004, Meher et al. 2006, Hazkil 2008). Pembentukan metil ester pada penelitian ini lebih cepat dibandingkan penelitian sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh penggunaan reaktor sirkulasi yang telah dirancang khusus agar interaksi antarmolekul lebih sering dengan adanya static mixer yang dilewati oleh campuran reaktan. Dalam static

mixer reaktan dicampur dengan mekanisme

: 50 oC : 60 oC : 70 oC

(19)

(1) pemecahan, (2) pemutaran, (3) pembalikan, dan (4) pengadukan aliran.

Keadaan ini menyebabkan laju reaksi

transesterifikasi yang lebih tinggi dibanding dengan mekanisme pengadukan konvensional yang hanya mengandalkan pemutaran aliran.

Penyebab lain adalah adanya proses pemurnian mengakibatkan biodiesel tidak lagi atau hanya sedikit mengandung air dan gliserol. Metanol yang digunakan dalam kondisi berlebih (2 kali stoikiometri) dan katalis KOH juga bekerja dengan baik dalam mempercepat laju transesterifikasi (Zandy et

al. 2007).

Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 9) menunjukkan setidaknya terdapat 1 suhu, 1 waktu, dan 1 interaksi antara suhu dan waktu yang berpengaruh secara signifikan pada kadar metil ester (Pr <0,05). Pengelompokan uji Duncan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa waktu pembuatan biodiesel terbaik adalah

pada menit ke-90 dan suhu 70 oC. Pencapaian

rendemen metil ester yang sama terjadi pada suhu 70 oC menit ke-10 dan suhu 60 oC menit ke-15. Pada suhu 60 dan 70 oC perolehan metil ester menit ke-20 sama dengan menit ke-30, sedangkan pada suhu 50 oC perolehan rendemen metil ester di menit ke-60 sama dengan suhu 70 oC menit ke-15, dan pada

suhu 50 oC menit ke-90 rendemennya sama

dengan suhu 60 oC menit ke-90. Tabel 9 Kadar metil ester biodiesel (%)

Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 98,64s 98,65r 98,68q 98,651 5 98,74p 98,85o 98,99m 98,862 10 98,91n 99,09k 99,19i 99,063 15 99,05l 99,19i 99,40e,f 99,214 20 99,16j 99,28g 99,39c 99,285 30 99,24h 99,29g 99,43c 99,326 60 99,31f 99,33e 99,41a 99,357 90 99,38d 99,38d 99,42b 99,398 Rerata suhu 99,05 x 99,13y 99,24z a - s

Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 8

Pengaruh waktu berbeda

x,y,z

Pengaruh suhu berbeda

Kadar Air. Biodiesel yang dihasilkan

secara umum memiliki kadar air yang kecil dan memenuhi SNI-04-7182-2006 (0,05%), kecuali beberapa contoh dengan nilai yang melewati garis batas maksimum seperti terlihat pada Gambar 11. Suhu dan waktu tidak berpengaruh pada kadar air karena bentuk kurva yang naik turun. Lama waktu pemanasan tidak bisa ditentukan karena

pemanasan dihentikan saat contoh sudah tidak terlihat memiliki gelembung udara. Oleh karena itu tiap contoh biodiesel memiliki waktu pemanasan yang berbeda-beda. Nilai kadar air yang agak besar terjadi karena pemanasan contoh setelah dicuci mungkin dilakukan kurang lama sehingga air sisa pencucian masih terdapat dalam contoh. Hal ini tidak berkaitan dengan kualitas bahan baku atau biodiesel yang diproduksi, tapi lebih pada pemrosesan tahap akhir (purifikasi) yang kurang baik.

Gambar 11 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar air (%).

keterangan: maks. kadar air (BSN 2006) Uji statistika RAL petak terpisah pada kadar air pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 1 interaksi antara suhu dan waktu yang memberikan respon berbeda pada kadar air. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05), namun pengaruh suhu pada kadar air tidak signifikan (Pr >0,05). Pengelompokan uji Duncan sebagai uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kadar air biodiesel (%) Waktu

(menit)

Suhu (oC) Rerata

waktu

50 60 70

1 0,043d,e,f,g,h 0,043c,d,e,f,g 0,038g,h,i,j 0,0422,3 5 0,037i,j 0,047b,c,d,e,f 0,044c,d,e,f,g 0,0422 10 0,040g,h,i 0,051a,b 0,047b,c,d,e,f 0,0461

15 0,048b,c,d 0,048b,c 0,042f,g,h 0,0461

20 0,055a 0,038h,i,j 0,048b,c,d 0,0471

30 0,038h,i,j 0,043d,e,f,g,h 0,036i,j 0,0393,4

60 0,046b,c,d,e,f 0,035i,j 0,034j 0,0394 90 0,042e,f,g,h 0,047b,c,d,e 0,050b 0,0461 Rerata suhu 0,044 x 0,044x,y 0,042y a - j

Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 4

Pengaruh waktu berbeda

x,y

Pengaruh suhu berbeda

: 50 oC : 60 oC : 70 oC

(20)

Pengaruh suhu dan waktu pada kadar air tidak berbeda nyata karena termasuk dalam 1 kelompok yang sama. Interaksi antara suhu dan waktu tidak berpengaruh pada kadar air karena semua interaksi memiliki nilai rataan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa kadar air pada contoh biodiesel seragam.

Densitas. Biodiesel yang dihasilkan secara

umum memenuhi kisaran densitas SNI-04-7182-2006, yaitu 850,0–890,0 kg/m3, kecuali beberapa contoh pada menit-menit awal reaksi berlangsung seperti terlihat pada Gambar 12. Nilai densitas biodiesel mengalami penurunan dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu reaksi.

Gambar 12 Hubungan antara waktu (menit) dan densitas (kg/m3).

keterangan: kisaran densitas (BSN 2006) Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 11) menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada densitas contoh biodiesel . Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr (<0,05). Pengelompokan berdasarkan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Densitas biodiesel (40 oC) (kg/m3) Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 892,0 a 891,7 a 891,3 b 891,7 1 5 889,2 c 885,5 d 880,8 e 885,2 2 10 876,1 f 868,6 h 862,8 j 869,2 3 15 871,4 g 856,1 k 855,4 l,m 860,9 4 20 864,6 i 855,4 l,m 853,7 n 857,9 5 30 855,5 l 855,1 m 853,5 n,o 854,7 6 60 853,7 n 853,3 o 852,9 p 853,3 7 90 853,3 o 852,8 p 850,9 q 852,3 8 Rerata suhu 869,5 x 864,8 y 862,7 z

a - q Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 8

Pengaruh waktu berbeda

x,y,z

Pengaruh suhu berbeda

Uji Duncan pada pengaruh suhu dan

pengaruh waktu menunjukkan densitas

terbesar pada suhu 50 oC serta menit ke-1. Interaksi antara waktu dan suhu dengan densitas terbesar adalah menit ke-1 pada suhu 50 oC juga. Nilai densitas pada menit ke-1 tidak memenuhi standar SNI-04-7182-2006.

Hal ini karena waktu yang pendek

menyebabkan reaktan yang terkonversi masih sedikit. Dengan demikian, proporsi trigliserida yang berbobot molekul besar dalam produk lebih banyak dibanding metil ester dengan bobot molekul lebih kecil.

Viskositas. Biodiesel harus memiliki

kisaran viskositas 2,30–6,00 cSt pada suhu 40

o

C (BSN 2006), dan biodiesel yang dihasilkan memiliki viskositas yang beragam pada berbagai macam waktu dan suhu seperti pada Gambar 13. Beberapa contoh memiliki viskositas yang besar, terutama pada awal reaksi, sehingga nilainya tidak memenuhi standar biodiesel. Namun, nilai viskositas

biodiesel mengalami penurunan dengan

semakin lamanya waktu reaksi dan semakin meningkatnya suhu.

Gambar 13 Hubungan antara waktu (menit) dan viskositas (cSt).

keterangan: kisaran viskositas (BSN 2006) Uji RAL petak terpisah pada Lampiran 12 menunjukkan setidaknya terdapat 1 suhu, 1 waktu, dan 1 interaksi antara suhu dengan waktu yang memberikan pengaruh pada viskositas contoh biodiesel. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05). Uji Duncan pada pengaruh suhu dan pengaruh waktu menunjukkan viskositas terbesar dan terkecil secara berturut-turut adalah pada suhu 50 oC dan menit ke-1 serta suhu 70 oC dan menit ke-90. Interaksi antara waktu dan suhu dengan perolehan viskositas terbesar adalah menit ke-: 50 oC : 60 oC : 70 oC : 50 oC : 60 oC : 70 oC

(21)

1 pada suhu 50 oC dan nilai ini sama setelah menit ke-15 pada suhu 70 oC, menit ke-20 pada suhu 60 oC, dan menit ke-30 pada suhu 50 oC.Pengelompokan hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Viskositas biodiesel pada 40 oC (cSt) Waktu (menit) Suhu (oC) Rerata waktu 50 60 70 1 40,66 a 38,18 b 37,38 c 38,741 5 23,36 d 20,51 e 19,13 f 21,002 10 14,16 g 11,17 h 10,51 i 11,953 15 7,45 j 6,28 k 5,91 l 6,554 20 6,13 k 5,91 l 5,77 l,m,n 5,945 30 5,84 l,m 5,84 l,m 5,91 l 5,866 60 5,69 m,n 5,48 o,p 5,62 n,o 5,607 90 5,40 p 5,33 p 5,33 p 5,358 Rerata suhu 13,59 x 12,34 y 11,94 z

a - p Interaksi suhu dan waktu berbeda

1 - 8

Pengaruh waktu berbeda

x,y,z Pengaruh suhu berbeda

Nilai viskositas memenuhi standar SNI 04-7182-2006 dimulai pada menit ke-15, 20, 30 pada suhu 70, 60, dan 50 oC secara berturut-turut. Perolehan ini menunjukkan bahwa pada waktu yang lama, biodiesel akan lebih encer pada semua kisaran suhu, karena semakin banyak minyak kelapa sawit yang bereaksi dengan metanol. Nilai viskositas tinggi pada

menit ke-1 dan suhu 50 oC karena waktu yang

pendek dan suhu yang rendah menyebabkan

trigliserida masih banyak yang belum

terkonversi menjadi metil ester.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu pada proses transesterifikasi dari minyak kelapa sawit menggunakan reaktor sirkulasi dapat meningkatkan kualitas biodiesel secara umum. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kadar metil ester. Beberapa parameter yang diharapkan berkurang juga mengalami penurunan, yaitu bilangan asam, kadar gliserol total, kadar gliserol terikat, densitas, dan viskositas.

Berdasarkan hasil pengolahan data,

kondisi optimum reaktor sirkulasi untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi beberapa parameter mutu biodiesel SNI 04-7182-2006 dengan waktu tercepat adalah menit ke-15 untuk suhu 70 oC, menit ke-20

untuk suhu 60 oC, dan menit ke-30 untuk suhu

50 oC.

Saran

Kinetika reaksi metil ester yang terbentuk dengan menggunakan reaktor sirkulasi perlu di lakukan dengan variasi suhu yang lebih rendah (kurang dari 50 oC) untuk mengetahui efisiensi reaktor dari segi energi yang dibutuhkan untuk memulai reaksi. Percobaan

perlakuan variasi jenis bahan baku

(feedstock), kecepatan alir reaktan, nisbah stoikiometri, dan konsentrasi katalis yang berbeda juga perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah R, Tambunan AH, Priyanto YA, Kusdiana D. 2008. Desain dan uji teknis reaktor transesterifikasi dengan sistem static mixer. Disampaikan pada: Seminar Nasional Teknologi Pertanian. Perteta Cabang Yogyakarta, 28 Nov 2008.

[ASTM] American Standard Technical

Material. 1998. Standard Test Method of

Petroleum Products. Philadelphia: ASTM.

[AOCS] American Oil Chemist’ Society. 1993. Official Method and Recommended

Practices of The American Oil Chemist’ Society. Washington: AOCS Pr.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995.

Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil).

Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2901-1995. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998.

Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar

Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006.

Biodiesel. Standar Nasional Indonesia

(SNI) 04-7182-2006. Jakarta: BSN. Hambali E, Mudjalipah S, Tambunan AH,

Pattiwiri AW, Hendroko R. 2008.

Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia

Pustaka.

Hazkil. 2008. Pengaruh suhu dan waktu

esterifikasi - Transesterifikasi pada

pembuatan biodiesel dari minyak jelantah [skripsi]. Bogor: Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Universitas Djuanda. Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat

(22)

Proceesing Technology. Volume ke-2. Ed

ke-5. New York: J Wiley.

Ismail. 2008. Uji kinerja dan analisis energi reaktor tipe static mixer untuk produksi biodiesel secara katalitik [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Pr.

Mao V, Konar SK, Boocock DGB. 2004. The

pseudo-single-phase base-catalyzed

transmethylation of soybean oil. J Am Oil

Chem Soc 81:803-808.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002.

Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Volume ke-1. Bogor:

IPB Pr.

Meher LC, Sager DV, Naik SN. 2006. Technical aspects of biodiesel production

by transesterification – A review.

Renewable and Sustainable Energy Reviews 10:248-268.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Pr.

Prihandana R, Hendroko R. 2008. Energi

Hijau, Pilihan Bijak Menuju Negeri Mandiri Energi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prihandana R, Hendroko R, Nuramin. 2006.

Menghasilkan Biodiesel Murah, Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM.

Jakarta: Agromedia Pustaka.

Soerawidjaja TH. 2006. Fondasi-fondasi ilmiah dan keteknikan dari teknologi pembuatan biodiesel. Disampaikan pada: seminar nasional ”Biodiesel sebagai Energi Alternatif Masa Depan”. UGM Yogyakarta, 15 Apr 2006.

Srivastava A, Prasad R. 1999. Trigliserides-based diesel fuels. Renewable and

Sustainable Energy Reviews 4:111-133.

Susilo. 2006. Biodiesel. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Swern D. 1982. Bailey’s Industrial Oil and

Fat Products. Volume ke-2. Ed ke-4. New

York: J Wiley.

Vicente G, Martinez M, Aracil J. 2004.

Integrated biodiesel production: A

comparison of different homogeneous catalyst systems. Bioresource Technology 92:297-305.

Walisiewicz M. 2005. Energi Alternatif. Palupi DS, penerjemah. Jakarta: Erlangga.

Terjemahan dari: Essential Science

Alternative Energy.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yubaidah S. 2007. Petunjuk Sintesa Biodiesel:

Transesterifikasi Esterifikasi. Tangerang:

BTMP-BPP Teknologi Serpong.

Zandy A, Destianna M, Nazef, Puspasari F.

2007. Intensifikasi proses produksi

Gambar

Tabel  1  Komposisis  asam  lemak  minyak  kelapa sawit
Gambar 4  Bagan reaktor sirkulasi biodiesel.
Gambar 5  Perbandingan antara minyak    kelapa sawit (A), biodiesel kasar
Tabel 5 Bilangan asam biodiesel (mg KOH/g)  Waktu  (menit)  Suhu ( o C)  Rerata waktu 50 60 70  1  0,56 a 0,55 a,b   0,54 a,b 0,55 1 5  0,52 b,c   0,50 c,d   0,50 d,e 0,51 2 10  0,50 c,d   0,47 e,f 0,44 g 0,47 3 15  0,48 d,e   0,42 g 0,39 h 0,43 4 20  0,45
+3

Referensi

Dokumen terkait

penuh dalam Jabatan Fungsional Pengawas Benih Ikan sesuai. dengan ketentuan

Bahwa untuk melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran perlu ditetapkan dosen pengajar dan penguji mata kuliah di lingkungan6. Fakultas llmu Pendidikan UNY semester

Vonis bebas pada dasarnya tidak boleh dijadikan alasan oleh jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum kasasi nyatanya dipertimbangkan oleh majelis hakim mahkamah agung

Demikian, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih.

Berdasarkan WHO di Indonesia tahun 2010, jumlah kasus terinfeksi HBV mencapai 15 juta orang dan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas tinggi yaitu sebanyak 1,5 juta

Evaluasi pembelajaran PAI berbasis blended learning dalam membentuk multiple intellegence siswa, mereka umumnya sering mengalami kebosanan dalam mempelajari PAI yang

[r]

Ketentuan bahwa susunan Pengadilan Landreform seperti tersebut dalam pasal 8, pasal 11, pasal 17 dan pasal 19 Undang-undang Nomor 21 tahun 1964 terdiri atas susunan Kesatuan