• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON TINGKAH LAKU ANAK ITIK JANTAN LOKAL TERHADAP BENTUK TEMPAT DAN JENIS PEMBERIAN PAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON TINGKAH LAKU ANAK ITIK JANTAN LOKAL TERHADAP BENTUK TEMPAT DAN JENIS PEMBERIAN PAKAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON TINGKAH LAKU ANAK ITIK JANTAN LOKAL

TERHADAP BENTUK TEMPAT DAN JENIS PEMBERIAN PAKAN

SOFIAN IsKANDAR,T.SusANTi,dan E.JuARiNi Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002

ABSTRAK

Sebanyak 144 ekor anak itik jantan umur satu hari dibagi atas 3 tipe perlakuan pemberian ransum dengan 6 ulangan, yang masing-masing berisi 8 ekor. Anak-anak itik jantan tersebut dipelihara dalam kandang kawat berukuran 90 x 70 x 35 cm masing-masing dengan perlakuan : I) Tipe 1 : Tempst terbuat dari paralon sepanjang 80 cm berdiameter 6 cm, tersumbat di kedua ujungnya diletakan memanjang disalah satu dinding kandang. Kemudian dua buah botol minum diletakan masing-masing diujung dekat dengan tempat ransum 2) Tipe II: Tempat pakan yang biasa disediakan, yaitu berupa baki plastik ukuran 32 cm, panjang x 25 cm, lebsr x 4 cm, dalam dan sebuah tempat minum. Kedua tempat tersebut diletakan dengan jarak 40 cm satu sama lain. 3) Tipe III: Tempat pakan yang biasa disediakanr., yaitu berupa baki plastik ukuran 32 cm, panjang x 25 cm. lebar x 4 cm, dalam dan sebuah tempat minum. Kedua tempat tersebut diletakar. dengan jarak 40 cm satu sama lain. Di bawah semua tempat pakan diletakan baki penampung pakan tercecer. Pada kelompok perlakuan Tipe I diberikan ransum kering dan air minum ad libitum. Pada perlakuan Tipe I ini diharapkan itik mudah menjangkau tempat minum dan pakan, tanpa harus berjalan terlebih dahulu. Pada kelompok perlakuan Tipe II diberikan ransum kering ad libitum dengan posisi tempat minum berjauhan dari tempat mnsumnya. Pada kelompok perlakuan Tipe III posisi tempat minum dan ransum seperti pada kelompok perlakuan Tipe II, tetapi ransum diberikan basah, terendam dalam air secara adlibitum.Pengamatan awal dilakukan pada minggu kedua untuk mengamati tingkah laku makan pada 3 jam pertama diberikan ransum di pagi hari. Total ransum yang tersisa dalatn tempat pakan dan yang tercecer dalam air minum, juga di atas baki penampung diukur pada periode 3 jam pengamatan yang sama. Lama makan, lama istirahat dan frekuensi mendatangi tempat pakan dicatat dengan memakai stopwatch. Pengamatan tingkah laku ini dilakukan pada seekor anak itik yang diambil dari setiap ulangan dan diberi tanda. Pengamatan dilakukan berturut-turut satu ekor untuk setiap ulangan setiap hari untuk selama 3 hsri berturut-turut dalam minggu yang sama. Bobot total ternak, konsumsi ransum total dalam setiap ulangan ditimbang satu kali dalam satu minggu. Bentuk tempat ransum tidak nyata mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi dan FCR itik jantan yang dipelihara intensif sampai dengan umur 10 minggu. Pengamatan pada neraca ransum pada periode pengamatan umur 2 dan 3 minggu: (1) Ransum yang tercecer didalam tempat minum relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang tercecer di lantai. (2) Ransum basah cenderung tercecer lebih banyak dalam tempat minum daripada ransum kering. (3) Konsumsi selama 3 jam pengamatan mencapai 70% konsumsi total harian itik jantan pada perlakuan Tipe I, dan masing-masing 75% untuk Tipe II dan III. (4) Ransum tercecer pada 3 jam pertama relatif lebih sedikit dari pada 3 jam kedua. (5) Anak itik jantan pada perlakuan Tipe I dan Tipe III menghabiskan waktu makan dalam 3 jam pertama selama kurang lebih 48-50 menit, sementara pada Tipe II menghabiskan waktu sekitar 55 menit. (6) Frekuensi mengunjungi tempat minum untuk anak itik jantan pada Tipe I dan II mencapai 95-104 kali dan pada Tipe III hanya 24 kali.Konsumsi ransum selama pengamatan 6 jam pertama untuk umur 2, 3, 5 dan 6 minggu tidak memperlihatkan suatu pola yang jelas, namun kapasitas selama 6 jam berkisar antara 48 ssmpai dengan 100% dan konsumsi harian total selama 24 jam.

Kata kunci: Anak itikjantan lokal, tingkah laku pakan, tempat pakan PENDAHULUAN

Usaha penggemukan itik jantan sudah dikenal di masyarakat. Budidaya penggemukan inipun sudah banyak dilaporkan para peneliti (SUMANTO et al., 1990; IsKANDAR et al., 1993; SETIOKO et al., 1995) namun dilaporkan bahwa dalam teknik budidaya ini mempunyai kelemahan berupa pakan 310

(2)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

tercecer, yang dapat mencapai 14,4% dari total konsumsi yang terukur (MASKYADJI, 1987). Pemborosan ini memang disebabkan oleh tingkah laku makan dari itik itu sendiri, disamping cara pemberian yang kurang tepat.

ISKANDAR et al. (1993) melaporkan bahwa pertumbuhan itikjantan mencapai maksimum pada umur 10-11 minggu. Pada pemelihaman intensif (ransum 15% protein, 2700 kkal ME/kg) itik mencapai berat 1,3 kg/ekor dengan konversi ransum (FCR=feed consumption ratio) mencapai antara 5,3-6,3 kg ransum/ kg bobot tubuh. Pertumbuhan ini cukup pesat jika dibandingkan dengan ayam kampung (0,7 kg/ekor, ISKANDAR et al., 1998) pada ransum yang serupa. FARREL (1997) mengemukakan bahwa unggas air tumbuh paling cepat di antara jenis unggas lainnya. Sementara itu, berat jual anak itik jantan yang dilaporkan ANTAwIDJAJA et al. (1995) dalam SETIOKO et al. (1995) di daerah kantong ternak itik di Jawa mencapai 0,89 kg/ekor yang dicapai selama pemeliharaan 51 hari pada pemeliharaan intensif.

Satu hal yang mungkin cukup penting dalam usaha ternak itik jantan adalah komponen biaya pakan. Pada pemelihaman dengan sistem intensif, komponen biaya pakan mencapai 52% (SETIOKO

et al., 1995). Sementara itu, AMINUDIN (1994) melaporkan bahwa komponen biaya pakan mencapai 65,19% di peternak intensif di Tanggerang. Perbedaan ini ternyata disebabkan oleh perbedaan tingkat kualitas pakan. Kebutuhan pakan yang relatif tinggi ini belum tentu merupakan kebutuhan riilnya, karena seperti di laporkan MASKYADJI (1987) sebanyak 14,4% pakan tercecer tidak tennanfaatkan.

Sebagai suatu pengamatan awal terhadap tingkah laku makan anak itik jantan, suatu percobaan dirancang untuk melihat pakan tercecer dan tingkah laku atau cara makan.

MATERI DAN METODE

Sebanyak 144 ekor anak itik jantan umur satu hari dibagi atas 3 tipe perlakuan pemberian ransum (Gambar 1) dengan 6 ulangan, yang masing-masing berisi 8 ekor. Anak-anak itik jantan tersebut diperoleh dari Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pada had kcdga penanda bernomor (wing band) dipasangkan dimasing-masing sayap, untuk indentitas setiap perlakuan dan ulangan. Sampai dengan umur 7 hari anak-anak itik dipelihara dan diberi ransum standar (20% protein, 3000 kkalME/kg, Tabel 1).

Sebelum anak itik datang, kandang kawat berukuran 90 x 70 x 35 cm dipersiapkan masing-masing dengan perlakuan: 1) Tipe 1: Tempat terbuat dari paralon sepanjang 80 cm bersiamter 6 cm, tersumbat di kedua ujungnya dilitakan memanjang disalah satu dinding kandang. Kemudian dua buah botol minum kapasitas 2, 5 liter diletakan masing-masing diujung dekat dengan tempat ransum. 2) Tipe II: Tempat pakan yang biasa disediakan, yaitu berupa baki plastik ukuran 32 cm, panjang x 25 cm, lebar x 4 cm, dalam dan sebuah tempat minum ukuran 5 liter. Kedua tempat tersebut diletakan dengan jarak 40 cm satu sama lain. 3) Tipe III: Tempat pakan yang biasa disediakan, yaitu berupa baki plastik ukuran 32 cm, panjang x 25 cm, lebar x 4 cm, dalam dan sebuah tempat minum ukuran 5 liter. Kedua tempat tersebut diletakan dengan jarak 40 cm satu sama lain. Di bawah semua tempat pakan diletakan baki penampung pakan tercecer .

Pada kelompok perlakuan Tipe I diberikan ransum kering ad libitum dan diberikan air minum yang disediakan dalam kedua botol minum tersedia. Pada perlakuan Tipe I ini diharapkan itik mudah menjangkau tempat minum dan pakan, tanpa harus berjalan terlebih dahulu. Pada kelompok perlakuan Tipe II diberikan ransum kering ad libitum dengan posisi tempat minum berjauhan dari tempat ransumnya. Pada kelompok perlakuan Tipe III posisi tempat minum dan ransum seperti pada

(3)

31 2

kelompok perlakuan Tipe 11, tetapi ransum diberikan basah, terendam dalam air secara

ad libitum.

Bentuk clan posisi tempat ketiga kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 1 .

akan Kering

Minum TM

I

TM I TM

Baki Penampung Baki Penampung Baki Penampung

Tine I TTi e II Tiae III

TPK

Keterangan : Campuran vitamin clan mineral komersial

Gambar 1. Ketiga bentuk dan posisi tempat pakan (TPK) pada pemeliharaan 1-5 minggu (tampak dari atas) Tabel 1 . Komposisi bahan pakan ransum percobaan anak itik jantan umur 2-10 minggu

TPBasah

Bahan pakan Komposisi (g/kg)

Jagung 200 Dedak padi 207,5 Minyak sayur 75 Bungkil kedele 150 Tepung ikan 100 Pollard 195 CaC03 8 NaCl 2,5 L-Lysine 2 DI-Methionine I Topmix 1) 5 Total 1000 Kandungan gizi Protein kasar, g/kg 200

Energi, kkal ME/kg 3000

(4)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

Pengamatan awal dilakukan pada minggu kedua untuk mengamati tingkah laku makan pada 3

jam pertama di pagi hari (jam 8.00-11 .00). Total ransum yang tersisa dalam tempat pakan dan yang

tercecer dalam air minum, juga di atas baki penampung diukur pada periode 3 jam pengamatan

tersebut. Lama makan, lama istirahat dan frekuensi mendatangi tempat pakan dicatat dengan

memakai stopwatch. Pengamatan tingkah laku ini dilakukan pada seekor anak itik yang diambil dari

setiap ulangan dan direri tanda dengan cat di atas kepalanya. Pengamatan ini dilakukan setiap hari

untuk selama 3 hari berturut-turut dalam minggu yang sama. Bobot total ternak, konsumsi ransum

total dalam setiap ulangan ditimbang satu kali dalam satu minggu.

Pada umur lima minggu ternak dipindahkan dari kandang kawat ke kandang postal (lantai)

dengan beberapa modifikasi tempat pakan. Modifikasi dilakukan pada semua kelompok perlakuan.

Tempat pakan diganti dengan ukuran lebih besar 40 x 20 cm dengan permukaan dasar lancip (tajam)

(Gambar 2) dan berdiri di atas lantai sekitar 20 cm. Tempat minum komunal disediakan sekitar 1,0 m

dari tempat pakan, sama untuk semua perlakuan dan ulangan. Untuk kelompok perlakuan Tipe I

persis di kaki tempat pakan kiri-kanan disediakan tempat minum, sementara untuk kelompok

perlakuan Tipe II. ransum diberikan basah terendam.

Gambar 2. Bentuk tempat pakan pada pemeliharaan umur 5-10 minggu

Data kemudian dianalisa sidik ragam dan rata-rata ulangan diuji dengan uji jarak ganda dari

Duncan

(STEEL

dan

TORRIE,

1984).

Kinerja pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Tempat Pakan

dan Minum pada Tipe I

irisan melintang

Kinerja pertumbuhan yang diamati dimulai dari umur 2 sampai dengan 10 minggu. Pengaruh

perlakuan bentuk dan jenis ransum terhadap pertumbuhan bobot badan, konsumsi ransum dan

efisiensi penggunaan ransum disajikan pada Tabel 2.

(5)

Neraca pakan

314

Tabel 2. Perrambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum oleh anak itik jantan

umur 2-10 minggu

Perlakuan

Pertamba(PBB)

(g/

Tipe 1 ~~

Tipe 11

Tipe 111

Keterangan:

~~

Tipe

1 =

Tempat pakan dekat dengan tempat minum; Tipe

11 =

Tempat pakan jauh dari tempat

minum dengan ransum kering; Tipe

1I1=

Tempat pakan jauh dari tempat minum dengan ransum

basah

2)

Nilai dengan tanda sama pada Iajur dan parameter yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata

(P>0,05)

Kinerja yang disajikan dalam Tabel 2, memberikan suatu indikasi bahwa bentuk tempat ransum

yang didekatkan dengan tempat minum (Tipe 1), bentuk tempat ransum yangjauh dari tempat minum

(Tipe 11) dan jenis pakan yang basah (Tipe 11) tidak nyata mempengaruhi pertambahan bobot badan,

konsumsi dan FCR, meskipun terlihat ada kecenderungan bentuk ransum basah lebih efisien. Hal ini

ada kemungkinan disebabkan laju pemasukan ransum basah yang relatifceat dibandingkan dengan

ransum kering. Proses masuknya ransum kering seperti apa yang disinyalir oleh

GROW

(1972)

dengan apa yang disebut stagers, yaitu keselak ransum kering.

Kinerja efisiensi penggunaan ransum (FCR) yang dicapai pada percobaan ini relatif lebih tinggi

dibandingkan hasil percobaan yang dilaporkan

ISKANDAR

et al. (1993) pada anak itik jantan Tegal

(5,58), Magelang (5,93), Turi (6,31), Mojosari (5,55), Bali (5,28), dan Alabio (5,90), yang semuanya

dipelihara sejak umur satu hari dengan ransum dan pemeliharaan intensif. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa sistem pemeliharaan yang dilakukan sudah memenuhi standar pertumbuhan normal

clan adanya kecenderungan lebih efisien dibandingkan dengan laporan sebelumnya, mungkin

disebabkan oleh pemberian energi, protein kasar dan penambahan asam amino lisin, yang mencapai

1,36%, dibandingkan dengan percobaan sebelumnya (sekitar

1%). HICKLING

et al. (1990) dan

MORAN

dan

B11.GILI

(1990) merekomendasikan untuk pertumbuhan maksimum, penambahan asam

amino lisin di atas tingkat kebutuhan dapat meningkatkan perototan dada pada ayam ras broiler,

sehingga dari indikasi ini kemungkinan pula berpengaruh pada pertumbuhan anak itikjantan.

Periode pengamatan dilakukan secara intensif dilakukan selama 3 jam clan neraca ransum

diukur mulai dari pemberian, sisa ransum, konsumsi ransum clan ransum tercecer dalam air minum

dan baki penampung, yang disimpan di bawah tempat ransum. Pengamatan ini dilakukan tiga jam

pertama dan tiga jam berikutnya per hari selama tiga hari berturut-turut pada umur dua clan tiga

minggu. Tujuan dari pengamatan ini tidak secara mutlak mencari indikasi kuantitas jumlah pakan

tercecer, akan tetapi masih merupakan indikasi tempat kehilangan ransum pada waktu pemeliharaan

sangat muda. Kuantitas neraca ransum disajikan pada Tabe13 .

Pada Tabel 3 terlihat bahwa ransum yang tertampung dalam tempat minum untuk bentuk tempat

pakan yang relatif letaknya jauh dari tempat minum dengan jenis rasum kering (Tipe I vs Tipe 11)

tidak begitu berbeda, berkisar 1,0-1,1% dari total ransum yang diberikan selama periode 3 jam,

sedangkan pada perlakuan bentuk tempat pakan yang jauh dari tempat minum dengan bentuk ransum

yang basah (Tipe 111) menunjukkan angka lebih tinggi dari kedua perlakuan di atas. Sementara itu,

han Bobot Badan

ekor/ 8 minggu)

Konsumsi Ransum

(g/ekor/8minggu)

Efisiensi Penggunaan Ransum

(g mnsum/g PBB)

1147'2)

5737'

5,00'

1161 '

5608 '

4,83'

(6)

Seminar Nasional Peternakan clan Peteriner 2000

jumlah ransum yang tertampung dalam baki pada Tipe II, telihat lebih banyak (8,0%), disusul dengan perlakuan yang dekat dengan tempat minum, Tipe 111 (5,0%) dan perlakuan yang dekat dengan air minum, Tipe 111 (2,9%).

Hasil ini menunjukkan bahwa ransum yang tercecer di dalam tempat minum relatif lebih rendah dibandingkan dengan ransum yang tercecer di atas lantai. Lebih tingginya jumlah yang tercecer di dalam tempat minum untuk jenis pakan yang diberikan basah ada kemungkinan disebabkan oleh terbawanya ransum basah dalam paruh lebih banyak dibandingkan ransum kering, sehingga jumlah yang tercecer dalam air minum relatif lebih banyak.

Pada umur 2 dan 3 minggu ini, kapasitas makan yang dukur dari jumlah ransum yang diberikan, konsumsi selama tiga jam hanya mencapai 70% untuk Tipe I dan masing-masing 75% untuk perlakuan Tipe I dan 11. Dibandingkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi total harian (530 g/8ekor/hari) ternyata konsumsi selama tiga jam tersebut hanya mencapai rata-rata 39-43%. Dari indikasi ini telihhat bahwa kecepatan menelan ransum yang dibutuhkan, relatif rendah atau memang kapasitas perut, yang dipengaruhi oleh tegangan dinding perut yang terjadi setelah 3 jam pertama, namun kemudian akan bertambah sesuai dengan laju pengosongan ransum dari saluran pengamaan bagian atas.

Tabel 3.Rata-ratajumlah ransum tercecer clan konsumsi pada pengamatan 3 jam periode makan pads anak itik

jantan yang dipelihara dalam kandang kawat dengan perlakuan bentuk tempat clanjenis ransum umur

Keterangan: I)Persentase dari total ransum yang diberikan;2) Lihat catatan kaki padsTabel 2

Pengamatan pada respon yang dipengaruhi oleh faktor umur (masih pada Tabel 3) menunjukksn adanya penurunan jumlah ransum tercecer dalam tempat minum pada umur 3 minggu, akan tetapi terjadi peningkatan jumlah yang tercecer pada baki penampung di lantai. Ini ada kemungkinan disebabkan oleh pengaruh bertambahnya ukuran paruh pada umur tiga minggu yang mengais ransum lebih banyak, sehingga kemungkinan terjatuh ke lantai lebih banyak sebelum mencapai tempat minum terdekat. Konsumsi selama tiga jam untuk itik yang bentmur tiga minggu lebih banyak dari pada waktu berumur 2 minggu, namun apabila dihitung berdasarkan konsumsi total harian (Tabel 4), konsumsi tiga jam pada umur 3 minggu relatif lebih kecil (37%, dibandingkan dengan 46% psda umur 2 minggu).

2 clan 3 minggu

Pakan tercecer Konsumsi periode 3 jam

Perlakuan Dalam air minum % ~~ Di atas baki di % ~1 g/8ekor % ~1

g/8ekor/3j lantai g/8 ekor

Bentuk tempat Tipe12) 3,39 8,93 2,9' 212 70' Tipe 11 3,08 1,0' 24,64 8,0b 228 75' Tipe 111 5,76 2,0' 14,40 5,Ob 202 75' Umur Dua minggu 4,72 2,0' 9,44 4,0' 182 77' Tiga minggu 3,67 1,0' 22,02 6,0' 246 70' Pengamatan Tigajam 1 3,42 1,0' 17,10 5,04 248 74' Tigajam 11 5,22 2,0' 15,66 6,0' 180 72'

(7)

Jumlah ransum tercecer pada pemberian pakan tiga jam kedua relatif lebih tinggi (P>0,01)

dibandingkan dengan jumlah ransum tercecer pada pemberian ransum tip jam pertama. Konsumsi

ransum pada tiga jam kedua sudah selayaknya lebih rendah dari konsumsi pada tiga jam pertam.

Hal ini disebabkan oleh tercukupinya sebagian kebutuhan pada tiga jam pertama. Meningkatnya

ceceran ransum pada tiga jam kedua kemungkinan besar disebabkan oleh tingkah laku makan yang

tidak hanya untuk segera mengkonsumsi ransum, tetapi seolah hanya memenuhi sisa kebutuhan

hariannya, sehingga ada kemungkinan cenderung itik bermain-main.

Kapasitas makan

Kapasitas makan dapat didefinisikan sebagai kemampuan makan selama periode tertentu dalam

memenuhi kebutuhan hariannya. Dalam Tabel 4 disajikan jumlah ransum yang dikonsumsi selama

pengukuran dua kali tiga jam selama tiga hari berturut-turut dalam setiap minggu pengamatan.

Tabel 4. Konsumsi ransum anak itik jantan selama periode pengamatan dua kali tiga jam dan konsumsi harian selama satu minggu periode yang sama

Konsumsi ransum

Keterangan: 2),3) Lihat catatan kaki pada Tabel 2

Dari hasil yang disajikan, tidak terlihat adanya pola yang jelas, namun pada umumnya waktu

enam jam pertama pemberian ransum, itik sudah mampu mengkonsumsi ransum dalam porsi yang

besar (di atas 70 % dari ransum harian total yang diukur dari rata-rata pemberian 24 jam). Tingkat

48% pada perlakuan tipe satu pada umur 2 minggu dirasakan terlalu kecil, tetapi tidak jelas kira-kira

apa yang menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi itu. Sehingga dapat diperkirakan bahwa periode

itik melakukan proses makan yang intensif dilakukan pada 6 jam pertama setiap harinya.

Tingkah laku makan

Gambaran kuantitas tingkah laku makan yang diamati selama tiga jam pertama sejak ransum

diberikan pertama kali di pagi hari (jam 08.00) disajikan pada Tabel 5.

Anak itik jantan menghabiskan waktu makan pada perlakuan Tipe I (48,1 menit) sedikit lebih

kecil dari Tipe III (49,9 menit), tapi cukup jauh berbeda dari lama waktu makan anak itik jantan

pada perlakuan Tipe II (55,1 menit). Sementara itu frekuensi makan saat di mana itik menghabiskan

waktu untuk makan dan minum untuk semua perlakuan tidak banyak berbeda (2,3-2,5 kali/3 jam).

Frekuensi pergerakan anak itik jantan dari tempat pakan dan minum terlihat bahwa untuk perlakuan

Tipe I sedikit rendah (94,6 kali) dibandingkan dengan anak itik jantan pada perlakuan Tipe II (103,9

kali), namun kedua perlakuan Tipe I dan II ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi

pergerakan anak itik jantan pada Perlakuan Tipe III.

316

Pedakuan Umur 6jam % 2 minggu Harian (g/8ekor) Umur 3 6 Jam % minggu Harian (gtgekor) Umur 6 Jam % 5 minggu Harian (g/8ekor) Umur 6 Jam % 6 minggu Harian (g/8ekor) Tipe

0

91°) 403 72" 674 62' 849 81` 996 Tipe 11 102' 398 75' 672 48' 731 70' 915 Tipe III 86' 373 74' 656 107° 808 91b 894

(8)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 2000

Perbedaan ini mungkin menjelaskan mengenai adanya pengaruh bentuk tempat pakan dan jenis

ransum. Pada perlakuan Tipe I, anak itik jantan tidak memerlukan banyak waktu untuk makan,

karena letak tempat minum relatif dekat dibandingkan dengan perlakuan Tipe II. Oleh karena jenis

ransum yang kering, anak itik jantan memerlukan pergerakan yang relatif lebih banyak dibandingkan

dengan anak itik pada perlakuan Tipe III, yang relatif tidak begitu memerlukan untuk bergerak

mengunjungi tempat minum karena ransum yang diberikan sudah relatifbasah.

Pola lama dan frekuensi makan pada umur yang berbeda, tidak begitu mencolok perbedaannya,

hanya terlihat pada umur empat minggu frekuensi pergerakan anak itik jantan lebih rendah dibanding

anak-anak itik jantan pada waktu berumur dua dan tiga minggu. Hal ini ada kemungkinan disebabkan

oleh semakin besamya tubuh itik, sementara kandang dan tempat pakan tidak berubah. dari indikasi

di atas jelas sekali menunjukkan dukungan pada indikasi sebagaimana di kemukakan oleh GRow

(1972) bahwa unggas air sangat tergantung sekali pada ketersediaan (kemudahan pencapaian) air

terutama untuk membantu masuknya ransum kering ke maam saluran pencemaannya. Perlu

diperhatiakan bahwa kebutuhan air minum harus cukup pada saat makan (6jam).

Tabel 5. Rataan lama makan, frekuensi makan dan frekuensi pergeakan dari tempat makan ke tempat minum

selama 3 jam pengamatan pada anak itik jantan

Keterangan: t), 2) Lihat catatan kaki pada Tabel 2

Sebagai implikasi dari tingkah laku ini pemelihara anak itik jantan tidak perlu khawatir untuk

menambahkan atau meyediakan air minum pada malam hari, selama kebutuhan disiang hari

dipenuhi. Selanjutnya pertimbangan dengan memberikan ramsum yang basah terlihat cukup baik,

akan tetapi mungkin agak repot dalam penyediaannya. Oleh kaena itu suatu bentuk tempat pakan

yang dirancang sedemikian rupa sehingga cukup dekat dengan tempat air minum perlu ditindak

lanjuti untuk mendapatkan suatu usaha penggemukan anak itik jantan dengan efisien. Analoginya,

tentu saja dengan memperbesar ukuran tempat makan clan minum yang dirancang sedemikian rupa,

maka dapat dimanfaatkan pada pemeliharaan itik-itik dewasa di atas lantai (sistem postal).

KESIMPULAN

Bentuk tempat ransum yang didekatkan dengan tempat minum dengan bentuk ransum kering,

atau yang jauh dari tempat minum dengan bentuk ransum kering, dan atau yang jauh dari tempat

minum dengan bentuk ransum basah tidak nyata mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi dan

FCR itik jantan yang dipelihara intensif sampai dengan umur 10 minggu.

Perlakuan

Lama makan (menit/3j)

Frekuensi makan (kali/3 j)

Frekuensi pergerakan (kali/3j)

Tipe tempat

Tipe 1 ~~

48,1`2)

2,3'

94,6b

Tipe 11

55,lb

2,5'

103,90

Tipe 111

49,9'

2,5'

24'

Umur

Dua minggu

54,2b

2,4'

85,9b

Tip minggu

41,6'

2,0'

80,0b

Empat minggu

57,3b

2,94

56,6'

(9)

2. Ransum yang tercecer didalam tempat minum relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang tercecer di lantai . Ransum basah cenderung tercecer lebih banyak dalam tempat minum daripada ransum kering. Konsumsi selama 3 jam pengamatan mencapai 70% konstimsi total harian itik jantan pada perlakuan Tipe I, dan masing-masing 75% unttik Tipe I dan 11. Ransum tercecer pada 3 jam pertama relatif lebih sedikit dari pada 3 jam kedua. Anak itikjantan pada perlakuan Tipe I dan Tipe III menghabiskan waktu makan dalam 3 jam pertama selama kurang lebih 48-50 menit, sementara pada Tipe II menghabiskan waktu sekitar 55 menit. Frekuensi mengunjungi tempat minum untuk anak itik jantan pada Tipe I dan II mencapai 95-104 kali dan pada Tipe III hanya 24 ksli.

3. Konstimsi ransum selama pengamatan 6 jam pertama untuk umur 2, 3, 5, dan 6 minggti tidak memperlihatkan suatu pola yang jelas, namun kapasitas selama 6 jam berkisar antara 48 ssmpai dengan 100%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada seluruh staf proyek penelitian Trnak, staf teknisi duckprogram, dan staffeed mill kami mengucapkan terimakasih atas segala pelayanan dan kerjasama, sehingga kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Kepada bapak ME Ytisnandar, kami mengucapkan terimakasih atas bantuan analisis statistik datanya . Ucapan terimakasih ini tidak lupa kami sampaikan untuk La Ode dan Emil, keduanya mahasiswa Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda, yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

AMiNUDm, A. 1994. Analisa Usaha Pemelihaman Anak Itik Jantan di kepamatan Sepatan, Kabupaten Tanggerang . Skripsi S1, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang.

FARREL, D.J. 1997. Integrated wetland rice and duck production systems in humid tropics of Asia: Current and future trends. Proc. 11th European Symposium and Waterfowl, Nantes, WPSA France, pp: 483-489 . GROW, O. 1972. Modern Waterfowl Management andBreeding Guide. American Bantam Association, U.S.A. HICKLING, D., M. GUENTER, and M.E. JACKSON. 1990. The effect of dietary methionine and lysine on broiler

chicken performance and breast meat yield. Canadian J. Anim. Sci. 70:673-678.

ISKANDAR, S., D. ZAINUDDIN, T. ANTAwiDiAiA, T. MURTIsARi, dan A. LAsmINI. 1993. Respon pertumbuhan anak itik jantan jenis Tegal, Magelang, Turi Mojosari, Bali dan Alsbio terhadap ransum berbeda kepadatan gizi. Dalam: Studi Produk-produk inkonvesional dari berbagai jenis unggas air di Jawa Bali dan Kalimantan Selatan, Iskandar, S. et al., (Eds), hal 12-28.

ISKANDAR, S., DEsmAYATI Z., S. SASTRODIHARDio, T. SARTIKA, P. SETIADI, dan T. SUSANTI. 1998. Respon pertumbuhan ayam kampung dan ayam silangan pelting terhadap ransum berbeda kandungan protein . J. 11mu Ternak Vet. 3 :8-14.

MASKYADII, R.A.S.Z.Z. 1987. Pengaruh Ransum Bentuk Tepung dan Pelet Terhadap Banyaknya Ransum Tercecer dan Performance Itik. Karya Ilmiah, Fakultas Petemakan IPB.

1VIORAN, E.T. and S.F. BILGILL 1990. Processing loses, carcass quality and meat yields of broiler chickens receiving diets marginally deficient to adequate in lysine prior to marketing. Poultry Sci. 69:702-710. SEnoKO,A.R., S. ISKANDAR, T. ANTAwiDiAiA, D. ZAtNUMN, B. Wtaowo, A. LAsmim., P. SEnADI, A.P.

SmuRAT, E. BAsuNO, dan T. SUSANTI. 1995. Studi Produk-Produk Inkonvensional Dari Berbagai Jenis Unggas Air di Jawa, Bali dan Kalimantan Selatan. Balai Penelitian Ternak.

(10)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

STEEL, R.G.D. and G.H. TORRIE. 1984 .Principle and Procedures ofStatistics. A Biometrical Approach. 5th Ed. McGraw-Hill Book Co.

SumANTo, B. WiBowo, T. MURT(sARI, dan S. IsKANDAR . 1990 . Usaha penggemukan anak itik jantan oleh petani kooperator di Kab. Subang. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Adopsi Teknologi Peternakan . Balai Penelitian Temak Ciawi, hal. 26-30.

Gambar

Gambar 1. Ketiga bentuk dan posisi tempat pakan (TPK) pada pemeliharaan 1-5 minggu (tampak dari atas) Tabel 1
Gambar 2. Bentuk tempat pakan pada pemeliharaan umur 5-10 minggu
Tabel 2. Perrambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum oleh anak itik jantan umur 2-10 minggu Perlakuan Pertamba(PBB) (g/ Tipe 1 ~~ Tipe 11 Tipe 111
Tabel 3. Rata-ratajumlah ransum tercecer clan konsumsi pada pengamatan 3 jam periode makan pads anak itik jantan yang dipelihara dalam kandang kawat dengan perlakuan bentuk tempat clanjenis ransum umur
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bila kadar air terasi terlalu tinggi maka terasi akan menjadi terlalu lunak Hal ini dijelaskan oleh Rahayu ( 1993 ), bahwa semakin tinggi konsentrasi garam

Padat tahun 2013, penulis Andi Ihwan, yang berjudul “Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat”

Abstrak: Penelitian ini dilakukan di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan perawatan periodik

Cerita-cerita ini mengasah imaginasi anak-anak.Dengan melalui cerita anak bisa mendapatkan dan mengambil pelajaran.Menurut Musfiroh (2005 : 25) Cerita bagi pendidikan

Selama periode penelitianyaitu tahun 2009- 2011, sampel perusahaan yang didapatkan yaitu sebanyak 20 perusahaan yang menjadi objek penelitian terdapat 13 saham yang

Di Desa Bangeran Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik ada sebuah kasus tentang praktek pengalihan nama atas harta waris sebab ahli waris tidak punya anak,

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan Indriyani (2016), dengan cakupan variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, kemungkinan

Menguraikan teori dan konsep- konsep yang digunakan untuk menganalisis bahan hukum atau digunakan sebagai dasar untuk menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu