• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. RINGKASAN TEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI. RINGKASAN TEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

A. Ringkasan Temuan

Beberapa temuan pokok penelitian setiap bab telah disajikan dalam ringkasan di bagian akhir masing-masing bab. Berikut, intisari temuan pokok tersebut.

1. Dari mulai masa penjajahan sampai era pasca kemerdekaan, pengelolaan hutan alam di Indonesia mengalami beragam pendekatan dan orientasi pengelolaan yang berbeda yang pada hakekatnya menyiratkan seolah-olah ada keragaman dalam kerangka berpikir dan landasan pengelolaan yang digunakan. Sekalipun, keseluruhannya sama-sama berpijak pada landasan konstitutional, yakni menjalankan mandat keramat Pasal 33 UUD 1945. Dalam kurun itu pula, semangat eksploitatif begitu dominan dan konsisten, bahkan ditengah kondisi dan situasi hutan alam yang telah mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Konsistensi ini begitu kuat, sekalipun penurunan kondisi tersebut telah menjadi keprihatinan publik yang meluas dan bahkan telah menjadi perhatian dunia internasional.

2. Usaha kehutanan di hutan alam produksi di luar Jawa secara sosial ekonomi dan lingkungan dipandang kurang berhasil – untuk tidak mengatakan gagal – dalam menjalankan mandat keramat pasal 33 UUD 45. Usaha kehutanan itu bahkan di klaim tidak lestari, tidak mensejahterakan, dan tidak adil.

3. Sekalipun seolah-olah ada keragaman dalam kerangka berpikir dan landasan pengelolaan yang digunakan, peta diskursus yang dibangkitkan dari teks perundangan menunjukkan bahwa aliran pemikiran yang ada dan dominan mengerucut ke satu bentuk aliran pemikiran yang stagnan dalam kurun itu, bahkan sampai saat ini. Tidak tampak ada perubahan kerangka pikir yang berarti dalam kurun yang sama, bahkan terindikasi lebih tidak menentu.

4. Dari unsur-unsur bagaimana hutan alam diposisikan, kelestarian dimaknai, usaha kehutanan ditetapkan, dan kebijakan untuk semua itu dikonstruksi, tampak bahwa aliran pemikiran yang stagnan itu memperlihatkan ciri-ciri atau karakteristik (a) memosisikan sistem alami hutan alam sebagai faktor utama, dan karenanya (b) kelestarian hutan dimaknai lebih sebagai daftar kewajiban dan atau aturan kerja yang harus dijalankan, (c) ikhtiar pencapaian kelestarian A.. Ri Be ba 1. 1. 1. 1 1 1 1 1 1. 1 1 1 1 1 1.. 1. 1. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1.. 2. 3. 4. 4. 4 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

(2)

direduksi sebatas menjalankan silvikultur, (d) hasil hutan kayu menjadi orientasi pokok kebijakan usaha kehutanan, dan (e) substansi kebijakan didominasi perspektif dan bangunan logika pemerintah yang cenderung teknikal, administratif prosedural, jangka pendek, dan lawas menukik pada unit manajemen, (f) proses konstruksi kebijakan dimonopoli pemerintah, tidak tampak ada proses interaksi para pemangku kepentingan lain yang bersifat transaksi, negosiasi, dan kontestasi ide-pemikiran-pengalaman praktis. 5. Ciri dan karakteristik aliran diatas merupakan juga ciri aliran pemikiran the forest first (FF) yang dimaksud Sfeir-Younis (1991), dimana sistem alami hutan diposisikan sebagai faktor utama, sehingga pengelolaan hutan dan usaha kehutanan bersifat monolitik, yakni hal-hal diluar sistem alami hutan dianggap sebagai faktor eksogen; dengan ciri yang juga lebih beorientasi kayu dengan konsep pengaturan hasil lestari dalam perspektif jangka panjang, maka aliran itu pun identik dengan doktrin yang diprihatinkan Gluck (1987) sebagai doktrin usang;

6. Lepasnya aspek sosial politik dari aliran pemikiran itu, terutama dalam mendefinisikan kelestarian hutan telah dipermasalahkan pula oleh Kaivo-Oja et al (tt) dan MacCleery (tt); mereka menyebut aliran demikian sangat terpusat pada aspek biologi (bio-centris) yang steril dari unsur sosial kemanusia an (human being) dan jauh dari konsep kemandirian (self-sustaining)

7. Kalaupun teks peraturan-perundangan memperlihatkan menyebut dan memasukan aspek-aspek sosial, politik dan ekonomi, maka dengan menggunakan pendekataan Bolman and Deal (1984) dapat diperlihatkan bahwa itu semua hanya sekedar symbol yang penyebabnya dipertegas dalam pendekatan Alvessoon dan Karreman (2000) sebagai lepasnya makna dari diskursus.

8. Diskursus yang dibangkitkan dari wawancara mendalam dan internet on-line polling menunjukkan hasil serupa. Para pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam penelitian ini memperlihatkan menganut aliran dengan ciri dan karakteristik yang sama. Ini diperlihatkan terutama dari komponen pemerintah dan praktisi bisnis; hanya komponen akademisi dan masyarakat sipil/LSM yang mengusung pula isu-isu sosial-politik kedalam diskursusnya; menimbang dan mengusung isu-isu ini dalam pendekatan Sfeir-Younis (1991) 5. 5 5 5 5 5. 5. 5. 5. 5. 5 5 5 5 5 5 5 5 5. 5 5 5. 5. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5. 5. 6. 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6. 6 6 6 6 6 6 6 6 6. 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7. 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8. 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8. 8. 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

(3)

disebut sebagai aliran pemikiran the forest second (FS), yang sekaligus merupakan opsi penting dalam menyoal aliran pemikiran the forest first (FF). 9. Bagaimanapun, diskursus yang diusung kalangan komponen akademisi dan

masyarakat sipil ini dapat merupakan “representasi” dari ruang publik dalam kurun dimana berbagai peraturan perundangan itu dikonstruksi. Bila hal ini dilacak dari substansi peraturan perundangan usaha kehutanan yang ada, yang notabene dilandasi aliran pemikiran berciri the forest first, maka dapat dikatakan bahwa komponen akademisi dan masyarakat sipil tergolong pihak yang “kalah” dalam kontestasi ide – kalau proses kontestasi itu ada!

10. “Kekalahan” komponen akademisi dan masyarakat sipil dimungkinkan setidaknya oleh dua hal: proses konstruksi kebijakan yang tertutup dan state-based sifatnya dan ”kualitas” diskursus yang lemah. Meminjam pemikiran IDS (2006) rendahnya ”kualitas” diskursus ini mencerminkan sempitnya ruang kebijakan, minimnya jaringan aktor para pembuat kebijakan, sehingga tidak terkontestasikannya secara memadai keseluruhan kepentingan dan politik kedalam ruang transaksi dan negosiasi dalam proses konstruksi kebijakan. 11. Berbagai temuan pokok di atas menegaskan, bahwa aliran pemikiran usaha

kehutanan adalah situasi masalah yang penting dan luput dari perhatian para pemangku kepentingan kehutanan. Situasi masalah aliran pemikiran sangat mungkin disebabkan karena rendahnya kualitas diskursus. Rendahnya kualitas diskursus sangat ditentukan setidaknya dua hal terkait pengetahuan dan pengalaman masyarakat dan absennya mekanisme konstruksi kebijakan yang terbuka, transparan dan bertanggung gugat.

12. Tingkat pengetahuan dan pengalaman masyarakat, dapat dilihat dari sempit dan terbatasnya kosa-kata dan perbendaharaan isu yang diusung dalam diskursus. Dari perbendaharaan isu dan kosa kata yang ada dan digunakan dalam dunia pendidikan, riset, dan keorganisasian (Fahutan IPB, Litbang Kemenhut dan Ditjen BUK) terindikasi kuat bahwa kesempatan membincang aspek-aspek sosial ekonomi politik dalam kaitan usaha kehutanan dan hutan secara umum kecil sekali.

13. Fenomena di atas berimplikasi kepada kenyataan bahwa tingkat kebenaran yang mengemuka dalam diskursus lebih didominasi oleh kebenaran teknikal dan hukum, padahal kebenaran yang plausible menurut Dunn (2000) perlu juga dukungan kebenaran dari sisi ekonomi, politik dan penerimaan sosial. 9. 10 10 10 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 12 12 12 12 12 12 12 1222 12 12 12 12 12 12 1 1 1 122 12 12 12 12 122 12 1 12 12 1 12 122 1 1 12 12 122 12 12 12 122 1 122 122 12 1 1222 12 12 1222 13 133 1333 13 133 1333 133 1333 13333333333

(4)

Fenomena ini telah menyebabkan absennya sejumlah pengetahuan dan pemanfaatan pengetahuan dalam tataran praktis (the absence of knowledge in practice) manakala kebijakan dikonstruksi.

14. Persoalan absennya sejumlah pengetahuan dan pemanfaatannya dalam tataran praktis merupakan persoalan besar, karena berkaitan erat dengan persoalan kompetensi kepepimpinan (leadership competence)

15. Di atas itu semua (top of the top) dan manakala keseluruhan butir-butir temuan pokok diatas, ditempatkan pada pemikiran Foucault tentang diskursus dan kekuasaan, dimana diskursus adalah proses siklik memproduksi pengetahuan dan regime kebenaran untuk tujuan melanggengkan kekuasaan (Mills, 1997), maka baik substansi maupun proses konstruksi kebijakan dan sekaligus aliran pemikiran yang berkembang merupakan produk kekuasaan dan sekaligus proses dominasi dan hegemoni kekuasaan dalam pemahaman Gramsci. Maka, dengan akumulasi pengetahuan ini, aliran pemikiran yang tejadi yang terindikasi kuat the forest first dan sekaligus “kualitas” diskursus dan pengetahuan para pemangku kepentingan yang minim sejauh ini, tidak lain adalah produk dari hegemoni kekuasaan. Dengan argumentasi ini, boleh dikatakan bahwa kerusakan hutan alam dan ketidak lestariannya pun adalah produk kekuasaan.

16. Temuan sebagaimana dideskripsikan dalam butir 15 itu pada dasarnya menegaskan bahwa berbagai langkah dan ikhtiar perbaikan dan pembaruan sebagaimana telah teridentifikasi dalam butir-butir temuan pokok diatas hampir mustahil dapat dijalankan efektif, tanpa diawali ikhtiar untuk mengurai dan sekaligus melepas hegemoni kekuasaan. Sebagai salah satu implikasi penting dari penegasan ini antara lain adalah bahwa praktisi usaha kehutanan dan rimbawan harus segera keluar dari “kotak pemikirannnya” yang biasa.

B. Kesimpulan

1. Peta diskursus yang dibangkitkan dari teks perundangan menunjukkan bahwa aliran pemikiran yang ada secara dominan mengerucut ke satu bentuk aliran pemikiran yang memperlihatkan ciri-ciri atau karakteristik yang identik dengan aliran pemikiran the forest first; peta diskursus yang sama juga identik 14 15 15 15 155 155 15 15 15555 15555555 15 155555 155 155 155 15 1555 155 15 155 155 1555555555555555 16 B. KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKeKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK 1. 1. 1. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

(5)

dengan empat doktrin yang dianggap usang – antara lain beorientasi kayu dengan konsep pengaturan hasil lestari dalam perspektif jangka panjang. 2. Lepasnya aspek sosial politik ekonomi dari aliran pemikiran itu memosisikan

dan menegaskan aliran pemikiran itu sebagai sangat bio-centris dan steril dari human being dan jauh dari konsep self-sustaining. Pemanfaatan aliran ini menjadi persoalan, antara lain karena berpontensi menyebabkan kehancuran hutan yang bahkan tidak dapat balik (irreversible). Sementara, fakta empiris terkait kinerja usaha kehutanan Indonesia sejauh ini seolah menggenapkan pembuktian hal potensial ini menjadi hal yang aktual.

3. Diskursus yang dibangkitkan dari wawancara mendalam dan internet on-line polling menunjukkan hasil serupa: menganut aliran dengan ciri dan karakteristik yang sama, yakni FF, terutama yang diperlihatkan komponen pemerintah dan praktisi bisnis. Komponen akademisi dan masyarakat sipil yang mengusung diskursus FS tergolong pihak yang ”kalah” dalam kontestasi ide.

4. Proses konstruksi kebijakan dan ”kualitas” diskursus yang lemah terindikasi sebagai penyebab ”kekalahan” – ini cerminan sempitnya ruang kebijakan, minimnya jaringan aktor pembuat kebijakan, sehingga tidak semua kepentingan dan politik terkontestasikan secara memadai.

5. Aliran pemikiran usaha kehutanan adalah situasi masalah yang penting dan luput dari perhatian para pemangku kepentingan kehutanan selama ini. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya ”kualitas” diskursus sebagai akibat minimnya pengetahuan dan pengalaman masyarakat dan absennya mekanisme konstruksi kebijakan yang terbuka, transparan dan betanggung gugat.

6. Keseluruhan butir kesimpulan di atas, bila ditempatkan pada pemikiran Foucault tentang diskursus dan kekuasaan, maka baik substansi maupun proses konstruksi kebijakan dan sekaligus aliran pemikiran yang telah berkembang sejauh ini merupakan produk kekuasaan. Dalam pemahaman Gramsci hal itu juga merupakan proses dominasi dan hegemoni kekuasaan. Dengan argumentasi ini pula, boleh dikatakan bahwa kerusakan hutan alam dan ketidak lestariannya selama ini adalah produk kekuasaan.

7. Maka, agar berjalan efektif, berbagai langkah dan ikhtiar perbaikan dan pembaruan yang telah teridentifikasi dalam penelitian ini perlu diawali ikhtiar 2. 3. 3 3. 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4. 4 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5. 6 6 6 6 6 6. 6. 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6. 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7. 7. 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

(6)

untuk mengurai dan sekaligus melepas hegemoni kekuasaan. Implikasinya, praktisi usaha kehutanan dan rimbawan pada umumnya harus keluar dari “kotak pemikirannnya” yang biasa.

C. Saran

1. Perlu agenda pembaruan dan atau perubahan kebijakan yang diorientasikan pada pelurusan aliran pemikiran; ini mencakup perbaikan kebijakan dari sisi substansi dan proses serta perbaikan kualitas diskursus sebagai konsekwensi logis dari keperluan menata aliran pemikiran.

2. Substansi kebijakan perlu diarahkan agar dapat menggambarkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai, siapa yang diharapkan harus berubah perilaku, sebab-akibat terjadinya sesuatu atau situasi tertentu yang menjadi kepentingan dibalik kebijakan, instrumen yang akan digunakan, dan program serta kegiatan untuk memastikan kebijakan bisa berjalan efektif. Perubahan substansi semacam ini diperlukan, baik di tingkat UU, terlebih di tingkat PP dan ke hilir. 3. Pembaruan proses perlu ditekankan pada keterbukaan, termasuk proses

pembuatan teksnya untuk menguatkan hubungan antara tujuan, masalah dan solusi. Artinya, proses penetapan kinerja, program dan kegiatan harus didasarkan pada masalah yang dihadapi para pemangku kepentingan, khususnya pembuat, pelaku dan pelaksana kebijakan.

4. Perbaikan kualitas diskursus perlu menyentuh ikhtiar peningkatan kualitas pengetahuan dan pengalaman para pihak pemangku kepentingan. Karenanya, perlu menyentuh sampai pada aspek-aspek pendidikan, riset dan keorganisasian kehutanan, dengan sasaran akhir ditekankan kepada memperkaya ruang diskursus sekaligus ruang kebijakan, dan memperlebar jejaring aktor, sehingga dapat membuka ruang transaksi, negosiasi dan kontestasi lebih memadai.

5. Sekalipun beberapa kelemahan riset ini diyakini juga sebagai poin kekuatan karena menunjukkan unsur kebaruan, pelurusan kelemahan ini oleh riset-riset lain yang serupa di masa datang perlu dilakukan dengan semangat “continuously improvement”. Ini mencakup antara lain tapi tidak terbatas pada: penetapan lawas, ketepatan pilihan dan keluasan nara sumber dalam melakukan wawancara mendalam dan pemanfaatan internet online polling. C.. Sa 1. 1. 1 1. 1. 1. 1 1 1 1 1 1 1 1. 1. 1. 1. 1. 1 1 1 1. 1. 1 1. 1 1 1. 1 1. 1 1 1 1. 1 1 1. 1 1 1. 1 1 1 1 1 1. 1 1. 2. 2. 2 2 2 2 2 2 2 2. 2. 2 2 2 2 2 2 2 2. 2. 2. 2. 2 2. 2. 2. 2. 2 2 2 2 2 2. 2 2 2 2. 2 2 2 2 2. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3. 3 3 3 3 3 3. 3 3 3. 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4. 5. 5 5. 5. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

(7)

6. Di atas itu semua (top of the top), perlu agenda konkret mengurai sekaligus melepas dulu hegemoni kekuasaan.

Referensi

Dokumen terkait

Pekerjaan yang saya lakukan memotivasi untuk berbuat yang terbaik 28. Gaji yang saya terima

Perkembangan industri hiburan seperti film saat ini sangat begitu pesat dan bervariasi, hal tersebut seringkali membingungkan para penikmat film dalam

Dengan adanya sistem yang terkomputerisasi dan terintegrasi, maka diharapkan dapat mempermudah pekerjaan pada fungsi yang terkait dengan pembelian dan persediaan

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui perbedaan trust pasangan hubungan jarak jauh yang belum menikah (pacaran jarak jauh) dengan pasangan hubungan jarak jauh yang

Dari hasil pemodelan dan analisa untuk traktor tangan dengan spesifikasi seperti yang tercantum pada Bab III, didapatkan bahwa tingkat getaran yang masuk ke tangan operator

Namun dari ketentuan-ketentuan pidana di atas, dapat dilihat bahwa dalam hal tindak pidana perpajakan dilakukan oleh suatu korporasi, maka berdasarkan UU KUP hanya

Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada guru atau pengajar, untuk menyampaikan materi pembelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menerapkan