• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI EKSTRAK KERING LIPASE EKSTRASELULER DARI KAPANG Aspergillus niger MELALUI METODE FERMENTASI SOLID STATE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI EKSTRAK KERING LIPASE EKSTRASELULER DARI KAPANG Aspergillus niger MELALUI METODE FERMENTASI SOLID STATE"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI EKSTRAK KERING LIPASE EKSTRASELULER DARI

KAPANG Aspergillus niger

MELALUI METODE FERMENTASI SOLID STATE

Heri Hermansyah

*

, Ines Hariyani

Program Studi Teknologi Bioproses, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Rekayasa Bioproses, Departemen Teknik Kimia

E-mail: heri@che.ui.ac.id

Abstrak

Lipase merupakan salah satu enzim yang banyak digunakan di industri makanan, farmasi, deterjen, oleokimia, dan bioenergi karena kemampuannya dalam mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis, dan aminolisis pada kondisi temperatur dan tekanan ruang. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi enzim lipase ekstraseluler dalam bentuk powder dari kapang Aspergillus niger melalui metode fermentasi solid state. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan data bahwa lipase dengan unit aktivitas tertinggi (38,67 U/gs) didapatkan dari substrat dedak padi pada konsentrasi induser 2% dan dengan waktu fermentasi 5 hari. Jenis pengeringan terbaik untuk menghasilkan ekstrak kering dengan nilai unit aktivitas tinggi adalah freeze drying dengan aditif maltodekstrin, yaitu (566,67 U/gs), sedangkan spray drying dengan aditif yang sama hanya menghasilkan unit aktivitas (275,56 U/gs). Jenis pengeringan terbaik untuk menghasilkan bentuk fine powders terbaik adalah spray drying menggunakan aditif skim milik powder dengan unit aktifitas (333,33 U/gs). Produk ekstrak basah dan ekstrak kering lipase bekerja optimum pada suhu 30oC dengan unit aktifitas 44,00 U/gs untuk ekstrak basah dan 355,56 U/gs untuk ekstrak kering

Abstract

Lipase enzyme is one that is widely used in the food industry, pharmaceuticals, detergents, oleochemicals, and bioenergy because of its ability to catalyze the hydrolysis reactions, esterification, alcoholysis, asidolisis, and aminolisis at room temperature and mild pressure conditions. This research aims to produce extracellular lipase enzyme in powder form from Aspergillus niger by solid state fermentation method. From the research conducted, the data obtained that the highest unit activity of lipase (38,67 U/gs) obtained from rice bran substrate at inducer concentration of 2% and fermentation time of 5 days. The best type of drying to produce a dry extract with a high value of the unit of activity is freeze drying with maltodextrin additive, ie (566,67 U/gs), whereas spray drying with the same additives only generate unit activity 275,56 U/gs. The best type of drying to produce the best form of fine powders using spray drying with skim powder as an additive with unit activity (333,33 U/gs). Both, supernatant powder lipase works optimally at 30oC with unit activity 44,00 U/gs to supernatant and 355.56 U/gs for powder lipase.

Keywords : production, extraceluller lipase, Aspergillus niger, solid state fermentation, drying, additive

1. Pendahuluan

Lipase (EC 3.1.1.3) merupakan enzim yang memiliki peran penting dalam bioteknologi modern. Lipase terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis, dan aminolisis.

(2)

Dari berbagai jenis mikroorganisme, jamur atau kapang dikenal secara luas sebagai sumber lipase yang baik karena umumnya jamur memproduksi enzim ekstraseluler, yang memudahkan recovery enzim dari media fermentasi (Damaso, et.al, 2008). Spesies Aspergillus menjadi kandidat yang terbaik karena dapat menghasilkan lebih banyak enzim dibanding mikroba lainnya dan juga perkembangan penelitian terkait rekayasa mikroba enzim lipase sangat tinggi (Koda et al., 2004). Selain itu penggunaan kapang Aspergillus niger sebagai sumber lipase juga dipertimbangkan sebagai bahan yang aman dikonsumsi atau GRAS (Generally Regarded As Safe) oleh FDA (Food

and Drug Administration of the United States of America) (Falony dkk., 2006; Mhetras dkk., 2009 dan Pera dkk.,

2006), sehingga lipase dari Aspergillus niger dapat digunakan dalam berbagai bidang termasuk makanan dan farmasi.

Solid state fermentation merupakan salah satu teknik fermentasi yang memungkinkan penggunaan substrat

yang sederhana seperti limbah padat industri agroindustrial yang diinduksi menggunakan inducer minyak seperti

olive oil. Kelebihan fermentasi solid state dibandingkan dengan fermentasi submerged diantaranya adalah

minimalisasi kontaminasi karena absennya kehadiran air, penggunaan minimal akan media fermentasi, tingginya

yield produk (lipase) yang dihasilkan, membutuhkan peralatan yang relatif sederhana (Afshin, et.al 2013).

Untuk menstabilkan dan menyimpan enzim yang diproduksi diperlukan perlakuan lain, yaitu dengan cara menghilangkan kandungan air di dalam ekstrak enzim lipase. Pengeringan semprot lebih efisien dan ekonomis, akan tetapi, dehidrasi dengan spray drying biasanya menghasilkan perubahan sifat fisik dan kimia enzim seperti denaturasi termal yang menyebabkan hilangnya aktivitas enzimatik. Freeze-drying menggabungkan manfaat dari pembekuan (freeze) dan pengeringan (drying) untuk menghasilkan produk yang kering, aktif, dan stabil (Darvishi, et.al , 2012). Akan tetapi, dalam beberapa kasus, pengeringan menggunakan teknik freeze drying menghasilkan produk yang higroskopis dan sticky. Selain itu, proses ini sangat tidak efisien untuk skala besar.

Pada penelitian ini, dilakukan proses produksi enzim dengan menggunakan kapang Aspergillus niger melalui metode fermentasi solid state. Substrat yang akan digunakan berasal dari dedak padi dan sekam padi dengan tambahan inducer olive oil. Ekstrak kasar basah yang dihasilkan dari proses fermentasi kemudian dikeringkan untuk meningkatkan unit aktivitas dari lipase yang dihasilkan dan menstabilkan penyimpanan enzim lipase. Hasil akhir dari proses produksi ini adalah ekstrak kering lipase dalam bentuk powder atau bubuk.

2. Metodologi Penelitian

2.1 Subkultur Isolat Aspergillus niger

Isolat Aspergillus niger yang berasal dari InACC di prekultur terlebih dahulu pada media prekultur PDA (Potatoes Dextrose Agar) selama dua hari pada suhu ruang.

2.2 Pembuatan Medium Fermentasi

Medium yang digunakan merupakan solid substrate dari limbah pertanian dengan dua variasi, yaitu dedak padi dan sekam padi sebanyak 20 gram masing-masing dalam tabung erlenmeyer 250 ml. Substrat kemudian ditambahkan nutrisi dengan komposisi 65 % (g/g dss) aquadest, 1,5 % (g/g dss) glukosa, 0,34 % (g/g dss) NH2CONH2, 0,75% (g/g dss) (NH4)2SO4, 0,3 % (g/g dss) KH2PO4, 0,0375 %(g/g dss) CaCl2, 1,8% (g/g dss)

(3)

NaH2PO4, dan 0,045% (g/g dss) MgSO4.7H2O. Variasi yang dilakukan pada persiapan medium ini adalah konsentrasi olive oil. Medium tersebut dibuat tiga rangkap dan masing-masing diberi perlakuan yang berbeda. Medium pertama diberi inducer olive oil sebanyak 2% (g/g dss), sedangkan medium kedua diberi nutrisi inducer

olive oil sebanyak 4% (g/g dss). Sementara untuk medium ketiga diberikan masing-masing 8% (g/g dss). Medium ini

kemudian di sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC.

2.3 Fermentasi Solid State

Fermentasi dilakukan di erlenmeyer 250 ml dengan media starter, Aspergillus niger yang telah di pre kultur, sebanyak 10% massa total substrat yang digunakan, yaitu 2 ml untuk 20 gram solid substrate. Waktu fermentasi divariasikan dari 1 hari, 3 hari, 5 hari, 7 hari, dan 9 hari.

2.4 Ekstraksi Lipase

Proses ekstraksi atau pemisahan enzim dengan medium fermentasinya dilakukan dengan memberikan 400 ml aquades dan dishake dengan magnetic stirrer pada temperatur ruang selama 30 menit. Kemudian, hasil shaker di filtrasi menggunakan muslin cloth dan disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm, selama 15 menit, suhu ruang. Supernatan dikumpulkan untuk dilakukan uji aktivitas enzim lipasenya. Ekstrak kasar lipase disimpan pada suhu 4oC. Supernatan yang dihasilkan bisa diidentifikasikan sebagai ekstrak basah lipase.

2.5 Pengeringan Lipase

Pengeringan supernatan enzim dilakukan menggunakan teknik freeze drying dan spray drying. Sebelum dikeringkan, supernatan lipase diberikan material pelindung (aditif) maltodekstrin dengan konsentrasi 0,5% vt dan

skim milk powder 12% vt. 2.6 Uji Aktivitas Lipase

Uji aktivitas lipase dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan reaksi hidrolisis. Substrat yang digunakan untuk pengujian ini adalah minyak kelapa sawit. Trigliserida dalam minyak kelapa sawit akan terhidrolisis dengan adanya penambahan air. Hasil dari proses hidrolis trigliserida oleh bantuan lipase adalah asam lemak bebas (FFA). Asam lemak bebas yang terbentuk kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,05 M. Satu unit (1 U) dinyatakan sebagai banyaknya asam lemak bebas yang terbentuk dari lima gram trigliserida selama lima menit.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh Variasi Jenis Substrat Terhadap Unit Aktivitas Lipase

Substrat yang digunakan dalam fermentasi solid state ini adalah dedak padi dan sekam padi. Berdasarkan hasil analisis unit aktivitas yang dilakukan terhadap lipase yang dihasilkan, didapatkan hasil pada konsentrasi induser, olive oil, 2%, dedak padi memiliki nilai unit aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sekam padi. Nilai unit aktivitas tertinggi yang dihasilkan didapatkan yaitu 38,67 U/gs untuk dedak padi dan 36,00 U/gs untuk sekam padi. Pada konsentrasi induser, olive oil, 4%, dedak padi juga memiliki nilai unit aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sekam padi. Nilai unit aktivitas tertinggi yang dihasilkan dengan substrat dedak padi yaitu 31,00 U/gs,

(4)

dengan sekam padi memiliki nilai 24,00 U/gs. Akan tetapi, pada hari ke-7 fermentasi nilai unit aktivitas tertinggi dihasilkan oleh sekam padi dengan nilai 31,33 U/gs, sedangkan dedak padi hanya memiliki nilai unit aktivitas sebesar 29,00 U/gs. Pada konsentrasi induser, olive oil, 8%, dedak padi juga memiliki nilai unit aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sekam padi. Nilai unit aktivitas tertinggi yang dihasilkan dengan substrat dedak padi yaitu 26,50 U/gs, sedangkan sekam padi hanya memiliki nilai unit aktivitas sebesar 23,33 U/gs. Akan tetapi, pada hari fermentasi ke-9 nilai unit aktivitas sekam padi (23,00 U/gs) lebih tinggi dibandingkan dedak padi (17,50 U/gs).

Gambar 1 Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Konsentrasi Induser, Olive oil, 2%

(5)

Gambar 3 Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Konsentrasi Induser, Olive oil, 8%

Berdasarkan data di atas, rata-rata nilai unit aktivitas dedak padi lebih tinggi daripada nilai unit aktivitas yang dihasilkan oleh sekam padi. Jika dilihat dari sudut pandang ukuran partikel. Partikel substrat yang kecil dan berpori lebih memberikan hasil yang maksimal pada proses produksi enzim. Oleh karena itu, hal ini bisa menjadi dasar alasan mengapa pada sampel dengan konsentrasi inducer 4% dan 8% antara hari ke-7 dan ke-9 nilai unit aktivitas sekam lebih tinggi dibandingkan dedak padi. Hal ini dikarenakan pada permukaan atas dedak padi telah ditutupi oleh fungi yang membuat permukaan atasnya menjadi sangat rapat dan sulit ditembus oleh udara, yang digunakan oleh miselinum di bagian bawah untuk bertumbuh dan mengeluarkan metabolit. Hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa ukuran pori yang kecil dapat menghasilkan lipase dengan nilai unit aktivitas yang tinggi.

Menilik dari sudut pandang kandungan nutrisi dalam substrat, yaitu dari tingginya kandungan lemak yang terdapat dalam dedak padi. Walaupun fungsi utama substrat adalah penunjang pertumbuhan Aspergillus niger, akan tetapi kandungan lemak di dalamnya berperan sebagai induser yang dapat membantu menstimulasi pengeluaran lipase sehingga menghasilkan unit aktivitas yang tinggi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kandungan lipid pada media substrat dapat meningkatkan tingkat aktivitas lipase yang dihasilkan.

3.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Induser Terhadap Unit Aktivitas Lipase

Pada proses fermentasi kali ini digunakan induser, suatu substansi yang dapat meningkatkan laju sintesis enzim, yaitu minyak zaitun (olive oil). Di antara minyak nabati, olive oil atau minyak zaitun juga telah disebut sebagai salah satu induktor terbaik produksi lipase. Hal ini dikarenakan olive oil memiliki komposisi unsaturated

fatty acid ester tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, yaitu sebesar 69,7% untuk mono-unsaturated dan

11,2% untuk poly-unsaturated dengan kandungan asam lemak C18:n > 0 yang lebih banyak sehingga sangat baik digunakan sebagai induser.

Berdasarkan hasil analisis unit aktivitas yang dilakukan terhadap lipase yang dihasilkan menggunakan substrat dedak padi, nilai unit aktivitas lipase tertinggi dihasilkan pada lipase yang menggunakan konsentrasi inducer

(6)

2% (38,67 U/gs), kemudian 4% (31,00 U/gs), dan yang teredah didapatkan dari lipase yang menggunakan konsentrasi inducer 8% (26,50 U/gs). Sedangkan hasil analisis unit aktivitas yang dilakukan terhadap lipase yang dihasilkan menggunakan substrat sekam padi, nilai unit aktivitas lipase tertinggi dihasilkan pada lipase yang menggunakan konsentrasi inducer 2% (36,00 U/gs), kemudian 4% (31,33 U/gs), dan yang teredah didapatkan dari lipase yang menggunakan konsentrasi inducer 8% (23,33 U/gs).

Gambar 4 Pengaruh Konsentrasi Inducer Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Substrat Dedak Padi

Gambar 5 Pengaruh Konsentrasi Inducer Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Substrat Sekam Padi

Berdasarkan hasil penelitian di atas, ternyata induser dengan konsentrasi terkecil dari seluruh variasi yang diberikan, yaitu 2%, yang memberikan nilai unit aktivitas tertinggi baik dalam substrat dedak padi maupun sekam padi. Umumnya, aktivitas lipase intraseluler dan ekstraseluler meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi

(7)

lipid. Akan tetapi, konsentrasi lipid berlebihan dalam media fermentasi dapat menyebabkan efek sitotoksik yang dapat menyebabkan organisme penghasil lipase mati (Zarevucka, 2012). Toksik juga akan mempengaruhi kualitas lipase yang dihasilkan. Selain itu, tingginya konsentrasi minyak dapat menghasilkan biphasic system (sistem yang memiliki dua fase) yang bisa mencegah perpindahan oksigen dan penyerapan nutrisi dari substrat ke mikroorganisme (Kumar dan Kanwar, 2012). Hal ini menjadi alasan mengapa pada konsentrasi 4% dan 8% nilai aktivitas enzim yang dihasilkan semakin kecil.

3.3 Pengaruh Variasi Waktu Fermentasi Terhadap Unit Aktivitas Lipase

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menggunakan substrat dedak padi, lipase dengan unit aktivitas tertinggi dihasilkan pada hari ke-5 fermentasi. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pada ke-5 pertumbuhan Aspergillus

niger telah mencapai fase akhir stasioner dan mengalami death phase pada hari ke-7 dan ke-9. Tingginya kandungan

nutrisi di dalam dedak padi membuat Aspergillus niger berkembang dengan cepat. Perkembangan yang sangat cepat ini memacu percepatan fase stasioner juga membuat aerasi udara di dalam reaktor terhambat karena substrat yang rapat dan padatnya populasi Aspergillus niger. Oleh karena itu, lipase dengan nilai unit aktivitas tertinggi didapatkan pada hari ke-5 fermentasi karena pada hari ke-7 Aspergillus niger tidak bisa memproduksi lipase lagi karena telah memasuki fase death.

Untuk fermentasi pada substrat sekam padi, nilai unit aktivitas tertinggi didapatkan pada hari ke-7 kemudian diikuti oleh hari ke-5, hari ke-3, hari ke-9, dan terakhir hari ke-1 pada konsentrasi yang sama. Selain karena jumlah nutrisi sekam yang lebih sedikit untuk menginduksi pertumbuhan Aspergillus niger dan pengeluran lipase perbedaan waktu fermentasi yang optimal antara substrat dedak padi dan sekam padi disebabkan salah satunya adalah ukuran partikel yang berkaitan dengan sistem sirkulasi udara dan penyerapan nutrisi. Ukuran sekam padi yang lebih besar membuat ruang di dalam sistem menjadi lebih renggang sehingga menyebabkan udara bisa masuk leluasa ke dalam lapisan bawah substrat. Hal ini menyebabkan Aspergillus niger memiliki waktu lebih lama di fase eksponensial sebelum masuk ke fase stasioner pada hari ke-7.

3.4

Pengaruh Variasi Jenis Pengeringan dan Penambahan Aditif Terhadap Unit Aktivitas Lipase

Pengujian unit aktivitas lipase hasil pengeringan beku dengan aditif maltodextrinn 0,5% vt dilakukan menggunakan substrat minyak goreng (trigliserida) yang jumlahya disesuaikan dengan jumlah lipase kering yang didapatkan.. Hasil analisis unit aktivitas yang dilakukan terhadap lipase yang dihasilkan menggunakan substrat dedak padi nilai unit aktivitas lipase tertinggi dihasilkan pada lipase yang menggunakan konsentrasi inducer 2% (2280,00 U/gs), kemudian 4% (2000,00 U/gs), dan yang teredah didapatkan dari lipase yang menggunakan konsentrasi

inducer 8% (1813,00 U/gs). Dari grafik juga bisa dilihat bahwa nilai unit aktivitas tertinggi untuk konsentrasi

induser 2% terjadi pada sampel dengan lima hari fermentasi, sementara pada konsentrasi induser 4% dan 8% didapatkan pada sampel hasil fermentasi tujuh hari. Selain itu, untuk konsentrasi induser 4% hari fermentasi ke-9 nilainya lebih tinggi dibandingan sampel lipase pada konsentrasi induser 2%. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan ketahanan antara ektrak basah lipase yang berbeda saat proses pengeringan. Dari hasil nilai unit aktivitas yang dihasilkan, terlihat terjadi peningkatan nilai yang sangat signifikan dibandingkan dengan nilai unit aktivitas ekstrak

(8)

basah lipase. Peningkatan nilai aktifitas tersebut disebabkan karena penghilangan pelarut air yang menyebabkan jumlah lipase yang digunakan menjadi lebih terkonsentrat walaupun belum sepenuhnya murni.

Gambar 6 Perbandingan Unit Aktivitas Ekstrak Kering Lipase Terhadap Waktu Fermentasi dan Konsentrasi Induser

Gambar 7 Perbandingan Jenis Variasi dan Aditif Terhadap Unit Aktivitas Enzim

Pada gambar di atas terlihat bahwa freeze drying memberikan nilai unit aktivitas tertinggi daripada spray drying. Hal ini disebabkan karena perbedaan temperatur dan prinsip proses yang digunakan dari kedua jenis proses pengeringan. Pada freeze drying yang menggunakan proses sublimasi dimana air dalam bentuk padat langsung diubah menjadi uap secara langsung, sedangkan spray drying menggunakan proses evaporasi dimana air dalam bentuk cair langsung diubah menjadi uap menggunakan panas. Hal ini tentu akan menghasilkan efek yang berbeda terhadap panas terhadap bahan yang dipanaskan. Enzim yang merupakan salah satu bahan sensitif terhadap panas

(9)

lebih tahan terhadap proses pengeringan dengan sublimasi dibandingkan evaporasi. Hal itulah yang menyebabkan nilai unit aktivitas enzim lipase dengan freeze drying lebih tinggi dibandingkan dengan proses spray drying.

Aditif digunakan untuk meminimalkan kehilangan enzim selama proses dehidrasi dan meningkatkan stabilitas termal dan aktivitas enzim lipase. Karbohidrat seperti glukosa, maltodekstrin, dan tepung pati lainnya biasa digunakan sebagai aditif dalam proses pengeringan enzim. Akan tetapi, powder enzim yang dihasilkan tidak memiliki bentuk yang rigid dan stabil. Sebaliknya, penambahan aditif yang mengandung protein seperti skim milk

powder memberikan efek positif pada bentuk enzim. Berdasarkan hasil penelitian diatas, terlihat bahwa bentuk

powder yang stabil didapatkan dengan menggunakan aditif skim milk powder. Molekul yang dapat membentuk ikatan hidrogen ke lipase ini, dapat memfasilitasi interaksi dengan substrat hidrofobik pada lipid–water interface.

Crystallographic data menunjukkan bahwa banyak lipase memiliki Ca2+ binding motif di sekitar area katalitik (active site) dan terlihat bahwa kehadiran ion kalsium dapat meningkatkan stabilitas termo atau aktivitas katalitik dari beberapa lipase bakteri (Fickers, et.al, 2006). Peran dari ion kalsium adalah untuk mengurangi perbedaan muatan listrik dari fatty droplets dan menghilangkan kehadiran asam lemak yang terbentuk selama hidrolisis trigliserida. Oleh karena itu kehadiran kalsium dapat meningkatkan aktivitas lipase ( Alloue, et.al , 2007).

3.5 Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Unit Aktivitas Lipase

Pada ekstrak basah (supernatan) terlihat bahwa nilai unit aktifitas tertinggi dicapai pada suhu 30oC. Pada ekstrak kering (powder lipase) terlihat bahwa nilai unit aktifitas tertinggi juga dicapai pada suhu 30oC. Aktifitas lipase semakin menurun seiring dengan kenaikan suhu reaksi. Hal ini disebabkan terjadinya kerusakan pada enzim yang merupakan suatu protein. Kerusakan protein oleh suhu tinggi basanya berupa denaturasi yaitu kerusakan pada struktur sekunder protein. Struktur sekunder protein yang memiliki ikatan hidrogen yang terbentuk dari ujung polar dari rantai protein. Kerusakan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi protein karena struktur tiga dimensi yang merupakan active site enzim rusak sehingga fungsi katalitiknya hilang.

(10)

Gambar 9 Perbandingan Kinerja Enzim Pada Variasi Rentang Suhu

Akan tetapi, delta (pengurangan) kinerja aktivitas ekstrak kering lipase lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak basah lipase (supernatan). Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak kasar lipase lebih stabil pada suhu tinggi dibandingkan ekstrak basah lipase. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, hal ini terjadi dan berkaitan dengan efek dari penambahan aditif pada ekstrak kering lipase.

4. Kesimpulan

Lipase dengan unit aktivitas tertinggi, yaitu (38,67 U/gs didapatkan dari substrat dedak padi pada konsentrasi induser 2% dan dengan waktu fermentasi 5 hari. Sedangkan, untuk sekam padi, unit aktivitas tertinggi (36 U/gs) didapatkan pada konsentrasi induser 2% dan dengan waktu fermemtasi 7 hari. Jenis pengeringan terbaik untuk menghasilkan ekstrak kering dengan nilai unit aktivitas tinggi adalah freeze drying dengan aditif maltodekstrin, yaitu (566,67 U/gs), sedangkan spray drying dengan aditif yang sama hanya menghasilkan unit aktivitas (275,56 U/gs). Sedangkan jenis pengeringan terbaik untuk menghasilkan bentuk fine powders terbaik adalah spray drying menggunakan aditif skim milik powder dengan unit aktifitas (333,33 U/gs). Berdasarkan analisis yang dilakukan pada produk ekstrak basah dan ekstrak kering lipase, didapatkan bahwa suhu optimum kerja lipase yang dihasilkan adalah 30oC dengan unit aktifitas 44,00 U/gs untuk ekstrak basah dan 355,56 U/gs untuk ekstrak kering. Stabilitas produk ekstrak kering lipase terhadap suhu tinggi lebih baik dibandingkan dengan ekstrak basahnya. Hal ini bisa terlihat dari rata-rata delta temperatur yang dihasilkan.

5. Referensi

Afshin Farahbakhsh, et.al. 2013. Using Fermentation Processes for Production of Lipase by Aspergillus niger. 2nd

Internation Conference on Environment, Kuala Lumpur, Malaysia.

Aliyu salihu. 2011. Lipase Production: An Insight in The Utilization of Renewable Agricultural Residues. Resources,

(11)

Ashok Kumar dan Shamsher Singh Kanwar. 2012. Lipase Production in Solid State Fermentation (SSF) Recent Development and Biotechnological Applications. Dynamic Biochemistry, Process Biotechnology and

Molecular Biology 6 (1): 13-27

Dipetendu Sarkar dan Soumita Laha. 2013. Optimization od Extracelluar Lipase Enzyme Production From

Aspergillus niger by Submerged and Solid State Fermentation Process. Internationl Journal of Pharma and Bio Sciences 4(4): 978-985

Fatima V. Pereira-Meirelles, et.al. 2000. Lipase Location in Yarrowia lipolytica Cells. Biotechnology Letters 22: 71-75

Farshad Darvishi, et.al. 2012. Effect of Additives on Freeze-Drying and Storage of Yarrowia lipolytica Lipase.

Application Biochemical Biotechnology Journal 168: 1101-1107

Gwen Falony, et.al. 2006. Production of Extracellar Lipase from Aspergillus niger by Solid State Fermentation.

Food Technology Biotechnology 44 (2): 235-240

Leda R. Castilho, et.al. 1999. Economic Analysis of Lipase Production by Penicllium restrictium in Solid State and Submerged Fermentations. Biochemical Engineering Journal 4 (2000): 239-247

Majda Essamri, et,al. 1997. Optimization of Lipase Production by Rhizopus oryzae and Study on the Stability of Lipase Activity in Organic Solvents. Journal of Biotechnology 60 (1998): 97-103

Manali Kapoor dan Munishwar Nath Gupta. 2012. Lipase Promiscuity and Its Biochemical Applications. Process

Biochemistry 47 (2012): 555-569

Manpreet, et.al. 2005. Influence of Process Parameters on the Production of Metabolites in Solid State Fermentation.

Malaysian Journal of Microbiology 1 (2): 1-9

Marie Zarevucka. 2012. Olive Oil as Inductor of Microbial Lipase. InTech Europe

Monica Caramez Triches Damaso, et.al. 2008. Utilization of Agroindustrial Residues for Lipase Production by Solid State Fermentation. Brazilian Journal of Microbilogy 39: 676-681

NC Mhetras, et.al. 2008. Purification and Characterization of Acidic Lipase from Aspergillus niger NCCIM 1207.

Bioreseource Technology 100 (2009): 1486-1490

NR Kamini, et.al. 1997. Lipase Production from Aspergillus niger by Solid State Fermentation Using Gingelly Oil Cake. Process Biochemistry 33 (5): 505-511

Nutan D. Mahadik, et.al. 2004. Production of Acidic Lipase by a Mutant of Aspergillus niger NCIM 207 in Submerged Fermentation. Process Biochemistry 39 (2004): 2031-2034

P. Ellaiah, et.al. 2001. Production of Lipase by Immobilized Cells of Aspergillus niger. Process Biochemistry 39

(2004): 525-528

P.Fickers, et.al. 2006. Production and Down-stream Processing of an Extracellular Lipase From the Yeast Yarrowia

lipolytica. Enzyme and Microbial Technology 38: 756-759

Roberta Bussamara,et.al. 2010. Isolation of a Lipase-Secreting Yeast for Enzyme Production in a Pilot-Plant Scale Batch Fermentation. Bioresource Technology 101: 268-275

Rohit Sharma, et.al. 2001. Production, Purification, Characterization, and Application of Lipases. Biotechnology

(12)

Sri Wahyu Murni, et.al. 2011. Produksi, Karakterisasi, dan Isolasi Lipase dari Aspergillus niger. Prosiding Seminar

Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN: 1693-4393

Sumathy R, et.al. 2012. Studies on Lipase Production from Fungal Strain by Different Inducers at varied Concentrations – A Comparative Study. International Journal of Environmental Sciences 3(3): 1072-1078 Waze Aimee Mireille Alloue, et.al. 2007. Storage of Yarrowia lipolytica Lipase After Spray Drying in the Presence

of Additives. Process Biochemistry 24: 1357-1361

Gambar

Gambar 2 Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Konsentrasi Induser, Olive oil, 4%
Gambar 3 Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Konsentrasi Induser, Olive oil, 8%
Gambar 5 Pengaruh Konsentrasi Inducer Terhadap Unit Aktivitas Enzim pada Substrat Sekam Padi
Gambar 6 Perbandingan Unit Aktivitas Ekstrak Kering Lipase Terhadap Waktu Fermentasi dan Konsentrasi Induser
+3

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan kandungan asam laktat pada 50 gram sampel (kubis), dengan konsentrasi 3% dari berat sampel yakni 1,5 gram

Undang - Undang nomor 33 Tahun 20A4 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 20043.

Menurut Sugiyono (2012:192) menjelaskan bahwa, “Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan

Dalam manajemen portfolio dan investasi dibahas didalamnya mengenai diversifikasi resiko,yaitu bagaimana para investor membagi-bagi investasi ke dalam berbagai

Pada cerminan alam semesta pada proses penciptaan teks rancag diyakini bahwa cerita yang dituturkan adalah cerita nyata yang sangat dekat dengan kehidupan

elum keluar air merembes!nge"y#k dari jalan merembes!nge"y#k dari jalan lahir lahir... )inggal di rumah milik sendiri. )inggal di rumah milik sendiri. )idak memelihara

46/PUU-VIII/2010 adalah menyangkut masalah yang timbul akibat perkawinan siri, namun jika dicermati kembali uraian pertimbangan Makamah Konstitusi, maka sebenarnnya

adalah semua data VeR perlukaan di Rumah Sakit Umum Daerah Mandau periode 1 Juni 2011-30 Juni 2013 yang lengkap yaitu terdiri dari.. pro justitia, pendahuluan, pemberitaan,