• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penduduk dan Kemiskinan Sektor Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Penduduk dan Kemiskinan Sektor Pertanian"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Analisis Penduduk

dan Kemiskinan Sektor

Pertanian

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

Tahun 2013

(3)

Analisis Penduduk

dan Kemiskinan Sektor Pertanian

Ukuran Buku : 14,9 cm x 19,9 cm (B5)

Jumlah Halaman : 262 halaman

Penasehat: Ir. M. Tassim Billah, MSc

Penyunting :

Ir. Dewa N. Cakrabawa, MM Dr. M. Luthful Hakim Dra. Laelatul Hasanah, M.Si

Naskah :

Dra. Laelatul Hasanah, M.Si Ir. Rumonang Gultom Metha Herwulan Ningrum

Pengolah Data :

Dra. Laelatul Hasanah, M.Si Ir. Rumonang Gultom Metha Herwulan Ningrum

Design dan Layout :

M. Ade Supriyatna, SP Dhanang Susatyo, SE Hety Sulistiyowati, ST Uliyah, S.Si

Diterbitkan oleh:

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2013

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga Buku Analisis Penduduk dan Kemiskinan ini dapat diselesaikan. Kemiskinan merupakan isu global maupun nasional sehingga masih menjadi keprihatinan banyak pihak. Untuk keperluan perencanaan, monitoring, dan evaluasi berbagai program terkait penanggulangan kemiskinan diperlukan sejumlah indikator yang dapat menunjukkan status dan perkembangan penduduk miskin di Indonesia antar waktu, jumlah penduduk miskin, dan persentase penduduk miskin.

Selama beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik, namun di sisi lain realitas kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pendapatan masih menyelimuti sebagian besar rakyat Indonesia dan menjadi tantangan besar dalam pembangunan.

Diharapkan analisis ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan publikasi ini disampaikan penghargaan dan terima kasih. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan analisis di masa yang akan datang.

Jakarta Desember 2013

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Ir. M. Tassim Billah, M.Sc

NIP. 19570725.198203.1.002

(5)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n ii DAFTAR ISI Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Daftar Tabel ... iv Daftar Gambar ... v Bab I Pendahuluan ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Ruang Lingkup ... 2

Bab II Tinjauan Pustaka ... 3

2.1 Kemiskinan ... 3

2.2 Jenis-jenis Kemiskinan ... 3

Bab III Kondisi Penduduk dan Kemiskinan Sektor Pertanian ... 9

3.1 Kemiskinan ... 3

3.2 Jenis-jenis Kemiskinan ... 3

Bab IV Kondisi Penduduk dan Kemiskinan Sektor Pertanian ... 9

4.1 Perkembangan Penduduk Indonesia ... 9

4.2 Proyeksi Penduduk di Indonesia ... 15

4.3 Keragaan Penduduk Miskin ... 16

4.4 Garis Kemiskinan ... 23

4.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) ... 26

4.6 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ... 28

4.7 Kemiskinan Sektor Pertanian ... 30

4.8 Rumah Tangga Sektor Pertanian ... 33

Bab V Kesimpulan dan Saran ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

(6)

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN ... x

(7)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n iv DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia ... 11 Tabel 4.2 Penyebaran Penduduk di Indonesia ... 13 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Wilayah dan Jenis

kelamin Tahun 2010 ... 14 Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Provinsi,

2008 - 2012 ... 20 Tabel 4.5 Garis Kemiskinan Menurut Provinsi, 2008 -2012 ... 26 Tabel 4.6 Indeks Kedalaman (P1) Kemiskinan Menurut Provinsi, 2008

- 2012 ... 28 Tabel 4.7 Indeks Keparahan (P2) Kemiskinan Menurut Provinsi, 2008

(8)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Hasil Sensus, 1971 - 2010 ... 12 Grafik 4.2 Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2010... 15 Grafik 4.3 Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Tahun 2010 ... 16 Grafik 4.4 Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia, 2011 - 2020 ... 17 Grafik 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan PDB

Berdasarkan Harga Konstan 2000 di Indonesia, 1996 - 2012... 19 Grafik 4.6 Perkembangan Rata-rata Jumlah Penduduk Miskin di

Indonesia, 2008 - 2012 ... 22 Grafik 4.7 Rata-rata Persentase Jumlah Penduduk Miskin di

Indonesia, 2008 - 2012 ... 24 Grafik 4.8 Perkembangan Garis Kemiskinan Indonesia, Tahun 2008

– 2012 ... 25 Grafik 4.9 Rata-rata Garis Kemiskinan Menurut Provinsi di Indonesia

2008 – 2012 ... 27 Grafik 4.10 Rata-rata Indeks Kedalaman Kemiskinan Menurut Provinsi

di Indonesia, 2008 - 2012 ... 29 Grafik 4.11 Rata-rata Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Provinsi

di Indonesia, 2008 - 2012 ... 31 Grafik 4.12 Jumlah Penduduk Miskin Umur 15 Tahun Keatas Yang

Bekerja Pada Sektor Pertanian, 2010 - 2012 ... 33 Grafik 4.13 Jumlah Kepala Rumah Tangga Yang Bekerja Pada Sektor

(9)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan adalah suatu fenomena atau proses multidimensi, yang artinya kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor (World Bank, 2000). Namun, di Indonesia kemiskinan merupakan suatu fenomena yang erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi di perdesaan pada umumnya dan di sektor pertanian pada khususnya. Oleh sebab itu, fenomena kemiskinan di Indonesia tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami fenomena kemiskinan di perdesaan atau sektor pertanian.

Penduduk di sektor pertanian pada umumnya selalu lebih miskin dibandingkan penduduk yang sumber utama pendapatannya dari sektor-sektor lainnya, terutama industri manufaktur, keuangan, dan perdagangan, walaupun pendapatan bervariasi menurut subsektor atau kelompok usaha di masing-masing sektor tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan jumlah penduduk miskin di sektor pertanian dibandingkan sektor lainnya adalah: a) distribusi lahan yang timpang, b) pendidikan petani dan pekerja yang rendah, c) sulitnya mendapatkan modal, dan d) nilai tukar petani yang terus menurun.

Hal ini diperburuk oleh semakin banyaknya areal pertanian yang berganti fungsi ke kegiatan-kegiatan non perrtanian. Menurut Tjondronegoro (2006) “Tanah sebagai tumpuan hidup petani kian berkurang, bukan karena penduduk bertambah, tetapi karena pemusatan kepemilikan tanah oleh pemodal besar yang hidup di perkotaan. Itu beberapa penyebab utama mengapa akses kepada tanah dan air serta sumber daya alam kian sulit bagi petani dan nelayan”. Rasanya mustahil meraih produksi berlimpah ketika tanah

(10)

yang akan ditanami semakin sempit. Sempitnya lahan garapan tidak lepas dari keterdesakan petani atas laju pembangunan.

Tujuan

Tujuan dari penyusunan Buku Analisis Kemiskinan Sektor Pertanian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui jumlah dan proyeksinya penduduk Indonesia. 2. Untuk mengetahui jumlah dan persentase penduduk miskin

secara nasional dan wilayah.

3. Untuk mengetahui karakteristik rumah tangga miskin di sektor pertanian.

1.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan ini adalah analisis perkembangan penduduk, proyeksi jumlah penduduk, keragaan penduduk miskin, garis kemiskinan dan kemiskinan sektor pertanian.

(11)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Bappenas, 2004). Hak-hak dasar antara lain (a) terpenuhinya kebutuhan pangan, (b) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, (c) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, (d) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

2.2. Jenis-jenis Kemiskinan a. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu

menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga

menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi

(12)

menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”.

Dalam praktek, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang lebih tinggi dari pada negara miskin seperti pernah dilaporkan oleh Ravallion (1998 : 26). Paper tersebut menjelaskan mengapa, misalnya, angka kemiskinan resmi (official figure) pada awal tahun 1990-an mendekati 15 persen di Amerika Serikat dan juga mendekati 15 persen di Indonesia (negara yang jauh lebih miskin). Artinya, banyak dari mereka yang dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut standar Indonesia.

Tatkala negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan perkecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.

Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

(13)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 5 b. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan.

Penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan/

pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut “tetap” (tidak berubah) dalam hal standar hidup sehingga garis kemiskinan absolut dapat membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang ingin menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil).

Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara tersebut. Bank Dunia menghitung garis kemiskinan absolut dengan menggunakan pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam US$ PPP

(Purchasing Power Parity/ Paritas Daya Beli), bukan nilai tukar US$ resmi. Tujuannya adalah untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara.

Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya finansial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa di mana

(14)

jumlah yang sama tersebut dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Angka konversi ini dihitung berdasarkan harga dan kuantitas di masing-masing negara yang dikumpulkan dalam suatu survei yang biasanya dilakukan setiap lima tahun sekali.

Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a) US$ 1 PPP perkapita per hari; b) US$ 2 PPP perkapita per hari. Ukuran tersebut sekarang direvisi menjadi US$ 1,25 PPP dan US$ 2 PPP per kapita per hari. Pendapatan per kapita yang tinggi sama sekali bukan merupakan jaminan tidak adanya kemiskinan absolut dalam jumlah yang besar. Hal ini mengingat besar atau kecilnya porsi atau bagian pendapatan yang diterima oleh kelompok-kelompok penduduk yang paling miskin tidak sama untuk masing-masing negara, sehingga mungkin saja suatu negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi justru mempunyai persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan internasional yang lebih besar dibandingkan dengan suatu negara yang pendapatan per kapitanya lebih rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan tersebut antara lain struktur pertumbuhan ekonomi yang berlangsung di negara yang bersangkutan, berbagai pengaturan politik dan kelembagaan yang dalam prakteknya ikut menentukan pola-pola distribusi pendapatan nasional.

c. Terminologi Kemiskinan Lainnya

Terminologi lain yang juga pernah dikemukakan sebagai wacana adalah kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Soetandyo Wignjosoebroto dalam “Kemiskinan Struktural : Masalah dan Kebijakan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendefinisikan “Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang

(15)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 7

ditengarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan”. Dikatakan tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. Di dalam kondisi struktur yang demikian itu kemiskinan menggejala bukan oleh sebab-sebab yang alami atau oleh sebab-sebab yang pribadi, melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tak adil. Tatanan yang tak adil ini menyebabkan banyak warga masyarakat gagal memperoleh peluang dan/atau akses untuk mengembangkan dirinya serta meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga mereka yang malang dan terperangkap ke dalam perlakuan yang tidak adil ini menjadi serba berkekurangan, tak setara dengan tuntutan untuk hidup yang layak dan bermartabat sebagai manusia. Salah satu contoh adalah kemiskinan karena lokasi tempat tinggal yang terisolasi, misalnya : orang Mentawai di Kepulauan Mentawai, orang Melayu di Pulau Christmas, suku Tengger di pegunungan Tengger Jawa Timur, dan sebagainya.

Sedangkan kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Padahal indikator kemiskinan tersebut seyogyanya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan dengan mengabaikan faktor-faktor adat dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik.

Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural terjadi pada suku-suku terasing, seperti halnya suku-suku Badui di Cibeo Banten Selatan, suku Dayak di pedalaman Kalimantan, dan suku Kubu di

Jambi. Soetandyo Wignjosoebroto dalam “Kemiskinan,

(16)

dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendefinisikan “Kemiskinan adalah suatu ketidak-berdayaan”.

Keberdayaan itu sesungguhnya merupakan fungsi kebudayaan. Artinya, berdaya tidaknya seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dalam kenyataannya akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh determinan-determinan sosial-budayanya (seperti posisi, status, dan wawasan yang dipunyainya). Sebaliknya, semua fasilitas sosial yang teraih dan dapat didayagunakan olehnya, akan ikut pula menentukan keberdayaannya kelak di dalam pengembangan dirinya di tengah masyarakat. Acapkali timbul suatu rasa pesimis di kalangan orang miskin dengan merasionalisasi keadaannya bahwa hal itu “sudah takdir”, dan bahwa setiap orang itu sesungguhnya sudah mempunyai suratan nasibnya sendiri-sendiri, yang mestinya malah harus disyukuri.

Oleh karena itu, Soetandyo menyarankan ditingkatkannya

“Gerakan Membudayakan Keberdayaan” pada lapisan

masyarakat bawah. Melek huruf, melek bahasa, melek fasilitas, melek ilmu, melek informasi, melek hak, dan melek-melek lainnya adalah suatu keberdayaan yang harus terus dimungkinkan kepada lapisan-lapisan masyarakat bawah agar tidak terjebak ke dalam kemiskinan kultural.

(17)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 9 BAB III

METODOLOGI PENGHITUNGAN KEMISKINAN 3.1. Konsep

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs method).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. 3.2. Sumber Data

Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Kor (merupakan data gabungan sampai dengan bulan September 2012) dengan jumlah sampel 300.000 rumah tangga. Sebagai informas itambahan, digunakan hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok non makanan.

3.3. Metode

Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), sebagai berikut: GK= GKM + GKNM Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk masing-masing provinsi daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulandi bawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52

(18)

jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Penghitungan dan Analisis Kemiskinan 98 Makro Indonesia Tahun 2013 Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perkotaan dan 47 jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perdesaan.

3.4. Teknik Penghitungan Garis Kemiskinan

Tahap pertama adalah menentukan penduduk referensi, yaitu 20 persen penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sementara. Garis kemiskinan sementara adalah Garis Kemiskinan periode sebelumnya yang diinflate dengan inflasi umum Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditi yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (sepertti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli konsumen. Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung GKM dan GKNM.

GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung adalah:

(19)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 11

GKMjp = Garis Kemiskinan Makanan daerah j (sebelum

Disetarakan menjadi 2100 kilokalori) provinsi p.

Pjkp = Harga komoditi k di daerah j dan provinsi p.

Qjkp = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di

daerah j di provinsi p.

Vjkp = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di

daerah j provinsi p.

J = Daerah (perkotaan atau perdesaan).

= Provinsi ke-p.

Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori

dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga:

𝐻𝐾

jp = Vjkp 52 𝑘=1 Kjkp 52 𝑘=1

Kjkp = Kalori dari komoditi k di daerah j di provinsi p.

HKjp= Harga rata-rata kalori di daerah j di provinsi p.

GKMjp = HKjp x 2100,

GKM= Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang menghasilkan energi yang setara dengan 2100 kilokalori/kapita/ hari

j = Daerah (perkotaan/perdesan) p = Provinsi p

GKNM merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi/subkelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok terhadap total pengeluaran komoditi/ sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil SPKKD 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran

(20)

konsumsi rumah tangga per komoditi non makanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non-makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:

GKNM

jp

=

𝑛𝑘=1

r

kj

V

kjp

GKNMjp = Pengeluaran minimum non-makanan atau garis

kemiskinan non-makanan daerah j (kota/desa) dan provinsi p.

Vkjp = Nilai pengeluaran per komoditi/sub-kelompok non-

Makanan daerah j dan provinsi p (dari Susenas modul konsumsi).

rkj = Rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok non-

makanan k menurut daerah (hasil SPKKD 2004) dan daerah j (kota+desa).

k = Jenis komoditi non-makanan terpilih.

J = Daerah (perkotaan atau perdesaan).

p = Provinsi (perkotaan atau perdesaan).

Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin (PM). Persentase penduduk miskin di suatu provinsi dihitung dengan:

%PMp=PMpPp

%PMp = % Penduduk miskin di propinsi p

PMp = Jumlah penduduk miskin di propinsi p

Pp = Jumlah penduduk di propinsi p

Sementara itu, penduduk miskin untuk level nasional merupakan jumlah dari penduduk miskin provinsi atau:

PMI = 𝑛𝑝=1

PM

p

PMI = Penduduk miskin Indonesia.

(21)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 13

n = Jumlah provinsi.

Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2013 Persentase penduduk miskin nasional adalah:

%PMI = PMIPI

%PMI = Persentase penduduk miskin (secara nasional).

PMp = Jumlah penduduk miskin (secara nasional).

PI = Jumlah penduduk Indonesia.

3.5. Indikator Kemiskinan

Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan, yaitu:

 Pertama, Head Count Index (HCI-P0), yaitu persentase penduduk miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).

 Kedua, Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

 Ketiga, Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P2) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

 Foster-Greer-Thorbecke (1984) telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yaitu:

Pα =

1n 𝑞𝑖=1 𝑧−𝑦𝑖𝑧

∝ = 0, 1, 2

Z = Garis kemiskinan

(22)

di bawah garis kemiskinan (i=1,2,…,q), yi < z

q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = Jumlah penduduk

Jika ∝=0, diperoleh Head Count Index (P0), jika ∝=1 diperoleh Indeks

kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) dan jika ∝=2 disebut

(23)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 15 BAB IV

KONDISI PENDUDUK DAN KEMISKINAN SEKTOR PERTANIAN

4.1. Perkembangan Penduduk Indonesia

Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tiap 10 tahun sekali, jumlah penduduk Indonesia terus mengalami kenaikan. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 mencapai 237,6 juta jiwa, mengalami kenaikan sebesar 13,2% dibandingkan dengan hasil sensus tahun 2000 sebesar 206,3 juta jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 1,52 persen per tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Indonesia, 1971-2010.

Tahun Jumlah Penduduk (%)

1971 119.208.229

1980 147.490.298 2,31

1990 179.378.946 1,98

2000 206.264.595 1,49

2010 237.641.326 1,52

Sumber : Badan Pusat Statistik.

Grafik 4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia menurut Hasil Sensus, Tahun 1971 – 2010.

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 1971 1980 1990 2000 2010 119,21 147,49 179,38 206,26 237,64 Juta Orang

(24)

Penyebaran penduduk di pulau Sumatra yang luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3 persen penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk, Sulawesi yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk, Maluku yang luasnya 4,1 persen dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni oleh 1,5 persen penduduk.

Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2. Sebaran penduduk terbesar terjadi di Pulau Jawa terutama di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 43,05 juta jiwa atau 18,12 persen dari total jumlah penduduk Indonesia kemudian di Provinsi Jawa Timur sebesar 37,48 juta jiwa atau 15,77 persen dan Provinsi Jawa Tengah sebesar 32,38 juta jiwa atau 13,63 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Sementara provinsi dengan sebaran penduduk terendah yaitu Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 760 ribu jiwa atau 0,32 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Tabel 4.2. Penyebaran Penduduk di Indonesia, 2010

No. Pulau Luas Jumlah Wilayah Penduduk

1 Sumatera 480.793,28 50.630.931

2 Jawa 129.438,28 136.610.590

3 Bali dan Nusa Tenggara 73.070,48 13.074.796

4 Kalimantan 544.150,07 13.787.831

5 Sulawesi 188.522,36 17.371.782

6 Maluku 78.896,53 2.571.593

7 Papua 416.060,32 3.593.803

Jumlah 1.910.931,32 237.641.326

Sumber : Badan Pusat Statistik

Sebaran penduduk pada tahun 2010, lebih banyak di wilayah perdesaan yaitu sebesar 119 juta jiwa atau 50,21 persen, sedangkan di wilayah perkotaan sebesar 118 juta jiwa atau 49,79 persen dari

(25)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 17

total jumlah penduduk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 . Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin Tahun 2010

No. Wilayah Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Perkotaan 59.559.622 58.760.634 118.320.256

2. Perdesaan 60.071.291 59.249.779 119.321.070

Jumlah 119.630.913 118.010.413 237.641.326

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sementara komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan di mana jumlah penduduk laki-laki sebesar 119 juta jiwa atau sebesar 50,34 persen dan jumlah penduduk perempuan sebesar 118 juta jiwa atau sebesar 49,66 persen dari total jumlah penduduk Indonesia (lihat Grafik 4.2).

Dilihat dari perbandingan jenis kelamin yaitu perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan di Indonesia sebesar 101 yang berarti bahwa terdapat 101 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.

Grafik 4.2. Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010

Perbandingan jenis kelamin penduduk menurut provinsi, yang tertinggi adalah di Provinsi Papua yaitu sebesar 113, kemudian

50,34% 49,66%

(26)

Provinsi Papua Barat sebesar 112 dan Provinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 111. Sedangkan perbandingan jenis kelamin penduduk terendah adalah provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 94 dan Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 95.

Sementara rasio ketergantungan penduduk Indonesia adalah 51,31. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 51 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan adalah 46,59 sementara di daerah perdesaan 56,30.

Grafik 4.3. Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2010

4.2. Proyeksi Penduduk di Indonesia

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir 2000-2010 terus mengalami kenaikan. Proyeksi penduduk dalam analisis ini merupakan ramalan jumlah penduduk melalui perhitungan yang didasarkan pada asumsi dari laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan yang digunakan dalam memproyeksi jumlah penduduk dengan kenaikan sebesar 3,61 juta jiwa atau 1,52 persen per tahun.

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-89 90-94 95+ Laki-laki 11.662 11.974 11.662 10.614 9.888 10.631 9.949 9.338 8.323 7.033 5.866 4.400 2.927 2.225 1.531 842 481 182 64 36 Perempuan 11.016 11.279 11.009 10.266 10.004 10.679 9.881 9.168 8.202 7.008 5.695 4.048 3.132 2.469 1.925 1.136 662 256 107 69 ( 0 0 0 ) ji w a

(27)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 19 Grafik 4.4. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia, 2011-2020

4.3. Keragaan Penduduk Miskin

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1996–2012 menunjukan bahwa ada dua pola pertumbuhan kemiskinan. Mulai Tahun 1996-2005 jumlah penduduk miskin mengalami fluktuasi cenderung menurun walaupun cukup lambat. Sejak tahun 2006-2012 pola pertumbuhan kemiskinan secara flat mengalami kecenderungan menurun dari tahun ke tahun.

Penurunan tersebut menurun secara konsisten, dari 17,5 persen pada tahun 1996 turun hingga menjadi 11,7 persen pada tahun 2012. Selama periode 1996-2012 secara umum terjadi pertumbuhan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi pada tahun 1998 dan 1999 yaitu mencapai 49,5 juta orang dan 48,0 juta orang. Hal ini disebabkan oleh adanya krisis moneter pada tahun tersebut yang berimbas sampai dengan tahun 1999.

Meskipun secara umum, persentase penduduk miskin menurun secara konsisten pasca krisis, pada tahun 2006 sempat terjadi kenaikan persentase penduduk miskin hingga mencapai 17,8 persen. Menurut Bank Dunia (2007), hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya angka infasi kala itu karena Pemerintah menaikkan

0,00 40,00 80,00 120,00 160,00 200,00 240,00 280,00 320,00 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 241,26 244,93 248,65 252,43 256,27 260,17 264,13 268,15 272,23 276,37 Juta Jiwa

(28)

harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri, diikuti dengan meningkatnya harga beras selama kurun waktu tersebut.

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah mencapai 37,2 juta orang dalam empat tahun terkahir berkurang menjadi 28,6 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDB pada periode tahun 2007 laju pertumbuhan PDB mencapai 6,35%, pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDB turun sebesar 4,63%, kembali meningkat secara perlahan mulai tahun 2010 hingga tahun 2012 pada level angka 6,23%. Peningkatan PDB nampaknya tidak mampu mendongkrak kemiskinan di Indonesia.

Hal ini dimungkinkan karena peningkatan PDB bukan disebabkan oleh peningkatan investasi. Peningkatan tersebut sangat dimungkinkan disebabkan oleh meningkatnya komponen konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun konsumsi masyarakat. Oleh karenanya peningkatan PDB tidak berdampak terhadap penignkatan kesejahteraan masyarakat secara umum (Grafik 4.5).

Grafik 4.5. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan PDB Berdasarkan Harga Konstan 2000 di Indonesia,

1996 - 2012

Jika dilihat rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk miskin pada masing–masing provinsi maka pada umumnya jumlah penduduk

34,0 49,5 48,0 38,7 37,9 38,4 37,3 36,1 35,1 39,3 37,2 35,0 32,5 31,0 29,8 28,6 17,5 24,2 23,4 19,1 18,4 18,2 17,4 16,7 16,0 17,8 16,6 15,4 14,2 13,3 12,5 11,7 3,64 4,50 4,78 5,03 5,69 5,50 6,35 6,01 4,63 6,22 6,49 6,23 -10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(29)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 21

miskin selama periode 2008-2012 adalah berkurang kecuali provinsi Papua yang meningkat 9,5 persen. Ada sepuluh provinsi yang rata-rata jumlah penduduk miskinnya berkurang antara 5 - 9 persen pada periode yang sama. Provinsi tersebut diantaranya adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah mencapai penurunan antara 7,40 persen – 8,61 persen. Provinsi lainnya adalah Provinsi Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tengara Barat dan Sulawesi Tengah berkisar anatara 6,02-6,68 persen. Sementara Provinsi Jawa Tengah dan Banten berhasil menurunkan jumlah penduduk miskinnya antara 5,53 persen - 5,99 persen.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disparitas tingkat kemiskinan antar provinsi sangat tinggi. Rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk miskin di 33 provinsi di Indonesia selama periode yang sama berkisar antara -8,61 persen sampai 9,5 persen (Tabel 4.4). Pertumbuhan penduduk miskin dari 2012 terhadap 2011 nampak bahwa Provinsi Riau tercatat sebagai provinsi yang pertumbuhan penduduk miskinnya meningkat sebesar 32,74 persen dibandingkan tahun 2011, yaitu dari 362,6 ribu jiwa menjadi 481,3 ribu pada tahun 2012. Tingginya pertumbuhan penduduk miskin di provinsi tersebut terjadi pada tahun 2012, sementara posisi rata-rata pertumbuhan miskin selama periode 2008-20012 Provinsi Riau mampu menurunkan jumlah penduduk miskin hingga 1,6 persen.

Tingginya pertumbuhan penduduk miskin di provinsi tersebut dimungkinkan diantaranya oleh kebijakan – kebijakan struktural seperti menignkatnya harga BBM dan tarif listrik. Hal ini dapat dilihat lebih rinci pada tabel 4.4 berikut

(30)

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Provinsi, 2008 – 2012.

Sumber: BPS diolah Pusdatin

Sebaliknya provinsi yang mengalami penurunan cukup tajam dalam pengentasan kemiskinan pada tahun 2012 adalah Provinsi Bali dan Maluku Utara masin-masing mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 12,16 persen dan 17,59 persen dibandingkan tahun 2011.

2008 2009 2010 2011 2012 penduduk miskin Rata-rata jumlah 2008-2012 1 Aceh 962.200 885.900 898.444 900.200 876.553 904.659 (2,2) 18,58 (2,6) 2 Sumatera Utara 1.611.500 1.473.800 1.478.095 1.421.442 1.378.251 1.472.618 (3,8) 10,41 (3,0) 3 Sumatera Barat 473.900 426.200 458.239 441.800 397.857 439.599 (4,0) 8,00 (9,9) 4 Riau 584.800 532.300 558.286 362.600 481.315 503.860 (1,6) 8,05 32,7 5 Jambi 261.300 245.000 260.445 251.789 270.182 257.743 1,0 8,29 7,3 6 Sumatera Selatan 1.254.300 1.129.800 1.105.430 1.061.870 1.041.831 1.118.646 (4,5) 13,48 (1,9) 7 Bengkulu 328.800 317.800 281.236 303.350 310.576 308.353 (1,2) 17,52 2,4 8 Lampung 1.597.900 1.496.900 1.351.691 1.277.900 1.218.998 1.388.678 (6,5) 17,52 (4,6) 9 Bangka Belitung 80.300 76.000 92.300 65.550 70.104 76.851 (1,5) 5,36 6,9 10 Kepulauan Riau 131.800 125.300 138.189 122.501 131.325 129.823 0,3 6,83 7,2 11 DKI Jakarta 342.600 339.600 388.353 355.199 366.666 358.484 2,0 3,70 3,2 12 Jawa Barat 5.249.600 4.852.300 4.716.866 4.650.812 4.421.333 4.778.182 (4,2) 9,88 (4,9) 13 Jawa Tengah 6.122.700 5.655.400 5.218.660 5.255.964 4.863.521 5.423.249 (5,5) 14,98 (7,5) 14 DI Yogyakarta 608.800 574.900 540.538 564.300 562.109 570.129 (1,9) 15,88 (0,4) 15 Jawa Timur 6.549.300 5.860.900 5.579.304 5.227.192 4.960.203 5.635.380 (6,7) 13,08 (5,1) 16 Banten 830.400 775.900 751.040 690.870 648.133 739.269 (6,0) 5,71 (6,2) 17 Bali 205.700 173.800 221.590 183.129 160.866 189.017 (4,4) 3,95 (12,2) 18 Nusa Tenggara Barat 1.068.800 1.014.700 972.321 896.190 828.234 956.049 (6,2) 18,02 (7,6) 19 Nusa Tenggara Timur 1.105.800 1.021.700 1.021.596 986.501 1.000.082 1.027.136 (2,4) 20,41 1,4 20 Kalimantan Barat 502.900 425.400 400.408 376.119 355.889 412.143 (8,2) 7,97 (5,4) 21 Kalimantan Tengah 194.100 166.900 166.031 150.000 141.903 163.787 (7,4) 6,19 (5,4) 22 Kalimantan Selatan 211.200 188.200 205.375 198.608 189.307 198.538 (2,4) 5,02 (4,7) 23 Kalimantan Timur 259.500 244.900 285.660 247.100 246.104 256.653 (0,7) 6,38 (0,4) 24 Sulawesi Utara 218.200 210.000 219.276 194.719 177.445 203.928 (4,9) 7,63 (8,9) 25 Sulawesi Tengah 525.100 483.000 455.551 432.070 409.506 461.045 (6,0) 14,94 (5,2) 26 Sulawesi Selatan 1.042.300 937.000 917.433 835.506 805.824 907.613 (6,2) 9,82 (3,6) 27 Sulawesi Tenggara 437.200 403.000 351.253 334.280 304.346 366.016 (8,6) 13,06 (9,0) 28 Gorontalo 182.800 165.200 172.556 192.362 187.634 180.110 1,0 17,21 (2,5) 29 Sulawesi Barat 156.900 155.300 171.092 163.181 160.457 161.386 0,7 13,00 (1,7) 30 Maluku 388.900 369.200 389.548 356.400 338.887 368.587 (3,2) 20,76 (4,9) 31 Maluku Utara 107.800 99.200 101.761 107.046 88.221 100.806 (4,4) 8,05 (17,6) 32 Papua Barat 237.300 227.500 226.185 227.100 223.241 228.265 (1,5) 27,04 (1,7) 33 Papua 709.200 709.400 981.161 946.622 976.268 864.530 9,5 30,66 3,1 34.543.900 31.762.400 31.075.913 29.780.272 28.593.173 31.151.132 (4,6) 100,00 (4,0) Persentase Jumlah Penduduk Miskin,2012-2011 (%) Indonesia Provinsi No. Tahun Rata-rata Persentase Jumlah Penduduk Miskin,2008-2012 (%) Persentase Penduduk Miskin, 2012 (%)

(31)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 23

Sementara bila dilihat dari sisi rata-rata sebaran penduduk miskin selama periode 2008-2012 di Indonesia terlihat bahwa jumlah penduduk miskin yang paling banyak jumlahnya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi-provinsi tersebut adalah Provinsi Jawa Timur tercatat sebanyak 5,64 juta jiwa (18,09) persen, Jawa Tengah sebanyak 5,42 juta jiwa (17,01) persen dan Jawa Barat sebanyak 4.78 juta jiwa 15,34) persen dari total rata-rata jumlah penduduk miskin di seluruh Indonesia (Grafik 4.6).

Namun demikian, tidak berarti penduduk miskin di 30 provinsi lainnya dapat diabaikan. Hal ini karena penduduk di sektor pertanian pada umumnya selalu lebih miskin dibandingkan penduduk yang sumber utama pendapatannya dari sektor-sektor lainnya, terutama industri manufaktur, keuangan, dan perdagangan. Sementra kita ketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia yang hidup di perdesaan mata pencaharian mereka adalah petani (gurem) atau buruh tani, walaupun pendapatan bervariasi menurut subsektor atau kelompok usaha di masing-masing sektor tersebut.

Grafik 4.6. Perkembangan Rata-rata Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2008 – 2012. -1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sumater a Utara Lampung Sumater a Selatan Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan

Aceh Papua Banten DI Yogyakar ta Riau Sulawesi Tengah Sumater a Barat Kalimant an Barat Maluku Sulawesi Tenggara DKI Jakarta Bengkul u Jambi Kalimant an Timur Papua Barat Sulawesi Utara Kalimant an Selatan Bali Gorontal o Kalimant an Tengah Sulawesi Barat Kepulau an Riau Maluku Utara Bangka Belitung Jumlah Penduduk 5.635 5.423 4.778 1.473 1.389 1.119 1.027 956 908 905 865 739 570 504 461 440 412 369 366 358 308 258 257 228 204 199 189 180 164 161 130 101 77 ( 0 0 0 ) J i w a

(32)

Penduduk Miskin menurut Provinsi. Jumlah penduduk miskin terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan provinsi yang paling besar penduduk miskinnya mencapai sekitar 4,7 sampai 5,6 juta jiwa. Sementara provinsi yang jumlah penduduk miskinnya paling sedikit adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Maluku Utara dan Kepulauan Riau (Grafik 3.6). Peta Sebaran Jumlah Penduduk Miskin dapat dilihat pada Grafik 3.7. Peta tersebut memperlihatkan Pulau Jawa merupakan pulau yang padat jumlah penduduknya dengan variasi pendapatan yang sangat tinggi, sehingga tercatat sebagai pulau yang jumlah penduduk miskinnya terbesar.

Berbeda dengan hasil perhitungan persentse penduduk miskin, tercatat bahwa Provinsi Papua merupakan provinsi yang persentase penduduk miskinnya terbesar selama tahun 2012 yakni sebesar 30,7 persen (Grafik 4.7). Lima provinsi lainnya yang tercatat sebagai provinsi yang persentase penduduk miskinnya cukup tinggi adalah: Provinsi Maluku (20,8 persen), Provinsi Nusa Tenggara Timur ( 20,4 persen), Aceh (18,6 persen), dan Nusa Tenggara Barat (18,0 persen)

Grafik 4.7. Peta Sebaran Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia pada Tahun 2012.

(33)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 25

Sementara provinsi yang persentasenya paling rendah adalah Provinsi DKI. Jakarta dan Bali masing-masing sebesar 3,7 persen dan 4,0 persen. Persentase kemiskinan memang turun dari waktu ke waktu namun jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2012 masih cukup besar yaitu 28,59 juta jiwa (Grafik 4.8).

Grafik 4.8. Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi Penduduk Miskin di Indonesia, September 2012.

4.4. Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan “relatif” selalu berkembang sesuai dengan rata-rata pendapatan suatu negara. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

Perkembangan garis kemiskinan nasional pada tahun 2008 sampai dengan 2012 terus meningkat. Rata-rata peningkatan garis kemiskinan selama periode tersebut mencapai 9,24 persen. Pada tahun 2008 sebesar Rp. 182.636/kap/bulan meningkat menjadi Rp 259.520/kap/bulan pada tahun 2012. Perkembangan tersebut dapat dilihat pada Grafik berikut.

-5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 P A P U A P A P U A BA RA T M A LU K U N TT A C EH NTB B EN G K U LU B EN G K U LU G O R O N TA LO DI Y O G YA K A R TA JA W A T EN G A H SU LA W ES I T EN G A H SU M A TE RA S EL A TA N JA W A T IM U R SU LA W ESI T EN G G A R A SU LA W ESI B A R A T SU M A TE R A U TA R A JA W A BA RA T SU LA W ESI SE LA TA N JA M B I R IA U M A LU K U U TA RA SU M A TE RA BA RA T K A LI M A N TA N BA RA T SU LA W ES I U TA R A K EP . R IA U K A LI M A N TA N T IM U R K A LI M A N TA N T EN G A H BA N TE N BA N G K A BE LI TU N G K A LI M A N TA N S EL A TA N B A LI DK I J A K A R TA 30,7 27,0 20,8 20,4 18,6 18,0 17,5 17,5 17,2 15,9 15,0 14,9 13,5 13,1 13,1 13,0 10,4 9,9 9,8 8,3 8,1 8,0 8,0 8,0 7,6 6,8 6,4 6,2 5,7 5,4 5,0 4,0 3,7 ( % )

(34)

Grafik 4.9 Perkembangan Garis Kemiskinan Indonesia, Tahun 2008-2012

Tabel 4.5 menyajikan informasi mengenai garis kemiskinan provinsi tahun 2008-2012. Pada Tabel tersebut, dapat dilihat rata-rata garis kemiskinan tertinggi selama 2008-2012 untuk daerah perkotaan ada di Provinsi DKI. Jakarta yaitu 330.869 rupiah, yang diikuti oleh Provinsi Kepulauan Riau sebesar 323.369 rupiah. Sementara rata-rata garis kemiskinan terendah pada periode yang sama di perdesaan tercatat di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 176.692 rupiah. Secara umum tampak bahwa garis kemiskinan tertinggi secara rata-rata masih ditempati oleh Provinsi DKI. Jakarta. Hal ini bisa dipahami mengingat di provinsi ini terdapat kota metropolitan Jakarta yang merupakan konsentrasi pusat bisnis dan pemerintahan di Indonesia.

182,6 200,3 211,7 243,7 259,5 -50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0 2008 2009 2010 2011 2012 (Rp ribu/Kap/Bulan)

(35)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 27

Tabel 4.5. Garis Kemiskinan Menurut Provinsi, 2008-2012.

(Rp/Kap/Bulan) 2008 2009 2010 2011 2012 1 Aceh 248,627 272,155 292,131 318,987 321,893 278,701 2 Sumatera Utara 203,514 230,624 254,275 263,209 271,738 233,582 3 Sumatera Barat 205,240 230,683 254,432 276,000 292,052 239,846 4 Riau 240,811 270,504 301,190 296,379 310,603 272,254 5 Jambi 197,089 217,161 253,335 258,888 273,267 228,682 6 Sumatera Selatan 210,893 235,560 256,542 247,397 259,668 231,378 7 Bengkulu 202,428 231,990 266,046 267,078 283,252 236,933 8 Lampung 186,290 212,755 238,768 245,502 263,088 217,242 9 Bangka Belitung 254,112 280,862 315,556 350,054 382,412 303,062 10 Kepulauan Riau 276,400 332,602 366,140 353,379 363,450 323,369 11 DKI Jakarta 298,237 320,333 338,783 368,415 392,571 330,869 12 Jawa Barat 190,788 220,068 230,445 226,097 242,104 212,539 13 Jawa Tengah 181,877 201,651 217,327 217,440 233,769 201,029 14 D.I. Yogyakarta 202,362 220,830 234,282 257,909 270,110 228,410 15 Jawa Timur 179,819 202,208 218,568 227,602 243,783 204,187 16 Banten 191,943 222,292 233,214 236,520 251,161 217,436 17 Bali 197,325 232,234 246,598 240,543 254,221 222,812 18 Nusa Tenggara Barat 197,325 213,007 244,130 233,033 248,758 214,380 19 Nusa Tenggara Timur 161,639 167,492 193,298 203,607 222,507 179,155 20 Kalimantan Barat 168,942 189,184 211,902 219,636 239,162 195,226 21 Kalimantan Tengah 197,325 212,268 244,933 256,245 277,407 225,074 22 Kalimantan Selatan 190,067 212,343 242,507 249,487 269,714 220,939 23 Kalimantan Timur 244,084 269,275 288,415 336,019 363,887 287,008 24 Sulawesi Utara 180,744 208,822 226,904 221,278 223,883 203,030 25 Sulawesi Tengah 179,137 209,328 227,655 247,584 266,718 214,071 26 Sulawesi Selatan 157,761 187,108 207,295 185,736 195,627 176,692 27 Sulawesi Tenggara 168,947 200,787 216,650 199,176 203,333 186,586 28 Gorontalo 162,325 203,418 212,397 195,685 212,476 187,414 29 Sulawesi Barat 159,585 184,301 207,961 192,971 207,072 181,189 30 Maluku 200,665 233,062 257,630 268,701 295,904 239,252 31 Maluku Utara 194,262 217,349 231,635 236,590 250,184 215,843 32 Papua Barat 270,990 309,933 336,999 334,449 354,626 302,166 33 Papua 254,663 282,776 284,755 280,302 297,502 267,063 182,636 200,262 211,726 243,729 259,520 210,762

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : (-) data tidak tersedia

No Kabupaten/Kota Tahun

Indonesia

(36)

Grafik 4.10. Rata-rata Garis Kemiskinan menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012

4.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Tabel 3.6, menyajikan informasi mengenai indeks kedalaman kemiskinan provinsi tahun 2008-2012. Dari Tabel 3. 5 dapat dilihat rata-rata indeks kedalaman kemiskinan yang paling rendah ada empat provinsi yaitu kurang dari satu persen. Ke-empat provinsi tersebut adalah Bali 0,50 persen, DKI. Jakarta 0,51 persen, Bangka Belitung 75 persen, dan Kalimantan Selatan 79 persen.

Sementara rata-rata kedalaman kemiskinan yang paling besar pada periode yang sama tercatat Provinsi Papua sebesar 7,64 persen, Papua Barat sebesar 6,64 persen, dan Maluku sebesar 5,27 persen. Secara umum tampak bahwa rata-rata indeks kedalaman kemiskinan yang paling rendah ditempati oleh Provinsi Bali dan DKI. Jakarta. Hal ini bisa dipahami mengingat kedua provinsi ini merupakan daerah pariwisata, dan kota metropolitan, sehingga peluang aktivitas ekonomi sangat besar Grafik 4.11).

-50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0 350,0 Su la w e si Se la ta n N u sa T e n gg ar a Tim u r Su la w e si Ba ra t G o ro n ta lo Su la w e si Te n gg ar a K alim an ta n B ar at Ja w a Te n ga h Su la w e si U ta ra Ja w a Tim u r Ja w a B ar at M alu ku U ta ra Su la w e si Te n ga h B an te n N u sa T e n gg ar a B ar at La m p u n g K alim an ta n Se la ta n B ali D. I. Yo gy ak ar ta K ali m an ta n T e n ga h Ja m b i Su m at e ra S e la ta n Su m at e ra U ta ra Be n gk u lu M alu ku Su m at e ra B ar at P ap u a R ia u A ce h K alim an ta n T im u r Ba n gk a Be lit u n g P ap u a B ar at K e p u la u an R ia u DK I J ak ar ta (Rp ribu/Kap/Bulan)

(37)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 29

Tabel 4.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut

Provinsi, 2008-2012 (%) 2008 2009 2010 2011 2012 1 Aceh 5,18 3,88 3,48 3.48 3.07 2 Sumatera Utara 2.07 1,78 1,79 1.80 1.82 3 Sumatera Barat 1,73 1,52 1,45 1.50 1.24 4 Riau 2,44 1,57 1,76 1.36 1.13 5 Jambi 1,91 0,92 1,21 1.29 1.37 6 Sumatera Selatan 3,92 2.32 2,38 2.41 1.85 7 Bengkulu 3,93 3,26 2,79 2.97 3.05 8 Lampung 4,43 3,45 2,99 2.91 2.53 9 Bangka Belitung 1,34 1,10 1,06 0.84 0.66 10 Kepulauan Riau 1,87 1,44 1,31 1.17 0.85 11 DKI Jakarta 0,58 0,54 0,64 0.46 0.56 12 Jawa Barat 2,88 2,09 1,68 1.72 1.62 13 Jawa Tengah 4,25 2,89 2,62 2.58 2.39 14 D.I. Yogyakarta 3,46 3,35 0,57 2.48 2.89 15 Jawa Timur 3,96 2,83 2,36 2.00 1.93 16 Banten 1,55 1,23 1,04 1.15 0.95 17 Bali 1,29 0,82 0,79 0.62 0.39 18 Nusa Tenggara Barat 4,95 3,72 3,74 3.33 3.20 19 Nusa Tenggara Timur 8,27 4,47 4,04 3.53 3.47 20 Kalimantan Barat 2,38 1,29 1,38 1.47 1.24 21 Kalimantan Tengah 1,47 0,94 1,14 1.09 1.08 22 Kalimantan Selatan 1,20 0,80 0,77 0.83 0.76 23 Kalimantan Timur 2,03 1,41 1,39 1.07 0.99 24 Sulawesi Utara 1,94 1,38 1,50 1.21 1.18 25 Sulawesi Tengah 4,87 3,57 3,19 2.87 2.82 26 Sulawesi Selatan 3,46 2,03 1,85 1.59 1.68 27 Sulawesi Tenggara 5,05 2,56 2,52 2.49 1.92 28 Gorontalo 3,67 3,46 2,77 3.67 3.21 29 Sulawesi Barat 3,44 1,71 2,32 2.28 1.74 30 Maluku 6,89 6.84 5,27 4.60 4.38 31 Maluku Utara 2,47 1,93 1,63 2.14 0.85 32 Papua Barat 10,83 8,83 7,24 7.57 5.71 33 Papua 11,16 9,89 8,14 7.93 7.35

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : (-) data tidak tersedia

(38)

Grafik 4.11. Rata-rata Indeks Kedalaman Kemiskinan menurut

Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012

4.6. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Tabel 4.7 menyajikan informasi mengenai indeks keparahan kemiskinan provinsi tahun 2008-2012. Tabel 3.6 memperlihatkan rata-rata indeks keparahan kemiskinan yang paling tinggi ada di tiga provinsi yaitu antara 1,8-2,6 persen. Ketiga provinsi tersebut adalah Papua sebesar 2,60 persen, Papua Barat sebesar 2,22 persen, Maluku sebesar 1.86 persen.

Sementara rata-rata indeks keparahan kemiskinan yang paling rendah pada periode yang sama tercatat Provinsi DKI. Jakarta sebesar 0,19 persen, Bali sebesar 0,16 persen, dan Bangka Belitung sebesar 0,19 persen. Dengan demikian tampak bahwa rata-rata indeks kedalaman kemiskinan yang paling rendah masih ditempati oleh Provinsi Bali dan DKI Jakarta. Hal ini bisa dipahami mengingat kedua provinsi ini merupakan daerah pariwisata, dan kota metropolitan, sehingga peluang aktivitas ekonomi sangat besar Grafik 4.11.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

(39)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 31

Tabel 4.7. Indeks Keparahan (P2) Kemiskinan Menurut Provinsi,2008-2012 (%) 2008 2009 2010 2011 2012 1 Aceh 1,55 1,46 0,96 0.94 0.83 0.88 2 Sumatera Utara 0.52 0,63 0,46 0.47 0.50 0.50 3 Sumatera Barat 0,44 0,43 0,39 0.43 0.31 0.37 4 Riau 0,75 0,55 0,49 0.39 0.25 0.32 5 Jambi 0,58 0,29 0,30 0.35 0.44 0.39 6 Sumatera Selatan 1,14 0,85 0,60 0.65 0.43 0.54 7 Bengkulu 1,12 1,32 0,70 0.74 0.80 0.77 8 Lampung 1,25 1,12 0,80 0.79 0.62 0.71 9 Bangka Belitung 0,34 0,40 0,24 0.23 0.14 0.19 10 Kepulauan Riau 0,55 0,59 0,36 0.30 0.19 0.24 11 DKI Jakarta 0,13 0,15 0,17 0.10 0.15 0.13 12 Jawa Barat 0,84 0,70 0,42 0.43 0.42 0.42 13 Jawa Tengah 1,24 0,87 0,68 0.66 0.57 0.61 14 D.I. Yogyakarta 0,92 1,04 0,57 0.59 0.75 0.67 15 Jawa Timur 1,15 0,88 0,59 0.46 0.44 0.45 16 Banten 0,42 0,39 0,28 0.32 0.28 0.30 17 Bali 0,36 0.29 0,18 0.13 0.07 0.16 18 Nusa Tenggara Barat 1,44 1,08 1,00 0.89 0.83 0.86 19 Nusa Tenggara Timur 3,08 1,51 1,14 0.91 0.91 0.91 20 Kalimantan Barat 0,72 0,46 0,33 0.39 0.33 0.36 21 Kalimantan Tengah 0,35 0,29 0,30 0.28 0.27 0.28 22 Kalimantan Selatan 0,31 0.26 0,17 0.22 0.17 0.22 23 Kalimantan Timur 0,65 0,46 0,39 0.25 0.25 0.25 24 Sulawesi Utara 0,54 0,44 0,39 0.28 0.30 0.29 25 Sulawesi Tengah 1,53 1,30 0,91 0.78 0.82 0.80 26 Sulawesi Selatan 1,08 0,58 0,50 0.39 0.42 0.41 27 Sulawesi Tenggara 1.59 1,00 0,67 0.63 0.49 0.90 28 Gorontalo 0,90 0,99 0,71 1.01 0.84 0.93 29 Sulawesi Barat 0,94 0,64 0,62 0.57 0.40 0.49 30 Maluku 2.15 2.63 1,66 1.34 1.31 1.86 31 Maluku Utara 0,76 1,00 0,43 0.67 0.14 0.41 32 Papua Barat 4,55 4,28 2,77 2.74 1.71 2.22 33 Papua 4,50 4,89 3,07 2.76 2.44 2.60

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : (-) data tidak tersedia

(40)

Grafik 3.12. Rata-rata Indeks Keparahan Kemiskinan menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012

4.7. Kemiskinan Sektor Pertanian

Kemiskinan adalah suatu fenomena atau proses multidimensi, yang artinya kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor (World Bank, 2000). Namun, di Indonesia kemiskinan merupakan suatu fenomena yang erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi di perdesaan pada umumnya dan di sektor pertanian pada khususnya. Oleh sebab itu, fenomena kemiskinan di Indonesia tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami fenomena kemiskinan di perdesaan atau sektor pertanian.

Penduduk di sektor pertanian pada umumnya selalu lebih miskin dibandingkan penduduk yang sumber utama pendapatannya dari sektor-sektor lainnya, terutama industri manufaktur, keuangan, dan perdagangan; walaupun pendapatan bervariasi menurut subsektor atau kelompok usaha di masing-masing sektor tersebut.

Hal ini diperburuk oleh semakin banyaknya areal pertanian yang berganti fungsi ke kegiatan-kegiatan non perertanian. Seperti yang dijelaskan oleh Tjondronegoro (2006) “Tanah sebagai tumpuan hidup petani kian berkurang, bukan saja karena penduduk bertambah, tetapi

-0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Pa pu a M alu ku N us a Te ng ga ra T im ur A ce h Su la w es i T en ga h La m pu ng Ja w a Te ng ah Su m at er a U ta ra Ja w a Tim ur M al uk u U ta ra Ja m bi Ka lim an ta n Ba ra t Ba nt en Ka lim an ta n Te ng ah Ke pu la ua n Ria u Ba ng ka B eli tu ng DK I J ak ar ta ( % )

(41)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 33

karena pemusatan kepemilikan tanah oleh pemodal besar yang hidup di perkotaan. Itu beberapa penyebab utama mengapa akses kepada tanah dan air serta sumber daya alam kian sulit bagi petani dan nelayan”.

Jika dilihat jumlah penduduk miskin berdasarkan lapangan pekerjaan maka diperoleh data bahwa jumlah penduduk miskin yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja pada sektor pertanian pada tahun 2012 terdapat 6.028.503 orang yang terdiri dari 3.795.976 orang yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan, 340.615 orang yang bekerja pada Subsektor Hortikultura, 1.401.721 orang pada Subsektor Perkebunan dan 490.190 orang yang bekerja pada Subsektor Peternakan. Penduduk miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan yakni 62.97 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian dan yang bekerja pada Subsektor Perkebunan yakni 23,25 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.13.

Grafik 3.13. Jumlah Penduduk Miskin Umur 15 Tahun Ke Atas

yang Bekerja Pada Sektor Pertanian, 2010 - 2012

Persentase penduduk miskin 15 tahun ke atas berdasarkan lapangan pekerjaan utama menurut provinsi di Indonesia

2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000

Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan

2010 10,075,612 794,348 4,106,479 1,092,418

2011 4,182,820 395,958 1,490,756 582,535

2012 3,795,976 340,615 1,401,721 490,190

(42)

menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin yang paling tinggi pada Subsektor Tanaman Pangan terdapat di Provinsi Jawa Timur yakni 14,93 persen, sedang persentase yang paling rendah terdapat di Provinsi Maluku Utara yakni hanya 0,07 persen.

Pada Subsektor Hortikultura persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah 1,95 persen, sedang persentase penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu 0,02 persen. Pada Subsektor Perkebunan persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur yaitu 2,44 persen, sedang persentase penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Riau yakni 0.02 persen. Pada Subsektor Peternakan persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur 4,27 persen, sedang persentase penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Maluku Utara yakni 0.07 persen.

4.8. Rumah Tangga Sektor Pertanian

Jika dilihat jumlah rumah tangga miskin berdasarkan lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga maka diperoleh data bahwa jumlah kepala rumah tangga miskin yang bekerja pada sektor pertanian terdapat 2.819.082 orang kepala rumah tangga yang terdiri dari 1.819.197 orang kepala rumah tangga yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan, 172.131 orang kepala rumah tangga yang bekerja pada Subsektor Hortikultura, 708.424 orang kepala rumah tangga yang bekerja pada Subsektor Perkebunan dan 210.369 orang kepala rumah tangga yang bekerja pada Subsektor Peternakan.

Kepala rumah tangga miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan yakni 65,15 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian, dan yang bekerja pada

(43)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 35

Subsektor Perkebunan yakni 22,63 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian (3.14).

Grafik 3.14 . Jumlah Kepala Rumah Tangga yang Bekerja Pada Sektor Pertanian Tahun 2010 -2012

Persentase kepala rumah tangga miskin berdasarkan lapangan pekerjaan utama menurut provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa persentase kepala rumah tangga miskin yang paling tinggi pada sub sektor Tanaman Pangan terdapat di Provinsi Papua yakni 67,37 persen, sedang persentase yang paling rendah terdapat di Provinsi DKI Jakarta yakni hanya 0,32 persen. Pada Subsektor Hortikultura persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Provinsi Papua Barat 16,10 persen, sedang persentase penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yaitu 0,67 persen.

Pada Subsektor Perkebunan persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Provinsi Maluku Utara yaitu 60,23 persen, sedang persentase penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Banten yakni 0.70 persen. Pada Subsektor Peternakan persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Provinsi Bali 19,70 persen, sedang persentase penduduk miskin terendah terdapat di Provinsi Maluku yakni 0.03 persen.

500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan Total

Pertanian 2010 2,039,692 155,715 776,452 245,246 3,217,105 2011 2,039,191 172,131 708,424 210,369 3,130,115 2012 1,819,197 144,425 665,940 189,520 2,819,082 K ep ala R umah T an gg a M isk in (oran g)

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 mencapai 237,6 juta

jiwa, mengalami kenaikan sebesar 13,2% dibandingkan dengan hasil sensus tahun 2000 sebesar 206,3 juta jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 1,52 persen per tahun.

2. Sebaran penduduk terbesar terjadi di pulau Jawa terutama di

Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 43,05 juta jiwa atau 18,12 persen dari total jumlah penduduk Indonesia kemudian di Provinsi Jawa Timur sebesar 37,48 juta jiwa atau 15,77 persen dan Provinsi Jawa Tengah sebesar 32,38 juta jiwa atau 13,63 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

3. Rrata-rata pertumbuhan jumlah penduduk miskin di provinsi

Papua meningkat 9,5 persen.

4. Provinsi Riau mampu menurunkan jumlah penduduk miskin

hingga 1,6 pada periode 2008-20012.

5. Rata-rata peningkatan garis kemiskinan selama periode tahun

2008 - 2012 mencapai 9,24 persen.

6. Rata-rata garis kemiskinan tertinggi ditempati oleh Provinsi DKI

Jakarta yaitu 330.869 rupiah .

7. Tiga provinsi yang memiliki rata-rata indeks kedalaman

kemiskinan yang paling besar pada periode 2008-2012 adalah: Provinsi Papua sebesar 7,64 persen, Papua Barat sebesar 6,64 persen, dan Maluku sebesar 5,27 persen.

8. Tiga provinsi yang memiliki indeks keparahan terbesar Provinsi

Papua sebesar 2,60 persen, Papua Barat sebesar 2,22 persen, Maluku sebesar 1.86 persenang.

(45)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 37

9. Penduduk miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang

bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan yakni 62.97 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian.

10. Kepala rumah tangga miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan yakni 65,15 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian.

5.2. Saran

1. Perlu dikaji lebih lanjut terkait teori “Gini Rasio atau Indeks

Theil” untuk melihat ketimpangan distribusi pendapatan antara penduduk di perkotaan dan perdesaan.

2. Perlu dikaji program yang paling tepat dalam penanggulangan

(46)

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2009. Analisis Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Distribusi Pendapatan. Jakarta.

BPS. 2013. Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia. Jakarta. Tambunan, Tulus. 2009. Kemiskinan? Kebijakan Anti Kemisinan.

[terhubungberkala].http://meilina03.wordpress.com/2013/04/06/pert anian-sumber-utama-kemiskinan-anti-/ [9 Januari 2014].

Pertanian dan Kemiskinan. 2013. [terhubung berkala]

(http://marx83.wordpress.com/peran-serta-masyarakat-dalam-

(47)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 39

(48)

Lampiran

1.

(49)

P u s a t D a t a d a n S i s t e m I n f o r m a s i P e r t a n i a n 41 Lampiran 3.

(50)

Lampiran 5.

(51)

Gambar

Tabel 4.1  Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia  .......... 11  Tabel 4.2  Penyebaran Penduduk di Indonesia  ................................
Grafik 4.1  Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Hasil  Sensus, 1971 - 2010  ...................................................
Tabel 4.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Tabel 4.3 .  Jumlah Penduduk Indonesia Menurut   Wilayah dan Jenis Kelamin Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan Wisata di Pulau Panjang ini didesain menjadi satu kawasan wisata lengkap, untuk memenuhi seluruh kebutuhan wisata masyarakat, dengan Water Park sebagai

Penerapan langkah-langkah model bamboo dancing dengan media visual dalam peningkatan pembelajaran subtema indahnya persatuan dan kesatuan negeriku pada siswa kelas

(default adalah murid hadir) dan pilih

Kako bi mogli iskoristiti izraze (23), (24) i (25) potrebno je zapisati u obliku linearnog programa.. crvenom bojom prikazana je deformacija konstrukcije uzrokovana zadanom

Cara yang paling afdhal jika anda mendapati 2 ayat yang mirip adalah dengan membuka mushaf pada setiap ayat yang mirip tersebut, lalu perhatikanlah perbedaan diantara kedua

Untuk melakukan perhitungan laju dosis neutron menggunakan program MCNP5v1.2 diperlukan parameter input yaitu geometri bahan bakar dan teras RGTT200K, posisi sumber

Putusan Mahkamah Agung Nomor 161 k/Pid.Sus.2014 yang Kasasinya dikabulkan dengan Perbedaan Pendapat pada pertimbangannya dan pendapatnya dicantumkan dalam putusan,

Dari penelusuran data detail kolektor yang tertera pada label koleksi herbarium dan dengan mengacu pada Cyclopaedia of Malesian Collectors (MJ van Steenis-Kruseman, 2006),