• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ditawarkan, Hand Sanitizer Berbasis Natural Protection Dari Daun Kersen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ditawarkan, Hand Sanitizer Berbasis Natural Protection Dari Daun Kersen"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Ditawarkan, Hand Sanitizer

Berbasis Natural Protection

Dari Daun Kersen

UNAIR NEWS – Memanfaatkan keberadaan melimpahnya bahan, yaitu pohon kersen atau ada yang menyebut pohon talok yang mudah tumbuh dimana-mana, serta kandungan saponin, tanin dan

flavonoid yang ada pada daun kersen, dimanfaatkan oleh

mahasiswa Universitas Airlangga untuk diinovasi menjadi hand

sanitizer atau antiseptik tangan untuk menghambat pertumbuhan

bakteri atau bakteriostatik.

Apalagi, penggunaan hand sanitizer di kalangan mahasiswa dan masyarakat, saat ini bukanlah suatu gaya hidup baru. Penggunaan antiseptik tangan atau hand sanitizer sudah menjadi kebiasaan masyarakat luas, karena penggunaan hand sanitizer yang praktis serta memiliki efek yang sama seperti cuci tangan.

Antiseptik yang biasa digunakan (di pasaran) merupakan bahan dengan kandungan alkohol, dimana alkohol merupakan zat aktif pada kebanyakan hand sanitizer. Namun, penggunaan alkohol yang berlebihan dapat mengakibatkan kulit kering pada beberapa kulit sensitif.

Dengan fakta banyaknya bahan dan ingin membuat 0% bahan kimia, menggelitik mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga untuk melakukan inovasi membuat hand

sanitizer dari daun kersen. Mahasiswa inovativ ini adalah

Maulita Maharani Ulfa (2014), Nur Lailatul Fitrotun Nikmah (2014), Shendy Canadya Kurniawan (2014), Gayoh Mahardika Wan Mahsuri (2015), dan Nandana Abimantra (2015).

”Karena cara kerja dari saponin, tanin dan flavonoid itu adalah menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik, dan itu juga ada pada daun kersen,” kata Maulita Maharani Ulfa,

(2)

ketua tim.

KELOMPOK PKMK Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR sambil menunjukkan Calabura Septik buatannya. (Foto: Dok PKMK-FF) Kreativitasnya ini kemudian dituangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K), dan berhasil lolos dari seleksi oleh Dikti, sehingga memperoleh dana pengembangan dari Kemenristekdikti untuk program PKM tahun 2016-2017.

Sehingga, lanjut Maulita, ekstrak daun kersen yang berbasis

natural protection juga ikut dalam upaya ekoefisiensi pohon

kersen itu sendiri. Ekofisiensi yang dimaksudkan adalah memaksimalkan potensi dari keberadaan pohon kersen yang relatif banyak ini, dengan tanpa merusak ekosistem pohon kersen itu sendiri.

”Keunggulan yang kami tawarkan dalam produk ini adalah penggunaan 0% bahan kimia, dapat dimakan atau edible, sehingga aman untuk digunakan oleh segala umur,” kata Maulita.

Oleh Tim PKMK, produk ini diberi nama “Calabura Septik”. Selama ini ditawarkan dengan dua kemasan botol spray ukuran 60 ml dan 100 ml. Harganya sangat terjangkau masyarakat, yaitu harga Rp 10.000 untuk kemasan isi 60 ml dan harga Rp 18.000 untuk kemasan isi 100 ml. Budaya hidup sehat memang banyak diidamkan. (*)

(3)

Editor: Bambang Bes

Modifikasi Membran ’Hollow

Fiber’ Mampu Tahan Kreatinin

91,9% dalam Hemodialisa

UNAIR NEWS – Penderita gagal ginjal di Indonesia terus bertambah. Sebagian besar akibat komplikasi penyakit hipertensi dan diabetes miletus (DM) yang di masyarakat sering disebut kencing manis. Menurut data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), saat ini terdapat sekitar 300.000 penderita gagal ginjal di Indonesia, dan meningkat 10% setiap tahunnya.

Penyakit gagal ginjal ini disebabkan karena organ ginjal tidak dapat berfungsi secara normal membersihkan sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti kreatinin yaitu zat racun yang ada dalam darah penderita gagal ginjal, sehingga ini yang perlu difiltrasi.

Pada dekade terakhir ini, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang berkembang pesat di berbagai negara. Ini karena fungsinya yang dapat meningkatkan harapan hidup pasien.

Hemodialisis memerlukan mesin dialisa dan sebuah filter khusus

yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) untuk membersihkan darah, dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dialirkan ke dalam sebuah mesin diluar tubuh. Membran semipermeabel yang biasa digunakan yaitu membran

hollow fiber, yaitu membran komersial yang digunakan dan

sayangnya memiliki kinerja yang kurang optimal, sehingga banyak pasien gagal ginjal yang mengalami kefatalan (meninggal

(4)

dunia).

Realitas inilah yang kemudian mendorong mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga mencari inovasi yang berpotensi untuk meningkatkan performa membran

hemodialisis yang digunakan saat ini. Empat mahasiswa

penelitinya tersebut adalah Bella Prelina (ketua tim), Januardi Wardana, Ahya Isyatir Rodliyah, dan Zakiyatus Syukriyah.

Penelitiannya kemudian mereka tuangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan tajuk ”Inovasi Membran Hollow Fiber Polietersulfon (PES) Termodifikasi Zeolit untuk Hemodialisis Kreatinin”. Proposal ini lolos seleksi dan meraih dana hibah penelitian dalam program PKM Kemenristekdikti tahun 2017.

MEMBRAN hollow fiber itu. (Foto: Dok PKMPE)

Menurut Bella Prelina, penelitian ini memberikan inovasi terbarukan dalam pembuatan membran hollow fiber. Bahan dasar yang digunakan berupa material komposit, yaitu polietersulfon yang dimodifikasi dengan zeolit. Kedua material itu memiliki

(5)

kualitas bagus untuk membran hemodialisis karena sifatnya yang non-toksin. Selain itu, zeolit juga memiliki kemampuan sebagai

adsorben, sehingga harapannya membran yang dihasilkan memiliki

performa yang lebih unggul, terang Bella.

Tidak tanggung-tanggung, penelitian ini dilakukan selain di Universitas Airlangga juga di AMTEC Malaysia. Prosesnya, pada awalnya membuat zeolit terlebih dahulu menggunakan metode

hidrotermal pada suhu 100C. Proses selanjutnya membuat larutan dope yang ditambahkan dengan zeolit, kemudian dicetak

menggunakan alat pencetak membrane.

”Jadi larutan dope merupakan polietersulfon yang telah dilarutkan dalam dimetil formamida. Dan pada pencetakan membran ini nantinya kami menggunakan metode inversi fasa, yaitu pengubahan fase polimer dari larutan (dope) menjadi suatu padatan yaitu membran,” tambah Januardi dan Zakiyatus. Kemudian membran yang telah dicetak selanjutnya dilakukan post

treatment untuk menjaga kualitas membran. Selanjutnya

dilakukan uji filtrasi. Pada uji filtrasi ini membran memiliki nilai fluks dan rejeksi yang tinggi. Selain itu, modifikasi

zeolit juga dapat mengubah karakteristik kimia dari polietersulfon sehingga dapat meningkatkan kinerja membran.

”Membran hollow fber yang terbentuk kemudian diuji filtrasi menggunakan larutan kreatinin. Proses filtrasi dilakukan selama 15 menit, lalu diukur kemampuan fluks dan rejeksi kreatinin-nya, dan hasil uji menunjukkan bahwa waktu rata-rata yang dihasilkan lebih cepat dari membran komersial, dan membran mampu menahan kreatinin sebesar 91,92%, sebuah angka yang cukup besar,” tandas Bella.

Dengan demikian membuktikan dengan jelas bahwa pemberian

zeolit sebagai modifikasi pada membran dapat mempengaruhi

kecepatan filtrasi dan rejeksi sebagai hemodialisis kreatinin, sehingga memiliki potensi untuk hemodialisis kreatinin. (*) Editor : Bambang Bes.

(6)

’Motif Kita Sehat’: Inovasi

Media Penyuluhan Self Care

Pada Penderita Kusta

UNAIR NEWS – Berawal dari keprihatinan terhadap kondisi sosial penderita kusta di Indonesia dan berusaha mencegah terjadinya kecacatan fisiknya, mahasiswa Universitas Airlangga menawarkan metode baru untuk mencegah terjadinya kecacatan pada penderita kusta melalui media permainan “Monopoli Edukatif Penyakit Kusta Berbasis Kesehatan” atau disingkat Motif Kita Sehat. Paket permainan yang bersifat edukatif itu berhasil diterapkan pada penderita kusta di Desa Sumber Glagah, Kab. Mojokerto. Materinya terkait tentang perawatan self care penyakit kusta. Bahkan tim mahasiswa UNAIR ini juga berhasil membentuk sebuah kader yang bertujuan agar program “Motif Kita Sehat” ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.

Hal itu dijelaskan oleh Lidya Victorya Pandiangan (FISIP. 2013) sebagai ketua tim penggagas, dengan anggota Widya Reghsa Febriyantoro (FISIP, 2013), Magita Novita Sari (Ners, 2013), M. Habib Hidayatulloh (FKM, 2014) dan Moch. Yazid Abdul Zalalil Amin (D3 Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2014).

Dibawah bimbingan Dr. Phil, Toetik Koesbardiati., pengabdian mereka dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM), dan berhasil lolos dari penilaian Dikti, sehingga berhak atas dana hibah program PKM Kemenristekdikti tahun 2017.

Dijelaskan oleh Lidya Victorya P, penyakit kusta merupakan penyakit yang multi perspektif. Permasalahan kusta tidak dapat

(7)

diselesaikan jika hanya dilihat dari segi medis. Dampak dari penyakit ini selain menimbulkan kecacatan yang cukup tinggi juga diskriminasi yang ditimbulkan dari stigma negatif tentang kusta bahwa kusta tidak dapat disembuhkan dan merupakan penyakit “kutukan Tuhan”.

USAI pemberian reward kepada peserta permainan edukasi “Motif Kita Sehat” berupa paket sembako. (Foto: Dok PKMM)

Stigma tersebut mengakibatkan orang yang pernah mengalami kusta, hidupnya seakan menjadi terpinggirkan dan cenderung berkoloni. Penderita kusta yang tak melakukan self care memiliki resiko lebih tinggi mengalami kecacatan. Seringkali pula penderita kusta datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan terlambat dan dalam keadaan cacat.

”Padahal, penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa harus disertai kecacatan. Kuncinya adalah pengobatan secara tepat dan tuntas,” tambah Lidya.

Gerakan Tim PKMM ini senada dengan target pemerintah dalam penanganan penyakit menular kusta, dimana saat ini terdapat cakupan penemuan penyakit baru kusta tanpa cacat sebesar 95%. Pada tahun 2014 pencapaian persentase cakupan penyakit baru kusta tanpa cacat masih sebesar 80% (Kemenkes, 2015).

(8)

Permainan “Motif Kita Sehat” ini diperuntukkan bagi penderita kusta dengan usia yang bervariasi, baik anak-anak hingga dewasa di RT 01 sampai RT 03 Desa Sumber Glagah, Kab. Mojokerto. Bentuk monopoli yang digunakan, pada dasarnya sama dengan permainan monopoli umumnya. Bedanya hanya pada jenis bahan yang digunakan, materi yang disampaikan, dan sedikit perubahan mekanisme bermain.

Jenis bahan monopoli ini, tim PKMM menggunakan bahan banner dengan ukuran 2 meter persegi, diisi kotak berjumlah 20 dengan rincian kotak start, masuk rumah sakit (mendapatkan makanan dan minuman yang sehat), bebas berobat (bebas memilih tempat selanjutnya), rumah sakit (harus melempar dadu 3x dengan angka yang sama), tantangan, ayo cerita dan 14 kotak materi pengetahuan.

Pada materi, dibagi menjadi tiga tingkatan. Yang pertama tentang pengetahuan penyakit kusta. Kedua tentang sikap dan

self care, dan materi ketiga tentang pengobatan MDT (Multi Drug Therapy). Permainan ini dimainkan oleh 5 orang penderita

kusta dan seorang sebagai mediator.

Pada akhir permainan ada sesi pemberian reward kepada peserta yang telah menjawab pertanyaan, tantangan, dan Ayo Cerita dengan benar dan paling banyak. Reward-nya berupa paket sembako, peralatan rumah tangga dan pakaian.

Tim Unair juga mempercantik tampilan dalam permainan “Motif Kita Sehat” dan mudah untuk dibawa kemana-mana. Dalam paket ini terdapat banner ukuran 2 meter persegi, 5 bidak orang, 2 buah dadu, buku panduan tentang perawatan self care penyakit kusta, tata cara bermain dan CD yang berisikan visualisasi cara bermain dan perawatan self care.

Tim mahasiswa Unair juga membentuk kader yang bertujuan agar program ini dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kader yang dibentuk berjumlah 5 orang, diketuai oleh Yatno (seorang pemuda peduli kusta/P3K) dan beranggotakan Pak Simo, Bu

(9)

Endang, Bu Dewi dan Bu Ning War. Kegiatan rutin yang dilakukan kader yaitu melakukan penyuluhan self care penyakit kusta, baik di Desa Sumber Glagah maupun diluar desa.

”Dengan adanya program ‘Motif Kita Sehat’ ini, kami berharap mampu membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah penderita kusta tanpa kecacatan, serta mengurangi sikap diskriminasi antara masyarakat dengan penderita kusta,” Lidya memungkasi keterangannya. (*)

Editor: Bambang Bes

Program

GEN

PEKUNG,

Tingkatkan Siswa ABK untuk

Merajut Potensi

UNAIR NEWS – Anggapan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) hanya menjadi beban keluarga dan tidak memiliki kemampuan atau potensi, berusaha dikikis oleh mahasiswa Universitas Airlangga PSDKU Banyuwangi dalam pengabdiannya di SLB ABCD PGRI Kalipuro, Kelurahan Bulusan, kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi.

Setelah dilakukan sosialisasi secara cukup ke berbagai pihak terkait, termasuk perencanaan program dan perijinan, lima orang mahasiswa yang melaksanakan pengabdian selanjutnya melakukan pembelajaran kepada siswa-siswa ABK di SLB tersebut. Yang diajarkan meliputi peningkatan pengetahuan terkait lingkungan hidup dan sampah, pemanfaatan potensi lingkungan, pelatihan pengolahan sampah secara mudah, dan pelaksanaan penanaman 100 pohon penghijauan.

(10)

Lima mahasiswa penggiat tersebut adalah Inriza Yuliandari (Ketua/2015), Nahda Ruce Triyanti (2015), Yuniar Faraizka Amalia (2015), Aulia Ivana Romli (2015), dan Ikhya’ Ulumuddin (2014). Tujuan pengabdian masyarakat ini untuk mengetahui cara pengoptimalan potensi serta pengetahuan para siswa ABK di SLB tersebut.

Bahkan, dalam penanaman 100 pohon penghijauan itu anak-anak ABK itu melakukannya bersama orang tuanya, guru pembimbing, Lurah Kalipuro, Perwakilan LSM Bengkel Kreasi Banyuwangi, wakil instansi terkait lainnya, di Pantai Waru Doyong, Desa Bulusan, Kec. Kalipuro, Banyuwangi.

”Tema kegiatan ini kami sesuaikan dengan kurikulum di SLB ABCD PGRI Kalipuro. Karena dalam kurikulum ini belum ada bentuk pelaksanaan kegiatan, sehingga kami berusaha untuk memberikan sesuatu inovasi yang baru, berbagai pelatihan tadi,” kata Inriza Yuliandari, ketua kelompok mahasiswa UNAIR Banyuwangi ini.

Kegiatan ini kemudian mereka susun dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKMM) dengan judul ”Optimalisasi GEN PEKUNG (Generasi Peduli Lingkungan) pada Siswa Berkebutuhan Khusus di SLB ABCD PGRI Kalipuro Banyuwangi.”

”Bersyukur proposal kami ini dinilai Dikti berhasil lolos s e l e k s i d a n b e r h a k m e m p e r o l e h d a n a p e m b i n a a n d a r i Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2016-2017,” tambah Inriza Yuliandari.

(11)

PEMBELAJARAN yang lain kepada anak-anak ABK di SLB ABCD PGRI Kalipuro, Banyuwangi. (Foto: Dok PKMM)

Dengan diterimanya proposal PKMM ini, diakui inovasi tim ini menjadi lebih bersemangat, dikemas secara menarik, disertai kegiatan pemberdayaan berupa peningkatan pengetahuan serta praktik lapangan untuk meningkatkan semangat dan rasa percaya diri siswa ABK.

Diterangkan oleh Inriza, Desa Kalipuro di Banyuwangi ini merupakan salah satu daerah yang terletak cukup jauh dari pusat kota (11 km). Disini berdiri lembaga pendidikan SLB ABCD PGRI Kalipuro, sekolah khusus bagi anak-anak penyandang disabilitas. Di SLB ini terdapat enam siswa tuna grahita, 15 siswa autis, tiga siswa Cerebral Palsy (CP), 3 anak Attention

Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), dan 4 anak kategori

Anak Kesulitan Belajar (AKB), dan amsing-masing seorang siswa tuna runggu dan Down Syndrome (DS).

Menurut keterangan Kades Bulusan, sebagian besar masyarakat disini cenderung beranggapan bahwa ABK hanya menjadi beban keluarga dan tidak memiliki kemampuan atau potensi yang dapat

(12)

dioptimalkan atau dikembangkan sebagai suatu keahlian tersendiri. Masyarakat juga tidak tahu apa yang harus diperbuat dan diberdayakan kepada anak-anak berkebutuhan khusus itu.

”Dari penjelasan seperti inilah kami dari mahasiswa UNAIR di PSDKU Banyuwangi ingin berbuat sesuatu, yang tentu saja sifatnya edukatif,” tandas Inriza mengakhiri penjelasannya. (*)

Editor : Bambang Bes

Gelorakan

Semangat

“Dentalpreneurship”

UNAIR NEWS – Dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes selalu berupaya membentuk pribadi tahan banting untuk para mahasiswanya. Maka itu, mereka harus punya jiwa entrepreneur atau kewirausahaan. Oleh karena ranahnya adalah kedokteran gigi, bisa pula diistilahkan dengan “dentalpreneurship”.

Pria yang lulus pendidikan kedokteran gigi pada 1986 ini menyatakan, mental seorang entrepreneur adalah mutlak dimiliki seorang dokter gigi. Selain dua karakter lain: berintegritas dan profesional. “Jadi, saya ini sedang gethol menebarkan semangat IPE. Integritas, Profesional, dan Entrepreneurship,” kata Darmawan saat ditemui di ruang kerjanya.

Dia menyatakan, mental entrepreneurship itu tidak melulu soal berjualan. Meski memang, salah satu bentuknya adalah berdagang. Sebab, aktifitas itu paling bisa diukur secara matematis.

(13)

Dilanjutkan lelaki asal Madiun ini, entrepreneurship sejatinya mental tahan banting atau tangguh. Gampangnya, mereka yang menjiwai semangat ini, tidak akan pernah menyerah. Kalau ada masalah di hadapannya, dia akan berbelok atau menembus celah penghalang, sampai menemukan jalan agar cita-citanya tercapai. laksana air yang terus mengalir dan memiliki kekuatan atau daya dobrak. Meski lemah lembut, tapi punya prinsip hidup.

Dalam banyak kesempatan, dia menularkan paradigma penguatan nilai IPE pada para mahasiswa. Juga, pada para dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan FKG UNAIR. Sistem kinerja di fakultas yang dipimpinnya, dibuat sedemikian rupa sehingga menumbuhkan iklim yang penuh integritas, profesionalisme, dan bersemangat entrepreneurship.

Darmawan mengatakan, dirinya tergolong dekat dengan mahasiswa. Termasuk, dengan Badan Eksekutif Mahasiswa di level fakultas. Salah satu bentuk dukungannya terhadap para mahasiswa, terkait peningkatan kualitas soft skill mereka, adalah mengawal segala kegiatan agar lebih bernilai.

“Misalnya, mereka diberi anggaran tahunan seratus tiga puluh juta rupiah. Nah, kegiatan mereka nanti seharusnya bernilai tujuh ratus juta rupiah atau semiliar rupiah. Dalam wujud, sponsorship atau kolaborasi kegiatan dengan pihak luar. Kemampuan bekerjasama dengan pihak lain itu kan merupakan latihan untuk mengasah jiwa entrepreneurship,” kata Darmawan. Dia juga menegaskan, karir seorang mahasiswa sejatinya dimulai saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus. Bukan setelah lulus. Maksudnya, pembentukkan karakter yang siap dan sigap untuk bekerja atau mengabdi pada masyarakat mesti dilakukan sedini mungkin. Akan sangat terlambat, bila baru dilaksanakan tatkala mereka memakai toga.

Dosen yang menamatkan kuliah program magister pada 1994 ini mengungkapkan, saat melakukan research training di Jepang sekitar 1999-2000 silam, dia melihat ada pola di negeri

(14)

Sakura, yang layak dijadikan referensi di dalam negeri. Yakni, terkait dengan etos kerja orang-orang Jepang yang berkomitmen dan tangkas.

Juga, sehubungan dengan kemampuan mengelola kemampuan di bidang kedokteran gigi. Tak terkecuali, keahlian klinik-klinik memromosikan jasa perawatan gigi. Meski demikian, yang terpenting tetaplah kualitas keilmuan yang ada di sana. Nah, elemen-elemen yang dijelaskan tadi, bila disinergikan dengan rapi dan konsisten oleh lulusan kedokteran gigi di tanah air, pastilah SDM bangsa ini dapat bersaing di ranah global.

Khususnya, bagi para alumnus di FKG UNAIR. Sebab, fakultas ini telah memiliki banyak jejaring internasional yang pasti dapat menjadi media penambah wawasan bagi mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan yang ada. Sudah banyak kampus-kampus dari Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan Malaysia, yang menjalin hubungan baik dengan fakultas ini. Model kerjasamanya beraneka rupa. Mulai dari student exchange, staff exchange, lecturer exchange, kolaborasi riset, dan kegiatan akademik lainnya.

“Sivitas akademika bisa belajar dari mana saja. Termasuk, dari narasumber asing di luar negeri. Tujuannya, meningkatkan kualitas dan wawasan internasional,” papar dia.

Sementara itu, selain aktif menjadi Dekan, Darmawan juga dikenal sebagai peneliti yang memiliki banyak publikasi. Baik di jurnal terakreditasi nasional, maupun bereputasi internasional. Penelitian yang sudah dipublikasikan itu di antaranya “Prevalence of a Second Canal in the Mesiobuccal Root of Permanent Maxiliary First Molars from an Indonesian Population” pada tahun 2011, dan “Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies pada Pengunjung Poli Gigi Puskesmas Kenjeran” pada tahun 2013,

Juga, “The Toddlers Caries in Urban and Rural Area” pada tahun 2014, “Hubungan Karies dengan Status Gizi pada Balita Usia 4 – 5 tahun di Kota Mojokerto” tahun 2014, dan “Hubungan Tingkat

(15)

Keparahan Karies dengan Status Gizi pada Anak Umur 6 – 12 tahun” tahun 2015.

Darmawan juga aktif dalam berbagai asosiasi. Darmawan pernah aktif sebagai anggota Persatuan Dokter Gigi Indonesia cabang Surabaya pada tahun 1988 – 2015. Pada tahun 2004 – 2008, Darmawan tercatat sebagai Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Pada tahun 2015, Darmawan tergabung dalam Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia. Pada tahun 2015 sampai sekarang, Darmawan tercatat aktif sebagai anggota Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia. (*)

Pengembangan Sensor Serat

Optik

Sebagai

Sebuah

Kebutuhan

UNAIR NEWS – Pengembangan teknologi di bidang Sensor Serat Optik (SSO) merupakan sebuah keniscayaan bagi Indonesia. Teknologi tersebut aplikatif dan diperlukan untuk banyak kebutuhan fundamental sehari-hari. Yang selama ini, dicukupkan oleh produk impor.

Basis SSO diwujudkan dalam bentuk laser yang bisa digunakan untuk kebutuhan medis, analisis bahan kimia, dan kebutuhan fisika terapan. Melalui sinar laser yang melakukan scan terhadap getaran di objek yang “ditembak”, bisa dideteksi kondisi di lokasi tersebut. Contoh gamblangnya, terdapat teknologi laser yang dapat mendeteksi detak jantung. Bisa pula diperoleh info tentang kandungan bahan kimia pada larutan atau zat yang “ditembak”. Demikian juga, bisa diketahui kondisi

(16)

pada satu lokasi yang tempatnya tersembunyi dan hanya bisa ditembus dengan sinar laser.

Penggunaan sinar laser memiliki sejumlah keunggulan dibanding metode lainnya. Antara lain, non contact atau tanpa kontak langsung pada objek, non-listrik, dan lebih fleksibel karena ringan sekaligus efektif.

Salah satu pakar UNAIR yang mendalami bidang ini adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar dalam bidang Ilmu Fisika Optik pada Fakultas Sains dan Teknologi (FST). “Ada banyak alat di sekitar kita, yang nyaris semuanya impor. Padahal, sering kita pakai. Maka itu, Indonesia mesti punya fokus pada pengembangan teknologi ini, supaya bisa mandiri. Tidak hanya menjadi pasar pihak asing,” ungkap Yasin saat ditemui di ruang kerjanya pertengahan Mei lalu.

Alat yang dimaksud antara lain, lensa kamera, alat kedokteran dan kesehatan yang digunakan untuk mendeteksi kondisi organ dalam, mikroskop dan lain-lain. Lelaki yang kerap menjadi reviewer buku atau jurnal ilmiah internasional itu mengatakan, demi mewujudkan cita-cita swasembada tersebut, semua elemen masyarakat mesti berkolaborasi. Yang dimaksud antara lain, akademisi, pengusaha atau swasta, pemerintah, dan komunitas atau masyarakat.

Disampaikan oleh Yasin, Fisika Optik merupakan cabang Ilmu Fisika yang mempelajari tentang pembangkitan radiasi elektromagnetik, sifat radiasi, dan interaksi cahaya dengan bahan. Interaksi cahaya dengan bahan ini dapat terjadi berdasarkan atas fenomena optis seperti pantulan, pembiasan, transmisi, dan hamburan.

SSO merupakan bagian dari sensor optik adalah sensor yang menggunakan serat optik sebagai unsur pengindera perubahan fisis yayang akan terjadi. Intinya, ada cahaya laser ditembakkan ke suatu media dan dipantulkan. Nah, pantulan itulah yang dimodifikasi dan uraikan informasinya.

(17)

Kendati metode yang diungkapkan Prof. Yasin terbilang sederhana, namun banyak peralatan yang menggunakan metode serupa yang kemudian dibanderol dengan harga yang mahal. Bahkan, ada sebuah produk yang harganya sampai Rp 5 miliar. Terkait metode yang telah dijelaskan tadi, Gubes yang pernah meraih penghargaan sebagai sivitas dengan Publikasi Terbanyak di UNAIR tahun 2015 ini tengah membuat sebuah prototype dengan piranti SSO. Prototype ini diharapkan dapat membantu bidang medis dan industri. Bahkan, ia berharap pada tahun 2020 nanti sudah berhasil membuat sistem SSO sebagai fundamental yang kuat dalam penguasaan teknologi SSO untuk aplikasi di bidang medis dan industri.

Menurut Yasin, teknologi SSO ini memiliki beragam keunggulan, baik bidang medis maupun industri. Dalam bidang industri, SSO dapat dimanfaatkan untuk banyak aplikasi seperti suhu, getaran, tekanan, regangan, arus listrik dan lainnya.

“Salah satu keunggulan di bidang medis adalah bisa sebagai aplikasi deteksi dini kanker payudara. Bisa juga digunakan sebagai pengukur detak jantung,” jelasnya.

Kaya prestasi

Prof. Yasin kerap menuliskan publikasi ilmiah di beberapa jurnal internasional. Sejak 2008 hingga 2016, setidaknya sudah 49 artikel ilmiah yang membahas mengenai Sensor Serat Optik (SSO) sudah ditulisnya di jurnal terindeks Scopus. Karena kontribusinya, baru-baru ini ia tercatat di dalam 146 Sosok Panutan Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan, menurut situs www.indonesia2045.com. Dia menduduki peringkat 63.

Pada 2015, dia mendapat penghargaan publikasi terbanyak dan unggul di Universitas Airlangga. Prestasi gemilang lain yang ditorehkan Yasin ialah penghargaan dari penerbit internasional Emerald Publisher pada kategori Highly Recommended Paper Award pada 2013. Ia menduduki peringkat kedua dari 40 artikel yang ditulis penulis di seluruh dunia.

(18)

Pada 2007, Yasin mengembangkan aplikasi sensor pergeseran serap optic. Penelitian ini ia kembangkan dan sudah menghasilkan banyak publikasi. Yasin pun mendapatkan Hibah Kompetensi di bidang Serat Optik. Penelitian ini berjudul “Aplikasi Sensor Mikro Pergeseran Dengan Menggunakan Serat Optik Bundel 1000 RF untuk Deteksi Kalsium”.

Agar aplikasi tersebut mempunyai optimalisasi kinerja yang tinggi, Yasin akan meningkatkan stabilitas sensor dan juga meningkatkan sensitifitas dengan teknik penyirnergian panjang gelombang sumber cahaya laser. (*)

Gagas Progesteron Paper Strip

Demi Swasembada Daging

UNAIR NEWS – Produk daging sapi lokal tercatat belum bisa mencukupi kebutuhan nasional. Hingga saat ini, kebutuhan akan sumber protein hewani tersebut masih didukung oleh produk impor. Tentu saja, kondisi ini cukup memprihatinkan. Terlebih secara faktual, sumber daya alam nusantara sejatinya sanggup untuk memberi suasana maupun nutrisi yang baik untuk pengembangbiakkan sapi.

Di sisi lain, fenomena tersebut membangkitkan semangat anak bangsa untuk bercita-cita menjadi produsen sapi unggul. Baik secara kulitas, maupun secara kuantitas. Indonesia harus bisa menjadi produsen sapi yang mampu menjadi penyedia kebutuhan nasional. Bahkan, menjadi pengekspor daging sapi. Dengan demikian, harga sapi di dalam negeri tidak lagi mahal, dan ketersediannya pun tidak lagi langka.

(19)

Bertolak dari kondisi dan semangat di atas, Prof. Dr. I Komang Wiarsa Sardjana drh., melakukan sejumlah penelitian. Harapannya, penelitian itu menjadi penopang atau pendukung cita-cita swasembada daging sapi. Setelah melalui banyak telaah akademik, dia sampai pada satu perspektif. Yakni, salah satu cara agar Indonesia bisa sukses menjadi produsen daging yang unggul adalah pengetahuan tentang kebuntingan sapi sejak dini. Maksudnya, semakin cepat sapi diketahui bunting atau tidak, semakin baik bagi upaya pengembangbiakkan sapi tersebut.

Umumnya, mayoritas peternak sapi di Indonesia masih memiliki pola pikir konvensional. Setelah sapi dikawinkan, baik melalui perkawinan alami ataupun ensiminasi buatan, mereka akan menunggu berbulan-bulan untuk mengetahui kepastian kondisi kebuntingan melalui kasat mata fisik betina. Bahkan, ada yang menunggu hingga sembilan bulan sepuluh hari! Karena, masa kehamilan sapi memang di rentang itu, sama seperti manusia. Kalau selama sembilan sepuluh hari tidak melahirkan, berarti perkawinan yang dulu itu gagal. Lantas, baru dikawinkan lagi. “Tapi ini kan membuang waktu. Coba kalau sejak sedini mungkin sudah diketahui betina itu hamil atau tidak, tindakan lanjutan bisa segera diambil. Tidak usah menunggu sampai sembilan bulan” papar dia.

Berawal dari pemahaman itu, Komang mulai berpikir cara mengetahui kebuntingan sejak dini. Dia pun terinspirasi dengan adanya paperstrip tes kehamilan pada manusia. Bersama rekannya dari Fakultas Kedokteran, dia melakukan penelitian panjang tentang pembuatan paperstrip tes kebuntingan khusus bagi sapi. Yang kemudian dikenal dengan sebutan: Progesteron Paperstrip. Tentu saja, dari segi teknis ada sejumlah perbedaan dengan paperstrip yang dikhususkan bagi manusia.

Paperstrip pada manusia, dicelupkan pada urine. Nah, pada sapi perah, paperstrip diceupkan pada air susu. Sedangkan pada sapi pedaging, dicelupkan pada darah yang diambil dari ekor atau

(20)

leher. “Pengetesan pada sapi dilaksanakan setelah 21 hari dari momen perkawinan,” kata dia.

Bila diketahui sapi belum hamil, perkawinan bisa segera dilaksanakan ulang. Tidak perlu menunggu sampai berbulan-bulan. Sedangkan jika sapi tersebut ternyata memang hamil, nutrisi yang diberikan pada betina tersebut harus terus mendapat perhatian. Dengan demikian, janinnya kuat dan sehat sampai masa melahirkan.

Salah satu problem nasional dari pola pengembangbiakkan sapi adalah pola pikir yang masih tradisional. Yang tidak memperkenankan teknologi menyentuh upaya peternakan. Atau bisa jadi, terdapat kebuntuan atau ketidakmerataan informasi dan teknologi. Maka itu, perlu peran aktif pemerintah untuk memecahkan persoalan ini.

Bila pemerintah serius ingin menyelesaikn persoalan ketersediaan daging sapi, eksekutif wajib melakukan pemerataan teknologi di bidang peternakan sapi. Lantas, memberikan informasi tentang manfaat dan peranannya dalam kesuksesan beternak. Paling tidak, penggunaan teknologi sederhana yang digagas Komang, dengan tujuan mengetahui kondisi kebuntingan sapi sejak dini.

Sebab, ada banyak manfaat turunan yang diperoleh bila peternak sukses mengaplikasikan ide tersebut di lapangan. Yang jelas, pekerjaan yang mereka lakukan bakal lebih efektif dan efisien. Sentuhan modernisasi merupakan suatu keniscayaan, bila bangsa ini ingin memiliki industri daging sapi semaju Australia, Selandia Baru, atau negara Eropa lainnya. Sejauh ini, problem terlampau lamanya selang kelahiran dan kecilnya peluang kebutingan adalah persoalan fundamental para peternak. Terlebih, bagi mereka yang selama ini melaksanakan kerjanya secara tradisional.

Bangsa Indonesia pasti ingin mandiri di segala bidang. termasuk, di ranah peternakan. Di era erba canggih seperti

(21)

sekarang ini, penggunaan teknologi sudah tidak dapat diabaikan. Semua pihak mesti sadar akan hal ini. sementara pemerintah, harus giat untuk menerapkan optimalisasi teknologi di segala lini kehidupan masyarakat. Khususnya, di aspek-aspek yang menyangkut dengan pergerakan roda ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan sosial. “Sebagai akademisi, saya siap melakukan riset aplikatif. Salah satu yang sudah saya hasilkan, inovasi Progesteron Paper Strip ini,” papar Komang. (*)

Serum Katak Muda Berekor

Dapat Menghambat Aktivitas

Proliferasi Sel Kanker

UNAIR NEWS – Kanker merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan kematian di dunia. Di Indonesia sendiri diperkirakan angka kejadian akibat penyakit itu terdapat sekitar 100 orang dalam 100.000 penduduk. Berdasarkan fakta tersebut kelompok Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga melakukan penelitian tentang kanker.

Hasil penelitian yang dilakukan bahwa pemberian serum katak muda berekor dapat menurunkan aktifitas sel kanker. Hal ini karena di dalam serum katak muda berekor mengandung hormon tiroksin. Hormon ini berperan penting dalam mendegenerasi ekor katak yang merupakan proses apoptosis.

”Berawal dari hal inilah tim kami mengajukan proposal dan berhasil lolos dari penilaian Dikti untuk mendapat pendanaan

(22)

dari Kemenristekdikti dan penelitian ini bisa dilakukan,” kata Imas Hapsari Rahmaningtyas, ketua tim peneliti mahasiswa ini, didampingi keempat temannya yaitu Nur Prabowo Dwi Cahyo, Zeni Prastika, Arliandra Reza Pratama, dan Anjani Marisa Kartikasari.

Penelitian yang dilakukan Imas Dkk ini sekitar tiga minggu di l a b o r a t o r i u m k a m p u s U n i v e r s i t a s A i r l a n g g a d e n g a n menginduksikan reagen kanker, yaitu DMBA (Dimetylbenz (α)

Antrasen) ke hewan coba yaitu tikus putih jenis Sprague

Dawley. Selama sekitar dua minggu dengan intensitas seminggu dua kali, setiap hari Senin dan Kamis.

ANGGOTA kelompok PKM ini serius mengerjakan penelitiannya di lab. (Foto: Dok PKM-PE)

Setelah menginduksikan kanker, penelitian dilanjutkan dengan memberikan serum katak muda berekor pada mencit setiap hari selama satu minggu. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa serum katak muda berekor dapat menghambat aktivitas proliferasi sel kanker kulit.

Hal tersebut dibuktikan setelah dilakukan uji Imunohistokimia, yang hasilnya menunjukkan adanya warna cokelat yang menandakan

(23)

adanya apoptosis. Adanya warna cokelat tersebut karena diwarnai oleh Caspase 3 sehingga terlihat warna cokelat. Dari hasil itu sekaligus menunjukkan bahwa serum yang diberikan dapat meningkatkan apoptosis dan menghambat aktivitas proliferasi dari sel kanker.

”Kami berharap dengan adanya temuan serum ini bisa memberikan alternatif atau cara terbaru dalam mengatasi kanker dengan biaya yang lebih murah daripada dilakukan dengan operasi dan nanoteknologi,” kata Imas Hapsari Rahmaningtyas. (*)

Editor: Bambang Bes

Optimalkan

Bahan

Lokal,

Isolator

Listrik

Gelas

Keramik ’Cordierite’ Tahan

Panas dan Terjangkau

UNAIR NEWS – Mahasiswa jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga berhasil membuat terobosan baru, isolator listrik berbasis gelas keramik yang menggunakan bahan baku lokal. Dengan demikian harganya bisa bersaing atau lebih terjangkau dari isolator yang sudah ada di pasaran saat ini.

Keberhasilan ini kemudian dituangkan ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksata (PKM-PE) dengan judul “Pembuatan Isolator Listrik Berbasis Gelas Keramik

Cordierite Menggunakan Bahan Baku Lokal.” Dibawah bimbingan

dosennya, Drs. Siswanto, M.Si., proposal ini berhasil lolos dalam seleksi PKM oleh Kemenristekdikti tahun 2016/2017, dan

(24)

berhasil mendapatkan dana hibah penelitian.

PKM-PE ini diketuai oleh Tita Aulia, dengan anggota antara lain Siti Nurmala, Mayasari Hariyanto, Amalia Fitriana, dan Moch Andi Putra Jaya. Semua mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga.

Dijelaskan oleh Tita Aulia, penelitian ini didasarkan pada kebutuhan yang besar akan isolator listrik. Sebab isolator punya peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan alat bekerja, seperti untuk kabel, kampas motor, dsb. Kemudian isolator listrik yang ada saat ini masih tergolong lebih mahal dan kurang bisa dijangkau oleh masyarakat.

”Selain itu, bahan baku lokal yang kurang dimanfaatkan juga menjadi alasan lain tim kami melakukan penelitian ini,” tambah Tita Aulia.

Keunggulan dari isolator berbasis gelas keramik bikinan mahasiswa UNAIR ini, kata Tita, biasa dibuat dengan bahan baku lokal dan melalui beberapa proses yang sedikit sulit, salah satunya proses sintering, yaitu pemanasan pada suhu sangat tinggi yang lebih dari 1000oC, dan didinginkan dengan proses

cooling down (pendinginan secara perlahan). Proses pendinginan

yang perlahan itulah yang membuat struktur kristal yang terbentuk menjadi lebih rapi.

Sedikit diinformasikan, bahwa dalam ilmu fisika, material gelas keramik cordierite adalah gelas keramik yang susunan atau struktur kristalnya tersusun rapi (kristalinitasnya tinggi). Antara atom satu dengan yang lainya sangat dekat (berhimpit) sehingga menjadikan isolator ini tidak mudah mengalami retak atau patah ketika terkena suhu yang tinggi. ”Tentu saja, harga isolator ini murah dan merakyat, karena bahan bakunya berasal dari lokal Indonesia. Mudah-mudahan inovasi kami ini bermanfaat untuk masyarakat, yakni isolator berkualitas baik dengan harga sangat terjangkau dan aman,”

(25)

demikian Tita Aulia dan kawan-kawannya berharap. (*) Editor : Bambang Bes

’SINOM’ (Sinau Ambek Dolan),

Cara Mudah Mempelajari Etnik

di Indonesia

UNAIR NEWS – Budaya etnik di Indonesia tampaknya mulai ditinggalkan oleh masyarakat negeri ini. Padahal, mempelajari budaya Indonesia merupakan hal yang sangat penting, karena budaya Indonesia merupakan warisan leluhur yang harus dijaga eksistensinya. Namun, saat ini generasi muda enggan untuk mempelajarinya

Dengan latar belakang tersebut, digagaslah suatu kreativitas berupa buku SINOM (Sinau Ambek Dolan). SINOM merupakan buku etnik karya tim mahasiswa Universitas Airlangga, hasil gagasan Nanda Elanti Putri (FKM 2015), Khadijah Aufadina (FIB 2014), Desti Nayunda Lulu (FKP 2016), dan Magita Novita Sari (FKP 2013).

Mereka menyusunnya sebagai Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKMK) 2016 yang alhasil lolos dengan memperoleh dana pembinaan dari Kemenristekdikti.

Nanda Elanti Putri, mewakili Tim PKMK-nya menjelaskan, SINOM

(Sinau Ambek Dolan) bukan merupakan buku biasa. Buku ini

memiliki pembelajaran yang menyenangkan dan dapat meningkatkan daya kognisi anak melalui permainan di dalamnya. Selama ini anak-anak mudah bosan dengan pembelajaran yang monoton dan biasa-biasa saja.

(26)

“Oleh karena itu kami membuat sesuatu yang “baru” untuk mempelajari budaya etnik di Indonesia. Dengan inovasi kami ini, Tim PKM kami mendapatkan dana untuk merealisasikan ide ini dari Dirjen Dikti,” kata Nanda EP.

Diyakini mereka bahwa SINOM merupakan Quiet Book pertama yang ada di Indonesia yang bertema budaya etnik Nusantara. Buku ini terispirasi dari Quiet Book yang ada di luar negeri. Namun, SINOM sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk mempelajari budaya etnik di Indonesia, tambah Nanda.

Produk SINOM ini menggunakan konsep empat dimensi, dimana karakter budaya Indonesia yang akan dikenalkan kepada anak dapat dibongkar pasang layaknya bermain boneka Barbie yang bisa diganti-ganti pakaiannya. Namun, pada produk SINOM ini, pakaian yang dapat diganti-ganti adalah pakaian adat Indonesia dari Sabang sampai Marauke.

”Buku ini dapat digunakan untuk generasi muda, khususnya anak PAUD, TK, dan SD karena di dalamnya berisi permainan seperti membaca, berhitung, memadukan warna dan lain sebagainya. Selain belajar dan bermain, SINOM dapat melatih kognisi anak-anak. Bahan yang kami gunakan untuk produk SINOM ini adalah yang halus dan aman. Sehingga Produk SINOM sangat cocok untuk bermain bagi anak, sekaligus sejak dini memperkenalkan budaya Indonesia,” tambah Nanda.

Di dalam buku SINOM ini berisi tentang budaya etnik yang ada di Indonesia. Misalnya pakaian daerah, rumah daerah/adat, alat musik daerah, dan senjata khas suatu daerah. Berbagai macam budaya etnik ini dibagi ke dalam tiga edisi. Edisi I tentang budaya etnik Sumatera, edisi II tentang budaya etnik di Jawa, Bali, NTT, NTB dan Papua, sedang edisi III tentang budaya etnik di Sulawesi dan Kalimantan.

“Cara penggunaan SINOM tidak terlalu rumit, baik anak-anak maupun orang tua dapat menggunakan buku ini. Selain itu, dalam buku ini juga diberikan pedoman mengenai tata cara

(27)

penggunaannya,” terang Nanda Elanti Putri. (*) Editor: Bambang Bes

Referensi

Dokumen terkait