• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Budaya

Komunikasi sebagai proses seperti yang dikatakan Donald Byker dan Loren J. Andersen : ”Komunikasi (manusia) adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih”, menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson adalah “Komunikasi sebagai proses memahami dan berbagi makna”, dan Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss mengatakan “Komunikasi adalah proses pembentukan

makna di antara Komunikasi dua orang atau lebih”.15 Apapun bentuk definisi

komunikasi selalu ada unsur timbal balik dari suatu gagasan yang berkembang sebagai pengaruh dari reaksi kita terhadap respons mereka. Menurut Herbert-Mead komunikasi secara murni baru terjadi bila masing-masing pihak tidak saja memberikan makna terhadap perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau

berusaha memahami makna yang diberikan pihak lain.16

Berdasarkan definisi komunikasi diatas, Lasswell mengatakan bahwa komunikasi saling bergantung dari adanya sebuah pesan yang disampaikan oleh sumber kepada penerima dengan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Dalam pesan yang disampaikan memiliki tiga komponen yaitu : Makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk organisasi pesan. Simbol terpenting

15

Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 2004 hal 69

16

Ida Bagus Wirawan. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 112

(2)

adalah kata-kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, dsb nya). Ataupun tulisan berupa artikel, surat, novel, puisi dsb nya. Kata-kata memungkinkan kita berbagi pikiran dengan orang lain. pesan juga dirumuskan secara nonverbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, senyuman, lirikan mata, tatapan mata dsb nya), juga dapat melalui musik, tarian, patung, lukisan dsb nya (I.B Wirawan, 2012:63).

Komunikasi budaya tidak dapat dipisahkan karena budaya menentukan bagaimana berbahasa, bersikap, cara pandang terhadap kehidupan. Termasuk halnya sebuah tarian adalah bagian dalam bentuk komunikasi budaya yang memiliki misi untuk dikembangkan agar memperoleh identitas dari budaya tersebut.17

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Menurut definisi budaya sebagai pengalaman yang dihasilkan atas nilai, kepercayaaan, sikap pemaknaaan, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, yang menampakan pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan pada suatu masyarakat yang

dialami.18 Menurut Deddy Mulyana budaya dapat dikatakan sebagai suatu pola

hidup menyeluruh. Bersifat kompleks, abstrak, dan luas serta aspek budaya turut

menentukan perilaku komunikatif.19

17

I Nyoman Darma Putra. Bali Dalam Proses Pembentukan Karakter Bangsa. Penerbit: Pustaka Larasan 2011 hal 10

18

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 19

19

(3)

Komunikasi budaya pada tarian membentuk pemaknaan dalam objek budaya yang ditampilkan melalui interaksi sosial dalam memahami budaya setempat.

Bahwa kesenian ini adalah misi kesenian bagi siapa saja yang ingin mempelajari tarian tersebut, menjadikan sebuah produk dari fenomena yang terjadi sebagai simbol pemaknaan dari daerah itu berasal, dan membentuk image

atas tarian masyarakat setempat.20Tarian yang diciptakan pula tidak terlepas dari

adanya hubungan interaksi sosial dengan individu lainnya.

Didalam kegiatan komunikasi ada sebuah fungsi komunikasi yang melahirkan sebuah bentuk komunikasi yang menjadikan sebagai alat untuk dapat dikembangkan secara simultan seperti yang dikatakan sebagai kegiatan ritual manusia, biasanya diadakan dalam sebuah tradisi dalam bentuk suatu komitmen yang secara turun-temurun telah dilakukan sebelumnya, makna yang terkandung

didalamnya merupakan bentuk komunikasi sebagai komunikasi ritual.21

Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka. Ritual juga menciptakan

perasaan tertib (a sense of order) dalam dunia yang tampaknya kacau balau.

Ritual memberikan rasa nyaman akan keteramalan (a sense of predictability).

Dalam komunikasi ritual tersebut orang-orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Dalam suatu komunitas yang sering melalukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang

disebut para antropolog sebagai rites of passage mulai dari upacara kelahiran,

20

Ibid. 15

21

(4)

sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan dan hingga pada upacara kematian adalah suatu kegiatan dari peristiwa yang terjadi berdasarkan pengalaman hidup sebagai suatu cara untuk berinteraksi kepada sang pencipta maupun kepada manusia yang dilakukan dengan mengikuti perkembangan zaman hingga saat ini dan dijadikan menjadi suatu hal yang rutin oleh masyarakat setempat sebagai bentuk ritual untuk berkomunikasi.

Fungsi dari komunikasi ritual adalah, sebagai:

1. Suatu bentuk ekspresif seseorang dalam menyatakan perasaan terdalam

seseorang

2. Sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada alam semesta seperti dalam

acara keagamaan

3. Bahwa simbol dan makna yang terbentuk memberikan pemahaman dan

dijadikan sebagai bentuk komitmen sebuah budaya untuk dikembangkan dan tetap dilestarikan dari zaman ke zaman (Mulyana, 2004:25-27).

Berkomunikasi berarti menciptakan sebuah hubungan dengan orang lain dalam melakukan kegiatan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Maka dari itu manusia tidak mungkin mampu hidup sendiri tanpa adanya bersosialisasi dengan orang lain. Melalui komunikasi terlahir pula bagaimana manusia berperilaku, membentuk sebuah kelompok atau komunitas dari budaya mana kita berasal.

(5)

Sebuah budaya dan komunikasi mempunyai peran yang saling berkaitan. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi yang nantinya menentukan,

memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.22

Komunikasi dalam hal ini merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi kepada generasi berikutnya (Mulyana, 2004:6).

Perilaku manusia adalah sebuah alat untuk berkomunikasi pada umumnya, hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang yang berada disekitarnya. Sebuah perilaku itu harus memenuhi dua syarat. Pertama perilaku harus diobservasi oleh seseorang, dan kedua perilaku harus mengandung makna. Dengan kata lain, setiap perilaku yang dapat diartikan adalah suatu

pesan.23

Konsep komunikasi ini didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku.

Keterkaitan komunikasi dan budaya sangat erat hubungannya dengan apa yang terjadi sebelumnya baik dalam bentuk bahasa ataupun perilaku. Budaya memainkan suatu peranan penting dalam pembentukan kepercayaan, nilai dan sikap. Sekalipun menentukan bagaimana komunikasi berlangsung dari budaya tersebut akan melahirkan beraneka ragam praktik komunikasinya (Mulyana, 1993:19).

22

Ibid. 6

23

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 13

(6)

Sebuah komunikasi dalam suatu budaya yang kita jumpai dapat berjalan efektif, sebaiknya kita telah mengetahui konsep dari komunikasi budaya tersebut dengan:

1. Berusaha untuk mengobservasi terlebih dahulu dan mencari tahu dari

perilaku budaya yang diadakan pada budaya setempat; baik dalam segi bahasa, sikap-sikap sosial, agama, penampakan fisik, yang berlaku pada daerah tersebut

2. Sikap tulus dan adanya keinginan untuk berkomunikasi efektif akan

mengurangi kesalah-pahaman dan

3. Menerima perbedaan budaya yang ada sebagai sebuah pengetahuan dan

informasi dalam fenomena yang terjadi.24

Edward T. Hall mengatakan: ”Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi”. Bahwa kebudayaan memiliki sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi; dan hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan,

sebuah kebudayaan akan tetap eksis jika ada komunikasi.25

Seorang pakar Antropologi budaya E.B Taylor mendefinisikan budaya sebagai “Keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau

kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh anggota-anggota suatu masyarakat.”26

24

Ibid. 25-26

25

Alo Liliweri. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Penerbit;Pustaka Pelajar. 2003 hal 21

26

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 60

(7)

Hubungan antara budaya dan komunikasi keduanya saling mempengaruhi dengan apa yang kita lihat, pola berbicara, berpikir dengan apa yang kita pikirkan akan terpengaruh dan terbentuk dari pola budaya yang kita anut.

2.2 Penari

Penari adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggerakan tubuhnya sebagai alat ekspresi ataupun sarana dalam berkomunikasi seseorang

melalui pesan yang ingin disampaikan dalam tarian tersebut kepada penonton.27

Tari sendiri adalah sebuah ungkapan, pernyataan, dan ekspresi dalam gerak yang memuat komentar-komentar mengenai realitas kehidupan, yang bisa

merasuk di benak penikmatnya setelah pertunjukan selesai.28

Beberapa aspek dalam menari dibutuhkan beberapa rumusan seperti: adanya: 1) Bentuk sebuah tarian akan menemukan bentuk seninya bila pengalaman batin pencipta (penata tari) maupun penarinya dapat menyatu dengan pengalaman lahirnya (ungkapannya), yaitu tari yang disajikan bisa menggetarkan perasaan atau emosi penontonnya. Penonton merasa terkesan setelah menikmati pertunjukan tari, 2) Gerak berarti pertanda kehidupan reaksi manusia terhadap kehidupan, situasi dan kondisi, serta hubungannya dengan manusia lainnya terungkap melalui gerak, 3) Tubuh berarti orang memiliki tubuh dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, perbedaan ini yang menjadi identitas jati diri bagi pemiliknya dalam tari peranan tubuh sebagai media komunikasi yang khas, maka tubuh merupakan alat, wahana atau instrument di dalam tari. 4) Irama tidak kalah

27

M.Jazuli. Telaah Teoretis Seni Tari. IKIP Semarang Press. hal 1-2

28

(8)

pentingnya sebagai aspek dalam tari, ada 3 macam kepekaan irama yang harus dikuasai oleh seorang penari, yaitu: kepekaan terhadap irama iringan (lagu atau gendhing), kepekaan terhadap irama gerak, yaitu menggerakkan anggota tubuh dengan tempo yang telah ditentukan, dan kepekaan terhadap irama jarak, maksudnya adalah pengambilan jarak antara anggota tubuh yang digerakkan sesuai dengan tata aturan yang ditetapkan pada suatu tarian tertentu. 5) Jiwa dalam tubuh seorang penari harus berbekal kemampuan menjiwai terhadap suatu tarian yang ditarikan, jiwa disini merupakan satu kesatuan yang unik dari kesan-kesan, intuisi-intuisi, dan keyakinan-keyakinan yang menafsir seluruh pengalaman. Dalam jiwa manusia, yakni memiliki cipta (akal), rasa (emosi), dan karsa

(kehendak) ketiga hal ini saling melengkapi dalam setiap aktivitas tari.29

Sebutan bagi seorang penari adalah orang yang memahami pengertian tari yang harus selalu melihat aspek-aspek dari segi bentuk, gerak, tubuh, irama, dan jiwa yang menjadi latar belakang keberadaan tari yang tidak terlepas dari

kehendak penciptanya dan lingkungannya.30

2.2.1 Tarian Sebagai Komunikasi

Peranan Tari dalam kehidupan manusia mencakup tiga aspek, yaitu stimulans individual, sosial dan komunikasi. Tari mempunyai dua sifat yang mendasar yaitu: individual dan sosial. Sifat individual karena tari merupakan ekspresi jiwa yang berasal dari individu, sifat sosial karena gerak-gerik tari tidak terlepas dari pengaruh dari keadaan dan mengacu kepada kepentingan

29

Ibid. 4-8

30

(9)

lingkungannya dan tari berfungsi sebagai sarana komunikasi guna menyampaikan ekspresi jiwa kepada orang lain. Oleh karena itu, di dalam tari tidak pernah ada istilah seni untuk seni yang sebenarnya. Meskipun orang menari mempunyai keinginan untuk mengekspresikan diri untuk dipersembahkan kepada yang disembah (sifat individu), tetapi persembahan itu sendiri juga untuk dinikmati

oleh pihak yang disembah (sosial).31

Tarian adalah gerakan badan, tangan dan sebagainya yang berirama dan

biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian seperti musik, ataupun gamelan.32 Sebuah

tarian merupakan seni tubuh berdasarkan irama, gerakan, dan isyarat yang saling

terhubung melalui pola dan gagasan musik yang memiliki tujuan dan makna.33

Tarian pada dasarnya memiliki 5 fungsi dalam kehidupan, yaitu:

1. Tari membentuk komunikasi yang mengekspresikan emosi, suasana

hati, atau gagasan, atau mengisahkan suatu cerita

2. Tari dapat menjadi bagian ritual

3. Tari dapat menjadi bentuk rekreasi (suatu hiburan) yang

menyenangkan

4. Tari memiliki peran penting dalam fungsi sosial atau tempat dari

daerah mana tarian itu menjadi ciri khas budaya tersebut.

5. Tari memiliki peran penting untuk menarik pasangan sebagai bentuk

menampilkan keindahan, dan keluwesan.34

31

M.Jazuli. Telaah Teoretis Seni Tari. IKIP Semarang Press. hal 42

32

Tri Kurnia Nurhayati. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit: Eska Media Jakarta. 2003 hal 792

33

Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra. 2010 hal 86

34

(10)

Adapun fungsi tarian dalam kehidupan manusia di antaranya adalah :

1. Untuk kepentingan upacara; tarian sebagai sarana upacara-upacara

untuk menjalin hubungan spiritual kepada dewa atau leluhurnya

2. Untuk hiburan; bagi pelakunya (penari) mungkin hanya sekedar untuk

menyalurkan hobi/kesenangan, mengembangkan keterampilan

3. Tari sebagai seni pertunjukan atau tontonan; untuk mempertunjukan

sesuatu yang bernilai seni tetapi senantiasa berusaha untuk menarik perhatian bila ditonton dari diperolehnya pertunjukan yang ditonton seperti merasa memperoleh wawasan baru, pengalaman baru dan kedalaman dalam menangkap sesuatu sehingga bermakna.

4. Tari sebagai media pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan

berapresiasi dan berkarya kreatif yang semuanya itu sangat membantu sikap, perilaku, dan pola pikir seseorang, sehingga senantiasa

terkontrol dalam setiap aktivitasnya.35

Tarian dalam konteks komunikasi telah banyak mengalami pergeseran budaya, dahulu orang primitif menari sebagai alat komunikasi untuk memperoleh kekuatan atau persembahan kepada dewa yang disembahnya bukan bertujuan

untuk ditonton, melainkan untuk mengekspresikan kehendaknya.36

Pertunjukan sebuah tarian saat ini dijadikan bentuk komunikasi untuk memperkenalkan repertoar seperti cuplikan adegan cinta atau perang dari wayang orang yang merupakan bahasa gerak. Dalam hal ini pula tarian dapat pula sebagai penghibur penonton, berbagi pengalaman, dan mengembangkan repertoar untuk

35

M.Jazuli. Telaah Teoretis Seni Tari. IKIP Semarang Press. Hal 43-62

36

(11)

keperluan tur ke luar negri maupun dalam negri dan sebagai misi yang mewakili

Negara.37

2.3 Teori Interaksi Simbolik

Perilaku manusia dalam berinteraksi dengan individu lainnya memiliki keanekaragaman dalam pengalaman hidupnya, maka dari itu lahirlah teori interaksi simbolik yaitu perilaku simbolik yang menghasilkan saling berbagi makna dan nilai-nilai diantara partisipan dalam tingkat yang beragam menurut

(Faules dan Alexander, 1978:5).38

Teori interaksionisme simbolik berorientasi pada prinsip bahwa orang-orang merespons makna yang mereka bangun sejauh mereka berinteraksi satu sama lain. Setiap individu merupakan agen aktif dalam dunia sosial, yang tentu saja dipengaruhi oleh budaya dan organisasi sosial, bahkan ia juga menjadi instrument penting dalam produksi budaya, masyarakat dan hubungan yang bermakna yang memengaruhi mereka”(Miller.2002:51).39

Sebuah karakteristik dalam interaksi simbolik yang dikembangkan oleh Herbert-Mead adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu yang melahirkan pola interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang

37

I Nyoman Darma Putra dan I Gde Pitana. Bali Dalam Proses Pembentukan Karakter Bangsa. Penerbit: Pustaka Larasan. 2011 hal 4-10

38

Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Penerbit: LKIS Yogyakarta. 2007 hal 68

39

Elvinaro Ardianto dan Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi. Penerbit: Simbiosa Rekatama Media. 2007 hal 136

(12)

mereka ciptakan dan realitas sosial yang terjadi merupakan rangkaian peristiwa

pada beberapa individu dalam masyarakat.40

Menurut Mead-Blumer interaksi simbolik adalah kemampuan seseorang untuk bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu, orang akan bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna inilah yang diciptakan dalam bahasa yang digunakan sebagai komunikasi dengan orang lain, dengan dirinya sendiri ataupun pikiran pribadinya dan untuk berinteraksi dengan

orang lainnya dalam sebuah komunitas.41

Adapun Sejumlah asumsi-asumsi dengan menggunakan interaksi simbolik, yang diperkenalkan oleh Blumer yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasar makna-makna yang

dimiliki benda itu bagi mereka

2. Makna-makna itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam

masyarakat manusia

3. Makna-makna dimodifikasikan dan ditangani melalui suatu proses

penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya

dengan tanda-tanda yang dihadapinya.42

Tiga konsep utama dalam pemikiran Mead yaitu masyarakat, diri sendiri dan pikiran (Blummer, 1969) :

40

Ida Bagus Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 109

41

Richard West & Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Penerbit: Salemba Humanika. 2009 hal 98

42

(13)

Pertama, masyarakat (society), atau kehidupan kelompok, terdiri atas perilaku-perilaku kooperatif anggotanya. Kerjasama manusia mengharuskan kita untuk memahami maksud orang lain yang juga mengharuskan kita untuk memahami apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Jadi, kerja sama terdiri dari ”membaca” tindakan dan maksud orang lain serta menanggapainya dengan cara yang tepat.

Kedua, diri-sendiri kita memiliki diri karena dapat merespon diri sendiri sebagai sebuah objek. Caranya dengan melalui pengambilan peran atau menggunakan sudut pandang orang lain dan inilah yang menyebabkan seseorang memiliki konsep diri. Istilah lain untuk konsep diri adalah refleksi umum orang

lain (generalized other), semacam gabungan sudut pandang yang memandang diri

kita sendiri.

Ketiga adalah pikiran, kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol yang signifikan untuk merespons pada diri sendiri menjadikan berpikir adalah sesuatu yang mungkin. Pikiran bukanlah sebuah benda tapi merupakan sebuah proses. Hal ini tidak lebih dari sekedar berinteraksi dengan diri sendiri. Kemampuan ini yang berkembang sejalan dengan diri, sangat penting bagi kehidupan manusia karena merupakan bagian dari tiap tindakan manusia. Berpikir melibatkan keraguan (menunda tindakan yang jelas) ketika menafsirkan situasi. Di sini, berpikir melalui situasi dan merencanakan tindakan selanjutnya (Blumer:1969).

Dari tema konsep pemikiran George Herbert Mead tersebut diperoleh hal mendasar pada interaksi simbolik antara lain:

(14)

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia, bahwa manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasrkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka. Bahwa makna yang diberikan merupakan produk interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk

menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula.43

Contoh: tarian legong keraton pada gelungan legong masih ada hubungan erat dengan kepercayaan agama hindu dimana itu masih

dikramatkan.44

2. Pentingnya konsep mengenai diri, bahwa karena manusia memiliki

diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya

sendiri, melihat diri sebagai proses.45

Contoh: Jika saya merasa yakin akan kemampuan saya dalam menari, maka akan sangat mungkin saya akan menjadi penari profesional.

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat, bahwa orang dan

kelompok dipengaruhi oleh proses sosial dan budaya serta struktur

sosial yang dihasilkan melalui interaksi sosial.46

Contoh: Di Indonesia saat ini memakai batik adalah simbol dari pakaian untuk menghadiri acara formal ataupun semi formal dan sebagai hasil karya budaya bangsa Indonesia.

43

Richard West & Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Penerbit: Salemba Humanika. 2009 hal 99

44

Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Bali. Perkembangan Legong Keraton sebagai Seni Pertunjukan. Bali. 1975, hal 19

45

Richard West & Lynn H. Turner,op.cit., 111

46

(15)

Selain interaksi simbolik, Mead membahas masalah hubungan timbal balik antara diri sebagai objek dan diri sebagai subjek. Diri sebagai objek ditunjukan

sebagai konsep “me”, sebagai subjek yang bertindak ditunjuknya dengan konsep

“I”. Dalam konteks ini “me” adalah sosok diri saya yang dilihat oleh orang lain,

sedangkan “I” yaitu bagian yang memerhatikan diri saya sendiri.47

Seperti yang dikatakan oleh Arnold Rose pula ia mengemukakan serangkaian asumsi mengenai substansi dari teori interaksi simbolis, yaitu: (1) manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol-simbol; (2) melalui simbol-simbol manusia berkemampuan menstimuli orang lain dengan cara-cara yang mungkin berbeda dari stimuli yang diterimanya dari orang lain; (3) melalui komunikasi simbol-simbol dapat dipelajari sejumlah besar arti dan nilai-nilai, sehingga dapat dipelajari cara-cara tindakan orang lain; (4) simbol, makna, serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam

bagian-bagian yang terpisah, tetapi selalu dalam bentuk kelompok.48

Suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, adalah dengan berkomunikasi dengan pertukaran simbol yang diberi makna dengan lingkungan disekitar yang pernah dialaminya sebagai bagian dalam interaksi.

Seorang penari merupakan bagian dari eksistensi diri, yang dapat dilihat melalui pemahaman interaksi simbolik baik dalam konsep sebagai objek melihat kapasitasnya dirinya oleh orang lain melihatnya sebagai sosok penari dan sebagai subjek penari akan melihat dirinya sudah sejauh apa pandangan dirinya tentang penampilan, menarik tidaknya dirinya dihadapan orang lain.

47

Ibid. 124

48

Ida Bagus Wirawan. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 131-132

(16)

Bahwa seseorang akan membentuk konsep dirinya dengan jalan

mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri sebagai objek.49

2.3.1 Metode Fenomenologi

Secara etimologis, fenomenologi adalah terusan dari fenomenon dan logos.

Fenomenon adalah sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bersinar atau bercahaya yang kita sebut dengan gejala, atau sesuatu yang sedang menampakan

diri ataupun sesuatu yang sedang menggejala. Logos berarti sebuah uraian,

pengertian, dan ilmu pengetahuan. Dalam arti yang lebih luas, kata

“fenomenologi” berarti membicarakan fenomen-fenomen atau hal-hal yang

tampak.50

Fenomenologi adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang diperkenalkan Edmund Husserl yang beranjak dari kebenaran fenomena, yang tampak apa adanya. Yaitu suatu fenomena yang tampak sebenarnya merupakan refleksi realitas yang tidak berdiri sendiri, karena yang tampak itu adalah objek yang penuh dengan makna yang transendental (sukar dipahami), (Hadiwiyono, 1985:139-140).

Max Weber dalam memperkenalkan konsep pendekatan verstehen untuk

memahami makna tindakan seseorang, berasumsi bahwa seseorang dalam bertindak tidak hanya sekedar melaksanakan, tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berpikir dan perilaku orang yang mengarah pada suatu tindakan

bermotif pada tujuan yang hendak dicapai atau in order to motive. Tetapi menurut

49

Ibid. 125

50

Alex Sobur. Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi. Penerbit: remaja Rosdakarya. 2013 hal 14-15

(17)

Schutz bahwa tindakan subjektif dari informan tidak mungkin muncul begitu saja

tetapi melalui suatu proses panjang. Karena sebelum masuk pada tataran in order

to motive ada tahapan yang mendahuluinya yaitu because motive. Fenomenologi hadir untuk memahami makna subjektif manusia yang diatributkan pada

tindakan-tindakannya dan sebab-sebab objektif serta konsekuensi dari tindakannnya.51

Menurut Orleans (2000:1458), Fenomenologi digunakan dalam dua cara mendasar, yaitu:1) untuk menteorikan masalah sosiologi yang substansial; dan 2)

untuk meningkatkan kecukupan metode penelitian sosiologis.52

Menurut Collin (1997:111), fenomenologi mampu mengungkap objek secara meyakinkan, meskipun objek itu berupa objek kognitif maupun tindakan

ataupun ucapan.53

Menurut Hall dan Lindzey (dalam Sobur,2001) fenomenologi secara deskripsi adalah berusaha memahami-bukan menerangkan—gejala-gejala. Van

Kaam (1966) merumuskannya sebagai “Metode dalam psikologi yang berusaha

untuk menyingkapkan dan menjelaskan gejala-gejala tingkah laku sebagaimana gejala-gejala tingkah laku tersebut mengungkapkan dirinya secara langsung dalam bentuk pengalaman”.54

Menurut Schutz melihat dari pandangan Weber menafsirkan bahwa dunia tak pernah bersifat pribadi, bahkan dalam kesadaran seseorang terdapat kesadaran orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan berhadapan dengan realitas

51

Ida Bagus Wirawan. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 136-137

52

Ibid. 135

53

Ibid.

54

Alex Sobur. Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 2013 hal 16

(18)

makna bersama, dimana seluruh pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan

kepada orang lain dalam bentuk bahasa dan tindakan.55

Manusia adalah mahluk yang melakukan komunikasi, interaksi, partisipasi, dan penyebab yang bertujuan. Manusia memang terlahir sebagai mahluk sosial, akibatnya kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah

kesadaran sosial.56

2.3.2 Simbol

Menurut Susanne K Langer kebutuhan dasar ini, yang memang hanya ada pada manusia, adalah kebutuhan akan simbolisasi. Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu di antara kegiatan-kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proses fundamental dari pikiran, dan berlangsung setiap waktu dan Alfred Korzybski mengatakan bahwa ‘prestasi-prestasi manusia

bergantung pada penggunaan simbol-simbol.57

Kebutuhan manusia akan mengenal simbol adalah bagian dari komunikasi untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Menurut Herbert Mead simbol

sebagai label arbitrer representasi dari fenomena. Simbol membentuk esensi dari

teori interaksi simbolik.58 Dan proses dengan mana manusia secara arbitrer

55 Ibid. 137 56 Ibid. 40 57

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 101

58

Richard West & Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Penerbit: Salemba Humanika. 2009 hal 96

(19)

menjadikan hal-hal tertentu untuk mewakili hal-hal lainnya bisa disebut proses

simbolik.59

Lambang atau simbol dapat dikatakan sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu hal yang lainnya. Simbol ini dapat berupa kata-kata (pesan

verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.60

Bentuk paling sederhana dan paling pokok dalam komunikasi dilakukan melalui isyarat. Hal ini disebabkan karena manusia mampu menjadi objek untuk dirinya sendiri dan melihat tindakan-tindakannya sebagaimana orang lain dapat melihatnya. Komunikasi simbolis manusia itu tidak terbatas pada isyarat-isyarat

fisik bisa juga pada penekanan suara.61

Bahasa pun adalah sebuah simbol yang paling rumit dan terus berkembang hingga saat ini, bahwa manusia dalam kesepakatan bersama dapat menjadikan suatu simbol bagi suatu hal lainnya. Seperti halnya pengucapan dalam bahasa asing yang biasa diucapkan dan sistem saraf kita akan mengikuti dan akan mengalami sejenis kejadian yang serupa dalam sistem saraf kita, dengan

menghasilkan suara yang hampir sama dalam pengucapan.62

Menurut Charon (1998:40) bahwa simbol adalah objek sosial yang digunakan untuk merepresentasikan apa-apa yang memang disepakati bisa direpresentasikan oleh simbol tersebut. Seperti halnya pada Penari Bali dengan kostumnya yang indah dan aksesoris dan make up yang menarik para penonton

59

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 101

60

Deddy Mulyana. Ilmu komunikasi Suatu Pengantar. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 2004 hal 84

61

Ida Bagus Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 111

62

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 104

(20)

yang melihatnya adalah sebagai simbol seorang penari bali yang ingin menghibur penonton dengan menunjukan kemampuannya dalam menari atau saat di pura para penari melakukan tarian atas dasar acara sakral keagamaan. Memiliki sangkut paut yang sangat erat hubungannya dengan agama Hindu bali.

Simbol yang dimaknai merupakan bentuk kesepakatan masyarakat dalam memaknai arti simbol itu sendiri.

2.3.3 Makna

Blumer (1969:hal 5) mengatakan Makna adalah “produk sosial” atau ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui pendefinisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi. Jadi, Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk

menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula.63Makna memegang

peranan penting dalam komunikasi kita.

Makna bagi Blumer berdasarkan interaksionis simbolik bertumpu pada: 1) manusia bertindak terhadap sesuatu bagi mereka; 2) makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain; 3) makna-makna tersebut disempurnakan pada saat proses interaksi sosial berlangsung. Makna-makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain, sebagaimana dinyatakan oleh Blumer,” Bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Mengenai hal itu adalah individu yang membentuk objek-objek, lalu merancang objek-objek yang

63

Deddy Mulyana. Ilmu komunikasi Suatu Pengantar. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 2004 hal 100 -101

(21)

berbeda, kemudian memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Jadilah, makna yang itu

yang dihasilkan.64

Ide dasar yang terdapat dalam pemikiran Blumer mengenai makna dalam Interaksi simbolik terdiri dari: 1) Masyarakat terdiri atas manusia yang berinteraksi. Mereka bersama-sama membentuk organisasi atau struktur sosial. 2) Interaksi mencakup berbagai kegiatan manusia yang saling berhubungan. Seperti bahasa merupakan simbol yang paling umum. 3) Objek-objek tidak mempunyai

makna yang intrinsik; makna lebih merupakan produk interaksi simbolis.65

Makna adalah hasil representasi sebuah objek yang dilihat dan menghasilkan arti yang sebenarnya. Pendekatan kita terhadap komunikasi telah berfokus pada pemberian makna kepada perilaku. Bahwa kita memberikan makna yang telah kita miliki kepada perilaku yang kita observasi di lingkungan kita. Berbagai makna ini telah tumbuh sepanjang hidup sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman pribadi dalam budaya tersebut. Makna adalah relatif bagi kita masing-masing, oleh karena kita masing-masing adalah seorang manusia yang

unik dengan latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula.66

2.3.4 Interaksi

Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan,

64

Ida Bagus Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 129

65

Ibid. 130

66

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 1993 hal 15

(22)

maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan orang lain. Seperti kata Wan Xiao (1997): Interaksi sosial membentuk sebuah peran yang dimainkan setiap orang dalam wujud kewenangan dan tanggung jawab yang telah

memiliki pola-pola tertentu. Pola-pola itu ditegakkan dalam institusi sosial (social

institution) yang mengatur bagaimana cara orang berinteraksi dan berkomunikasi

satu sama lain, dan organisasi sosial (social organization) memberikan wadah,

serta mengatur mekanisme kumpulan orang-orang dalam suatu masyarakat”.67

Blumer (1969) menyatakan bahwa interaksi adalah “Proses sosial dalam

kehidupan kelompok menciptakan dan menghancurkan aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok”. Karenanya, individu bertindak selaras demi menyangga norma-norma atau aturan-aturan

perilaku.68

Menurut Mead, Manusia akan memulai berinteraksi dalam bertindak ia akan berpikir untuk memulai tindakan yang sebenarnya. Sebelum melakukan tindakan yang sebenarnya, seseorang akan melakukan olah pikir tentang segala kemungkinan alternatif tindakan itu secara mental melalui pertimbangan pemikirannya. Karena itu, dalam proses tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup sebelum proses tindakan yang sebenarnya dalam bentuk

tingkah laku yang sebenarnya atau kelihatan.69

Setiap interaksi yang dilakukan oleh seseorang atau lebih akan memiliki makna yang berbeda.

67

Alo Liliweri. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Penerbit;Pustaka Pelajar. 2003 hal 5-6

68

Ida Bagus Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 129

69

(23)

2.3.5 Teori Diri Atau Konsep Diri

Diri (self) atau konsep diri (self concept) adalah hubungan yang tidak

dapat dipisahkan. (Dalam Sobur, 2003: 499-500) William James menjelaskan

bahwa ‘Diri’ ialah “Komposisi pikiran dan perasaan yang menjadi kesadaran

seseorang mengenai eksistensi individualitasnya, pengamatannya tentang apa yang merupakan miliknya, pengertiannya mengenai siapakah dia itu, serta perasaannya tentang sifat-sifatnya, kualitas dan segala milikinya”. Diri seseorang

adalah jumlah total dari apa yang kita sebut kepunyaan.70

Menurut pembahasan Mead mengenai Konsep diri atau self-concept,

Bahwa antara diri sebagai objek dan diri sebagai subjek. Diri sebagai objek

ditunjukkan oleh Mead melalui konsep “me”, dan subjek yang bertindak

ditunjuknya dengan konsep “I”. Dalam konteks ini “me” adalah sosok diri saya

sebagaimana dilihat oleh orang lain dan sebagai proses reflektif, sedangkan “I”

yaitu bagian yang memerhatikan saya sendiri merupakan proses pemikiran dan

proses tindakan yang aktual. Jika “me” adalah suatu sikap orang lain yang sudah

diorganisasikan, maka “I” merespons pada “me” dan “me” merefleksikan “I”

dalam suatu proses dialektika secara terus-menerus. Dua hal ini menurut Mead

menjadi sumber orisinalitas, kreativitas, dan spontanitas.71

Mead memandang diri itu adalah individu yang menjadi objek sosial bagi dirinya. Menjadi objek sosial bagi dirinya berarti individu itu memperoleh

70

Alex Sobur. Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi. Penerbit: Remaja Rosdakarya. 2013 hal 108

71

Ida Bagus Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 123

(24)

makna yang diartikan oleh orang lain disekelilingnya. Setelah diri berkembang dengan sempurna, maka diri itu tidak akan statis. Ia akan senantiasa akan berubah sesuai perubahan yang dialami oleh kelompok itu. Hal ini bukanlah satu-satunya

dasar dari perubahan diri. Berdasarkan uraian Mead mengenai perbedaan “me”

dan “I” sebagai dua fase diri. “me” itu merupakan organisasi diri yang biasa dan

menurut adat. Ia mengandung sikap orang lain yang dikelola sebagai panduan bagi tingkah laku orang itu. Oleh karena kita memasukan sikap orang lain untuk

membentuk kesadaran diri kita sendiri, maka “me” itu menjadi diri sebagai objek

yang kita sadari, maka “me” itu menjadi diri sebagai objek yang kita sadari

semasa kita mengingat kembali tingkah laku kita. Dan menurut Mead “I” yang

merujuk pada aspek diri yang aktif dan mengikuti gerak hati. Apa yang kita

lakukan semasa merespons citra diri (me) itu tidak pernah sama dengan citra diri

itu. Ada perkara baru yang diciptakan antara refleksi dan tindakan, dan perkara

baru dalam tindakan itulah yang dinamakan “I”. Jadi, ”I” itu merupakan aspek

diri yang kreatif dan inovatif, yang memungkinkan bentuk-bentuk baru tingkah

laku terwujud dalam tindakan seseorang itu.72

Mead menyebutkan, bahwa seseorang itu dalam membentuk konsep dirinya dengan jalan mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri

sebagai objek.73

Konsep diri merupakan bagian dari diri. Ada lima aspek dari diri, yaitu: 1) fisik diri; 2) Diri sebagai proses; 3) diri-sosial; 4) konsep-diri; dan 5) cita-diri. Bahwa untuk konsep-diri dan cita-diri tidak dapat dipisahkan karena cita-diri

72

Ibid. 124

73

(25)

merupakan faktor yang paling penting dari perilaku kita, karena cita-cita yang kita inginkan akan menentukan konsep-diri kita dengan mengukur prestasi kita yang

sebenarnya dibandingkan dengan cita-diri yang membentuk konsep-diri kita.74

Individu memperoleh konsep diri dalam interaksinya dengan orang-orang lain sebagai bagian dari proses yang sama dengan proses pemunculan pikiran. Konsep diri merupakan susunan kesadaran individu mengenai keterlibatan khusus

dalam suatu komunitas yang terorganisasi.75

74

Ibid

75

Ida Bagus Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. 2012 hal 111-112

Referensi

Dokumen terkait

Check Terhadap Buku Pedoman RPIJM Review Strategi/Skenario Pengembangan Wilayah Review Strategi/Skenario Pengembangan Sektor/Bidang PU-CK Check Terhadap Dokumen SPPIP

Pengertian hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah,

Sesuai dengan judul yang peneliti ambil dalam penelitian ini, maka penelitian ini hanya terfokus pada makna dari konsep islamisasi ilmu Ismail Raji al- Faruqi yang

Tujuan kegiatan adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari produk pertanian dan mendapatkan harga jual yang maksimal sehingga fokus utama kegiatan ini adalah terhadap

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah SMA Negeri 1 Kramat dengan bantuan kartu identifikasi sebagai sumber belajar biologi pada

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui efektifitas pelaksanaan pengelolaan sekolah efektif pada SMA Negeri 2 Tabanan dilihat dari variabel

Untuk itu perlu dilakukan studi evaluasi program untuk mengetahui kesiapan program rintisan sekolah kategori mandiri di SMA Negeri 1 Tejakula ditinjau dari

Taman Bacaan Masyarakat adalah sarana peningkatan budaya membaca masyarakat dengan ruangan yang disediakan untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis dan kegiatan