• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Lengkap Praktikum Lapangan Fisika Kebumian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Lengkap Praktikum Lapangan Fisika Kebumian"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1 PRAKTEK LAPANG FISIKA BUMI

DESA LAWUA KECAMATAN KULAWI SELATAN KABUPATEN SIGI

LAPORAN LENGKAP

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan Mata Kuliah Praktek Lapang Fisika Bumi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Tadulako

FAZRI MANGENDRE G 101 12 001

LABORATORIUM FISIKA BUMI DAN KELAUTAN JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO

(2)

i HALAMAN PENGESAHAN DOSEN MATA KULIAH

Mata Kuliah : Praktek Lapang Fisika Bumi

Nama : Fazri Mangendre

Stambuk : G 101 12 001

Disetujui Tanggal :

Mengetahui

Palu, Januari 2016 Dosen Penanggung Jawab I

DR. Rustan Efendi S.Si. MT. NIP. 196712311995121001

Dosen Penanggung Jawab II

(3)

ii ABSTRAK

(4)

iii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati, terucap syukur pada sang Khalik Allah SWT karena atas izin dan kemurahan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum “Praktek Lapang” ini dengan sebaik-baiknya. Serta salam dan shalawat yang dilantunkan untuk Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Laporan ini merupakan laporan dari mata kuliah Praktek Lapang yang dalam pembuatannya penyusun banyak memperoleh saran, kritik dan batuan lain. Oleh karena itu, pada halaman ini penyusun ingin memberikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dosen Pengampuh

2. Para Asisten Praktek Lapang Fisika Bumi Tahun 2015 3. Teman-teman kebumian 2012 yang telah banyak membantu.

Penyusun juga menyadari, bahwa dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan di masa-masa yang akan datang.

Palu, Januari 2016

(5)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN MATA KULIAH ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SIMBOL ... xi

Metode Geomagnet ... xi

Metode Geolistrik ... xii

Metode Seismik ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 1.5 Batasan Masalah ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kondisi Geologi dan Morfologi Daerah Penelitian ... 4

2.2 Metode Geomagnet ... 5 2.2.1 Sifat – sifat Kemagnetan Mineral ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2 Anomali Magnetik ... Error! Bookmark not defined.

(6)

v 2.2.3 Variasi Medan Magnetik ... Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Koreksi Data Magnetik ... Error! Bookmark not defined.

2.3 Metode Geolistrik Hambatan Jenis ... 19

2.3.1 Metode Automatic Array Scanning (ASS) dan Konfigurasi Wenner... 21

2.3.2 Sifat Listrik Dalam Batuan Dan Mineral ... 21

2.3.3 Hambatan Jenis Dalam Batuan ... 26

2.4 Metode Seismik ... 27

2.4.1 Gelombang Seismik ... 27

2.4.2 Seismik Refraksi ... 34

2.4.3 Refraksi Mikrotremor ... 35

2.4.4 Pembiasan Pada Bidang Datar Lapisan ... 29

2.4.5 Waktu Tempuh Gelombang Langsung, Bias Dan Pantul ... 31

2.4.6 Penjalaran Gelombang pada Medium Dua Lapis Horizontal (Datar) ... 31

2.4.7 Penjalaran Gelombang pada Medium Tiga Lapis Horizontal ... 33

2.4.8 Metode Intercept Time... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 34

3.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.2 Waktu Pelaksanaan ... 40

3.3 Alat dan Bahan ... 40

3.3.1 Metode Geomagnet ... 40 3.3.1 Metode Geolistrik ... 40 3.3.2 Metode Seismik ... 41 3.4 Prosedur Pengukuran ... 42 3.4.1 Metode Geomagnet ... 42 3.4.2 Metode Geolistrik ... 43

(7)

vi 3.4.3 Metode Seismik ... 44 3.5 Pengolahan Data ... 46 3.5.1 Metode Geomagnet ... 46 3.5.2 Metode Geolistrik ... 48 3.5.3 Metode Seismik ... 49

3.6 Interpretasi data ... Error! Bookmark not defined. 3.6.1 Metode Geomagnet ... Error! Bookmark not defined. 3.6.2 Metode Geolistrik ... Error! Bookmark not defined. 3.6.4 Metode Seismik ... Error! Bookmark not defined. 3.7 Bagan Alir Penelitian ... 52

3.7.1 Metode Geomagnet ... 52

3.7.2 Metode Geolistrik ... 53

3.7.3 Metode Seismik ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1 Hasil Pengolahan Data ... 55

4.1.1 Metode Geomagnet ... 55 4.1.2 Metode Geolistrik ... 60 4.1.3 Metode Seismik ... 66 4.2 Pembahasan ... 72 4.2.1 Metode Geomagnet ... 60 4.2.2 Metode Geolistrik ... 66 4.2.3 Metode Seismik ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

(8)

vii DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN ... 76

(9)

viii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai suseptibilitas beberapa jenis mineral dan batuan (Telford, 1976) . 8 Tabel 2.3 Klasifikasi pendugaan faktor formasi untuk batuan sedimen ... 24 Tabel 2.4 Klasifikasi pendugaan faktor formasi untuk batuan vulkanik dan beku 24 Tabel 2.5 Nilai hambatan jenis beberapa batuan (Telford,1990) ... 26 Tabel 2.6. Kecepatan gelombang pada material ... 28 Tabel 2.8 Klasifikasi Jenis Batuan berdasarkan Uniform Building Code (UBC)

(10)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Medan magnet bumi mempunyai karakteristik dwikutub homogen. 11

Gambar 2.2 Elemen medan magnet bumi (Pamuji dalam Mudi, (2012). ... 13

Gambar 2.3 Susunan Elektroda arus dan potensial pada pengukuran metode geolistrik. ... 20

Gambar 2.4 Susunan elektroda konfigurasi Wenner (Grandis,2000) ... 25

Gambar 2.5. Pemantulan dan pembiasan gelombang (Munadi, 2000). ... 34

Gambar 2.2 Pembiasan dengan sudut datang kritis ( Telford, 1990 ). ... 30

Gambar 2.5 Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang langsung,bias dan pantul (Susilawati, 2004). ... 31

Gambar 2.6 Lintasan penjalaran gelombang bias untuk medium dua lapis horizontal (Susilawati, 2004) . ... 32

Gambar 2.7 Grafik hubungan antara jarak dengan waktu tiba (Susilawati, 2004) ... 32

Gambar 2.8 Penjalaran gelombang seismik untuk medium tiga lapis horizontal (Wiley, 1997). ... 33

Gambar 2.9 Grafik hubungan antara jarak dengan waktu tiba untuk tiga lapis horizontal (Wiley, 1997). ... 33

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Qgis version 2.6.Brighton) ... 39

Gambar 3.2 Diagram Alir Metode Geomagnet ... 52

Gambar 3.3 Diagram Alir Metode Geolistrik ... 53

Gambar 3.4 Diagram Alir Metode Seismik ... 54

Gambar 4.1 Grafik medan magnet harian terhadap waktu (04 Desember 2015). 56 Gambar 4.2 Grafik medan magnet harian terhadap waktu (05 Desember 2015). 56 Gambar 4.3 Grafik medan magnet harian terhadap waktu (05 Desember 2015). 57 Gambar 4.4 Peta kontur anomali medan magnet total ... 58

Gambar 4.5 Peta kontur anomali medan magnet regional ... 59

Gambar 4.6 Peta kontur medan magnet residual ... 60

Gambar 4.7 Model Penampang lintasan 2D dengan Software Res2Div ... 65

(11)

x

Gambar 4.9 Grafik Trive time Gelombang Seismik ... 68

Gambar 4.10 Penampang 2D tiga Lapisan Lintasan Pengukuran Seismik .... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.11 Data Rekaman Gelombang Seismik Refraksi Mikrotremor seterlah dipick... 71

Gambar 4.12 Model penampang kecepatan penjalaran gelombang... 72

Gambar 4.13 Lintasan pada peta anomali magnetik residual (∆𝑇residual) ... 62

Gambar 4.14 grafik lintasan peta anomali magnetik residual ... 63

Gambar 4.15 Model 2D lintasan pada peta anomali magnetik residual ... 64

(12)

xi DAFTAR SIMBOL

Metode Geomagnet

B : Induksi magnetik (T) D : Sudut deklinasi ( o ) F : Medan magnet total (nT)

𝐹⃗ : Gaya

H : Kuat medan magnet (nT) H : Medan Horizontal (nT) I : Sudut inklinasi ( o )

M : Intensitas magnetik (nT)

𝑟⃗ : jarak antara 2 kutub m1 dan m2

𝜇0 : PermeabIlitas Medium

T

: Nilai anomali magnetik (nT)

obs

T

: Medan magnet komponen total yang terukur (nT)

IGRF

T

: Medan magnet teoritis berdasarkan IGRF (nT)

VH

T

: Koreksi medan magnet akibat variasi harian (nT) X : Komponen arah Utara (nT)

(13)

xii Z : Komponen vertikal (nT)

k : Suseptibilitas (SI)

B : Medan magnet utama bumi (nT) Metode Geolistrik

V = Beda Potensial (V)

I = Arus listrik (A)

K = Faktor geometri (m)

ρa = Hambatan Jenis Semu (mΩ) ρw = Hambatan Jenis air (mΩ)

DHL = Daya Hantar Listrik (µs)

Ωm = Ohm Meter

µs = Mikro siemen

F = Faktor Formasi

a = Konstanta yang mencirikan jenis karakter batuan m = Konstanta yang mencirikan karakter sementasi

(14)

xiii r = Jarak spasi elektroda (m)

C1 dan C2 = Elektroda arus P1 dan P2 = Elektroda potensial

Bmt = Bawah Permukaan Tanah

Metode Seismik Vp Vs = = Kecepatan gelombang P (m/s) Kecepatan gelombang S (m/s) X = Jarak (m) h1 h2 V1 V2 V3 i r T = = = = = = = = Kedalaman lapisan 1 (m) Kedalaman lapisan 2 (m) Kecepatan lapisan 1 (m/s) Kecepatan lapisan 2(m/s) Kecepatan lapisan 3(m/s) Sudut datang (0)

Sudut pantul atau sudut bias (0) Waktu tempuh (s)

(15)

xiv ρ a ic Vs30 M ti Vsi = = = = = = = Densitas (g/cm3) Tetapan (0,31bersatuan ) Sudut kritis (0)

Kecepatan Gelombang geser maksimum 30 m (m/s) Jumlah lapisan hingga kedalaman 30 m (m)

Ketebalan setiap lapisan (m)

(16)

xv DAFTAR LAMPIRAN

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu wilayah di Sulawesi Tengah yang memiliki potensi eksplorasi sumber daya alam yaitu Kabupaten Sigi . Kabupaten Sigi berpotensi dalam hal ekplorasi SDA berupa panasbumi, karena dilalui oleh sesar Palu Koro. Selain eksplorasi panasbumi, kandungan mineralisasi di Kabupaten Sigi perlu di lakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh potensi eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA), salah satu wilayah yang diduga berpotensi memiliki kandungan mineralisasi bawah permukaan yaitu di Kecamatan Kulawi Selatan Desa Lauwa yang terletak secara geografis berada pada posisi 01036’49,3” LS dan 1200 02’12,9 ” BT.

Berdasarkan peta geologi bahwa di sekitar daerah tersebut terdiri dari formasi latimojong dan edapan danau serta adanya batuan granit kambuno, selain itu daerah lokasi penelitian berada di wilayah lajur sesar Palu Koro dalam zona sesar Palu Koro. hal ini begitu memungkinkan untuk dilakukan penelitian sehingga dapat memberikan informasi tentang mineralisasi bawah permukaan daerah penelitian. Beberapa metode Geofisika yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Geolistrik, Metode Geomagnet, dan Metode Seismik. Metode Geolistrik ini memanfaatkan nilai resistivitas dan berhubungan pula dengan tekanan dan temperatur dimana semakin tinggi nilai tekanan maka semakin tinggi nilai temperaturnya. Untuk Metode geomagnet sendiri dapat diketahui anomali bawah permukaan dan kemagnetan batuan serta struktur batuan dari tempat tersebut.

(18)

2 Sedangkan untuk Metode Seismik sendiri dapat diketahui adanya sesar atau rekahan di bawah permukaan dan juga digunakan untuk eksplorasi sumber daya alam dan mineral di bawah permukaan buni dengan memanfaatkan pantulan gelombang yang ada, metode ini mengandalkan cepat rambat gelombang.

Diharapkan setelah dilakukannya penelitian ini mahasiswa dapat mengetahui lebih banyak manfaat dalam penggunaan metode Geofisika untuk diterapkan dengan baik dalam ekplorasi sumber daya alam dan mineral yang masih banyak tersebar selain potensi panasbumi yang bermanfaat.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari Praktek Lapang ini ialah

1. Bagaimana mengaplikasikan teknik akuisisi data metode geofisika (seismik, geolistrik dan geomagnet) ?

2. Bagaimana mengetahui kondisi struktur bawah permukaan tanah di daerah praktek lapang menggunakan metode geofisika (seismik, geolistrik dan geomagnet)?

3. Bagaimana mengaplikasikan prinsip metode geofisika (seismik, geolistrik dan geomagnet) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan praktek lapang ini adalah untuk mengetahui akuisisi data serta pengolahan data metode geofisika meliputi metode geolistrik, metode seismik dan metode

(19)

3 geomagnet, sehingga dapat menginterpretasi struktur lapisan bawah permukaan daerah penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari praktek lapang ini adalah:

1. Mampu mengaplikasikan metode – metode Geofisika di lapangan

2. Mengetahui cara akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi data dalam metode geolistrik, geomagnet, dan seismik.

1.5 Batasan Masalah

Praktikum lapang ini dilakukan di Desa Lawua, Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi Biromaru Sulawesi Tengah untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan & struktur geologi batuan dengan menggunakan metode Geolistrik, Seismik dan Geomagnet. Secara keseluruan pengukuran metode Geolistrik, Seismik dan Geomagnet harus dilakuka pengukuran koordinat posisi titik ukur dengan menggunakan GPS.

Pada metode geolistrik konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Wenner yang diolah dengan menggunakan software Res2Dinv. Metode seismik dilakukan pengambilan data secara Refraksi dan Refraksi Mikrotremor (ReMi) diolah menggunakan software Pickwin, Plotrefa(Refraction Analysis), Surface Wave Analysis Wizard, dan WaveEq(Surface Wave). Metode Geomagnet dilakukan pengambilan data secara random dengan adanya pengukuran perubahan tinggi dan diolah menggunakan software Surfer 11 dan software Mag2D.

(20)

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Geologi dan Morfologi Daerah Penelitian

Menurut Peta Geologi Lembar Poso Sulawesi (Simanjuntak, 1977), bahwa batuan penyusun statigrafi di Desa Lauwa terdiri atas Formasi Latimojong, batuan Gunungapi Tineba dan batuan Granit Kambuno serta Endapan Danau. Seperti yang terlihat pada peta geologi lokasi penelitian dibawah ini.

Gambar 2.1 Peta Geologi Lokasi Penelitian (ArcGIS 10.1)

Formasi Latimojong tersingkap luas di bagian timur dari lokasi penelitian di mana batuan penyusunnya terdiri atas batu pasir kuarsa, batu gamping, batu lanau dengan sisipan konglomerat selain itu bagian tenggara selain Formasi Latimojong terdapat

(21)

5 batuan Gunungapi Tineba dimana satuan ini dihasilkan oleh peleleran dari gunungapi bawah laut. Bagian barat dari lokasi penelitian adalah batuan Granit Kambuno dengan batuan penyusunnya terdiri dari granit dan granodiorit. Granit berwarna putih berbintik hitam, bulir sedang sampai kasar, terdiri atas granit biotit, granit horenblenda biotit. Granodiorit mengandung mineral mafik horenblenda. Daerah penelitian umumnya didominasi oleh bukit. Morfologi bukit berada pada bagian timur, sebagian dari daerah penelitian dimanfaatkan warga setempat untuk daerah persawahan yang terdapat pada bagian utara dan timur. Desa Lauwa juga memiliki beberapa sungai yang berarah dari timur-barat dan berarah dari barat-timur sehingga bertemu menjadi sungai besar kearah selatan itu aliran sungai gumbasa, di sepanjang aliran sungai terdapat perkebunan kakao yang merupakan sumber penghasilan masyarakat.

2.2 Metode Geomagnet

Metode geomagnet adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan sifat kemagnetan bumi. Dengan menggunakan metode ini akan diperoleh kontur yang menggambarkan distribusi suseptibilitas batuan di bawah permukaan pada arah horizontal (Soemantri, 2003).

Dalam survei dengan metode geomagnet yang menjadi target dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Alat penyelidikan disebut magnetometer. Salah satu jenis magnetometer adalah Magnetometer Flux-Gate. Instrument ini

(22)

6 digunakan untuk mengukur variasi diurnal (harian) di dalam medan bumi. Jenis magnetometer ini memungkinkan untuk mengukur benda magnetik yang mempunyai hysteresis loop sekecil mungkin.

Penyelidikan adanya prospektif material di darat, letak dan titik-titik pengamatan disesuaikan dengan sasaran yang dicapai. Jarak titik pengamatan dapat disesuaikan tergantung sasaran yang dicari, yang seringkali diukur dalam penyelidikan ini adalah komponen vertikal medan magnet bumi. Benda- benda yang berupa besi di sekitar alat akan mengganggu selama pembacaan sehingga hal ini perlu dihindari. Keadaan topografi pun sangat berpengaruh pada pengukuran, begitu pula suseptibilitas bahan tubuh magnet mentukan pula besar kecilnya pengukuran medan magnet yang diteliti (Mubin dalam Mudi, 2012).

Dalam pengukuran geomagnet terdapat 2 cara pengukuran yaitu pengukuran dengan menggunkan sistem grid dan pengukuran dengan menggunakan sistem random. Untuk pengukuran dengan menggunakan sistem grid harus ditentukan terlebih dahulu posisi yang diinginkan dengan alat Global Position System (GPS) dan menentukan jarak antar titik, kemudian mencari titik yang telah ditentukan di lokasi penelitian. Sedangkan untuk pengukuran dengan menggunakan sistem random, tidak perlu lagi menentukan posisi tititk pengukuran di lokasi terlebih dahulu, melainkan menentukan titik pengukuran saat melakukan pengukuran di lapangan. Hal yang perlu diperhatikan jika menggunakan sistem random adalah harus memperhatikan sebaran titik pengukuran agar distribusi data yang di peroleh secara merata (Darwin, 2008).

(23)

7 2.2.1 Kemagnetan Mineral Batuan

Sifat-sifat kemagnetan dapat dibagi dalam beberapa macam diantaranya yaitu (Soemantri, 2003).

2.2.1.1Gaya Magnetik

Gaya magnetik diberi simbol 𝐹⃗⃗⃗⃗, yang rumusnya berasal dari hukum Coulomb yang mirip dengan hukum Newton, yaitu:

𝐹⃗ =𝑚1𝑚2

𝜇0𝑟2 𝑟⃗...(2.1)

2.2.1.2Kuat Medan Magnet

Simbol dari kuat medan magnet adalah 𝐻⃗⃗⃗. Bila sebuah titik berada dalam jarak r dan kutub m, kuat medan magnetik pada titik tersebut 𝐻⃗⃗⃗ didefinisikan sebagai gaya pada satu satuan kutub magnetik:

𝐻 ⃗⃗⃗ = 𝐹⃗

𝑚2 = 𝑚1

𝜇0𝑟2𝑟⃗...(2.2) 𝑚2tidak cukup besar pengaruhnya terhadap 𝐻⃗⃗⃗ yang ada pada titik pengukuran di karenakan 𝑚2 ≪ 𝑚1.

2.2.1.3Intensitas Magnetisasi

Intensitas magnetisasi diberi simbol 𝐼⃗. Suatu kutub magnetik yang diletakan dalam suatu medan magnet akan dimagnetisasi oleh pengaruh imbasnya. Besar intensitas magnetisasi sebanding dengan kuat medan, arahnya sesuai dengan arah medan

(24)

8 magnet tersebut. Besaran ini didefinisikan pula sebagai momen magnetik persatuan volume, yaitu:

𝐼⃗ =𝑀⃗⃗⃗

𝑉 = 𝐼 ⃗⃗⃗𝑥⃗1...(2.3)

dengan v adalah volume benda. Magnetisasi imbas menyebabkan dwikutub material magnet penyearah. Maka 𝐼⃗ sering juga dinamakan sebagai polarisasi magnetik. Bila 𝐼 ⃗⃗⃗ konstan dan mempunyai arah yang sama dimana-mana, maka tubuh magnetik tersebut dikatakan termagnetisasi secara uniform.

2.2.1.4Suseptibilitas Kemagnetan

Suseptibilitas kemagnetan diberi simbol k derajat benda termagnetisasi ditentukan oleh besaran yang dinamakan suseptibilitas magnetik k, yang didefinisikan sebagai:

𝑘 = 𝐼⃗

𝐻...(2.4)

Respon kuantitatif data geomagnet sangat ditentukan oleh komposisi mineral-mineral yang bersifat magnetik dari pada batuan. Harga k semakin besar bila jumlah mineral-mineral magnetik semakin banyak. Beberapa nilai suseptibilitas batuan/mineral diperlihatkan pada Tabel 2.2

Tabel 2.1 Nilai suseptibilitas beberapa jenis mineral dan batuan (Telford, 1976)

Batuan/Mineral k (10 -6 SI) (Persatuan Volume) χ (10-8 m3kg-1) (Persatuan Massa) Batuan Beku Basal 250-180,000 8.4-6,100

(25)

9 Batuan/Mineral k (10 -6 SI) (Persatuan Volume) χ (10-8 m3kg-1) (Persatuan Massa) Diabase 1,000 - 160,000 35 – 5,600 Gabro 1,000 - 90,000 26 – 3,000 Granit 0 - 50,000 0 – 1,900 Porpiri 250 - 210,000 9.2 – 7,700 Rhyolite 250 - 38,000 10 – 1,500 batuan beku 2,700 - 270,000 100 – 10,000 Batuan Sedimen Clay (lempung) 170 - 250 10 – 15 red sediments 10 – 100 0.5 – 5 Batuan Metamorf Phyllite 1,600 60 Slate 0 - 38,000 0 – 1,400 Mineral Nonmagnetik Magnesit -15 -0.48 Kuarsa -13 –(-17) -0.5 – (-0.6) Magnetis -15 -0.48 Mineral Magnetik Garnest 2,700 69 Illite 410 15 Montmorilonite 330 - 350 13 – 14 Biotites 1,500 – 2,900 52 – 98 Siderite 1,300 – 11,000 32 – 270 Chromite 3,000 – 120,000 63 – 2,500 Iron Sulfides Kalkopirit 23 - 400 0.55 – 10 Arsenopirit 3,000 50

(26)

10 Batuan/Mineral k (10 -6 SI) (Persatuan Volume) χ (10-8 m3kg-1) (Persatuan Massa) Troilite 610 – 1,700 13 – 36 Pyrrhotites 460 – 1,400,000 10 – 30,000 Pirit 35 – 5,000 1 – 100 Iron-Titanium Oxides Hematit 500 – 40,000 10 – 760 Magnetit 1,000,000- 5,700,000 20,000-110,000 Other-Iron-Bearing Minerals Besi 3,900,000 50,000 Geothite 1,100 – 12,000 26 – 280 Limonite 2,800 – 3,100 66 – 74

2.2.1.5 Kerentanan Magnetik Batuan

Semua material bumi, baik berupa unsur ataupun senyawa dan sebagainya, ditinjau dari sifat-sifat kemagnetannya pada umumnya terbagi dalam kelompok-kelompok (Rosanti, 2010):

Diamagnetik. Mempunyai kerentanan magnetik (k) dengan nilai yang sangat kecil. Contoh materialnya: grafit, gypsum, marmer, kwartz, garam.

Paramagnetik. Mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif dengan nilai yang kecil. Contoh materialnya: Kapur.

Ferromagnetik. Mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif dengan nilai yang besar. Sifat kemagnetan subtansi ini dipengaruhi oleh temperatur, yaitu pada

(27)

11 suhu di atas suhu curie, sifat kemagnetannya hilang. Contoh materialnya: pyrite, magnetit, hematit, dan lain-lain.

Antiferromagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai (k) sangat kecil, yaitu mendekati nilai k pada benda paramagnetik. Contoh materialnya: Fe2O3 (hematite, geothite).

Ferrimagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai k tinggi tetapi jauh lebih rendah dari bahan ferromagnetic. Contoh materialnya: Fe2S (magnetite, pyrotite, maghmemite, gregeite.

2.2.1.6 Medan Magnet Bumi

Bumi merupakan kutub magnetik yang besar dengan kutub-kutub magnetik utara dan selatan terletak kira-kira pada 75˚ LU, 101˚ BB dan 67˚ LS, 143˚ BT. Pusat dwikutub ini bergeser kira-kira 750 mil dari pusat geometris bumi (Gambar 2.2).

(28)

12 Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi, yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi (Pamuji dalam Mudi, 2012):

1. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur

2. Inklinasi (I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah.

3. Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal.

4. Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai-nilai yang disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian (Pamuji dalam Mudi, 2012):

1) Medan magnet utama bumi (main field)

Medan magnet utama, selalu berubah terhadap waktu, perubahanya sangat lambat dan bersal dari internal bumi. Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 106 km2.

(29)

13 Besaran dari F, sudut inklinasi (I) dengan horizontal, sudut deklinasi (D) dengan utara geografis, secara komplit mendefinisikan medan magnet utama.

Gambar 2.3 Elemen medan magnet bumi (Pamuji dalam Mudi, (2012). Pada Gambar 2.3 diperoleh hubungan besaran pada gambar:

F2 = H2 + Z2 = X2 + Y2 + Z2...(2.5) dimana: H = F cos I...(2.6) X = H cos D...(2.7) Z = F sin I...(2.8) Y = H sin D...(2.9) tan I = Z/H...(2.10) tan D = Y/X...(2.11)

(30)

14 Inklinasi dan deklinasi berubah dari waktu ke waktu (secular variation). Dari tahun 1580 di London dan Paris inklinasi berubah 10˚ (dari 75˚ menjadi 65˚),dan deklinasi berubah 35˚ (dari 10˚ E ke 25 ˚ W kembali ke 10˚ W).

Perubahan ini relatif cepat sekali, dan kelihatannya terjadi dalam siklus waktu tertentu. Perubahan ini berbeda-beda di setiap tempat sehingga terjadi pula pergeseran-pergeseran kutub-kutub magnetnya.

2) Medan magnet luar (eksternal field)

Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfir yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.

3) Medan Magnet Anomali

Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite, titanomagnetite dan lain-lain yang berada di kerak bumi (Sani, 2014).

Dalam survei metode geomagnet yang menjadi target dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (medan mangnet anomali). Secara garis besar medan magnet anomali disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai

(31)

15 peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnetik remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya, dalam survei magnetik efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25% medan magnet utama bumi (Telford, 1976), sehingga dalam pengukuran berlaku:

∆𝐻 = 𝐻𝑜𝑏𝑠− 𝐻𝐼𝐺𝑅𝐹± 𝐻𝑉𝐻...(2.12)

a. Variasi Sekuler atau Medan Utama

Variasi Sekuler adalah variasi medan bumi yang berasal dari variasi medan magnetik utama bumi, sebagai akibat dari perubahaan posisi kutub magnetik bumi. Perubahan ini berpengaruh terhadap medan utama yang terdiri dari medan total (F), deklinasi (D), dan inklinasi (I). Nilai-nilai medan tersebut diturunkan berdasarkan IGRF 1975 yang dapat memberikan pendekatan secara teoretis nilai medan magnet utama dengan konstanta yang diturunkan dari data satelit yang akan diperbarui setiap 5 tahun sekali. Untuk menghilangkan pengaruh variasi sekuler maka dilakukan koreksi IGRF. Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut:

(32)

16 ΔH = Htotal ± ΔHharian ± H0...(2.13)

Dimana H0 = Koreksi IGRF b. Variasi Harian

Medan magnet luar yang menyebabkan perubahan ini memiliki variasi yang lebih cepat terhadap waktu dibanding dengan variasi akibat medan utama (variasi sekuler). Variasi harian sebagian besar bersumber dari medan magnet luar. Medan magnet luar berasal dari perputaran arus listrik didalam lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-partikel terionisasi oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktuasi arus yang dapat menjadi sumber medan magnet. Untuk menghilangkan pengaruh variasi harian maka dilakukan koreksi harian, Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari dalam 1 hari. Waktu yang dimaksudkan harus mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang terekan pada waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi. Sebaliknya apabila variasi harian bernilai positif, maka koreksinya dilakukan dengan cara mengurangkan nilai variasi harian yang terekam pada waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi, dapat dituliskan dalam persamaan

(33)

17 c. Badai magnetik

Badai magnetik memiliki variasi dengan perubahan yang relatif cepat dalam waktu yang relatif singkat dan sangat tidak teratur. Badai magnetik merupakan gangguan yang bersifat sementara dalam medan magnetik bumi dengan magnetic sekitar 1000 gamma. Faktor penyebabnya di asosiasikan dengan aurora. Meskipun periodenya acak tetapi kejadian ini sering muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang berhubungan dengan aktivitas sunspot (Telford, 1990). Badai magnetik secara langsung dapat mengacaukan hasil pengamatan.

d. Variasi suseptibilitas batuan dalam kerak bumi

Variasi ini disebabkan oleh sifat kemagnetan yang tidak homogen dari kerak bumi. 2.2.2 Jenis - Jenis Anomali Medan Magnetik

Dalam metode geomagnet akan diperoleh jenis – jenis anomali medan magnet yaitu anomali medan magnet total, anomali medan magnet regional, dan anomali medan magnet residual. Dalam interpretasi data geomagnet, kita membutuhkan gambaran distribusi suseptibilitas batuan yang akan kita peroleh melalui pemodelan penampang anomali medan magnet residual. Dalam akuisisi data kita memperoleh data medan magnetik yang akan dibersihkan atau dikoreksi dari pengaruh beberapa medan magnet lain sehingga memperoleh nila anomali medan magnet total. Nilai anomali medan magnet total, yang selanjutnya akan dilakukan filtering sehingga diperoleh nilai anomali medan magnet regional dan nilai anomali medan magnet residual. Penguraian Anomali medan magnetik akan dijelaskan sebagai berikut :

(34)

18 2.2.2.1 Anomali Medan Magnet Total

Nilai anomali medan magnet total diperoleh dari pengolahan data nilai medan magnet dilapangan yang telah melalui koreksi – koreksi. Meliputi koreksi harian, koreksi IGRF. Nilai anomali medan magnet total merupakan gabungan dari nilai anomali medan magnet regional dan nilai anomali medan magnet residual.

Dalam memperoleh nilai anomali medan magnet total hasil pengolahan data yang diperoleh akan dibuatkan peta kontur anomali medan magnet total yang selanjutnya akan dilakukan slice serta melakukan filtering untuk menghasilkan nilai anomali medan magnet regional.

2.2.2.2 Anomali Medan Magnet Regional

Nilai Anomali medan magnet regional yang telah diperoleh merupakan hasil dari filtering dari nilai anomali medan magnet total yang telah dilakukan slice dengan sebelumnya mencari fliter size (lebar jendela) dengan bantuan software numeri sebelum melakukan pemisahan anomali medan magnet regional dengan anomali medan magnet residual.

Dalam melakukan pemisahan untuk mendapatkan anomali medan magnet regional dilakukan dengan metode moving average atau perata – rataan bergerak dengan memasukan nilai filter size (lebar jendela) sehingga menghasilkan peta kontur anomali medan magnet regional.

(35)

19 2.2.2.3 Anomali Medan Magnet Residual

Peta kontur anomali medan magnet regional yang ada di software surfer 11 dilakukan grid dan memilih residual sehingga akan muncul nilai anomali medan magnet residual yang akan kita buat dalam bentuk peta anomali medan magnet residual.

Dari nilai anomali medan magnet residual akan dibuat kedalam bentuk peta anomali medan magnet residual dengan memasukan nilai koordinat dan nilai anomali medan magnet residual dalam software surfer 11 yang selanjutnya akan di slice dan dilakukan digitize untuk diperoleh data yang aka di masukan di software MAG2DC yang menghasilkan model penampang suseptibilitas batuan bawah permukaan daerah penelitian yang selanjutnya akan di interpretasikan.

2.3 Metode Geolistrik

Pengukuran metode geolistrik hambatan jenis dalam prakteknya bertujuan untuk membandingkan potensial suatu titik tertentu, sehingga diperlukan 2 buah elektroda arus (C1 dan C2) di permukaan bumi yang berfungsi untuk memberikan dan merespon satu sama lain. Beda potensial di permukaan bumi akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus tersebut. Harga potensial yang terukur adalah harga perbedaan potensial antara 2 titik penempatan elektroda potensialnya P1 dan P2 (Gambar 2.3) (Bahri, 2005).

(36)

20 Gambar 2.4 Susunan Elektroda arus dan potensial pada pengukuran metode

geolistrik.

Potensial di P1 (Vp1) yang diakibatkan oleh injeksi arus pada elektroda arus C1 dan C2 adalah (Bahri, 2005):        2 1 1 1 1 2 r r I VP   ...(2.15) Sedangkan potensial di P2 (VP2) adalah :

       4 3 2 1 1 2 r r I VP   ...(2.16) Dari Persamaan (2.13) dan (2.14) diperoleh beda potensial yang terjadi antara P1 dan P2, sebagai berikut:

2 1 p P

V

V

V

                                       4 3 2 1 1 1 2 1 1 2 r r I r r I V                            4 3 2 1 1 1 1 1 2 r r r r I V  

(37)

21 I V r r r r a                        4 3 2 1 1 1 1 1 2  ...(2.17)

Dari besarnya arus dan beda potensial yang terukur maka nilai resistivitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

I V K a  ...(2.18)

K merupakan faktor geometri yang tergantung pada penempatan elektroda arus maupun elektroda potensial pada permukaan.

                        4 3 2 1 1 1 1 1 2 r r r r K  ...(2.19) 2.3.1 Sifat Listrik Dalam Batuan Dan Mineral

Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik (Telford, 1990).

1. Konduksi secara elektronik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran istrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah hambatan jenis yang menunjukan kemampuan bahan tersebut untuk

(38)

22 menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai hambatan jenis suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. 2. Konduksi secara elektrolit

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memilki nilai hambatan jenis yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan memilki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawah oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan nilai hambatan jenis batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

3. Konduksi secara dielektrik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya batuan dan mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Sifat-sifat suatu formasi dapat digambarkan dengan 3 parameter dasar, seperti konduktivitas listrik, permeabilitas magnet, dan permitivitas dielektrik.

Setiap batuan memiliki nilai hambatan jenis masing-masing, dimana batuan yang sama belum tentu mempunyai nilai hambatan jenis yang sama. Sebaliknya, nilai hambatan jenis yang sama biasa dimiliki oleh batuan-batuan berbeda. Hal ini kerena tergantung pada umur batuan, kandungan elektrolit, massa jenis batuan, jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas, dan sebagainya.

(39)

23 Menurut Telford (1990) berdasarkan nilai hambatan jenis batuan dan mineral bumi diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:

Konduktor baik : 10-6 m < ρ < 1 m Konduktor pertengahan : 1 m <  < 10-7 m

Isolator :  107m

Nilai hambatan jenis batuan berhubungan langsung dengan porositas dan tekstur batuan. Hubungan antara nilai hambatan jenis dengan porositas pertama kali diusulkan oleh Archie (1942). Resistivitas (ρ) dan porositas (ϕ) dinyatakan dalam Persamaan Archi I :

ρ = aρw ϕ-m...(2.20)

Sedangkan yang menyangkut porositas batuan yang porinya tidak jenuh air atau terisi air dinyatakan dalam Persamaan Archie II, yaitu:

ρ t = ρ b 𝑆𝑤−𝑚 = a ρ w ϕ -m𝑆𝑤−𝑚...(2.21)

Hubungan nilai hambatan jenis dalam Persamaan (2.28) direfleksikan dengan besar faktor formasi (F), yaitu:

F = ρ

ρ𝑤 = 𝑎

𝜙−𝑚...(2.22)

Faktor formasi dapat digunakan untuk pedugaan zona aquifer karena besaran tersebut berefleksi sebagai porositas pada batuan sedimen maupun batuan beku yang mengalami rekahan.

(40)

24 Pada eksplorasi hidrogeologi, pengukuran nilai hambatan jenis ρ dapat dilakukan langsung di lapangan, misalnya dengan metode hambatan jenis. Nilai hambatan jenis air pengisi berpori ρw, selain dapat diukur langsung, juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

ρ w = 10000 / DHL ...(2.23) dimana DHL adalah daya hantar listrik yang dinyatakan dalam (μs).

Dari kedua besaran tersebut dapat dihitung nilai faktor formasi (F) dengan menggunakan Persamaan (2.30). Beberapa kesimpulan nilai faktor formasi dari beberapa studi hidrogeologi yang diperoleh (Taib, 1999) seperti pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Klasifikasi pendugaan faktor formasi untuk batuan sedimen

F Formasi Aquiver/Aquiclude

≤ 1 Clay Aquiclude

1 – 1,5 Peat, clayey sand atau silf Aquiclude

2 Silf – find sand Poor to medium aquiver

3 Medium sand Medium to productive aquiver

4 Coarse sand Produktive aquiver

5 Gravel Higly productive aquiver

Sumber (Taib, 1999)

Tabel 2.4 Klasifikasi pendugaan faktor formasi untuk batuan vulkanik dan beku

Formasi Permeable/

Impermeable F

Permeable/ impermeable Tuffa gunung api Impermeable 1 < F < 4 Permeable

(41)

25 Basalt rekahan Permeable 5 < F < 15 Solid

Breksi Permeable 2 < F < 7 ; F > 10

Impermeable (solid)

Batu gamping coral Permeable 3 < F < 10 Solid Sumber (Taib, 1999)

2.3.2 Metode Automatic Array Scanning (ASS) dan Konfigurasi Wenner

Metode Automatic Array Scanning (AAS) adalah metoda geolistrik hambatan jenis yang melakukan pengukuran berulang-ulang serta berurutan dengan menggunakan kedalaman penetrasi tertentu (Loke, 1999). Metode ini diawali oleh penelitian Barker (1981) dengan menggunakan metode Offset Wenner, metode Van Overmeren dan metode Ritsema, dan pada tahun (1988) me namakan metode ini sebagai Continuous Vertical Electrical Sounding (CVES) dan digunakan untuk aplikasi hidrogeologi. Metode ini sering juga disebut sebagai SSIM (Sub Surface Imaging Method).

Konfigurasi Wenner diambil dari nama Frank Wenner yang mempelopori penggunaannya di Amerika Serikat Pada konfigurasi Wenner ini jarak antar keempat elektroda (elektroda arus maupun elektroda potensial) adalah sama, yaitu : AM = MN = NB = a (Gambar 2.5)

(42)

26 Berdasarkan Persamaan (2.19), faktor geometri (K) untuk konfigurasi Wenner dapat dituliskan sebagai berikut :

Kw = 2πa...(2.24)

2.3.3 Hambatan Jenis Dalam Batuan

Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuan mempunyai sifat-sifat kelistrikan. Batuan mempunyai sifat menghantarkan arus listrik karena ada bagian batuan yang mempunyai ikatan atom-atom secara ionik atau kovalen.

Tabel 2.5 Nilai hambatan jenis beberapa batuan (Telford,1990)

Harga hambatan jenis batuan pada (Tabel 2.5) tergantung dari material, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu,

Tipe Batuan Nilai Hambatan Jenis (Ωm)

Granit porfiritik Gabbro Basalt Olivin Peridorit Schists Tuf Slate Gneis Marble Skam Kuarsit Konglomerat Batu Pasir Batu Gamping Dolomit Lempung Air tanah Air Permukaan Air Laut 4,5 x 103 – 1,3 x 106 103 - 106 10 – 1,3 x 107 103 – 6 x 104 3 x 103 – 6,5 x 103 20 - 104 2 x 103 – 105 6 x 102 - 4 x 107 6,8 x 104 – 3 x 106 102 – 2,5 x 108 2,5 x 102 – 2,5 x 108 10 – 2 x 108 2 x 103 – 104 1 – 6,4 x 108 50 - 107 3,5 x 102 – 5 x 103 20 30 – 100 80 – 200 0,2

(43)

27 dengan demikian untuk setiap Jenis macam batuan pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai harga hambatan jenis yang berkurang, apabila makin besar kandungan air tanahnya atau makin besar kandungan garamnya (misal air asin). Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga harga hambatan jenis akan kecil (Wuryantoro, 2007).

2.4 Metode Seismik 2.4.1 Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi. Bumi sebagai medium gelombang terdiri dari beberapa lapisan batuan yang antar satu lapisan dengan lapisan lainya mempunyai sifat fisis yang berbeda. Ketidak kontinuan sifat medium ini menyebabkan gelombang seismik yang merambatkan sebagian energinya akan diteruskan ke medium di bawahnya (Telford, 1990). Berdasarkan arah getarnya, gelombang seismik dibedakan atas dua tipe yaitu : 1. Gelombang longitudinal

Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya searah dengan arah penjalaran gelombangnya. Gelombang ini disebut juga gelombang P karena datang paling awal dibanding dengan gelombang – gelombang yang lain.

2. Gelombang transversal

Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus terhadap arah penjalarannya. Gelombang ini disebut juga gelombang S karena datangnya setelah gelombang P (Munadi, 2000).

(44)

28 Gelombang yang merambat pada bumi mempunyai kecepatan yang berbeda-beda bergantung dari meterial penyusunya (Tabel 2.6).

Tabel 2.6. Kecepatan gelombang pada material N0

Jenis Batuan Kecepatan(m/s)

Unconsolidated Material 1.

Sand (dry)/pasir kering 200 – 1.000 2.

Sand (water saturated) 1.500 – 2.000 3.

Clay / Tanah liat 1.000 – 2.500 4.

Glacial till (water saturated) 1.500 – 2.500 5

Permafrost 3.500 – 4.000

Sedimentary rock/ batuan sedimen 6

Sandstone / batu pasir 2.000 – 6.000 7 Tertiary sandstone 2.000 – 2.500 8 Pennant sandstone 4.000 – 4.500 9 Cambrian quartzite 5.500 – 6.000 10. Limestones/batu kapur 2.000 – 6.000 11. Cretaceous chalk 2.000 – 2500 12.

Jurassic oolites and bioclatis limestones 3.000 – 4.000 14.

Carboniferous limestone 5.000 – 5.500 15.

(45)

29 N0

Jenis Batuan Kecepatan(m/s)

16. Salt/garam 4.500 – 5.000 17. Anhydrite 4.500 – 6.500 18. Gypsum 2.000 – 3.500 Batuan metamorf 19.

Granite /batu besi 5.500 – 6.000 20. Gabbro 6.500 – 7.000 21. Ultramafic rock 7.500 – 8.500 22. Serpentinite 5.500 – 6.500 Pore fluids 23. Air/udara 300 24. Water / air 1.400 – 1.500 25. Ice / es 3.400 26. Petroleum 1.300 – 1.400 Other materials 27. Steel / baja 6.100 28. Iron/besi 5.800 29. Aluminium 6.600 30. Concrete / beton 3.600 Sumber : (Wiley, 1997)

2.4.1.1 Pembiasan Pada Bidang Datar Lapisan

Prinsip utama metode seismik refraksi adalah penerapan waktu tiba pertama gelombang baik gelombang langsung maupun gelombang bias. Mengingat

(46)

30 kecepatan gelombang P lebih besar daripada gelombang S maka kita hanya memperhatikan gelombang P. Dengan demikian antara sudut datang dan sudut bias manjadi :

sin 𝑖 sin 𝑟 =

𝑣1

𝑣2...(2.25)

Pada pembiasan kritis sudut r = 900 sehingga persamaan menjadi :

Sin i = 𝑣1

𝑣2... (2.26)

Hubungan ini dipakai untuk menjelaskan metode pembiasan dengan sudut datang kritis. Gambar 2.6 memperlihatkan gelombang dari sumber palu menjalar pada medium V1, dibiaskan kritis pada titik A sehingga menjalar pada bidang batas lapisan .

Gambar 2.6 Pembiasan dengan sudut datang kritis ( Telford, 1990 ). Gelombang yang dibiaskan di bidang batas yang datang pertama kali di titik P pada bidang batas di atasnya adalah gelombang yang dibiaskan dengan sudut datang kritis. S P P h B1 B A V1 V2 i i i

(47)

31 2.4.1.2 Waktu Tempuh Gelombang Langsung, Bias Dan Pantul

Pada Gambar 2.7 terlihat bahwa waktu tempuh gelombang langsung, bias dan pantul maka pada jarak relatif dekat TL < TB < TP, dengan TL, TB, dan TP berturut-turut adalah waktuh tempuh gelombang langsung, bias dan pantul. Sedangkan pada jarak yang relatif jauh TB < TL < TP. Jelas bahwa gelombang pantul akan sampai di titik penerima dalam waktu yang paling lama.

Gambar 2.7 Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang langsung,bias dan pantul (Susilawati, 2004).

2.4.1.3 Penjalaran Gelombang pada Medium Dua Lapis Horizontal (Datar) Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber gelombang dari medium dua lapis horizontal, dapat dilakukan pengukuran seperti pada Gambar 2.8 .

(48)

32 Gambar 2.8 Lintasan penjalaran gelombang bias untuk medium dua lapis

horizontal (Susilawati, 2004) .

Gambar 2.9 Grafik hubungan antara jarak dengan waktu tiba (Susilawati, 2004) Pada titik A diadakan getaran dan menimbulkan gelombang seismik yang menjalar ke penerima (geophone) di titik D. Dengan mengamati waktu tiba berdasarkan grafik hubungan jarak dengan waktu tiba gelombang, waktu rambat gelombang untuk dua lapisan datar dengan kecepatan V1, terletak di atas lapisan dengan kecepatan V2.(Gambar 2.9). Waktu yang diperlukan untuk penjalaran gelombang dari lintasan A-B-C-D adalah T, sehingga dapat ditulis:

V1 X A B D C V2 h i T T1 1 𝑉2 1 𝑉1 0 X0 0

(49)

33 T = 𝑋 𝑉1+ 2ℎ 𝑉1𝑉2√(𝑉2) 2 − (𝑉 1)2 ... (2.27)

2.4.1.4 Penjalaran Gelombang pada Medium Tiga Lapis Horizontal

Penjalaran gelombang pada medium tiga lapis horizontal dapat dilihat pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Penjalaran gelombang seismik untuk medium tiga lapis horizontal (Wiley, 1997).

Gambar 2.11 Grafik hubungan antara jarak dengan waktu tiba untuk tiga lapis horizontal (Wiley, 1997). D B V3 A X F C h h V V E (V1<V2<V3 ) i i 1

(50)

34 Kecepatan penjalaran gelombang seismik masing-masing lapisan adalah V1 (untuk lapisan 1), dan V2 (untuk lapisan 2). Grafik hubungan jarak antara waktu tempuh untuk medium tiga lapis horizontal dengan kecepatan masing-masing V1, V2 danV3. Waktu rambat gelombangnya:

T = 𝑿 𝑽𝟑+ 𝟐𝒉𝟏 𝑽𝟏𝑽𝟑√(𝑉2) 2− (𝑉 1)2 + 2ℎ2 𝑉2𝑉3√(𝑉2) 2 + (𝑉 1)2...(2.28) 2.4.2 Seismik Refraksi

Bila gelombang elastik yang menjalar dalam medium bumi menemui bidang batas perlapisan dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan dan pembiasan gelombang. Bila kasusnya adalah gelombang P maka terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu, gelombang P-refleksi (PP1), gelombang S-refleksi (PS1), gelombang P-refraksi (PP2), gelombang S-refraksi (PS2) (Gambar 2.1). Adapun gambaran dari kasus tersebut adalah sebagai berikut .

𝑽𝒑𝟏 𝒔𝒊𝒏𝒊= 𝑽𝒑𝟏 𝒔𝒊𝒏𝜽𝒑 = 𝑽𝒔𝒊 𝒔𝒊𝒏𝜽𝒔 = 𝑽𝒑𝟐 𝒔𝒊𝒏𝒓𝒑= 𝑽𝒔𝟐 𝒔𝒊𝒏𝒓𝒔... (2.29)

Gambar 2.11. Pemantulan dan pembiasan gelombang (Munadi, 2000).

rS Medium 1 Medium 2 i 𝜽s 𝜽p PS1 PP1 PP1 PS2 rS Vs1 Vp1 Vp2 VS2

(51)

35 2.4.2.1 Metode Intercept Time

Menurut Susilwati, 2004 Metode Intercept Time merupakan metode perhitungan yang biasanya digunakan untuk menentukan kedalaman lapisan tanah atau batuan. Lapisan tersebut dianggap sebagai bidang yang rata. Pada Gambar 2.6 merupakan grafik hubungan antara jarak dengan waktu pada penjalaran gelombang dua lapis. Untuk menentukan kedalaman lapisan kebawah pada penjalaran gelombang dua lapis dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

T = 2ℎ 𝑉1𝑉2√(𝑉2) 2− (𝑉 1)2... (2.30) Dan h = 𝑇1𝑉1𝑉2 2√(𝑉2)2− (𝑉1)2 ... (2.31)

Pada Gambar 2.8 merupakan grafik hubungan antara jarak dengan waktu pada penjalaran gelombang tiga lapis. Adapun persamaan yang digunakan untuk menetukan kedalaman lapisan kebawah pada penjalaran gelombang tiga lapis adalah sebagai berikut :

Ti2= 𝟐𝒉𝟏 𝑽𝟏𝑽𝟑√(𝑉2) 2− (𝑉 1)2 + 𝟐𝒉𝟐 𝑽𝟐𝑽𝟑√(𝑉2) 2+ (𝑉 1)2 ...(2.32) Dan h2 = [𝑇𝑖2− 2ℎ1 𝑉1𝑉3√(𝑉2) 2− (𝑉 1)2] 𝑉2𝑉3 2√(𝑉2)2+ (𝑉1)2 ...(2.33)

(52)

36 2.4.3 Refraksi Mikrotremor

Mikrotremor merupakan getaran tanah, gempa bumi, bisa berupa getaran akibat aktivitas manusia maupun aktivitas alam. Mikrotremor bisa terjadi karena getaran akibat orang yang sedang berjalan, getaran kendaraan, gerakan angin, gelombang laut atau getaran alamiah dari tanah. Mikrotremor juga dapat dipakai untuk mengetahui jenis tanah atau top soil berdasarkan tingkat kekerasannya, dimana semakin kecil periode dominan tanah maka tingkat kekerasannya semakin besar atau tanah yang mempunyai periode dominan besar maka semakin lunak atau lembek sifatnya (Wahyuni, A., 2011).

Mikrotremor merupakan gelombang seismik berukuran mikro yang memiliki sinyal kontinyu dengan durasi yang sangat lama. Stokoe, dkk,. (1999) mendefinisikan bahwa mikrotremor sebagai noise periode pendek yang berasal dari artifisial. Gelombang ini bersumber dari segala arah yang saling beresonansi. Refraksi mikrotremor dapat juga diartikan sebagai getaran harmonik alami tanah yang terjadi secara terus menerus disebabkan oleh getaran mikro di bawah permukaan tanah dan kegiatan alam lainnya. Serta dapat juga diakibatkan oleh gangguan setempat seperti : lalu lintas, industri, getaran permukaan atau udara yang diteruskan ke bawah permukaan tanah.

Metode refraksi mikrotremor merupakan salah satu metode penting dan banyak dipakai dalam teknik geofisika utuk menentukan karakteristik struktur bawah permukaan. Dalam metode ini terdapat 2 teknik sederhana untuk menentukan

(53)

37 struktur geologi bawah permukaan seperti Spektral Analysis of Surface Wave (SASW) dan Multichannel Analysis of Surface Wave (MASW) (Susy, dkk., 2009).

Teknik SASW dan MASW merupakan metode seismik non-deskruktif yang merekam perambatan gelombang permukaan (Gelombang Rayleigh). Sifat kekakuan tanah dapat dinilai dari kecepatan gelombang gesernya, dimana keduanya menunjukkan hubungan yang linier. Semakin besar nilai kecepatan gelombang geser maka akan semakin besar juga nilai kekakuan tanahnya atau semakin keras dan padat. Kecepatan gelombang geser hanya berkaitan dengan kepadatan tanah. Semakin rendah tingkat kejenuhan tanah maka akan semakin tinggi nilai kecepatan gelombang gesernya (Susy, dkk., 2009).

Louie (2001) pertama kali menyajikan metode remi dengan mengembangkan profil kecepatan gelombang S. Tujuannya adalah untuk mengembangkan alat yang lebih murah, lebih cepat dan lebih mudah dari pada yang tersedia. Meskipun metode telah menerima pengawasan yang signifikan, telah terbukti mampu memperkirakan rata-rata kecepatan gelombang geser sampai kedalaman hingga 100 m dan dalam akurasi 20% dari metode pengukuran yang lebih diterima secara luas. Louie (2001) berusaha untuk menggabungkan aspek yang paling efektif dari metode mikrotremor, SASW dan MASW. Metode Remi saat ini telah digunakan dalam berbagai aplikasi profil dangkal kecepatan gelombang geser. Meski mengandalkan sumber sinyal pasif, dan menunjukkan bahwa hasil yang baik dapat diperoleh dengan susunan linier sederhana geophone seismik refraksi (yaitu 4,5Hz) dan sistem akuisisi data. Karakteristik lain yang penting adalah bahwa ketergantungan

(54)

38 utama pada sumber sinyal pasif memungkinkan untuk dimanfaatkan di perkotaan dimana suara atau badan gelombang akan meredam sinyal sumber aktif.

(55)

39 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dengan menggunkan Metode Geofisika yaitu metode Geomagnet, metode Geolistrik, dan Metode Seismik yang dilakukan di Desa Lauwa, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi Biromaru, Provinsi Sulawesi Tengah. Letak Goegrafisnya 01036’49,3” LS dan 1200 02’12,9 ” BT.

(56)

40 3.2 Waktu Pelaksanaan

Adapun penelitian ini dilaksanakan pada :

Hari / Tanggal : Jumat - Minggu, 4-6 Desember 2015

Tempat : Desa Lawua Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi Biromaru 3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Metode Geomagnet

Alat dan Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini :

1. Satu set Proton Precision Magnetometer merk GS 19 T. Alat ini digunakan di Base.

2. Satu set Proton Precision Magnetometer merk GS 19 T. Alat ini digunakan untuk mengukur dilapangan.

3. Satu buah kompas

4. Satu buah GPS (Global Positioning System). 5. Jam untuk menunjukan waktu.

6. Alat tulis menulis 3.3.1 Metode Geolistrik

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : 1. Satu set alat ukur geolistrik hambatan jenis, yaitu :

a. Resistivitymeter b. Elektroda 16 buah c. Kabel 4 gulung

(57)

41 d. Sumber arus listrik (accu)

e. Kabel penghubung

2. Satu buah kompas berfungsi untuk menentukan arah lintasan pengukuran geolistrik

3. Satu buah Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk menentukan koordinat geografis dan elevasi titik pengukuran

4. Palu berfungsi untuk memukul patok elektroda arus dan potensial ke dalam tanah.

5. Alat tulis dan tabel data berfungsi untuk menginput data pengukuruan. 3.3.2 Metode Seismik

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini : 1. Satu set alat Seismograf Pasi MD 16S24P.

2. Detektor geophone 24 chanel sebagai sensor untuk mendeteksi perambatan gelombang di bawah permukaan.

3. Kabel penghubung (trigger, extension, konektor) 4. Sumber arus

5. Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk menentukan posisi geophone.

6. Meteran untuk mengukur jarak antar geophone 7. Alat tulis menulis

(58)

42 3.4 Prosedur Pengukuran

3.4.1 Metode Geomagnet

Pengukuran metode geomagnet terbagi atas dua pengukuran yaitu pengukuran di base dan pengukuran di mobile

1. Pengukuran Base

Adapun metode pengambilan datanya adalah sebagai berikut:

1. Mencari tempat yang tepat untuk dipasang alat magnetometer yang berfungsi sebagai base. Lokasi penempatan magnetometer di base harus jauh dari material yang mengandung logam karena akan mempengaruhi keakuratan hasil pengukuran.

2. Mengarahkan sensor magnetometer dengan panduan kompas geologi ke arah Utara.

3. Mengatur dan menyamakan waktu yang akan digunakan pada base dan waktu pada saat pengukuran.

4. Mengatur interval waktu pengukuran otomatis magnetometer yang berada dibase sesuai kebutuhan misalnya 3 menit.

5. Setelah selesai melakukan pengambilan data dilapangan kemudian mencatat perekaman instrument magnetometer yaitu waktu serta bacaannya pada interval waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Pengukuran Mobile

(59)

43 1. Pengukuran yang dilakukan di lapangan diawali dengan mentukan lintasan

daerah yang akan diukur berdasarkan peta topografi.

2. Setelah mendapatkan tempat atau titik yang akan diukur maka, tentukan posisi pengukuran menggunakan GPS dengan membaca posisi lintang dan bujurnya. 3. Mengarahkan sensor magnetometer dengan panduan kompas geologi ke arah

Utara dan menunggu beberapa saat hingga noise (gangguan) yang terbaca cukup kecil kemudian membaca nilai yang ditunjukan pada layar.

4. Mencatat waktu pengambilan data. Mengambil data pada masing-masing lintasan, selanjutnya mengubah tinggi antea sensor magnetometer dengan ketinggian 90cm sebelum berpindah kelintasan lain dengan interval jarak tertentu misalkan 100 – 300 m.

3.4.2 Metode Geolistrik

Untuk memperoleh profil bawah permukaan, maka dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi Wenner di lokasi pengukuran di Desa Lauwa. Adapun langkah-langkah dalam pengukuran ini sebagai berikut:

1. Menentukan posisi titik ukur.

2. Menentukan arah bentangan dengan menggunakan kompas.

3. Memasang elektroda dengan jarak antara elektroda sebesar 5 meter.

4. Membentuk bentangan elektroda arus dan elektroda potensial dengan panjang bentangan 75 meter.

(60)

44 6. Menginjeksikan arus ke dalam tanah melalui elektroda arus dan beda potensial berdasarkan metode konfigurasi dalam hal ini menggunakan metode konfigurasi wenner.

7. Memindahkan kabel arus dan kabel potensial sesuai dengan metode pengukuran dalam hal ini menggunakan metode AAS

8. Data yang diperoleh dari pengukuran dilapangan adalah data arus (I) dan beda potensial (V) serta jarak elektroda (a).

3.4.3 Metode Seismik

Untuk memperoleh profil bawah permukaan, maka dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode Seismik dengan metode pengukuran time delay di lokasi pengukuran di Desa Tompibugis. Dalam metode seismik dilakukan dua pengambilan data yaitu data seismik refraksi yang terdiri dari data onset data offset serta data seismik Refraksi Mikrotremor (ReMi) Adapun langkah-langkah dalam pengukuran ini sebagai berikut:

a. Seismik Refraksi

Adapun prosedur pengambilan data sebagai berikut: 1. Membuat bentangan berupa garis lurus

2. Menentukan jarak antar geophone dan menentukan titik tembak dengan memperhatikan kondisi lingkungan.

(61)

45 4. Menentukan arah bentangan dengan menggunakan kompas dan mengukur

posisi tiap geophone.

5. Menghubungkan semua geophone dengan utama (seismograf) unit menggunakan kabel konektor.

6. Mengoperasikan alat Pasi.

7. Memberi gangguan pada shoot point pada enset 1 dan enset 2. Dimana ensed 1 berada pada 1,5 meter sebelum geophone pertama (onset) dan ensed 2 berada 1,5 meter setelah geophone 24 (offset).

8. Merekam data berupa respon yang diperoleh berupa penjalaran gelombang di bawah permukaan yang akan terekam otomatis pada alat pasi.

b. Seismik Refraksi Mikrotremor (ReMi)

Adapun prosedur pengambilan data sebagai berikut : 1. Menentukan arah lintasan.

2. Membuat lintasan berupa garis lurus.

3. Menentukan jarak antar geophone dan memasang geophone dengan interval 3 meter.

4. Menghubungkan semua geophone dengan alat utama (seismograf) unit menggunakan kabel konektor.

5. Mengoperasikan alat Pasi dengan menggunakan Record Time sebesar 512 msec dan Sampling Time sebesar 128 msec

(62)

46 6. Mengambil data dengan melakukan pengambilan data menggunakan sumber pasif dimana perlakuan pasif yaitu dengan cara membiarkan alat Pasi bekerja tanpa memberikan gangguan pada shoot point.

7. Merekam data berupa respon yang diperoleh berupa penjalaran gelombang di bawah permukaan yang akan terekam pada alat pasi.

8. Mencatat posisi geophone. 3.5 Pengolahan Data

3.5.1 Metode Geomagnet

Data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan selanjutnya dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Hasil pengukuran lapangan dikoreksi dengan data medan magnetik utama bumi International Geomagnetic Reference Field (IGRF) lokasi penelitian sesuai dengan waktu pelaksanaan pengukuran, dengan mengakses situs

http://www.ngdc.noaa.gov/seg/geomag/magfield.shtml.

2. Setelah data lapangan dikoreksikan dengan data medan magnetik utama bumi, selanjutnya dikoreksikan dengan data variasi harian dengan cara mengurangkan nilai koreksi medan magnet bacaan mobile dengan nilai bacaan base. Setelah mendapatkan nilai koreksi variasi harian (TVH) selanjutnya, membuat grafik koreksi harian terhadap waktu. Kemudian membuat persamaan garisnya yang digunakan untuk mengoreksi hasil bacaan medan magnet mobile (Tcor).

(63)

47 3. Menghitung data anomali magnetik total (∆𝑇total ) dengan Persamaan (3.1):

∆𝑇 = 𝑇𝑜𝑏𝑠− 𝑇𝐼𝐺𝑅𝐹± 𝑇𝑉𝐻 (3.1)

4. Setelah harga ∆𝑇 diperoleh, langkah selanjutnya adalah pemisahan ∆𝑇

tersebut menjadi Regional, Residual, dan Noise. Metode pemisahan yang digunakan di sini adalah Moving Average dengan data ∆𝑇 yang diperoleh sebagai input dan regional sebagai output. Langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut:

a. Membuat grafik ∆𝑇 terhadap stasiun, kemudian membagi grafik tersebut dalam satu grid tertentu dengan jumlah grid =2n≥ jumlah stasiun pengukuran dan lebar grid, ∆𝑥 = jumlah stasiun/jumlah grid. Mengolah nilai perpotongan grafik ∆𝑇 dengan grid tersebut menggunakan software Numeri, software ini merupakan program yang melakukan Transformasi Fourier, dan menghasilkan nilai frekuensi (f) dan amplitudo (A). kemudian membuat grafik ln A terhadap k, dimana k = 2πf, lalu pilihlah nilai k, yang didapat dari perubahan grafik yang signifikan atau dengan menarik garis interpolasi yang mewakili data.

b. Setelah nilai k didapat, langkah selanjutnya adalah menentukan nilai jumlah window, yang akan digunakan untuk moving average, dengan persamaan:

𝑛 = 𝜆

Δ𝑥 (3.2)

(64)

48 c. Melakukan moving average pada data ∆𝑇 yang digunakan sebagai

input untuk mendapatkan ∆𝑇 Regional dengan persamaan: ∆Tr = ∆𝑇(𝑖−𝑁)+⋯+∆𝑇(𝑖)+⋯+∆𝑇(𝑖+𝑁)

𝑛 (3.3)

dimana N = 𝑛−1

2

d. ∆T Residual didapatkan dengan mengurangkan ∆T Regional terhadap ∆T menggunakan Persamaan (3.4):

∆TResidual = ∆T - ∆TRegional (3.4)

5. Langkah selanjutnya adalah membuat peta anomali medan magnet total (∆Ttotal), peta anomali magnetik regional (∆Tregional) dan peta anomali magnetik residual (∆Tresidual) dengan menggunakan software Surfer10. 6. Membuat lintasan pada peta anomali magnetik residual (∆Tresidual) untuk

mendapatkan data yang akan digunakan berupa anomali dan jarak sebagai input pada pemodelan 2D dengan menggunakan Mag2DC.

7. Melakukan pemodelan dengan menggunakan software Mag2DC.

8. Melakukan interpretasi data berdasarkan model magnetik pada poin (6) dengan mengacu pada literatur (nilai suseptibilitas batuan/mineral) dan keadaan geologi lokasi penelitian.

3.5.2 Metode Geolistrik

Data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan selanjutnya dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(65)

49 1 Nilai hambatan jenis semu dihitung berdasarkan Persamaan (2.18) dengan

faktor geometri (K) sesuai dengan Persamaan (2.32)

2 Nilai hambatan jenis dan ketebalan lapisan sebenarnya ditentukan dengan menggunakan aplikasi pengolahan data Res2Dinv. Data yang dimasukkan dalam aplikasi Res2dinv adalah nilai hambatan jenis semu, spasi elektroda dan jumlah titik datum.

3 Hasil inversi Res2dinv akan menghasilkan penampang hambatan jenis 2 dimensi (2D), yang berupa kedalaman dan jarak bentangan elektroda.

4 Untuk memperoleh penampang hambatan jenis dengan koreksi topografi, data beda tinggi tiap-tiap elektroda dimasukkan ke dalam aplikasi Res2dinv sebagai data masukan.

3.5.3 Metode Seismik

Dalam metode seismik dilakukan dua pengolahan data yaitu pengolahan data seismik refraksi dan pengolahan Refraksi Mikrotremor (ReMi). Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data ini sebagai berikut:

a. Seismik Refraksi

1. Data yang terekam, kemudian di dowloand dari seismogram, kemudian diinput ke dalam software pickwin.

2. Memilih satu data yang paling bagus.

3. Selanjutnya dilakukan pickwin ( menentukan waktu tempuh gelombang seismik yang pertama ) .

(66)

50 4. Memasukkan data elevasi tiap geophone dengan menggunakan program

Notepad.

5. Memodelkan struktur bawah permukaan berdasarkan kecepatan batuan dengan menggunakan Plotrefa.

6. Melakukan inversi menginterpretasi hasil pemodelan menggunakan program Time-term inversion yang terdapat pada Software Plotrea

7. Menetukan lapisan pertama, kedua dan ketiga berdasarkan kecepatan gelombang tiap lapisan.

8. Mendapatkan nilai kecepatan gelombang tiap lapisan sehingga dapat digunakan untuk interpretasi hasil penelitian

b. Refraksi Mikrotremor

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1 Mengunduh data yang terekam pada Pasi MD 16S24-P untuk mendapatkan parameter–parameter yang dicari.

2 Memilih data terbaik untuk setiap lintasan.

3 Data yang diperoleh lalu diinput ke laptop, kemudian mulai memproses program Surface Wave Analysis Wizard sehingga diperoleh kurva dispersi. 4 Hasil dari kurva dispersi akan memperoleh informasi tentang kualitas data dan

kecepatan fase sebagai fungsi frekuensi yang diperoleh dari Cross Power Spektrum.

(67)

51 5 Melakukan inversi dari kurva dispersi untuk mendapatkan profil kecepatan gelombang dari lapisan bawah permukaan dengan menggunakan Software WaveEq.

6 Mendapatkan nilai kecepatan gelombang-S tiap lapisan sehingga dapat digunakan untuk interpretasi hasil penelitian

Gambar

Gambar 2.1 Peta Geologi Lokasi Penelitian (ArcGIS 10.1)
Gambar 2.2 Medan magnet bumi mempunyai karakteristik dwikutub homogen.
Gambar 2.3 Elemen medan magnet bumi (Pamuji dalam Mudi, (2012).
Tabel 2.4 Klasifikasi pendugaan faktor formasi untuk batuan vulkanik dan beku
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Data tinggi dan diameter bukan hanya diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan untuk menentukan volume pohon, angka bentuk

Nilai yang diukur pada metode geomagnet ini adalah suseptibilitas atau kerentanan magnetik k, di mana hasil pengukurannya diwujudkan dalam bentuk peta kontur kerentanan magnetik batuan