• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IX DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IX

DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI

KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN

9.1. Penyusunan Skenario

Analisis kebijakan dilakukan melalui kajian tiga alternatif pendekatan ESB yang disusun berdasarkan hasil AHP. Alternatif pendekatan disusun berdasarkan kondisi awal yang diinginkan pada seting spasial dan seting ESB, seperti yang disajikan pada Tabel 9.1.

Tabel 9.1 Alternatif pendekatan ESB berdasarkan kondisi awal seting spasial

dan seting perilaku

Seting spasial ESB

Alternatif

Pendekatan Aspek teknis Fungsional bangunan Peduli Lingkung-an Coping fisik – mental Motivasi Sejahtera Berkelem-bagaan Sosial Standard teknis tinggi Fungsi hunian minimal 1 (80 % - 100 %) (60 % - 69 %) Pasif /

instruktif rendah Tinggi rendah Standard teknis menengah Fungsi hunian menengah 2 (60 % - 79 %) (70 % - 84 %) Aktif / pendamping an

Sedang Sedang Sedang Standard teknis minimal Fungsi hunian optimal 3 (50 % - 59 %) (85 % - 100 %) Aktif /

partisipatif Tinggi Rendah Tinggi

Dalam memilih alternatif pendekatan eco-spatial behavior terbaik perlu dilakukan analisis berdasarkan hirarki di atasnya yaitu tujuan permukiman. Tiga tujuan pembangunan permukiman tersebut adalah agar penghuni dapat menghuni permukiman yang livable (memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, kenyamanan dan legalitas), habitable (memenuhi persyaratan fungsi hunian yang sesuai kebiasaan sosial budaya penghuni), dan penghunian dapat berlangsung sustainable baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Ketiga tujuan tersebut pun dianalisis berdasarkan hirarki di atasnya yaitu beberapa kriteria yang merujuk pada aspek eco-spatial behavior, yaitu seting spasial dan seting perilaku ekologis. Susunan hirarki aspek, kriteria, tujuan , dan alternatif pendekatan eco-spatial behavior dapat dilihat pada Gambar 9.1 skema hirarki berikut.

(2)

Gambar 9.1 Skema hirarki pendekatan ESB pada penghunian

rumah susun

Skema hirarki tersebut di atas kemudian dianalisis menggunakan metode AHP melalui program Crierium Decision Plus 3.0 version student. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa dalam penyusunan pendekatan ESB penghunian Rumah susun, aspek fungsi memperoleh nilai tertinggi (0.413) diikuti oleh aspek perilaku (0.327), dan aspek spasial teknis (0.260). Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai perilaku ESB aspek fungsi dan perilaku lebih penting dibandingkan dengan aspek teknis, namun bukan berarti bahwa persyaratan minimum teknis untuk keamanan dan kenyamanan diabaikan. Persyaratan teknis menjadi syarat utama dalam memperoleh ijin mendirikan bangunan (IMB), tetapi bila menghendaki seting spasial berfungsi sebagai hunian yang baik maka aspek teknis ini harus mengikuti atau disesuaikan dengan kebutuhan fungsi dan perilaku penghuni. karena menurut beberapa ahli yang telah diuraikan pada bab terdahulu menyebutkan bahwa aspek spasial dapat membentuk perilaku (adaptasi), atau sebaliknya perilaku yang membentuk seting spasial (adjustment). Aspek spasial mencakup kriteria standar teknis, ketersediaan fasum, dan kenyamanan kesehatan. Aspek fungsional mencakup kriteria fungsional hunian, estetika, dan adaptifibilitas seting spasial. Sedangkan kriteria

(3)

aspek perilaku mencakup kepedulian lingkungan, kemampuan coping dan adjustment penghuni terhadap seting penghunian, interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.

Melalui analisis hirarki proses kriteria aspek-aspek tersebut di atas didapat nilai tingkat kepentingan berturut-turut dari yang paling tinggi ke rendah adalah : fungsional spasial untuk hunian (0.183); pemenuhan standard teknis (0.162); rancangan seting yang adaptabel (0.160); kemampuan coping dan adjustment penghuni (0.108); interaksi sosial (0.104); estetika lingkungan (0.070); kepedulian lingkungan (0.066); kenyamanan-kesehatan lingkungan (0.062); adanya aktivitas ekonomi untuk menambah pendapatan (0.050); dan urutan terakhir adalah ketersediaan fasum (0.035), seperti yang disajikan pada Tabel 9.2 berikut.

Tabel 9.2 Nilai tingkat kepentingan antara aspek seting spasial fungsional dan perilaku ESB

Aspek Kriteria Nilai – Peringkat

Standard teknis 0.162 2

Fasum 0.035 10

Spasial

kenyamanan dan kesehatan 0.062 8 Fungsional spasial hunian 0.183 1 Estetika lingk.spasial 0.070 6 Fungsional

Adaptifbilitas spasial 0.160 3

Peduli lingkungan 0.066 7

Coping dan adjustment 0.108 4

Interaksi sosial 0.104 5

Perilaku

Aktivitas ekonomi 0.050 9

Urutan Alternatif pendekatan 2 – 3 – 1

Hasil tingkat kepentingan pencapaian tujuan pembangunan permukiman didapat bahwa skor tertinggi ke rendah adalah tercapainya permukiman yang habitable (0.411); permukiman yang dapat sustainable (0.339); dan permukiman yang livable (0.250). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa penataan permukiman rumah susun yang habitable atau yang sesuai dengan kebiasaan/budaya penghuni dianggap lebih penting dibandingkan dua tujuan lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara keseluruhan hasil AHP yang menunjukkan tingkat kepentingan di setiap level hirarki dapat dilihat pada Gambar 9.2 berikut.

(4)

Gambar 9.2 Hasil AHP pendekatan ESB penghunian rumah susun

Berdasarkan Tabel 9.2 mengenai nilai tingkat kepentingan antara aspek seting spasial fungsional dan perilaku ESB tersebut di atas, diambil lima nilai urutan tertinggi, yaitu: 1) fungsional spasial hunian, 2) standard teknis, 3) desain spasial yang adaptabel, 4) coping dan adjustment, dan 5) interaksi sosial. Kelima nilai tertinggi tersebut kemudian diambil sebagai lima faktor atau komponen yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan penghunian rumah susun KBBK. Kelima kondisi (state) faktor-faktor tersebut disusun skenario untuk dapat memprediksi suatu kondisi di masa yang akan datang.

Berdasarkan perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor di masa yang akan datang, dilakukan kombinasi antar kondisi faktor, dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible). Didapatkan tiga skenario, yang diberi nama: (1) Skenario Pesimis, (2) Skenario Moderat, dan (3) Skenario Optimis. Secara ringkas, penamaan dan susunan skenario disajikan pada Tabel 9.3. Berdasarkan Tabel 9.3 diketahui bahwa kondisi eksisting dibangun dengan kondisi interpretasi pemenuhan aspek fungsi hunian bangunan sebesar 44.31%, pemenuhan persyaratan teknis dan seting spasial sebesar 62.31%, pemenuhan adaptifibilitas spasial 38.74%, kemampuan coping dan adjustment 33.03%, dan interaksi sosial sebesar 31.80%. Kondisi optimis (pencapaian 80%) dan moderat

(5)

(pencapaian 67%) dibangun dengan kondisi interpretasi lebih baik dibandingkan dengan kondisi eksisting dan sebaliknya kondisi pesimis (pencapaian 40%) dibangun dengan kondisi interpretasi kelima faktor penting tersebut dibawah kondisi eksisting. Semua faktor harus ditingkatkan untuk mencapai kondisi optimis, sedangkan untuk mencapai kondisi moderat faktor fungsional bangunan dan adaptifibilitas spasial yang masih harus ditingkatkan (Tabel 9.3)

Untuk mengaitkan skenario yang disusun ke dalam model, dilakukan interpretasi kondisi faktor ke dalam peubah model perlu dilakukan beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam model, sehingga skenario yang bersangkutan dapat disimulasikan.

Tabel 9.3 Hasil interpretasi kondisi eksisting dan tiap skenario

Nilai Skenario (%) No Faktor

AHP

Eksisting

(%) Pesimis Moderat Optimis 1 Fungsional spasial hunian 0.183 44.31 30.50 55.45 91.50 2 Standard teknis 0.162 62.31 27.00 49.09 81.00 3 Adaptifbilitas spasial 0.160 38.74 26.67 48.48 80.00 4 Coping dan adjustment 0.108

33.03 18.00 32.73 54.00 5 Interaksi sosial 0.104 31.80 17.33 31.52 52.00 Sumber: Hasil Analisis 2010.

Pencapaian skenario tersebut di atas didasarkan pada intepretasi prospektif faktor-faktor penentu yang berpengaruh pada faktor-faktor sistem ESB penghunian rumah susun yang diambil dari 5 nilai tingkat kepentingan tertinggi, yaitu: 1) fungsional spasial hunian (8 komponen), 2) standard teknis (5 komponen), 3) desain spasial yang adaptabel, 4) coping dan adjustment, dan 5) interaksi sosial.

Tabel 9.4 Prospektif faktor-faktor penentu tingkat kepentingan faktor-faktor

yang berpengaruh pada sistem ESB penghunian rumah susun KBBK KEADAAN (STATE)

NO. FAKTOR

PESIMIS MODERAT OPTIMIS

1. FUNGSI HUNIAN

BANGUNAN

Shelter Adanya persepsi kurang memadai untuk tempat tinggal thd unit Rusun

Adanya persepsi cukup memadai thd Rusun sebagai tempat tinggal

Adanya persepsi sangat memadai thd unit rusun sebagai tempat tinggal

(6)

KEADAAN (STATE)

NO. FAKTOR PESIMIS MODERAT OPTIMIS

Security Kurangnya rasa aman karena adanya pergantian penghuni yang menyewa

Adanya sistem keamanan lingkungan yang memberikan rasa cukup aman walaupun dilingkungan perkotaan yang padat

Adanya sistem keamanan lingkungan dan

kekerabatan yang tinggi diantara warga shg memberikan rasa aman dan betah

Child-rearing Kepadatan penghunian rusun yang tinggi dapat berpengaruh thd pendidikan anak

Masih adanya perhatian dalam mengawasi pendidikan anak

Kesamaan budaya, kekerabatan yang erat dan rasa satu keluarga besar rusun memung-kinkan adanya perhati-an dan turut mengawasi pendidikan anak Symbolic identification Persepsi kumuh oleh

masy luas terhadap rusun sederhana menyebabkan rendahnya symbol kesejahteraan penghuni

Bisa tinggal di rusun yang berlokasi strategis cukup memberikan harga diri bagi penghuni yang mayoritas berpenghasilan menengah ke bawah

Status kepemilikan Hak Milik Sarusun di lokasi yang sangat strategis memberikan kebetahan dan kepercayaan diri sebagai keluarga yang sejahtera

Leisure Adanya rasa kurang

terhadap fasilitas rekreasi

Dengan adanya taman dan arena main dianggap cukup untuk sarana rekreasi

Dekatnya lokasi rusun dengan fasilitas rekreasi dan pusat perbelanjaan dianggap sangat cukup untuk berekreasi dan mengisi waktu luang dengan kegiatan yang menyenangkan accessibility sosek

- -

Lokasi mempunyai aksesibilitas yang sangat memadai untuk mencapai fasos dan fasek, karena lokasi rusun dikelilingi fasos dan fasek financial investment

- -

Rusun KBBK mempunyai nilai jual kembali yang tinggi

public efficiency Detil desain bangunan belum memperhatikan green building

Sudah mulai adanya sikap menghemat pemakaian enerji walaupun desain belum green building

Adanya gerakan hemat enerji warga melalui perhimpunan penghuni A. PEMENUHAN PERSYARATAN TEKNIS  Sirkulasi dan aksesibilitas

Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat  Aman kebakaran, petir

dan kelistrikan

Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat  Kesehatan bangunan Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat  Kenyamanan

bangunan

Alami Alami + Mekanis Alami + Mekanis 2

 Sarana evakuasi Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Lanjutan Tabel 9.4

(7)

KEADAAN (STATE)

NO. FAKTOR PESIMIS MODERAT OPTIMIS

B. SETING SPASIAL

YANG ADAPTABEL Desain unit rusun yang kurang mempertim-bangkan dinamika aktivitas penghunian rumah tinggal

Struktur bangunan yang masih memungkinkan pengolahan pe-ngembangan denah dengan menggabung-kan 2 atau lebih unit rusun

Struktur bangunan yang masih memungkinkan pengolahan pengem-bangan denah dengan menggabungkan 2 atau lebih unit rusun Adanya kebijakan yang boleh merubah bagian dalam bangunan non structural

3 KEMAMPUAN COPING

DAN ADJUSTMENT Banyaknya peralihan kepemilikan rusun kepada penghuni baru, sehingga masih membutuhkan proses adaptasi yang lebih lama untuk coping penghunian

Pengetahuan tinggal di rusun sudah mulai dikenal penghuni baru, sehingga lebih mudah beradaptasi

Penghuni dengan penghasilan rendah umumnya lebih mempunyai coping penghunian yang lebih tinggi tinggal di rumah kecil dan padat Penghuni sudah lama tinggal, sehingga sudah terjadi proses adaptasi

4 INTERAKSI SOSIAL Penghuni merasa seting

spasial rusun kurang mendukung interaksi sosial

Adanya ruang terbuka dan arena main cukup mendukung interaksi sosial antar penghuni

Fasos, tangga, teras bersama, taman, dan area main sangat mendukung interaksi sosial antar penghuni

Sumber: Hasil Analisis 2010.

9.1.1. Simulasi Model Sosial

a. Perkembangan Penghuni Rumah Susun

Simulasi model sosial yang diamati dalam pengelolaan kawasan penghunian permukiman rumah susun KBBK yakni jumlah penghuni rumah susun, tingkat respons spasial penghuni rumah susun, tingkat partisipasi penghuni rumah susun, tingkat persepsi penghuni rumah susun, tingkat anteseden penghuni rumah susun dan sikap dan perilaku penghuni rumah susun terhadap kegiatan pengelolaan kawasan penghunian permukiman rumah susun. Simulasi model pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun selengkapnya disajikan dalam Gambar berikut ini. Lanjutan Tabel 9.4

(8)

Gambar 9.3 Simulasi model pertambahan dan pengurangan

penghuni rumah susun

Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah penghuni rumah susun yang cukup besar untuk ketiga skenario, dimana skenario pesimis mengalami penurunan paling besar dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Penurunan jumlah penghuni rumah susun untuk skenario optimis dan moderat berada diatas nilai kondisi eksisting, sedangkan untuk skenario pesimis nilai turun dan berada di bawah kondisi eksisting.

Terjadi penurunan jumlah penghuni rumah susun yang cukup besar dari tahun 2004 hingga akhir tahun simulasi 2040, yaitu dari 6.223 jiwa menjadi 3.932 jiwa (kondisi eksisting), menjadi 4.480 jiwa (kondisi optimis), menjadi 4.167 (kondisi moderat) dan menjadi 3.500 jiwa (kondisi pesimis).

b. Kesejahteraan Penghuni Rumah Susun

Berdasarkan simulasi model, diketahui bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan penghuni rumah susun yang cukup besar, nilai kesejahteraan sendiri merupakan nilai ekonomi yang dirasakan penghuni dengan menempati rumah susun tersebut, dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu dari Rp 750.011,43 menjadi Rp 979.549,04.

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(9)

Gambar 9.4 Simulasi model tingkat kesejahteraan

penghuni rumah susun

Terjadi peningkatan jumlah pendapatan yang cukup besar untuk ketiga skenario, dimana skenario pesimis mengalami peningkatan paling besar dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Peningkatan jumlah pendapatan penghuni rumah susun untuk skenario optimis dan moderat lebih rendah dan berada dibawah nilai kondisi eksisting, sedangkan untuk skenario pesimis nilai peningkatannya lebih besar dibandingkan dengan kondisi eksisting.

Terjadi peningkatan jumlah pendapatan yang cukup besar dari tahun 2004 hingga akhir tahun simulasi 2040, yaitu dari Rp 750.011,43 menjadi Rp 4.718.261,75 (kondisi eksisting), menjadi Rp 4.393.044,99 jiwa (kondisi optimis), menjadi Rp 4.571.572,89 (kondisi moderat) dan menjadi Rp 4.986.072,99 (kondisi pesimis).

c. Respons Spasial

Terjadi penurunan tingkat respons spasial untuk ketiga skenario, dimana skenario pesimis mengalami penurunan paling besar dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Penurunan tingkat respons spasial penghuni rumah susun untuk skenario optimis dan moderat lebih rendah dan berada diatas nilai kondisi eksisting, sedangkan untuk skenario pesimis nilai penurunannya lebih besar dibandingkan dengan kondisi eksisting. Berdasarkan simulasi model terjadi penurunan tingkat respons spasial dari tahun

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(10)

2004 hingga akhir tahun simulasi 2040, yaitu dari 74,43% menjadi 56,89% (kondisi eksisting), menjadi 66,40% (kondisi optimis), menjadi 61,09% (kondisi moderat) dan menjadi 47,62% (kondisi pesimis).

Gambar 9.5 Simulasi model tingkat respons spasial

penghuni rumah susun

d. Perubahan Kecukupan Penggunaan dan Pengelolaan

Skenario optimis, perubahan kecukupan penggunaan dan pengelolaan air bersih relative sama atau tidak mengalami perubahan, untuk KPLS dan listrik mengalami peningkatan dan fasos dan fasum mengalami penurunan. Pada tahun 2004 dan tahun 2009 kecukupan penggunaan fasos dan fasum mengalami penurunan sebesar 72% menjadi 64,12% dan pada akhir tahun simulasi turun menjadi 61,02%. Kecukupan penggunaan listrik cenderung mengalami peningkatan, dari tahun 2004 hingga akhir tahun simulasi 2040 terjadi peningkatan sebesar 65,63% menjadi 74,52%. Sementara itu untuk KPLS pada tahun 2004-2009 terjadi peningkatan dari sebesar 31,58% menjadi 35,64% dan hingga akhir tahun simulasi 2040 meningkat sebesar 43,86%.

Skenario moderat memiliki kondisi tidak terlalu berbeda jauh dengan kondisi optimis, perubahan kecukupan penggunaan dan pengelolaan air bersih juga tidak mengalami perubahan, untuk KPLS dan listrik mengalami peningkatan dan fasos dan fasum mengalami penurunan. Pada tahun 2004 dan tahun 2009 kecukupan penggunaan fasos dan fasum mengalami penurunan

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(11)

sebesar 72% menjadi 64,12% dan pada akhir tahun simulasi turun menjadi 52,85%. Kecukupan penggunaan listrik cenderung mengalami peningkatan, dari tahun 2004 hingga akhir tahun simulasi 2040 terjadi peningkatan sebesar 65,63% menjadi 69,52%. Sementara itu untuk KPLS pada tahun 2004-2009 terjadi peningkatan dari sebesar 31,58% menjadi 35,64% dan hingga akhir tahun simulasi 2040 meningkat sebesar 47,24% (Gambar 9.7).

Skenario pesimis, perubahan kecukupan penggunaan dan pengelolaan air bersih juga tidak mengalami perubahan, untuk KPLS mengalami peningkatan dan untuk listrik dan fasos dan fasum mengalami penurunan. Pada tahun 2004 dan tahun 2009 kecukupan penggunaan fasos dan fasum mengalami penurunan sebesar 72% menjadi 64,12% dan pada akhir tahun simulasi turun menjadi 34,93%. Kecukupan penggunaan listrik cenderung mengalami penurunan, dari tahun 2004 hingga akhir tahun simulasi 2040 terjadi penurunan sebesar 65,63% menjadi 55,49%. Sementara itu untuk KPLS pada tahun 2004-2009 terjadi peningkatan dari sebesar 31,58% menjadi 35,64% dan hingga akhir tahun simulasi 2040 meningkat paling besar dibandingkan kedua skenario lainnya sebesar 57,05% (Gambar 9.6)

Gambar 9.6 Simulasi model tingkat kecukupan penggunaan pada

kondisi optimis, moderat, pesimis, dan eksisting (dari atas searah jarum jam)

(12)

e. Partisipasi, Persepsi, Anteseden, dan Sikap Penghuni

Skenario optimis, perubahan tingkat partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap / perilaku mengalami penurunan. Untuk partisipasi pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 63,71% menjadi 56,46% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun menjadi 53,57%, untuk persepsi pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 78,66% menjadi 69,70% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun menjadi 60,26%, untuk anteseden pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 72,45% menjadi 66,09% dan pada akhir tahun simulasi 2040 mengalami penurunan menjadi 64,32%, sementara itu untuk sikap dan perilaku pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 53,23% menjadi 47,17% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun menjadi 42,16%.

Skenario moderat, perubahan tingkat partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap/perilaku juga mengalami penurunan. Untuk partisipasi pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 63,71% menjadi 56,46% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 46,24%, untuk persepsi pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 78,66% menjadi 69,70% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 54,24%, untuk anteseden pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 72,45% menjadi 66,61% dan pada akhir tahun simulasi 2040 mengalami penurunan lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 58,31%, sementara itu untuk sikap dan perilaku pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 53,23% menjadi 47,17% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 37,25%.

Skenario pesimis, perubahan tingkat partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap/perilaku juga mengalami penurunan. Tingkat penurunan partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap / perilaku kondisi pesimis paling tinggi dibandingkan dengan kondisi optimis dan moderat. Partisipasi pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 63,71% menjadi 56,46% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun lebih tinggi dari kedua scenario lainnya menjadi 28,12%, untuk persepsi pada tahun 2004-2009 mengalami

(13)

penurunan dari 78,66% menjadi 69,70% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun lebih tinggi dari kondisi kedua scenario lainnya menjadi 39,80%, untuk anteseden pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 72,45% menjadi 66,61% dan pada akhir tahun simulasi 2040 mengalami penurunan lebih tinggi dari kondisi kedua scenario lainnya menjadi 43,06%, sementara itu untuk sikap dan perilaku pada tahun 2004-2009 mengalami penurunan dari 53,23% menjadi 47,17% dan pada akhir tahun simulasi 2040 turun lebih tinggi dari kondisi kedua scenario lainnya menjadi 25,89%.

Gambaran mengenai terjadinya perubahan tingkat partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap / perilaku pada kondisi optimis, moderat, pesimis dan eksisting dapat dilihat pada Gambar 9.7.

Gambar 9.7 Simulasi model tingkat partisipasi, persepsi,

anteseden dan sikap / perilaku penghuni rumah susun kondisi pesimis (dari atas searah jarum jam)

f. Eco-spatial behavior (ESB)

Pada kondisi Optimis perubahan komponen ESB seperti berorganisasi, coping, motivasi sejahtera dan pelestarian alam cenderung mengalami penurunan dari awal tahun simulasi hingga akhir tahun simulasi. Perubahan perkembangan berorganisasi, coping, motivasi sejahtera dan pelestarian alam pada tahun 2004

(14)

dan tahun 2009 berturut-turut adalah berorganisasi menurun dari 44,60% menjadi 39,52%, coping menurun dari 81,41% menjadi 72,14%, motivasi sejahtera menurun dari 75,08% menjadi 66,53% dan pelestarian menurun dari 57,34% menjadi 50,81%. Akhir tahun simulasi penurunan simulasi yang terjadi berturut-turut antara lain berorganisasi menurun menjadi 34,17%, coping menurun menjadi 62,37, motivasi sejahtera menurun menjadi 57,52% dan pelestarian menurun menjadi 48,21%.

Kondisi moderat perkembangan komponen ESB: penghuni berorganisasi, coping, motivasi sejahtera dan pelestarian alam cenderung mengalami penurunan dari awal tahun simulasi hingga akhir tahun simulasi. Perubahan perkembangan komponen ESB pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah penghuni berorganisasi menurun dari 44,60% menjadi 39,52%, coping menurun dari 81,41% menjadi 72,14%, motivasi sejahtera menurun dari 75,08% menjadi 66,53% dan pelestarian menurun dari 57,34% menjadi 50,81%. Akhir tahun simulasi penurunan simulasi yang terjadi berturut-turut antara lain penghuni beorganisasi menurun lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 30,75%, coping menurun dari kondisi optimis menjadi 56,14, motivasi sejahtera menurun lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 51,77% dan pelestarian menurun lebih tinggi dari kondisi optimis menjadi 41,61%.

Kondisi pesimis perkembangan komponen ESB cenderung mengalami penurunan lebih tinggi dari awal tahun simulasi hingga akhir tahun simulasi dibandingkan skenario optimis dan moderat. Perubahan perkembangan komponen ESB ini pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah penghuni berorganisasi menurun dari 44,60% menjadi 39,52%, coping menurun dari 81,41% menjadi 72,14%, Motivasi sejahtera menurun dari 75,08% menjadi 66,53% dan pelestarian menurun dari 57,34% menjadi 50,81%. Akhir tahun simulasi penurunan simulasi yang terjadi berturut-turut antara lain penghuni berorganisasi menurun tajam menjadi 22,56%, coping menurun tajam menjadi 41,19%, motivasi sejahtera menurun tajam menjadi 37,98% dan pelestarian menurun tajam menjadi menjadi 25,31%.

(15)

Gambaran mengenai terjadinya perubahan ESB kondisi optimis, moderat, pesimis dan eksisting dapat dilihat pada Gambar 9.8.

Gambar 9.8 Simulasi model untuk ESB pada kondisi optimis,

moderat, pesimis, dan eksisting (dari atas searah jarum jam)

9.1.2. Simulasi Model Ekonomi

Simulasi model ekonomi menggambarkan perbandingan dan perubahan tingkat pendapatan penghuni rumah susun. Gambaran mengenai terjadinya perubahan tingkat pendapatan penghuni rumah susun tiap skenario dapat dilihat pada Gambar 9.9 di bawah ini.

Gambar 9.9 Simulasi model ekonomi berdasarkan tingkat

pendapatan penghuni rumah susun

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(16)

Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi pertambahan tingkat pendapatan penghuni yang cukup besar dari tahun 2004 hingga akhir tahun simulasi tahun 2040, dimana peningkatan pendapatan terbesar ke terkecil berturut-turut adalah pada kondisi pesimis diikuti kondisi moderat dan paling kecil kondisi optimis. Perubahan perkembangan pendapatan ketiga skenario pada tahun 2004-2009 adalah sama untuk ketiga skenario, yaitu dari Rp 3.000.000 pada tahun 2004 dan Rp 3.918.144,59 tahun 2009. Akhir tahun simulasi 2040 untuk kondisi optimis terjadi peningkatan pendapatan menjadi Rp15.288.956,25, untuk skenario moderat meningkat menjadi Rp 17.180.913,56 dan untuk skenario pesimis meningkat menjadi Rp 23.482.207,92.

9.1.3. Simulasi Model Lingkungan

Simulasi model lingkungan menggambarkan perbandingan dan perubahan tingkat kualitas lingkungan, jumlah sampah, dan jumlah limbah. Gambaran mengenai terjadinya perubahan kualitas lingkungan rumah susun dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

Gambar 9.10 Simulasi model lingkungan berdasarkan kualitas

lingkungan

Berdasarkan Gambar 9.10 diketahui bahwa kualitas lingkungan di KBBK di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2040. Penurunan kualitas lingkungan tersebut

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(17)

disebabkan oleh degradasi lingkungan sebagai dampak aktivitas pembangunan dan juga bertambahnya kawasan permukiman penduduk sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk di KBBK. Kondisi kualitas lingkungan pada tahun 2004 dan tahun 2009 pada skenario optimis adalah mengalami penurunan dari 70% menjadi 53,52%, pada skenario moderat mengalami penurunan dari 70% menjadi 51,08% dan pada skenario pesimis mengalami penurunan dari 70% menjadi 44,20%.

Penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah susun diikuti pula dengan penurunan jumlah sampah (kg/tahun) dari kegiatan rumah susun. Dari ketiga skenario yang dibuat penurunan jumlah sampah tertinggi terjadi pada skenario pesimis, diikuti skenario moderat dan terakhir skenario optimis. Pada skenario optimis dan moderat penurunan jumlah sampahnya masih rendah dibandingkan kondisi eksisting.

Gambar 9.11 Simulasi model jumlah sampah

Berdasarkan Gambar 9.11 diketahui bahwa jumlah sampah di KBBK di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2040. Penurunan jumlah sampah tersebut terjadi seiring membaiknya pengelolaan sampah dalam kegiatan rumah susun di KBBK. Jumlah sampah pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah sebesar 1.008.126 Kg/tahun dan 893.305,04 Kg/tahun. Penurunan jumlah sampah hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2040 adalah sebesar 725.856,02 Kg/tahun (kondisi optimis), 675.165,63 (kondisi moderat), dan 558.018,53 (kondisi pesimis).

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(18)

Gambar 9.12 Simulasi model jumlah limbah

Berdasarkan Gambar 9.12 diketahui bahwa jumlah limbah di KBBK di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2040. Penurunan jumlah limbah tersebut terjadi seiring membaiknya pengelolaan limbah dalam kegiatan rumah susun di KBBK. Jumlah limbah pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah sebesar 6.295.186,80 Liter/tahun dan 5.578.193,69 Liter/tahun. Penurunan jumlah limbah hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2040 adalah sebesar 4.532.567,58 Liter/tahun (kondisi optimis), 4.216.034,27 (kondisi moderat), dan 3.484.515,70 Liter/tahun (kondisi pesimis).

9.2. Perbandingan Simulasi Skenario

Simulasi model dilakukan terhadap skenario di atas, untuk mengetahui perilakunya masing-masing. Kajian dilakukan terhadap sembilan peubah yang dianggap menentukan arah kebijakan pendekatan ESB pada penghunianrumah susun KBBK, yaitu pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun, tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun, tingkat respons spasial penghuni rumah susun, tingkat kecukupan penggunaan, tingkat eco-spatial behavior penghuni rumah susun, tingkat pendapatan penghuni rumah susun, kualitas lingkungan, jumlah sampah dan jumlah limbah. Perilaku antar skenario ternyata menunjukkan perbedaan pada berbagai peubah yang dikaji, akibat adanya perbedaan kombinasi kondisi faktor.

--1-- Eksisting --2-- Optimis --3-- Moderat

(19)

Ketiga skenario memberikan hasil yang berbeda pada peubah yang dikaji (pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun, tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun, tingkat respons spasial penghuni rumah susun, tingkat kecukupan penggunaan, tingkat eco-spatial behaviour penghuni rumah susun, tingkat pendapatan penghuni rumah susun, kualitas lingkungan, jumlah sampah dan jumlah limbah). Secara umum perbedaan antar skenario mulai tampak pada tahun 2011.

Skenario moderat merupakan model dasar yang disusun dan disimulasikan pada analisis kecenderungan sistem, oleh karena itu semua skenario lain dibandingkan dengan skenario moderat, baik pada awal simulasi maupun akhir simulasi. Akhir simulasi mayoritas kondisi pesimis berada di bawah moderat, dan mayoritas kondisi optimis berada di atas moderat, kecuali tingkat kesejahteraan dan pelestarian lingkungan. Hasil perbandingan yang dinyatakan dalam persen perbedaan, disajikan pada Tabel 9.5.

Tabel 9.5 Hasil Perbandingan dalam persen perbedaan tiap skenario

Perbedaan antar Skenario (%)

Awal Simulasi Akhir Simulasi No Peubah Optimis dengan Moderat Pesimis dengan Moderat Optimis dengan Moderat Pesimis dengan Moderat

1 Pertambahan dan pengurangan penghuni rusun

0 0 3 -13,4

2 Tingkat kesejahteraan penghuni rusun

4,6 -23,1 -2 1,3

3 Tingkat respons spasial penghuni rusun 1,3 -6,4 1,3 -6,6 4 Tingkat kecukupan penggunaan/pengelolaan a. Limbah b. Sampah c. Air bersih d. Fasos dan Fasum e. Listrik a. 0 b. 0 c. 0 d. 4,6 e. 4,6 a. 0 b. 0 c. 0 d. -23,2 e. -23,2 a. 0 b. 0 c. 0 d. 7,7 e. 4,6 a. 0 b. -15,4 c. 0 d. -33,45 e. -23,2 5 Tingkat eco-spatial behaviour

penghunian rusun a. Organisasi b. Coping c. Motivasi sejahtera d. Pelestarian a. 2,4 b. 2,4 c. 2,4 d. 6 a. -12 b. -12,3 c. -12 d. -27,7 a. 5,4 b. 5,4 c. 5,4 d. 9 a. -23,8 b. -23,8 c. -23,8 d. 37 6 a. Partisipasi b. Persepsi c. Anteseden d. Sikap/Perilaku a. 6 b. 2,4 c. 4,1 d. 3,7 a. -27,7 b. -12 c. -19,3 d. -17,4 2) 9,1 3) 5,4 4) 6 5) 6,7 a. -37,3 b. -23,8 c. -25,6 d. -28,4

(20)

Perbedaan antar Skenario (%)

Awal Simulasi Akhir Simulasi No Peubah Optimis dengan Moderat Pesimis dengan Moderat Optimis dengan Moderat Pesimis dengan Moderat

7 Tingkat pendapatan penghuni rumah susun

0 0 -6,2 31,7

8 Kualitas lingkungan 0 0 2 -7,8

9 Jumlah sampah 0 0 3 -15,42

10 Jumlah limbah 0 0 3 -11,4

Sumber: Hasil Analisis (2010)

Skenario pesimis secara umum memiliki dampak negatif menurunkan jumlah penghuni rumah susun, tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun pada awal simulasi, tingkat respons spasial penghuni rumah susun, tingkat kecukupan penggunaan/pengelolaan sampah pada akhir simulasi, tingkat kecukupan penggunaan/pengelolaan fasos/fasum dan listrik, menurunkan tingkat eco-spatial behaviour penghuni rumah susun (berorganisasi, coping, motivasi sejahtera dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan), menurunkan partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap/perilaku, serta menurunkan kualitas lingkungan dan menurunkan jumlah sampah secara siginifikan, dibandingkan dengan moderat. Hal ini dapat terjadi karena kombinasi kondisi faktor pada skenario pesimis tidak mengutamakan semua faktor, 1) fungsional spasial hunian, 2) standard teknis, 3) desain spasial yang adaptabel, 4) coping dan adjustment, dan 5) interaksi sosial, yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat respons spasial penghunian rumah susun, tingkat kecukupan pengelolaan sampah, fasos\fasum dan listrik, tingkat eco-spatial behaviour penghuni rumah susun (berorganisasi, coping, motivasi sejahtera dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan), kualitas lingkungan dan jumlah limbah sebagai akibat lemahnya 1) fungsional spasial hunian, 2) standard teknis, 3) desain spasial yang adaptabel, 4) coping dan adjustment, dan 5) interaksi sosial berjalan dengan baik. Walaupun demikian skenario pesimis memiliki dampak positif terhadap penurunan jumlah limbah penghuni rumah susun dan peningkatan kesejahteraan dan tingkat pendapatan penghuni rumah susun secara signifikan sebagai akibat terjadinya penurunan limbah buangan rumah susun dan penurunan biaya pengelolaan lingkungan yang dibebankan kepada penghuni rumah susun. Lanjutan Tabel 9.5

(21)

Peubah dimensi sosial yang sangat terpengaruh oleh faktor pemenuhan persyaratan teknis dan fasilitas umum yang menyejahterakan adalah tingkat eco-spatial behaviour penghuni rumah susun, seperti tingkat berorganisasi, coping, motivasi sejahtera dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, dimana akan terjadi penurunan masing-masing peubah berturut-turut sebesar 23,8 % untuk keaktifan berorganisasi, 23,8% untuk kemampuan coping dan adaptasi, 23,8% untuk motivasi sejahtera tetapi menaikkan peubah kepedulian terhadap pelestarian lingkungan sebesar 37 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa apabila pelayanan publik dan pengadaan infrastruktur tidak berjalan dengan baik, maka peubah dimensi sosial wilayah akan menurun tajam. Perbedaan tersebut mulai tampak pada tahun 2011, dan terus menurun sampai akhir simulasi. Selain itu pengabaian terhadap faktor penataan ruang akan memberikan dampak buruk bagi peningkatan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang menurun sekitar 7,8% sebagai dampak akibat terjadinya peningkatan jumlah sampah yang akan meningkat tajam. Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas lingkungan di area permukiman rumah susun dalam kaitannya dalam pendekatan ESB pada penghunianrumah susun KBBK harus diikuti dengan upaya pemenuhan 1) fungsional spasial hunian, 2) standard teknis, 3) desain spasial yang adaptabel, 4) coping dan adjustment, dan 5) interaksi sosial, untuk mencapai suatu dinamika yang harmonis antara tingkat kesejahteraan\peningkatan pendapatan penghuni rumah susun dengan tingkat eco-saptial behaviour penghuni rumah susun\respons spasial penghuni rumah susun dan kualitas lingkungan. Dengan mencermati Tabel di atas, antara skenario pesimis dan moderat terdapat perbedaan yang substansial pada pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun, tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun, tingkat respons spasial, tingkat kecukupan penggunaan/pengelolaan fasosdan fasum dan listrik, tingkat eco-spatial behaviour penghunian rumah susun, tingkat pendapatan penghuni rumah susun, dan kualitas lingkungan mencakup jumlah sampah dan jumlah limbah.

Skenario optimis memberikan hasil yang relatif berbeda dibandingkan dengan skenario moderat. Skenario ini secara umum meningkatkan jumlah penghuni rumah susun sedikit lebih banyak sebesar 3%, diawal simulasi meningkatkan tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun sebesar 4,6% dan sedikit menurun pada akhir simulasi yaitu sedikit lebih rendah 2% dari kondisi moderat, meningkatkan tingkat respons spasial sedikit lebih tinggi sebesar 1,3%,

(22)

meningkatkan kecukupan penggunaan/pengelolaan fasosdan fasum (7,7%) dan listrik (4,6), memperbaiki tingkat eco-spatial behaviour penghuni rumah susun hingga akhir tahun simulasi, yaitu sebesar 5,4 % untuk keaktifan berorganisasi, 5,4 % untuk kemampuan coping dan adaptasi, 5,4 % untuk motivasi sejahtera dan 9 % kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, sedikit menurunkan tingkat pendapatan penghuni rumah susun 6,2% dan meningkatkan kualitas lingkungan 2% walaupun terjadi peningkatan jumlah sampah dan limbah masing-masing sebesar 3%.

9.3. Arahan Kebijakan ESB Penghunian Rumah Susun KBBK

Arahan kebijakan ESB penghunian rumah susun KBBK disesuaikan dengan hasil skenario berdasarkan expert judgment, dan telah disesuaikan pula dengan hasil simulasi model yang ada. Arahan kebijakan memprioritaskan pada skenario moderat dan optimis, karena skenario tersebut dapat menggambarkan keberlanjutan pendekatan ESB pada penghunian rumah susun di KBBK. Arahan tersebut perlu dioperasionalkan agar lebih mudah diterjemahkan ke dalam kegiatan penghunian rumah susun. Penjabaran operasional skenario berdasarkan kelima faktor dominan pendekatan ESB penghunian rumah susun, yaitu: 1) fungsional spasial hunian, 2) standard teknis, 3) desain spasial yang adaptabel, 4) coping dan adjustment, dan 5) interaksi sosial (Tabel 9.6).

Tabel 9.6 Keterkaitan arahan kebijakan antara faktor dominan dan

komponen pendekatan ESB penghunian rumah susun

Pelestarian lingkungan (ESB1) Coping lingkungan (ESB2) Motivasi sejahtera (ESB3) Berkelembagaan (ESB 4)  Fungsional bangunan rusun

 Standard teknis

 Seting spasial yang adaptabel

 Coping dan adjustment

 Interaksi sosial

Arahan kebijakan adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan fungsional spasial bangunan rumah susun, melalui kegiatan sebagai berikut:

(23)

 Mengoptimalkan pemanfaatan ruang yang ada untuk pemenuhan

fungsional hunian yang belum tercapai, melalui kegiatan

pendampingan penataan ruang dalam maupun ruang luar yang bekerja sama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun ikatan professional seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII).

b. Peningkatan standard teknis bangunan rusun, melalui kegiatan sebagai berikut:

 Peremajaan sistem utilitas bangunan yang lebih mudah dalam perawatan dengan umur kegunaan utilitas yang lebih lama, baik melalui subsidi pemerintah maupun secara swadaya dengan memanfaatkan kredit konstruksi yang tersedia.

 Perawatan teknis dan pengecatan rutin bangunan rumah susun melalui iuran perawatan teknis.

 Menambah pengetahuan pengelola Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Kemayoran (PPRSK) dalam hal merawat performansi teknis bangunan rumah susun.

 Menambah kelengkapan fasilitas umum yang saat ini sangat dibutuhkan seperti tempat parkir motor, ruang serbaguna, tempat bermain anak yang aman dengan lokasi mudah diawasi antar penghuni.

 Menambah ruang publik di sekitar tangga untuk T21 dan T36 sebagai tempat sosialisasi antar warga penghuni blok rumah susun agar dapat lebih menstimulus penghuni berperilaku ESB.

c. Pengembangan desain spasial yang adaptabel, melalui kegiatan sebagai berikut:

 Kegiatan pendampingan penataan ruang yang bekerja sama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun ikatan professional seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII), khususnya dalam penataan interior seperti pemilihan furnitur multifungsi untuk ruangan yang minim dan terbatas.

(24)

 Mengembangkan organisasi PPRSK dengan Divisi Teknis khusus menangani pemberian ijin perubahan denah agar lebih sesuai dengan habitable penghuni tanpa merusak struktur bangunan utama.

d. Peningkatan kemampuan coping dan adjustment penghuni rumah susun, melalui kegiatan sebagai berikut:

 Sosialisasi perubahan cara pandang kebiasaan hidup dari rumah horizontal ke kebiasaan hidup rumah vertikal.

 Sosialisasi peningkatan pengetahuan minimal penataan dan pemanfaatan rumah kecil.

e. Peningkatan interaksi sosial antar penghuni rumah susun, melalui kegiatan sebagai berikut:

 Mengembangkan dan meningkatkan pendapatan ekonomi penghuni melalui kegiatan koperasi, usaha bersama, dan simpan pinjam melalui sistem Bank Sampah sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan.  Meningkatkan kegiatan bersama melalui kegiatan gotong royong,

pengajian, arisan, dan lainnya.

 Mengembangkan organisasi PPRSK dengan Divisi Pemberdayaan Masyarakat untuk lebih memfasilitasi kegiatan sosial, ekonomi, dan kepedulian lingkungan penghuni rumah susun.

Dari kedua skenario tersebut di atas yang mampu menunjang penghunian rumah susun yang livable, habitable dan suistanable dipilih skenario moderat dengan arah kegiatan masing-masing faktor lebih rinci diuraikan pada Tabel berikut.

Tabel 9.7 Arahan kegiatan pada masing-masing faktor pengungkit

NO. FAKTOR KEADAAN (STATE) MODERAT ARAHAN KEGIATAN

1. FUNGSI HUNIAN

BANGUNAN

Shelter Adanya persepsi cukup memadai thd Rusun sebagai tempat tinggal

 Mengenalkan kepada mereka yang akan tinggal di rusun maupun kepada masyarakat lain pada umumnya, agar sewaktu-waktu dapat tinggal di rumah susun dalam rangka meningkatkan kualitas hunian (lingkungan) nya.

(25)

NO. FAKTOR KEADAAN (STATE) MODERAT ARAHAN KEGIATAN Security Adanya sistem keamanan

lingkungan yang memberikan rasa cukup aman walaupun di lingkungan perkotaan yang padat

 Meningkatkan sistem keamanan lingkungan melalui partisipasi aktif penghuni

 Bekerja sama dengan institusi keamanan yang ada

Child-rearing Masih adanya perhatian dalam mengawasi pendidikan anak

 Meningkatkan sistem pengawasan dan perlindungan anak-anak melalui partisipasi aktif penghuni

 Penyuluhan pendidikan anak berbasis community Symbolic identification Bisa tinggal di rusun yang

berlokasi strategis cukup memberikan harga diri bagi penghuni yang mayoritas berpenghasilan menengah ke bawah

 Meningkatkan persepsi penghuni bahwa tinggal di rumah susun adalah solusi tepat dalam bermukim di kota yang padat melalui kesadaran meningkatkan kualitas unit rusun yang dihuni dan lingkungannya.

Leisure Dengan adanya taman

dan arena main dianggap cukup untuk sarana rekreasi

 Meningkatkan pemanfaatan fasilitas yang tersedia untuk rekreasi dan kesenangan melalui program-program yang bermanfaat

accessibility sosek Lokasi mempunyai aksesibilitas yang sangat memadai untuk mencapai fasos dan fasek, karena lokasi rusun dikelilingi fasos dan fasek

 Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis peralatan dan prasarananya agar tetap berkinerja baik

financial investment Rusun KBBK mempunyai nilai jual kembali yang tinggi

 Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis peralatan dan prasarananya agar tetap berkinerja baik agar rusun tetap mempunyai nilai jual yang tinggi sejalan dengan naiknya nilai lahan public effesiency Sudah mulai adanya

sikap menghemat pemakaian enerji walaupun desain belum green building

 Meningkatkan kesadaran penghematan eneji dan sumber daya rumah susun melalui gerakan dan atau membentuk kelompok hemat enerji

PEMENUHAN

PERSYARATAN TEKNIS  Sirkulasi dan

aksesibilitas

Memenuhi Syarat Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis peralatan dan prasarananya agar berkinerja baik  Aman kebakaran, petir

dan kelistrikan

Memenuhi Syarat Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis peralatan dan prasarananya agar berkinerja baik  Kesehatan bangunan Memenuhi Syarat Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis

peralatan dan prasarananya agar berkinerja baik  Kenyamanan

bangunan

Alami + Mekanis Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis peralatan dan prasarananya agar berkinerja baik  Sarana evakuasi Memenuhi Syarat Pemeliharaan rutin dan menjaga fungsi teknis

peralatan dan prasarananya agar berkinerja baik

2

SETING SPASIAL YANG

ADAPTABEL Struktur bangunan yang masih memungkinkan pengolahan pengem-bangan denah dengan menggabungkan 2 atau lebih unit rusun

 Memberikan ijin mengolah denah unit rusun yang dihuni sesuai dengan kebutuhan melalui bimbingan dan panduan teknis agar tidak merusak struktur bangunan

3 KEMAMPUAN COPING

DAN ADJUSTMENT Pengetahuan tinggal di rusun sudah mulai dikenal penghuni baru,

 Penyuluhan bagi penghuni rusun khususnya untuk mendapat pengetahuan dan keterampilan bagaiamana beradaptasi untuk hidup di rumah Lanjutan Tabel 9.7

(26)

NO. FAKTOR KEADAAN (STATE) MODERAT ARAHAN KEGIATAN

sehingga lebih mudah beradaptasi

susun

 Memberikan ijin mengolah denah unit rusun yang dihuni sesuai dengan kebutuhan melalui bimbingan dan panduan teknis

4 INTERAKSI SOSIAL Adanya ruang terbuka,

arena main dan fasum cukup mendukung interaksi sosial antar penghuni

 Meningkatkan kegiatan gotong royong dan kegiatan massal lainnya rutin dilaksanakan sehingga dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan antar warga rusun

5 PEDULI LINGKUNGAN Adanya perhimpunan

penghuni dapat mendorong kesadaran lingkungan

 Penyediaan sarana pendukung melalui kegiatan pendampingan dalam penyiapan dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan lembaga formal, maupun informal untuk pengembangan pola pengelolaan rusun

 Perbaikan kelembagaan dan kemampuan manajerial institusi/lembaga

 Dibentuk suatu kelembagaan yang mampu berperan untuk mengkoordinasikan peran, tugas, dan fungsi lembaga/instansi yang terkait dengan

penyelenggaraan sektor perumahan.

 Kegiatan posyandu rutin dilakukan sebagai wadah untuk mendorong penghuni rusun dapat berperilaku hidup bersih dan sehat

 Pengaturan drainase yang baik di kawasan permukiman rusun untuk mengatasi permasalahan lingkungan

 Peningkatan kualitas ruang terbuka hijau, atau wajib memelihara tanaman pada masing-masing rumah  Peningkatan sarana dan prasarana dasar rusun seperti

tingkat pelayanan air bersih dan listrik memadai, kondisi sanitasi lingkungan baik, kondisi persampahan baik, kondisi drainase lancar, kondisi jalan baik dan memiliki ruang terbuka yang terawat

 Mengenalkan Bank Sampah untuk meningkatkan kesejahteran yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan Lanjutan Tabel 9.7

Gambar

Tabel 9.1  Alternatif pendekatan ESB berdasarkan kondisi awal seting spasial  dan seting perilaku
Gambar 9.1  Skema hirarki pendekatan ESB pada penghunian  rumah susun
Tabel 9.2  Nilai  tingkat  kepentingan  antara  aspek  seting  spasial  fungsional dan perilaku ESB
Gambar 9.2  Hasil AHP pendekatan ESB  penghunian rumah susun
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Apabila nilai eigenvalue dari faktor yang terbentuk > 1 maka faktor- faktor tersebut dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli Luwak White Koffie. 2) Apabila

Sistem dirancang dapat menghubungi pemilik rumah yang kebetulan berada diluar rumah, rangkaian switch line yang digunakan untuk menghubungkan saluran telepon dengan

Form output royalti pada gambar 4.18 digunakan untuk menampilkan data lengkap dari royalti, diantaranya nama pengarang, id buku, nama buku, harga buku jumlah terjual

Danusubroto, dan (3) Menjelaskan hubungan antara tema dan amanat dalam karya sastra yang berupa novel dapat dijadikan sebagai kajian sastra dan dapat mengetahui tema dan

Nilai gain yang masuk dalam kategori sedang ini menunjukkan bahwa sikap siswa yang pada awalnya telah positif dengan nilai rata-rata yang masuk kategori tinggi,

Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah belum memiliki ruang khusus untuk pengolahan. Pada saat pengadaan koleksi baru datang, koleksi baru tersebut

Bahwa TERGUGAT kembali LALAI dalam melakukan pembayaran kepada PENGGUGAT terhadap pembelian barang sebagaimana dijelaskan pada posita 16 (enam belas) sampai dengan 18

Hasilnya menunjukan bahwa rata-rata kabupaten/kota di Indonesia memiliki tingkat DDF yang diukur dari rasio PAD terhadap TPD di bawah 10% yang menunjukan kinerja