• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab II Tinjauan Pustaka"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ni dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitn hewan.

Luka dapat menimbulkan beberapa efek pada tubuh, yaitu : 1. Hilang sebagian atau seluruh fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

B. Macam-Macam Luka

Berdasarkan cara terjadinya luka dibagi menjadi 10 macam, yaitu : 1. Luka robek (vulnus lacerataum)

2. Luka lecet ( vulnus excoriatum) 3. Luka tembak (vulnus schlopectorum) 4. Luka tusuk (vulnus punctum)

5. Luka gigitan (vulnus morsum) 6. Luka tembus (vulnus perforatum) 7. Luka sayat (vulnus insivum)

8. Luka amputasi (vulnus amputatum) 9. Luka memar (kontusio)

10. Luka bakar (combustio)

Berdasarkan tingkat kontaminasi terhadap luka : 1. Clean wounds (luka bersih)

(2)

4 Merupakan luka yang biasanya kurang dari 6 jam. Luka ini tidak terinfeksi oleh mikroorganisme dan diharapkan dapat sembuh secara primer dengan tindakan yang adekuat (penjahitan primer).

2. Clean contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)

Luka ini juga kurang dari 6 jam tetapi ditimbulkan oleh daya/ inersi yang besar. Sehingga diragukan dapat sembuh secara primer. Karena itu diberikan tindakan ekspektatif (kompres dengan zat antiseptik dan diberikan antibiotika). Jika tidak terjadi peradangan pada hari ke 3-7 maka dilakukan penjahitan dengan cara penjahitan primer tertunda (delayed primary suture).

3. Contamined wounds (luka terkontaminasi)

Luka antara 6 -12 jam. Luka ini biasanya terjadi akibat kecelakaan, bentuk luka tebuka, fresh dan terdapat inflamasi nonpurulen.

4. Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi)

Setiap luka diatas 12 jam maka dianggap luka terinfeksi. Dimana pada luka terdapat mikroorganisme. Pada luka diberikan kompres antiseptik dan antibiotika, biasanya dilakukan penjahitah sekunder.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dibagi menjadi :

 Stadium I : luka superfisial (non-blanching erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

 Stadium II : luka “partial thickness” : yaitu hilangnya bagian kulit pada bagian lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

(3)

5  Stadium III : luka “full thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka ini sampai pada lapisan epidermis, dermis, subkutan dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

 Stadium IV : luka “full thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/ kerussakan yang luas.

Gambar. 1 Tingkat kedalaman luka

Berdasarkan waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :

1. Luka akut, yaitu : luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

(4)

6 2. Luka kronis, yaitu : luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Gambar. 3 Luka kronis

C. Anatomi Dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan bagian yang melindungi tubuh kita dari segala macam infeksi yang mungkin dapat masuk melalui kulit. Selain sebagai proteksi kulit juga berfungsi sebagai alat ekskresi, pengatur suhu, penyimpanan dan sebagai indra peraba.

Kulit sendiri secara anatomi terbagi atas beberapa lapisan, yaitu : 1. Lapisan epidermis  Lapisan corneum  Lapisan lusidum  Lapisan granulosum  Lapisan spinosum  Lapisan basale

(5)

7 Gambar.4 lapisan kulit

2. Lapisan dermis

 Lapisan papilare (bag. Atas)  Lapisan retikulare (bag. Bawah)

(6)

8 Lapisan saraf

 Ujung saraf bebas (nyeri)  Diskus menkel (sentuhan)

 Akhir gelembung krause (dingin)  Ujung rufini (panas)

 Korpuskula pacini (tekanan)  Korpuskula meisner (setuhan)

3. Lapisan subkutan

Terdapat lapisan lemak (adiposa), pembuluh darah arteri dan vena.

D. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka terjadi dalam beberapa fase, yaitu :  Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), danreaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu, terjadi reaksi inflamasi.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjdi eksudasi, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor) dan pembengkakan (tumor).

(7)

9 Aktivtas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotorn luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini juga disebut fase lamban karena pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.

Gambar. 6 fase inflamasi

 Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdeferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase ini,serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antarmolekul.

(8)

10 Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen, membentuk jaringan yang berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.

Gambar. 7 Fase proliferasi  Fase Penyudahan (remodelling)

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringa yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir bila semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semuanya yang abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengeerut sesuai dengan regangan yang ada.

(9)

11 Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3 – 6 bulan setelah penyembuhan. Perupaan luka tulang (patah tulang) membutuhkan waktu satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologi atau secara bentuk.

Gambar. 8 Fase remodelling

E. Klasifikasi Penyembuhan Luka

Menurut klasifikasinya penyembuhan luka dibagi menjadi dua, yaitu :

 Penyembuhan luka sekunder (sanatio per secundam intetionem) adalah penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar atau berjalan secar alami. Pada jenis penyembuhan ini, luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringa epitel. Namun cara ini biasanya memakan waktu yang cukup lama dan meninggalkan jaringa parut yang kurang baik, terutama jika lukanya menganga lebar.

(10)

12 Gambar. 9 Proses penyembuhan luka

A. Penyembuhan luka primer B. Penyembuhan luka sekunder C. Penyembuhan luka primer tertunda

 Penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem) adalah pada penyembuhan jenis ini, luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Jaringan parut yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil. Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilkukan pada luka yang terkontaminasi berat dan/atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping seperti luka tembak, sering meninggalkan jaringn yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sulit dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan dan dieksisi (debridemen) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan akan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda.

(11)

13 Gambar. 10 Debridemen atau toilet luka (luka primer)

Jika setelah dilakukan debridemen luka langsung dijahit, dappat diharapkan terjadi penyembuhan primer.

Pada manusia, penyembuhan luka dengan cara reorganisasi dan regenerasi jaringan hany terjadi pad epidermis, hati dan tulang yang dapat menyembuh alami tanpa meninggalkan bekas. Organ lain termasuk kulit, mengalami penyebuhan secara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan jaringan semula.

F. Penyembuhan Jaringan Khusus

 Tulang

Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi perdarahan yang berasal dari pembuluh darah di endostium, di kanal havers pada korteks dan di periostium. Hematom yang terbentuk segera

(12)

14 diserbu oleh proliferasi fibroblast yang bersoifat osteogenik yang berasal dari mesenkim periosteum dan sedikit dari endostium. Fibroblast ostegenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik antarsel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurunga dalam lakuna oleh osteoid disebut osteosit. Proses pembentuka tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematom yang berosteosid disebut kalus yang tidak tampak secara radiolaogis. Kalus akan makin pada, seakan merekat patahan.

Didaerah yang jauh dari patahan dan perdarahannya bagus mulai terbentuk jaringan tulang karena proses peletakan kalsium pada osteoid, sedangkan di daerah patahan sendiri, yag perdarahannya lebih sedikit, osteoblast berdeferensiasi menjadi kondroblast dan membentuk tulang rawan. Kalus eksterna dan interna yang berubah menjadi jaringan tulang dan tulang rawan makin keras dan setelah terisi kalsium akan menjadi jelas pada pemeriksaan radiologi. Bagian tulang rawan kemudian berubah menjadi tulang biasa melalui proses enkondral. Saat ini maka tulang dikatakan telah menyambung atau menyembuh secara klinis. Selanjutnya, terjadi pembentukan tulang lamelar dan perupaan kembali selama berbulan-bulan.

Pada anak, perupaan kembali pada kalus primer ini disertai pengaturan kembali pertumbuhan epifisis sehingga sudut patahan akan pulih sampai derajat tertentu.

Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan lebih cepat karena perdarahan yang lebih kaya. Nekrosis yang terjadi dipinggir patahan tidak banyak, dan kalus interna segera mengisi rongga patahan tulang. Penyebuhan patah tulang yang terjadi pada tindakan reduksi dan setelah fiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik.

 Tendo

Bila tendo yang merupakan ujung dari otot lurik luka atau putus, hematom yang terjadi akan mengalami proses penymbuhan alami dan menjadi jaringan ikat yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bagian distal akan mengalami hipotropi karena tidak ada yang menggerakkan. Dengan demikian, tendo yang putus sama sekali tidak akan berfungsi kembali.

(13)

15 Untuk dapat berfungsi kembali, tendo harus dijahit dengan teknik khusus dan rapi disertai dengan perawatan pascatindakan yang khusus agar perlekatan dengan jaringan sekitarnya dikurangi dan tendo masih dapat bergerak dan meluncur bebas.

 Fasia

Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal. Hematom dan eksudasi yang terjadi akan diganti dengan jaringan ikat. Bila otot tebal, kuat dan luka robeknya tidak sembuh betul dengan atau tanpa dijahit, mungkin akan tertinggal defek yang akan mengalami herniasi otot.

 Otot

Otot lurik dan otot polos diketahui dapat sembuh dengan membentuk jaringan ikat. Walaupun tidak mengalami regenerasi, faal otot umumnya tidak berkurang karena adanya hipertropi sebagai kompensasi jaringan otot sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot perlu dijahit dengan baik.

 Usus

Luka pada usus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh sendiri karena kebocoran isi usus akan menyebabkan peritonitis umum. Penyembuhan biasanya cepat karena dinding usus kaya akan darah sehingga dalam 2-3 minggu kekuatannya dapat melebihi daerah yang normal.

 Serabut saraf

Trauma pada saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma tumpul yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekana akan menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya masih utuh, sedangkan tarikan mungkin menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh.

Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller karena akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di tanduk depan sumsum tulang belakang.akson yang putus meninggalkan selubung mielin kosong yang lama kelaman kolaps atau terisi fibroblast. Sel saraf di pusat setelah 24-48 jam akan menumbuhkan akson baru ke distal dengan kecepatan kira-kira 1 mm per hari. Akson ini dapat tumbuh dengan baik sampai ke ujung organ akhirnya jika dalm pertumbuhan menemukan

(14)

16 selubung mielin yang utuh. Dalam selubung inilah akson tumbuh ke distal. Bila dalam pertumbuhannya akson tidak menemukan selubung mielin yang kosong, pertumbuhannya tidak maju dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang terdiri atas akson yang tergulung. Ini disebut neuroma. Tentu saja tidak setiap akson akan menemukan selubung mielin yang masih kosong dan yang sesuai, terutama kalau saraf tersebut merupakan campuran sensoris dan motoris. Kalau selubung mielin sudah dimasuki akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin menemukan selubung lagi. Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang relatif lebih utuh memberikan prognosis yang lebih baik daripada lesi tarik yang merusak pembuluh darah nutrisi. Melalui bedah-mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus dipertemukan, kemudian saraf yang putus itu disambung dengan menjahit epineurium dan perineuriumnya. Upaya ini memberi hasil yang lebih baik.

 Jaringan saraf

Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel ssaraf yang rusak tidak akan pulih karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat sel yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia dan membentuk jringa yang disebut gliosis.

 Pembuluh darah

Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada besarnya luka, derasnya arus darah yang keluar dan kemampuan temponade jaringan sekitarnya.

G. Gangguan Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) atau oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen).

Penyebab endogen terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka sebab hemostasis merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan

(15)

17 dan kontaminasi. Bila sistem daya tahan tubuh, baik seluler maupun humoral terganggu, pembersihan kontaminan dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan baik.

Penyebab Akibat/contoh

Endogen

Koagulopati

Gangguan sistem imun

Hipoksia lokal Gizi** Malabsorbsi Gangguan metabolisme Neuropati Infeksi jamur Keganasan lokal Kontitusional

Keadaan umum kurang baik

Perdarahan

Infeksi virus: HIV, keganasan lanjut, TBC

Nekrosis**

Kelainan arteri: arterosklerosis Kelainan perdarahan: hemangioma, fistel arteriovena

Kelaparan

Penyakit saluran cerna Defisiensi:

 Asam amino esensial  Mineral Fe,Cu,Zn,Mn Hipovitaminosis:  A, B kompleks, C Penyakit hati** Diabetes melitus** Anestesia: lepra** Ulkus marjolin** Keloid** Usia lanjut

Penyakit cushing atau addison Anemia** Eksogen Pascaradiasi** Imunosupresi Infeksi Luka artifisial

Penghambatan angiogenesis dan proliferasi

Obat-obat sitostatik, imunosupresan, kortikosteroid

TBC**, sifilis, difteri Infeksi nonspesifik

Penganiayaan = karena nekrosis jaringan

(16)

18 Jaringan mati

Perdarahan kurang**

Infeksi berat

Automutilasi: karena cedera terus-menerus

Sekuester** Nekrosis

Luka di atas tendo achilles Luka di atas tibia

Gigitan monyet/ manusia **kemungkinan yang selalu harus diingat

Bagan. 1 Penyebab gangguan penyembuhan luka

H. Perawatan Luka

Diagnosis

Pertama-tama, dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, luasnya jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat ringannya luka.

Tindakan

Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, tergantung berat dan letak luka, serta keadaan penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat dipakai adalah larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin ½%. Larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya digunakan untuk membersihkan kulit disekitar luka.

Kemudian daerah sekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminan secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting ata pisau (debridemen) dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan cairan NaCl. Akhirnya, dilakukan penjahitan dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan cairan yang berlebihan, perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa penyerap dan dibalut dengan pembalut elastis.

Kemudian penderita dapat diberi profilaksis tetanus yang dapat diberikan dalam bentuk toksoid, ATS atau imunoglobulin.

(17)

19 Pada dewasa : ATS (1500U) Toksoid (1cc) Imunoglobulin (250U) I. Penyulit  Penyulit dini

Hematom harus dicegah dengan melakukan hemostasis secara teliti. Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan dikeluarkan.

Seroma penumpukan cairan luka di lapangan bedah. Jika seroma mengganggu atau terlalu besar, dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh sebaiknya dibuka dan dipasang penyalir.

Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang memadai. Pada keadaan demikian, luka harus dibuka kembali, dibiarkan terbuka dan penderita diberi antibiotik sesuai dengan biakan dari cairan luka atau nanah.

 Penyulit lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertropik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Sert kolagen di sini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang-kadang nyeri (biasanya sangat mengganggu), sering timbul akibat luka bakar. Timbulnya dalam waktu beberapa minggu dan terbatas pada bekas kerusakan. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun dan menghilang sendiri. Predileksinya dapat timbul dimanapun dan biasanya lebih banyak pada bangsa kulit putih.

(18)

20 Keloid mungkin timbul setelah beberapa bulan atau satu-dua tahun terjadi luka. Invasinya meluas ke daerah kerusakan epitel, tidak dapat sembuh sendiri. Biasanya penderita tidak begitu terganggu. Predileksinya pada sternum, bahu, pipi, telinga dan pinggang, terutama pada ras kulit gelap atau hitam.

Kontraktur jaringan prut di bekas luka atau bekas operasi kadang sangat mencolok, terutama di wajah, leher dan tangan. Kontraktur dapat mengakibatkan cacat berat dan gangguan gerak pada sendi, misalnya pada luka bakar.

J. Luka-Luka Dengan Penanganan Khusus

 Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.

Etiologi

Penyebab luka bakar adalah : 1. Api langsung

2. Kontak dengan sumber panas 3. Kimia

4. Listrik 5. Radiasi

Patofisiologi Luka Bakar

Pada luka bakar terjadi 2 respon : 1. Respon lokal

2. Respon sistemik

(19)

21 1. zona koagulasi terjadi kerusakan maksimum, bersifat irreversibel (tidak bisa kembali meskipun dengan penganan adekuat).

2. zona statis terjadi penurunan aliran darah (pucat), bersifat reversibel dengan penaganan adekuat.

3. zona hiperemi terjadi penurunan perfusi, berwarna kemerahan, sembuh meskipun tanpa penanganan.

Gambar. 11 Zona luka bakar

Kerusakan pada kulit berhubungan dengan : 1. Suhu penyebab luka bakar

2. Penyebab 3. Lama terbakar

4. Jaringan ikat yang terkena

5. Lapisan dari struktur kulit yang terkena Perubahan fungsi kulit normal menyebabkan :

 Penurunan fungsi proteksi  Kegagalan mengatur temperatur  Meningkatkan resiko infeksi  Perubahan fungsi sensori  Kehilangan cairan

(20)

22  Kegagalan fungsi ekskresi dan sekresi

Pada respon sistemik terjadi perubahan pada fungsi kulit menyebabkan perubahan secara keseluruhan pada sistem tubuh. Keseimbangan Cairan

Pada luka bakar terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan keluarnya plasma dan proses ke jaringan yang menyebabkan terjadinya edema dan kehilangan cairan intravaskular. Kehilangan cairan juga disebabkan karena evaporasi yang meningkat 4-15 kali evaporasi pada kulit normal. Peningkatan metabolisme juga menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.

Cardiac

Fungsi jantung juga terpengaruh oleh luka bakar diantaranya penurunan kardiac output, yang disebabkan karena kehilangan cairan plasma. Peubahan hematologi berat disebabkan kerusakan jaringan dan perubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka bakar yang luas. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan plasma pindah ke ruang interstisial. Dalam 48 jam pertama setelah kejadian, perubahan cairan menyebab hypovolemia dan jika tidak ditanggulangi dapat menyebabkan pasien jatuh pada shock hypovolemia. Kehilangan cairan intravaskular menyebabkan peningkatan hematokrit dan kerusakan sel darah merah. Luka bakar juga menyebabkan kerusakan fungsi dan lama hidup platelet.

Metabolic

Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien luka bakar. Tingkat metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai luka bakar tersebut menutup. Hipermetabolisme juga terjadi karena cedera itu sendiri, intervensi pembedahan dan respon stres. Katabolisme yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang negatif, kehilangan berat badan dan penurunan penyembuhan luka. Peningkatan katekolamin (epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan karena respon

(21)

23 terhadap stres. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon yang dapat menyebakan hiperglikemi.

Gastrointestinal

Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan lambung, ulkus peptikum dan ileus paralitik. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan, perpindahan cairan, imobilisasi, penurunan motilitas lambung dan respon terhadap stres. Renal

Insufisiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan hipovolemia dan penurunan kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnya pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan glomerular filtration rate. Pada luka bakar yang disebabkan karena listrik dapat menyebabkan kerusakan langsung atau pembentukan myoglobin cats (karena kerusakan otot) yang dapat menyebabkan nekrosis tubular renal akut.

Pulmonary

Efek terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hiperventilasi biasanya berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatan ventelasi berhubungan dengan keadaan hipermetabolik, takut, cemas dan nyeri.

Immune

Dengan adanya kerusakan kulit menyebabkan kehilangan meknisme pertahanan pertama terhadap infeksi. Luka bakar luas dapat menyebabkan penurunan IgA, IgG dan IgM.

Pembagian Luka Bakar

Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringannya luka bakar dibagi menjadi :

1. Partial Thickness Loss (PTL) 2. Full Thickness Loss (FTL)

Sedangkan “partial thickness loss” dibagi lagi menjadi 3 :  Superfisial luka bakar derajat I

 Superfisial dermal

(22)

24  Deep dermal

 Full thickness loss luka bakar derajat III

Gambar. 12 Pembagian kedalaman luka bakar

Luka bakar derajat I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis Kulit kering, hiperemik berupa eritem

Tidak dijumpai bula

Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 5-10 hari Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

Dijumpai bula

Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi di atas kulit normal.

Dibedakan menjadi 2 :

1. Derajat II dangkal (superfisial dermal)

(23)

25  Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

keringat, kelenjar sebacea masih utuh

 Penyembuhan secara spontan dalam 10-14 hari 2. Derajat II dalam (deep dermal)

 Kerusakan hampir seluruh bagian dermis

 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea masih utuh

 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung dari biji epitel yang tersisa (biasanya > 1 bulan)

Luka bakar derajat III

Kerusakan seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebacea rusak Tidak dijumpai bula

Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering sehingga letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang

dikenal sebagai eskar

Tidak dijumpai rasa nyeri da hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan

Penyembuhan luka terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka

(24)

26 Sedangkan dilihat berdasarkan luasnya luka bakar, dapat ditentukan menggunakan kriteria “rule of nine” dari wallace :

(25)

27 Namun kriteria di atas tidak dapat digunakan pada anak-anak sehingga untuk penderita anak-anak menggunakan kriteria “Lund & Browder

Gambar. 15 Kriteria lund & browder Kategori penderita luka bakar :

1. Berat/kritis

 Derajat II-III > 40%

 Derajat tiga pada muka, tangan dan kaki  Trauma inhalasi

 Luka bakar listrik

(26)

28 2. Sedang

 Derajat II 15-40%

 Derajat III < 10% kecuali muka,tangan dan kaki 3. Ringan

 Derajat I

 Derajat II < 15%  Derajat III < 2%

Indikasi Rawat Inap

Bagan. 2 indikasi rawat inap luka bakar

Tes Diagnostik

1. Complete blood cell count (CBC) 2. Blood urea nitrogen (BUN) 3. Serum glukosa

4. Elektrolit

5. Analisa gas darah (AGDA) 6. Serum protein 7. Albumin 8. Urine kultur 9. Urinalisa 10. Pembekuan darah 11. Pemeriksaan servikal 12. Kultur luka

Penderita syok atau terancam syok  Anak : luasnya luka > 10%  Dewasa : luasnya luka > 15%

Letak luka memungkiankan penderita cacat berat  Wajah, mata

 Tangan dan kaki  Perineum

Terancam udem laring

(27)

29

Intervensi Terapeutik

Emergent stage

Pada saat kejadian, kebakaran harus dihentikan. Baju dibuang dan luka didinginkan oleh air yang mengalir dan tutup dengan pakaian bersih untuk mengurangi kedinganan dan kontaminasi. Pengkajian ABCs (airway, breathing, circulation). Pasien harus distabilkan jika pasien fraktur, perdarahan, imobilisasi tulang belakang dan cedera yang lain. Pemberiaan cairan intravena harus dilakukan untuk menghindari terjadinya syok hipovolemi. Pemberian cairan pada penderita luka bakar dapat diberikan dengan 2 cara :

1. Cara evans :

a. Luas luka dalam persen X berat badan dalam kg menjadi ml NaCl per 24 jam (%LB X kgBB= ml NaCl/24jam)

b. Luas luka dalam persen X berat badan dalam kg menjadi ml plasma per 24 jam (%LB X kgBB= ml plasma/24jam)

Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem.

c. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.

Jadi jumlah a + b + c, setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua dan ketiga diberikan jumlah cairan setengah dari hari sebelumnya.

2. Cara baxter :

% X BB X 4 ml = ml/24 jam

jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan 16 jam berikutnya. Dan hari kedua setengah dari jumlah cairan hari pertama.

Untuk mengurangi nyeri diberikan analgetik. Patient Controlled analgesia (PCA) sangat efektif diberikan. Riwayat kejadian harus

(28)

30 ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan komplikasi dan trauma yang mungkin terjadi. Penjelasan kepada keluarg harus dilakukan. Acute stage

Jika pasien masuk pad pelayanan khusus luka bakar maka pasien dapat dilakukan perawatan oleh tenaga multidisiplin. Manajemen pada tahap ini adalah :

1. Menghilangkan kemungkinan terjadi infeksi 2. Mengurangi luka parut

3. Memaksimumkan fungsi tubuh 4. Mempertahankan kenyamanan 5. Pemberian nutrisi adekuat

6. Mempertahankan cairan dan elektrolit

7. Mempertahankan keseimbangan asam-basa Rehabilitation phase

Tujuannya adalah mengembalikan pasien pada keadaan fisik dan psikologi yang optimal. Lama fase ini tergantung luas luka. Pembedahan rekontruksi dapa dilakukan dalam ber=berapa tahun kemudian.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat luka bakar diantaranya adalah : 1. Kelainan pada pernapasan akibat inhalasi asap panas

2. Infeksi, insiden infeksi meningkat sejalan dengan peningkatan luas luka bakar

3. Neurovaskular, terjadi karena luka bakar luas

4. Pembentukan jaringan parut yang menyebabkan penurunan aliran darah.

(29)

31  Luka sengatan listrik

Luka akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh, karena loncatan arus atau karena ledakan tegangan tinggi yang mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh.

Penyebab :

 Aliran arus listrik bolak-balik (AC) merupakan energi dalam jumlah besar. Bagian tubuh yang kontak dengan sumber listrik (disebut luka masuk) dialirakan melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah/pembuluh darah) dan melalui bagian tubuh yang kontak dengan bumi (disebut luka keluar) dialirkan kebumi (ground). Panas yang timbul oleh resistensi mengakibatkan kerusakan yang ekstensif lokal maupun sistemik (otak/ensefalopati, jantung/fibrilasi ventrikel, otot/rabdomiolisis, gagal ginjal dll)

 Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api

Pada pasien ini kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya yang disebabkan oleh kerusakan sistem pembuluh darah (trombosis, oklusi kapiler) disepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik.

Pada orang dengan badan yang basah pasien akan meninggal karena henti jantung bukan karena luka bakar, karena pada badan yang basah hambatan pada badan menjadi kecil sehingga listrik hanya melewati tubuh tanpa menghasilkan panas. Sebaliknya pada tubuh kering, hambatan tubuh besar sehingga akan terbentuk panas yang besar.

Penanganan Cedera Sengatan Listrik

 Putuskan arus listrik

 Resusitasi pernapasan dan peredaran darah

(30)

32  Pemberian cairan intravena (lebih banyak dari perkiraan karena

kerusakan jaringan dalam biasanya lebih banyak)  Diagnosis luasnya nekrosis

 Eksisi nekrosis bertahap

 Dekompresi melalui fasiotomi untuk mencegah sindrom kompartemen

 Penanggulangan mioglobinuria dengan manitol (dosis awal : 25gr disusul dosis rumatan 12,5gr/jam).

 Luka akibat zat kimia

Luka yang disebabkan oleh zat kimia biasanya adalah luka bakar. Zat yang sering menyebabkan luka biasanya zat yang bersifat asam dan basa. Zat yang bersifat basa lebih berbahaya dari asam karena lebih dalam merusak jaringan.

Dampak interaksi dengan bahan kimia berbahaya :  Koagulasi protein (reduksi atau oksidasi)  Korosi

 Keracunan

 Desikasi (pengeringan)

 Vesikulasi (menimbulkan vesikula, gelembung)

Pertolongan Pertama Pada Luka Kimia

 Tanggalkan pakaian

 Segera lakukan irigasi dengan air sebanyak-banyaknya.

 Jangan memberikan bahan penetral (neutralizing agent) sebab reaksi kimia yang terjadi dapat menimbulkan panas yang dapat memperberat kerusakan yang terjadi.

 Pengecualian penyiraman air

Asam HCl atau H2SO4 : berikan NaOH atau air sabun

(31)

33  Cedera suhu dingin

Cedara suhu dingin diakibatkan karena suhu tubuh ada dibawah normal (hipotermi <350C). Pada saat suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga sel mengalami hipoksia. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat sehingga timbul udem. Arus darah melambat sehingga berturut-turut terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis dan nekrosis jaringan.

Jenis cedera suhu dingin :

1. Frostnip : merupakan bentuk yang paling ringan, berupa nyeri, tampak pucat dan anastesi di daerah yang terkena lakukan pemanasan.

2. Frostbite : adanya pembekuan jaringan yang terjadi karena pembentukan kristal intraseluler dan oklusi mikrovaskuler sehingga terjadi anoksia jaringan rendam dengan air bersuhu 400C, bila bisa minum beri air hangat.

Derajat Cedera Suhu Dingin I. Hiperemia dan udem

II. Nekrosis kulit samapi subkutis III. Nekrosis kulit dan subkutis

 Nyeri sampai satu bulan  Keropeng

IV. Rusak seluruh jaringan  Mumifikasi

 Demarkasi jelas dalam satu bulan

Pengobatan

Semua pakaian dan baju yang ketat dilonggarkan. Bagian yang sakit secara berlahan-lahan dihangatkan kembali dengan merendam dalam air suam-suam kuku (kira-kira 300C). Selanjutnya perawatan seperti pada luka bakar biasa. Fisioterapi sangat penting.

(32)

34  Luka gigitan atau sengatan hewan

Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan piaraan atau manusia.

Penanganan :  Bersihkan luka

 Bila luka robek maka harus dilakukan penjahitan situasi  Pemberian antibiotik spektrum luas

 Pemberian anti rabies

Pada luka gigitan ular harus dilihat dulu apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Ular yang berbisa memiliki bentuk kepala segitiga dengan dua gigi taring besar dirahang atas dan memiliki dua luka gigitan utama akibat gigi taring yang berbisa. Pengobatan dilakukan penyuntikan anti bisa ular secara intravena atau intraarteri yang memperdarahi daerah yang bersangkutan.

Pada luka akibat sengatan lebah yang timbul adalah reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa gatal, udem, eritem dan udem angioneurotik. Dalam keadaan lebih berat ditemukan gangguan menelan, kelemahan otot mata, bradikardia dab syok. Tata laksana sungut yang masih menempel dicari dan dicabut. Daerah sengatan dibersihkan dengan air dan saqbun. Untuk mengurangi nyeri dapat disuntikkan lidokain, kadang diperlukan sedatif, infus dan antibiotik. Bila terlihat tanda alergi, diberikan adrenalin dan histamin.

Referensi

Dokumen terkait

Jaringan otot tersusun oleh sel-sel otot yang mengandung serabut-serabut yang disebut miofibril yang terdiri dari jaringan otot lurik, otot polos, dan otot jantung. Jaringan otot

Dalam jaringan hewan, lemak terutama tersusun dalam jaringan adipose, sedangkan otot, jaringan syaraf dan kelenjar mengandung lemak dalam jumlah relatif kecil dan lebih

Dinding vagina tipis tetapi sangat kuat dan lentur, terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan mukosa, otot polos, dan jaringan ikat.. Vagina memiliki pH 3,5 – 4 akibat

Untuk membantu kedua kaki depan berdiri tegak, otot-otot extensor akan bekerja menahan persendian carpus, kemudian tendo otot-ototnya yang merupakan jaringan ikat

Massage adalah suatu teknik manipulasi pada jaringan lunak tubuh yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah, relaksasi otot, mengurangi nyeri, meregangkan

Meskipun tampak lurik otot jantung mudah dibedakan dengan otot rangka dan tidak boleh disebut otot seranlintang jantung. Catatan: sel jaringan ikat yang mendampingi sel otot

perut, otot-otot dasar panggul, ligamen dan jaringan yang berperan dalam mekanisme persalinan, melenturkan persendian yang berhubungan dengan proses persalinan, membentuk sikap

Ligament ini berhubungan dengan jaringan ikat gingiva melalui saluran vaskuler di dalam tulang; 3 Sementum adalah jaringan terminal yang menutupi akar gigi yang strukturnya mempunyai