• Tidak ada hasil yang ditemukan

referrat plexus brachialis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referrat plexus brachialis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

P5LEXUS BRACHIALIS

P5LEXUS BRACHIALIS

II.. PPEENNDDAAHHUULLUUAANN

Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari medulla Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari medulla spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas superior.

spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas superior.11Pleksus brakialis (plexus brachialis)Pleksus brakialis (plexus brachialis)

 juga

 juga merupakan merupakan pleksus pleksus saraf saraf somatik somatik dibentuk dibentuk oleh oleh intercommunications intercommunications antara antara rami rami ventralventral (akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah (C5-C8) dan saraf dada pertama (T1).Lesi pada pleksus (akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah (C5-C8) dan saraf dada pertama (T1).Lesi pada pleksus  brachialis

 brachialis dapat dapat diklasifisikasikan diklasifisikasikan sesuai sesuai dengan dengan derajat derajat kerusakan kerusakan saraf saraf dan dan secara secara anatomianatomi dibagi menjadi cedera pleksus brachialis atas dan bawah.

dibagi menjadi cedera pleksus brachialis atas dan bawah.11Pleksus Pleksus brakibrakialis alis merupamerupakan kan sumber sumber 

 penting

 penting nyeri nyeri bahu bahu dan dan lengan. lengan. Gangguan Gangguan yang yang utama utama adalah adalah brakialis brakialis neuritis dneuritis dan an infil-trationinfil-tration metastasis dan kerusakan radiasi pleksus.

metastasis dan kerusakan radiasi pleksus.22

Plekso

Pleksopati merupakan gangguan saraf pati merupakan gangguan saraf perifperifer er yang terbatas pada yang terbatas pada plekspleksus us brakhibrakhialis danalis dan lumbosacral. Lesi pleksus brakhiali

lumbosacral. Lesi pleksus brakhialis s kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifkejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan kira-kiraer dan kira-kira 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis. Penyebabnya 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis. Penyebabnya  beragam

 beragam dimana dimana trauma trauma merupakan merupakan penyebab penyebab tersering tersering terlebih terlebih lagi lagi karena karena letaknya letaknya didaerahdidaerah leher dan bahu yang sering bergerak.

leher dan bahu yang sering bergerak.1,21,2

BAB II BAB II

(2)

ANATOMI PLEKSUS BRAKHIALIS

Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf  C5-T1. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial, dan C8 dan T1 bergabung membentuk trunk inferior.Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari trunkus tadi akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus superior dan media membentuk membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk  fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior membentuk n. radialis dan n. axilaris. Fasikulus lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n. muskulokutaneus dan cabang lainnya  bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk n. medianus. Fasikulus media terbagi dua

dimana cabang pertama ikut membentuk n. medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris.2,4,5,6

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis

(3)

Pembagian subdivisi pleksus brakhialis yaitu 5  Root , 3 Trunkus,6divisi,3 cord  dan 5 branches . Ramus dan trunkus terletak supraklavikular, ada 2 nervus berasal dari ramus dan 2 saraf dari trunkus (bagian atas) . Divisi terletak posterior terhadap klavikula.Divisi anterior  memberi inervasi pada otot fleksor dan posterior memberikan inrevasi pada otot ekstensor. Cord dan branches terletak infraklavikular. Penamaan pada cord berdasarkan letaknya terhadap arteri aksilaris.3,4

Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale medius, yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum untuk n.spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis Th.1-2.

Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi pars supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars supraclavicularis adalah :1

•  N.thoracalis posterior.

(4)

•  N.subclavius

•  N.supraclavicularis

Pars infraclavicularis mempercabangkan:

  Nn.thoracalis anterior 

  Nn.subscapularis

  N.thoraco dorsalis

  N.axillaris, disebut n.circumflexus

  N.cutaneus brachii medialis

  N.cutaneus antebrachii medialis

 Cabang terminal plexus brachialis adalah :

1. N.musculocutaneus 2. N.medianus

3. N.ulnaris 4. N.radialis

Secara skematis percabangan terminal plexus brachialis adalah sebagai berikut :

 Fasciculus lateralis mempercabangkan :

1. N.musculocutaneus

2. Radix superior nervus medianus

 Fasciculus medialis mempercabangkan :

1. N.ulnaris

(5)

3. N.cutaneus antebrachii medialis 4. Radix inferior nervus medianus

 Fasciculus posterior mempercabangkan :

1. N.axillaris 2. N.radialis

(6)
(7)

BAB III

LESI PLEKSUS BRAKHIALIS

I. Definisi

Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus brakhialis, mulai dari “radiks” saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis atau pleksopati  brakhialis2,3,4,7

II. Penyebab

Penyebab lesi pleksus brakhialis bervariasi, diantaranya :

1. Trauma4,8,9

Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka, cedera iatrogenic. 2. Tumor  1,10

Dapat berupa tumor  neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant   peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ; jinak (desmoid,

lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru) 3. Radiation-induced

Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak 1,8  – 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan paru.

4. Entrapment

Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet   syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps menyebabkan thoracic outlet  menyempit sehingga menekan struktur neurovaskuler. Adanya iga accessory atau jaringan fibrous juga berperan menyempitkan thoracic outlet. Faktor  lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada ke depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung dengan hilangnya gejala setelah operasi mammoplasti reduksi. Implantasi mammae juga dikatakan dapat menyebabkan cedera

(8)

 pleksus brakhialis karena dapat nmeningkatkan tegangan dibawah otot dinding dada dan mengiritasi jaringan neurovaskuler.

5. Idiopatik 

Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 – 2 minggu dan kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.

III. Patofisiologi

Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada  prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.

Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.

Gambar 2. Patofisiologi lesi pleksus brakhialis

IV. Derajat Kerusakan

Derajat Kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon (1943) dan Sunderland (1951).

(9)

Klasifikasi Sheddon, yaitu : 2,

a. Neuropraksia

Pada atipe ini terjadi kerusakan mielin namun akson tetap intak. Dengan adanya kerusakan mielin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf. Pada tipe cedera seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan lebih cepat dan merupakan derajat kerusakan paling ringan.

b. Aksonotmesis

Terjadi kerusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural masih tetap intak. Terjadi degenerasi aksonal segmen saraf distal dari lesi (degenerasi Wallerian). Regenerasi saraf tergantung dari jarak lesi mencapai serabut otot yang denervasi tersebut. Pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan motorik.

c. Neurotmesis

Terjadi ruptur saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan  penanganan bedah. Bila terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan

waktu serta observasi yang lama. Merupakan derajat kerusakan paling berat.

Klasifikasi Sunderland  lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya dalam 5 tingkat, yaitu :

1. Tipe I : hambatan dalam konduksi (neuropraksia)

2. Tipe II : cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis)

3. Tipe III : aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan epineural masih intak.

4. Tipe IV : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural masih baik.

5. Tipe V : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural (neurotmesis).

(10)

Gambar 3. Klasifikasi cedera saraf 

V. Gambaran Klinis

Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan motorik, sensorik dan bahkan autonomik pada bahu dan/atau ekstremitas atas. Gambaran klinisnya mempunyai banyak variasi tergantung dari letak dan derajat kerusakan lesi. Lesi pleksus brakhialis dapat dibagi atas

 pleksopati supraklavikular dan pleksopati infraklavikular.2

(11)

Pleksopati supraklavikuler

Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks saraf, trunkus saraf atau kombinasinya. Lesi ditingkat ini dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dibanding lesi infraklavikuler.2

1. Lesi tingkat radiks

Pada lesi pleksus brakhialis ini berkaitan dengan avulsi radiks. Gambaran klinis sesuai dengan dermatom dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat terjadi partial paralisis dan hilangnya sensorik inkomplit, karena otot-otot tangan dan lengan biasanya dipersyarafi oleh  beberapa radiks.5

Presentasi klinis pada lesi radiks : 5

Radiks saraf Penurunan Refleks Kelemahan Hipestesi/kesemutan

C5 Biseps brakhii Fleksi siku Lateral lengan atas

C6 Brakhioradiialis Ekstensi pergelangan tangan Lateral lengan bawah

C7 Triceps brakhii Ekstensi siku Jari tengah

C8 - Fleksi jari2 tangan Medial lengan bawah

T1 - Abduksi jari2 tangan Medial siku

Presentasi klinis diatas adalah untuk membantu penentuan level lesi radiks, sedangkan

kelemahan otot yang lebih lengkap terjadi sesuai miotom servikal berikut ini : 5

C5 : Rhomboideus, deltoid, biseps brachii, supraspinatus, infraspinatus, brachialis,

 brachioradialis, supinator dan paraspinal

C6 : Deltoid, biseps brachii, brachioradialis, supraspinatus, infraspinatus, supinator, pronator  teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis dan paraspinal

C7 : Pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis, triceps brachii dan

 paraspinal

C8/T1 : Triceps brachii, fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum profundus, abduktor digiti minimi, pronator kuardatus, abduktor pollicis brevis dan parapinal

(12)

Gambar 5. Gambar miotom servikal

2. Sindroma Erb-Duchenne

Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya terjadi akibat trauma. Pada bayi terjadi karena penarikan kepala saat proses kelahiran dengan penyulit distokia bahu, sedangkan pada orang dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan kepala terlampau menekuk kesamping. Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip position dimana lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan supraspinatus), rotasi internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan infraspinatus), pronasi (kelemahan otot supinator dan brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi radialis longus dan brevis). Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps brakhialis,  brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis, rhomboid, levator scapula dan teres mayor.

Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral) dari lengan atas dan tangan.2,5,7

3. Sindroma Klumpke’s Paralysis

Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana penyebab pada bayi baru dilahirkan adalah karena penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala,sedangkan pada orang dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang sesuatu kemudian

(13)

 bahu tertarik. Presentasi klinis berupa deformitas clawhand  (kelemahan otot lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik. Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan h ipotenar sehingga tangan terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan ulnaris. Kelainan

sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar dari lengan dan tangan.2,5,7

4. Lesi di trunkus superior 

Gejala klinisnya sama dengan sindroma Erb di tingkat radiks dan sulit dibedakan. Namun  pada lesi di trunkus superior tidak didapatkan kelumpuhan otot rhomboid, seratus anterior,

levator scapula dan saraf supra - & infraspinatus. Trdapat gangguan sensorik di lateral

deltoid, aspek lateral lengan atas dan lengan bawah hingga ibu jari tangan.2,7

5. Lesi di trunkus media

Sangat jarang terjadi dan biasanya melibatkan daerah pleksus lainnya (trunkus superior  dan/atau trunkus inferior) Gejala klinis didapatkan kelemahan otot triceps dan otot-otot yang dipersyarafi n. Radialis (ekstensor tangan), serta kelainan sensorik biasanya terjadi pada

dorsal lengan dan tangan.2

6. Lesi di trunkus inferior 

Gejala klinisnya yang hampir sama dengan sindroma Klumpke di tingkat radiks. Terdapat kelemahan pada otot-otot tangan dan jari-jari terutama untuk gerakan fleksi, selain itu juga kelemahan otot-otot spinal intrinsik tangan. Gangguan sensorik terjadi pada aspek medial

dari lengan dan tangan.2

7. Lesi Pan-supraklavikular (radiks C5-T1 / semua trunkus)

Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin terdapat nyeri. Otot rhomboid, seratus anterior dan otot-otot spinal mungkin tidak lemah tergantung dari letak lesi proksimal (radiks) atau lebih ke distal (trunkus).2

Pleksopati Infraklavikuler

Pada pleksopati infraklavikuler terjadi lesi ditingkat fasikulus dan/atau saraf terminal. Lesi infraklavikuler ini jarang terjadi dibanding supraklavikuler namun umumnya mempunyai  prognosis lebih baik. Penyebab utama terjadi pleksopati infraklavikuler biasanya adalah trauma

(14)

kerusakan struktur didekatnya (dislokasi kaput humerus, fraktur klavikula, scapula atau humerus).

Gambaran klinis sesuai dengan lesinya : 2,7

1. Lesi di fasikulus lateral

Dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus. Lesi disini akan mengenai daerah yang dipersyarafi oleh n. Muskulocutaneus dan sebagian dari n. Medianus. Gejala klinisnya yaitu kelemahan otot fleksor lengan bawah dan pronator lengan bawah, sedangkan otot-otot intrinsik tangan tidak terkena. Kelainan sensorik terjadi di lateral lengan bawah dan  jari 1 – III tangan.2

2. Lesi di fasikulus medial

Disebabkan oleh dislokasi subkorakoid dari humerus. Kelemahan dan gejala sensorik  terjadi dikawasan motorik dan sensorik n. Ulnaris. Lesi disini akan mengenai seluruh fungsi otot intrinsik tangan seperti fleksor, ekstensor dan abduktor jari-jari tangan, juga fleksor ulnar pergelangan tangan. Secara keseluruhan kelaianan hampir menyerupai lesi di trunkus inferior. Kelainan sensorik terlihat pada lengan atas dan bawah medial, tangan

dan 2 jari tangan bagian medial.2

3. Lesi di fasikulus posterior 

Lesi ini jarang terjadi. Gejala klinisnya yaitu terdapat kelemahan dan defisit sensorik  dikawasan n. Radialis. Otot deltoid (abduksi dan fleksi bahu), otot-otot ekstensor lengan, tangan dan jari-jari tangan mengalami kelemahan. Defisit sensorik terjadi pada daerah  posterior dan lateral deltoid, juga aspek dorsal lengan, tangan dan jari-jari tangan.2

VI. Pemeriksaan Penunjang

• Radiografi

Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera traumatik, penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi, subluksasi atau fraktur yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.

Pemeriksaan radiografi :

1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal 2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus.

(15)

3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada kasus paralisa saraf phrenicus.

Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera  pleksus brakhialis traumatik yang berat.  Narakas, melaporkan bahwa umumnya

terdapat trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya.

CT scan dapat digunakan untuk menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat dinilai oleh x-foto. Sedangkan myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan akurat terutama untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak  normal.2,3,4

• Elektrofisiologi

Hasil pemeriksaan kecepatan hantar syaraf untuk  Compound Muscle Action  Potentials (CMAP) didapatkan amplitudo yang rendah setelah hari ke-9.

SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials) berguna untuk membedakan lesi  preganglionic atau lesi postganglionic. Pada lesi postganglionic, SNAPs tidak 

didapatkan tetapi positif pada lesi preganglionic.

EMG (Elektromiografi) dengan jarum pada otot dapat tampak fibrilasi, positive sharp wave (pada lesi axonal), amplitudo dan durasi. Dimana denervasi terlihat setelah minggu ke-2.

VII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena  beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan  berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi dan tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan umumnya dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih dari 6 bulan karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan perbaikan keseluruhan tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah adalah mengembalikan fungsi

(16)

fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi ekstensi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari.

Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah : 1. Pembedahan primer 

Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury  pada plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat

ringan lesi.

• Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf 

• Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali

dengan teknik end-to-end atau nerve grafts

• Nerve grafting  : Bila “ gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin

dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior 

• Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus

avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic nerve dan ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.

Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf   bersih dari benda tajam.

2. Pembedahan sekunder 

Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding  osteotomies.

Perbaikan operatif sekunder setelah 2-4 minggu secara umum

direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan kerusakan jaringan lunak  yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau grafting tidak  memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.

(17)

VIII. Prognosis

Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi yang mendasari, meliputi tempat dan derajat kerusakan saraf dan kecepatan mendapat terapi. Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1 inci/bulan, sehingga mungkin

diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat dilihat.1,2,4,5

 Neuropraksia merupakan tipe kerusakan yang paling ringan dan mempunyai  prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan dapat terjadi beberapa minggu

hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera).4,16 Pada tipe aksonotmesis, perbaikan diharapkan

dapat terjadi dalam beberapa bulan dan biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor  endplate dan reseptor sensorik sebelum pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat bertahan lebih lama dibandingkan motor endplate (kira-kira 18  bulan). Sedangkan neurotmesis, regenerasi dapat terjadi namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien,

kepatuhan dan motivasi pasien dalam menjalani terapi.4,5

Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi  pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah graft 

saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami perbaikan dengan latihan.

Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang memuaskan dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai dengan adanya avulsi radiks.2

Pada neonatus dengan lesi pleksus brakhialis bila terdapat sedikit kontraksi pada  bulan pertama dan kontraksi pada bulan kedua maka kita dapat mengharapkan pemulihan

spontan yang komplit. Jika kontraksi belum terlihat pada bulan ketiga biasanya  pemulihan tidak akan mencapai fungsi normal sepenuhnya.

(18)

Daftar Pustaka

1. Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,Jakarta 2. Wedantho Sigit, 2007,Kelumpuhan Plexus Brachialis: Divisi Orthopaedi &

Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Shenaq S.M., Hand, Brachial Plexus Surgery, available from : www.emedicine.com , last updated : October 7, 2002, taken on January 29, 2005.

4. Hein, H.A., Brachial Plexus Palsy : A Perspective on C urrent Management, available from: www.virtualhospital.com , last updated : September 2003.

5. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada University Press.

6. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat.

Gambar

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis
Gambar 2. Patofisiologi lesi pleksus brakhialis
Gambar 3. Klasifikasi cedera saraf 
Gambar 5. Gambar miotom servikal

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tanaman kacang hijau di media gambut memberikan pengaruh sangat berbeda nyata terhadap tinggi tanaman umur 1 bulan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta Alam, yang telah memberikan kemudahan dan melancarkan tiap-tiap urusan sehingga penulis mampu menyelesaikan

start menu-All Program-photoshop dan jika menggunakan Microtek buka softeware Microtek scan wizard 5 (Start menu-All Program-Microtek- Microtek scan wizard 5). Untuk sofware

[r]

Data dalam penelitian ini adalah tuturan- tuturan yang mengandung pematuhan prinsip kesantunan, pelanggaran prinsip kesantunan, dan tuturan yang mengandung implikatur

Namun, selulase yang diukur aktivitasnya secara langsung dari lingkungan, tanpa melalui tahap isolasi dan pemurnian akan memiliki tingkat kemurnian enzim yang

Mahalnya obat yang disintesis secara kimia menyebabkan sebagian masyarakat mencari alternatif obat antidiabetes yang murah dan mudah diperoleh tetapi mempunyai potensi yang

Komitmen afektif merupakan salah satu dimensi dari komitmen organsasi yang berarti kuatnya keinginan emosional karyawan untuk beradaptasi dengan nilai-nilai yang