• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEGRADASI LIMBAH AMONIA SINTETIK DENGAN METODE KAVITASI HIDRODINAMIKA MENGGUNAKAN ORIFICE PLATE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEGRADASI LIMBAH AMONIA SINTETIK DENGAN METODE KAVITASI HIDRODINAMIKA MENGGUNAKAN ORIFICE PLATE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DEGRADASI LIMBAH AMONIA SINTETIK DENGAN METODE

KAVITASI HIDRODINAMIKA MENGGUNAKAN ORIFICE PLATE

Cristine Angelina* dan Eva Fathul Karamah

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*e-mail: cristine.angelina@yahoo.com

Abstrak

Senyawa amonia seringkali ditemukan dalam jumlah yang cukup besar pada air permukaan yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan apabila tidak diolah secara tepat. Penelitian ini merupakan studi tentang metode kavitasi hidrodinamika menggunakan orifice plate untuk mendegradasi amonia pada limbah cair sintetik. Larutan amonia disirkulasikan menggunakan pipa biasa lalu dilakukan kuantifikasi senyawa pengoksidasi dengan titrasi KMnO4 melalui variasi jumlah lubang orifice plate (6, 8 dan 17 lubang). Degradasi amonia dilanjutkan dengan variasi pH awal (4, 7 dan 10) dan variasi konsentrasi awal (10 mg/L, 25 mg/L dan 50 mg/L). Hasil persentase penyisihan amonia dengan pipa biasa sebesar 4,85%, orifice plate 17 lubang memproduksi senyawa pengoksidasi paling banyak, yaitu 39,95 mg/L dan amonia terdegradasi optimum pada pH 10,10 menggunakan orifice plate 17 lubang dengan konsentrasi awal 50 mg/L, yaitu sebesar 22,5 %.

Kata kunci: Amonia; kavitasi hidrodinamika; orifice plate; proses oksidasi lanjut Abstract

Ammonia compound is often found in large numbers on the surface water that can harm humans and the environment if not treated appropriately. This research is a study of hydrodynamic cavitation method using orifice plate to degrade ammonia in synthetic wastewater. Ammonia solution was circulated using pipe and then tested the productivity of oxidizing compounds using permanganate titration by varying the orifice plate number of holes (6, 8 and 17 holes). Furthermire, degradation of ammonia followed by variations of initial pH (4, 7 and 10) and variation of initial concentration (10 mg/L, 25 mg/L and 50 mg/L). The results showed that the circulation using pipe can degrade ammonia by 4.85%, orifice plate with 17 hole produces most oxidizing compound which is 39,95% and ammonia is best degraded at pH 10,10 using orifice plate 17 holes with initial concentration 50 mg/L which is 22,5%.

Keywords:Advanced oxidation process; ammonia; hydrodynamic cavitation; orifice plate

1. Pendahuluan

Sektor perindustrian di Jakarta, terutama industri skala kecil dan menengah saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal krusial yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan industri adalah limbah. Semakin maraknya pertumbuhan industri, semakin banyak

(2)

24 sungai memiliki nilai Indeks Kualitas Air (IKA) yang buruk dan hanya 5 sungai mempunyai nilai IKA sedang [1]. Kondisi yang sama juga ditunjukkan dari hasil pemantauan 40 situ di Jakarta, yaitu 83% situ di DKI Jakarta juga mempunyai nilai IKA yang buruk [2]. Amonia merupakan senyawa yang seringkali terdapat dalam limbah cair industri. Pada pabrik pupuk, industri gasifikasi batu bara dan limbah pertanian, amonia banyak ditemukan dalam jumlah yang cukup besar. Amonia dalam air pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan kehidupan akuatik, menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, menimbulkan korosi pada logam tertentu, juga dapat menyebabkan keracunan pada manusia yang mengakibatkan kerusakan paru-paru hingga kematian. Konsentrasi amonia pada air permukaan ada pada rentang 4-5 mg/L, sedangkan pada limbah buangan industri kecil dan menengah di Jakarta rata-rata berada pada rentang 13 – 69,28 mg/L [3].

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendegradasi limbah amonia, di antaranya menggunakan metode electric discharge [4], penyerapan amonia dengan eceng gondok [5], steam stripping [6] dan elektrolisis [7]. Akan tetapi, metode-metode tersebut masih memiliki kekurangan, yaitu tingkat penyisihan yang rendah serta membutuhkan energi dan biaya yang besar dalam proses pengolahannya. Metode yang saat ini seringkali digunakan untuk mendegradasi amonia pada limbah cair adalah proses oksidasi lanjut (Advanced Oxidation Processes/AOPs). Proses oksidasi lanjut merupakan suatu metode oksidasi fasa larutan berdasarkan prinsip pembentukan dan pemanfaatan radikal hidroksil (OH•) sebagai senyawa pengoksidasi utama untuk menguraikan zat pencemar.

Salah satu metode oksidasi lanjut (AOPs) yang potensial dalam mendegradasi limbah cair adalah kavitasi. Kavitasi merupakan fenomena pembentukan, pertumbuhan dan hancurnya gelembung mikro dalam cairan. Gelembung mikro yang dimaksud merupakan gelembung dengan diameter kurang dari puluhan mikron, sedangkan gelembung konvensional memiliki diameter beberapa milimeter. Jika kavitasi dalam cairan terjadi akibat adanya perbedaan tekanan pada cairan yang mengalir karena terdapat perubahan geometri pada sistem dan menghasilkan variasi kecepatan disebut kavitasi hidrodinamika [8].

Kavitasi hidrodinamika memiliki beberapa keunggulan, yaitu merupakan metode yang paling murah dan efisien dalam penggunaan energi untuk pembentukan kavitasi, peralatan yang digunakan dalam pembentukan kavitasi hidrodinamika juga sederhana, pemeliharaan reaktornya tidaklah sulit serta untuk pengembangan proses dalam skala besar (skala industri) relatif mudah dan tidak menggunakan bahan kimia [9]. Oleh karena itu, metode ini dapat sebagai metode alternatif dalam mengolah limbah cair tanpa membutuhkan energi serta biaya yang sangat besar.

(3)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah seberapa signifikan dan seberapa besar persentase konsentrasi amonia pada limbah cair sintetik yang dapat terdegradasi menggunakan kavitasi hidrodinamika dengan orifice plate, seberapa banyak jumlah lubang optimum pada orifice plate yang dapat menghasilkan senyawa pengoksidasi paling banyak dengan metode kavitasi hidrodinamika serta pengaruh pH awal dan konsentrasi awal amonia pada limbah cair sintetik terhadap persentase penyisihan amonia menggunakan metode kavitasi hidrodinamika dengan orifice plate.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendegradasi limbah amonia sintetik dengan metode kavitasi hidrodinamika menggunakan orifice plate. Secara khusus, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendapatkan jumlah lubang yang optimum pada orifice plate untuk menghasilkan senyawa pengoksidasi yang paling banyak.

2. Mendapatkan pH larutan optimum pada proses penyisihan amonia dengan metode kavitasi hidrodinamika menggunakan orifice plate.

3. Mengetahui pengaruh konsentrasi awal amonia pada limbah cair sintetik terhadap proses penyisihan amonia dengan kavitasi hidrodinamika menggunakan orifice plate. 2. Tinjauan Teoritis

2.1 Amonia

Amonia (NH3) merupakan salah satu bentuk nitrogen anorganik yang bersifat racun (toksik), hasil proses dekomposisi bahan organik yang tidak teroksidasi secara sempurna karena kondisi aerobik dan merupakan hasil dari ekskresi biota akuatik. Amonia memiliki rumus kimia NH3, umumnya berupa gas, tidak berwarna, memiliki bau tajam yang khas, bersifat korosif dan sangat reaktif [10]. Di dalam air, sebagian amonia akan terionisasi menjadi ion NH4+ dan sebagian lagi masih berupa NH3 bebas. Pada suhu dan tekanan normal, amonia bebas (NH3) membentuk kesetimbangan dengan ion amonium (NH4+) di dalam air sesuai dengan Persamaan 1.

NH3(aq) + H2O(l) ↔ NH4+(aq) + OH-(aq) (1) Faktor utama untuk menentukan perbandingan amonium dan amonia dalam air adalah pH. Pada kondisi pH rendah, rekasi akan bergerak ke arah kanan dan pada saat pH tinggi, reaksi akan bergerak ke arah kiri. Amonia bebas lebih bersifat toksik terhadap organisme

(4)

seiring dengan peningkatan pH dan suhu perairan. Pada pH 7 atau kurang, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi dan sebaliknya, pada pH lebih besar dari 7, amonia bebas yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Pada penelitian ini, amonia didegradasi dengan menggunakan senyawa pengoksidasi (radikal OH dan/atau H2O2) yang terbentuk dari disosiasi termal air dan oksigen akibat kavitasi hidrodinamika. Reaksi amonia dengan radikal hidroksil adalah sebagai berikut:

NH3 + •OH à •NH2 + H2O (2)

•NH2 + H2O2 à •NHOH + H2O (3)

•NH2 + •OH à NH2OH (4)

Ketika •OH menyerang amonia, terjadi proses oksidasi menghasilkan •NH2. Kemudian •NH2 secara cepat akan teroksidasi menjadi •NHOH dan teroksidasi lebih lanjut menjadi NH2O2-. Setelah itu, NH2O2- yang tidak stabil terpecah menjadi NO2- dan dioksidasi lebih lanjut menjadi NO3-. Berdasarkan pengaruh pH, amonia akan lebih cepat teroksidasi apabila larutan dalam keadaan basa dibandingkan dalam keadaan asam. Konstanta laju orde dua untuk reaksi antara amonia dengan radikal hidroksil adalah sebesar (1,0 ± 0,1) x 108 M-1 s-1 pada suhu 20oC [11].

2.2 Proses Oksidasi Lanjut

Proses oksidasi lanjut merupakan suatu metode oksidasi fasa larutan yang berdasarkan pada prinsip pembentukan dan pemanfaatan radikal hidroksil (OH•) sebagai senyawa pengoksidasi utama untuk menguraikan senyawa target (zat pencemar) dalam air karena radikal hidroksil merupakan salah satu senyawa pengoksidasi yang paling reaktif dalam air. Proses oksidasi lanjut dapat digunakan untuk menyisihkan zat pencemar dengan konsentrasi rendah sampai konsentrasi tinggi dari sumber yang beragam seperti air tanah, limbah rumah tangga dan industri, destruksi sludge dan pengendalian senyawa organik yang mudah menguap. Dengan adanya radikal hidroksil (OH•) pada proses oksidasi lanjut, senyawa organik dapat dimineralisasi secara sempurna membentuk karbondioksida dan air [12]. Berdasarkan kelebihan-kelebihan tersebut, pada penelitian ini digunakan proses oksidasi lanjut untuk mendegradasi senyawa amonia pada limbah cair sintetik.

2.3 Kavitasi Hidrodinamika

Kavitasi hidrodinamika adalah fenomena terjadinya pembentukan, pertumbuhan dan hancurnya gelembung mikro pada cairan dengan interval waktu yang sangat kecil (milisekon)

(5)

karena adanya variasi tekanan pada cairan yang mengalir akibat perubahan geometri pada sistem yang mengalir [13]. Penghancuran polutan yang terjadi melibatkan proses pirolisis pada suhu tinggi karena hancurnya gelembung mikro ataupun melalui dekomposisi uap air menjadi senyawa pengoksidasi yang diikuti oleh mekanisme kimia.

Gelembung pada kavitasi hidrodinamika dapat terbentuk karena terdapat perbedaan geometri pada sistem yang mengalir yang mengakibatkan molekul-molekul di dalamnya bergetar. Akibat adanya getaran tersebut, struktur dari molekul akan meregang dan terkompresi. Selain itu, jarak antar molekul juga akan berubah akibat adanya getaran molekul pada posisi awal. Jika energi yang diberikan terus ditingkatkan, akan dicapai suatu kondisi maksimum (gaya intramolekul tidak dapat lagi menahan struktur molekul seperti keadaan awalnya). Akibatnya molekul itu akan pecah dan terbentuk lubang (cavity). Lubang inilah yang disebut sebagai gelembung kavitasi. Kavitasi hidrodinamika memiliki beberapa kelebihan dalam penerapannya, yaitu:

a. Peralatan yang digunakan dalam kavitasi hidrodinamika lebih sederhana, misalnya venturi, orifice plate, throttling valve dll.

b. Biaya yang dibutuhkan untuk kavitasi hidrodinamika lebih murah. c. Volume reaksi efektif lebih besar.

d. Merupakan teknologi yang hemat energi dan dapat ditingkatkan skala penerapannya, yaitu dari skala laboratorium menjadi skala industri.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kavitasi hidrodinamika dengan injektor orifice plate sebagai salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mendegradasi amonia.

2.4 Orifice Plate

Orifice plate adalah sebuah pelat tipis berbentuk lingkaran dengan lubang di tengah. Biasanya orifice plate diletakkan di dalam pipa yang dialiri fluida yang mengalir. Ketika fluida memasuki lubang pada orifice akan terjadi perubahan kecepatan dan tekanan. Kecepatan aliran akan semakin besar sedangkan tekanan akan semakin rendah. Perubahan tekanan ini akan menyebabkan sebagian besar cairan berubah menjadi fasa gas yang disebabkan karena tekanan uap jenuh cairan melebihi tekanan uap jenuh lingkungannya. Penggunaan orifice plate yang paling efektif dalam kavitasi hidrodinamika adalah menggunakan pelat dengan ukuran diameter yang lebih kecil sehingga dapat meningkatkan jumlah lubang yang digunakan untuk mencapai area aliran yang lebih besar. Karena dengan

(6)

diameter lubang yang kecil, turbulensi akan semakin besar dan hasil degradasi yang didapatkan akan lebih efisien [14].

3. Metode Penelitian 3.1 Alat dan Bahan

Akuades dan alkohol 70% diperoleh dari CV Dwinika, Depok, Jawa Barat. Larutan NH3-1 dan NH3-2, amonium sulfat (NH4)2SO4, NaOH 4 M, asam asetat glasial, KMnO4 0,001 M, H2SO4 3 M diperoleh dari Laboratorium Intensifikasi Proses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Rangkaian alat kavitasi hidrodinamika yang digunakan terdiri dari pompa, tangki, orifice plate (6 lubang, 8 lubang dan 17 lubang), koil pendingin yang dihubungkan dengan thermo circulator, valve, pressure gauge dan flowmeter yang terdapat di Laboratorium Intensifikasi Proses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Buret dan statif, pH meter serta amonia meter Martini Mi 405 diperoleh dari Laboratorium Intensifikasi Proses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 3.2 Sirkulasi Amonia tanpa Injektor

Pada tahap ini percobaan dilakukan dengan mensirkulasikan larutan amonia tanpa menggunakan orifice plate sebagai injektor melainkan pipa biasa untuk mengetahui apakah amonia dapat terdegradasi hanya karena sirkulasi di dalam pipa, perputaran aliran di dalam pompa dan tumbukan pada fitting. Sebelum percobaan dilakukan, kondisi operasi pada proses harus diatur terlebih dahulu, yaitu suhu awal larutan amonia diatur sebesar 25oC. Pipa biasa digunakan sebagai pengganti orifice plate pada rangkaian alat penelitian.

Amonium sulfat sebanyak 0,55 gr, dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 6 liter dan dituang ke dalam tangki dengan konsentrasin larutan amonia tersebut adalah 25 mg/L. Pompa kemudian dinyalakan dan valve diatur sehingga didapatkan kecepatan aliran maksimal, yaitu 48 LPM untuk mensirkulasikan larutan. Sampel hasil oksidasi diambil setiap 15 menit sekali selama 1 jam (dimulai dari menit ke-0) sebanyak 20 ml. Selama proses berlangsung, nilai suhu dan pH dicatat untuk setiap waktu pengambilan sampel. Besar konsentrasi amonia untuk setiap sampel hasil oksidasi diukur dengan menggunakan amonia meter Martini Mi 405. 3.3 Sirkulasi Air Umpan dengan Orifice Plate

Pada tahap ini dilakukan percobaan dengan mensirkulasikan air umpan berupa akuades menggunakan orifice plate yang memiliki konfigurasi berbeda-beda, yaitu orifice plate 6

(7)

lubang, 8 lubang dan 17 lubang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui konfigurasi orifice plate yang optimum dalam menghasilkan senyawa pengoksidasi. Kondisi operasi proses diatur terlebih dahulu, yaitu suhu awal air umpan diatur sebesar 25oC.Orifice plate dengan jumlah lubang sebanyak 6 lubang dipasang pada rangkaian alat penelitian dan tangki diisi dengan akuades sebanyak 6 liter. Selanjutnya menyalakan pompa dan mengatur valve sehingga didapatkan tekanan masuk sebesar 1,5 bar dengan laju alir sebesar 13,5 LPM.

Sampel hasil oksidasi diambil setiap 15 menit sekali selama 1 jam (dimulai dari menit ke-0) sebanyak 20 ml. Selama proses berlangsung, nilai suhu dan pH dicatat untuk setiap waktu pengambilan sampel. Besar konsentrasi amonia untuk setiap sampel hasil oksidasi diukur dengan metode titrasi menggunakan KMnO4 0,001 M. Prosedur yang sama dilakukan untuk jumlah lubang orifice plate sebanyak 8 lubang dan 17 lubang.

3.4 Oksidasi Amonia dengan Orifice Plate

Pada tahap ini dilakukan proses penyisihan amonia menggunakan orifice dengan konfigurasi optimum yang didapat dari percobaan sebelumnya. Derajat keasaman atau pH awal larutan diatur agar bernilai 4 (asam) yang selanjutnya diatur menjadi larutan dengan pH 7 (netral) dan pH 10 (basa) menggunakan asam asetat glasial dan NaOH 4 M. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pada kondisi mana amonia dapat terdegradasi secara optimum. Kondisi operasi proses diatur terlebih dahulu, yaitu suhu awal air umpan diatur sebesar 25oC.

Orifice plate dengan jumlah lubang optimum yang didapatkan dari percobaan sebelumnya dipasang pada rangkaian alat penelitian. Kemudian amonium sulfat ditimbang sebanyak 0,55 gr, dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 6 liter dan dituang ke dalam tangki dengan konsentrasi larutan amonia tersebut adalah 25 mg/L. Selanjutnya mengatur pH larutan amonia dengan menambahkan asam asetat glasial sehingga didapatkan pH larutan = 4. Pompa dinyalakan dan valve diatur sehingga didapatkan tekanan masuk sebesar 1,5 bar dengan laju alir 13,5 LPM.

Sampel hasil oksidasi diambil setiap 15 menit sekali selama 1 jam (dimulai dari menit ke-0) sebanyak 20 ml. Selama proses berlangsung, nilai suhu dan pH dicatat untuk setiap waktu pengambilan sampel. Besar konsentrasi amonia untuk setiap sampel hasil oksidasi diukur dengan menggunakan amonia meter Martini Mi 405. Setelah didapatkan pH optimum larutan, prosedur yang sama dilakukan dengan melakukan variasi konsentrasi awal, yaitu sebesar 10 mg/L dan 50 mg/L.

(8)

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Sirkulasi Amonia tanpa Injektor

Gambar 1. Profil perubahan C/Co pada limbah amonia sintetik tanpa injektor (laju alir 48 LPM; suhu awal 24,8oC; pH awal 5,39; konsentrasi awal 25 mg/L)

Dari Gambar 1 terlihat bahwa konsentrasi amonia total pada limbah sintetik mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu yang digunakan dalam proses penyisihan. Hal ini membuktikan bahwa proses penyisihan amonia dapat terjadi tanpa menggunakan injektor tetapi tidak berjalan secara optimum.

Terjadinya penurunan konsentrasi amonia total pada limbah sintetik tanpa injektor dapat disebabkan oleh adanya kavitasi yang terjadi pada pompa. Pada penelitian ini larutan mengalir di dalam sistem pipa yang tertutup. Larutan tersebut kemudian akan mengalami gesekan dengan dinding pipa/friksi pada pipa dan friksi di bagian fitting pipa sehingga energi dari larutan tersebut akan menjadi turun atau terjadi penurunan tekanan (pressure drop).

Ketika tekanan larutan yang mengalir pada sistem pipa bernilai sama dengan tekanan uapnya, larutan akan berubah fasa menjadi gas (uap). Pada saat tekanan absolut larutan ini sama dengan tekanan uapnya pada suhu larutan saat itu, terjadilah kavitasi. Gelembung kavitasi akan pecah, menghasilkan energi yang sangat besar dan mendekomposisi uap air menjadi senyawa pengoksidasi. Dengan cara inilah amonia dapat terdegradasi dan mengalami penurunan nilai konsentrasi. Tetapi, kavitasi yang terjadi pada percobaan tanpa menggunakan injektor sangatlah kecil. Hal ini dapat dilihat pada persentase degradasi yang hanya bisa dicapai sebesar 4,85% untuk degradasi amonia tanpa menggunakan injektor.

(9)

Gambar 2. Profil peningkatan suhu pada limbah amonia sintetik tanpa injektor (laju alir 48 LPM; suhu awal 24,8oC; pH awal 5,39; konsentrasi awal 25 mg/L)

Pada Gambar 2 terlihat peningkatan suhu yang terjadi pada percobaan ini dapat disebabkan oleh adanya gesekan pada impeller pompa yang berlangsung secara terus-menerus. Karena limbah sintetik dialirkan dengan cara sirkulasi, perpindahan panas pada fluida juga terjadi pada tempat yang sama dan secara signifikan akan menyebabkan peningkatan suhu. Adanya peningkatan suhu yang terjadi selama proses penyisihan amonia dapat meningkatkan jumlah gelembung kavitasi dan menghasilkan kenaikan persentase degradasi. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Noltingk and Neppiras [15] berkaitan dengan reaksi kavitasi yang diinduksikan pada proses degradasi. Dengan meningkatnya suhu akibat gesekan yang terjadi pada impeller pompa, tekanan uap air meningkat menyebabkan gelembung kavitasi mudah terbentuk dan menghasilkan gelembung yang lebih banyak.

Selain itu, kenaikan suhu juga berpengaruh terhadap viskositas cairan tersebut. Vikositas akan turun jika suhu dinaikkan. Viskositas cairan yang rendah akibat efek pemanasan dapat menyebabkan kavitasi mudah terjadi, karena fase pembentukan uapnya semakin cepat. Viskositas semakin rendah cenderung menaikkan intensitas kavitasi. Pada suhu yang rendah, intensitas kavitasi lebih kecil disebabkan oleh viskositas lebih besar. Viskositas rendah juga mendorong tegangan permukaan menjadi lebih kecil yang menyebabkan cairan semakin mudah pecah dan mendorong terjadinya intensitas kavitasi yang lebih besar. Pada percobaan ini, kenaikan suhu yang terjadi hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap proses pembentukan kavitasi tanpa menggunakan injektor, dikarenakan

(10)

viskositas dan tekanan uap dari larutan hanya mengalami perubahan yang sangat sedikit akibat kenaikan suhu yang juga tidak terlalu signifikan.

Gambar 3. Profil peningkatan pH limbah amonia sintetik tanpa injektor (laju alir 48 LPM; suhu awal 24,8oC; pH awal 5,39; konsentrasi awal 25 mg/L)

Amonia di dalam air memiliki reaksi kesetimbangan dengan ion amonium seperti pada Persamaan 1. Untuk kondisi pH antara 1-9, ion amonium lebih banyak terbentuk daripada amonia bebas, sedangkan pada kondisi pH di atas 9, amonia bebas lebih banyak terbentuk daripada ion amonium. Dari Gambar 3 diketahui bahwa semakin banyak jumlah amonia yang terdegradasi, semakin tinggi pH larutan limbah. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya reaksi garam amonium sulfat dengan air yang menghasilkan amonium hidroksida (basa lemah) dan asam sulfat (asam kuat).

Di dalam air, asam sulfat akan mengalami ionisasi 2 tahap yang ditunjukkan pada Persamaan 5 dan 6 di bawah ini.

H2SO4 + H2O ↔ H3O+ + HSO4-­‐ (5)

HSO4- + H2O ↔ H3O+ + SO42-­‐ (6)

Ion hidronium yang dihasilkan pada reaksi tahap dua tidak sebanyak ion hidronium yang dihasilkan pada reaksi tahap pertama. Sebab pada tahap pertama, reaksi berlangsung lengkap, yaitu semua asam sulfat bereaksi dengan air menghasilkan ion hidronium, sedangkan pada tahap dua, hanya sebagian HSO4- yang berdisosiasi menghasilkan ion hidronium. Dengan adanya ionisasi ini, kekuatan asam yang dibawa oleh asam sulfat akan berkurang dan

(11)

menyebabkan pH larutan lama-kelamaan menjadi naik. Selain itu, amonium hidroksida yang terdapat di dalam larutan juga bersifat basa, sehingga hal ini secara relatif akan meningkatkan nilai pH dari larutan.

4.2 Sirkulasi Air Umpan dengan Orifce Plate

Gambar 4. Profil konsentrasi H2O2 pada tiap 10 ml larutan sampel dengan variasi jumlah lubang orifice

plate (tekanan masuk 1,5 bar; tekanan keluar 0,15 bar; konsentrasi awal larutan 25 mg/L;

laju alir larutan 13,5 LPM)

Dari Gambar 4 diketahui bahwa orifice plate dengan jumlah lubang sebanyak 17 menghasilkan senyawa pengoksidasi yang paling besar, yaitu 39,95 mg/L. Banyaknya jumlah lubang pada orifice plate menyebabkan terjadinya peningkatan pecahnya gelembung kavitasi karena semakin banyak area terjadinya pemecahan gelembung. Hal ini akan meningkatkan kemungkinan gelembung untuk berada pada area pecahnya gelembung dan kemudian pecah. Pecahnya gelembung kavitasi menghasikan suhu dan tekanan yang tinggi pada gelembung yang menyebabkan molekul air terdekomposisi menghasilkan radikal OH.

Ukuran dari lubang orifice plate dan meningkatnya luas total lubang pada orifice plate juga akan menghasilkan efek yang menguntungkan terhadap aktivitas kavitasi. Selain itu, semakin banyak jumlah lubang juga akan meningkatkan frekuensi turbulensi yang akan meningkatkan aktivitas kimia dari gelembung, yaitu menghasilkan senyawa radikal. Jadi, dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin banyak jumlah lubang yang ada pada orifice plate, semakin banyak pula senyawa radikal yang dihasilkan.

(12)

4.3 Oksidasi Amonia dengan Orifice Plate (variasi pH awal)

Gambar 5. Pengaruh pH awal limbah amonia sintetik terhadap proses penyisihan amonia (tekanan masuk 1,5 bar; tekanan keluar 0,15 bar; konsentrasi awal larutan 25 mg/L; suhu awal larutan 25oC)

Dari Gambar 5 terlihat adanya peningkatan persentase penyisihan amonia seiring dengan bertambahnya pH larutan. Pada tiga puluh menit pertama untuk pH 10,10 terlihat bahwa amonia mengalami degradasi yang signifikan dibandingkan dengan amonia yang terdapat dalam larutan dengan pH 4,00 dan pH 6,86. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah amonia bebas (NH3) di dalam larutan yang bersifat basa dibandingkan pada larutan dengan kondisi asam dan netral, sehingga semakin banyak pula amonia bebas yang dapat didegradasi oleh senyawa radikal bebas yang ditunjukkan dengan besarnya persentase penyisihan amonia yang terjadi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. [11] yang mendegradasi amonia dalam fasa cair. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa pada kondisi awal larutan dengan pH 2 tidak terdeteksi adanya penyisihan amonia di dalam larutan sampel. Fraksi amonia terdeteksi mengalami oksidasi setelah lima jam pada pH 7 yang ditandai dengan turunnya konsentrasi amonia dan pada pH 9,3 konsentrasi amonia mengalami penurunan secara signifikan. Dengan keadaannya sebagai molekul, amonia akan lebih mudah dan cenderung berada pada interfasa gelembung kavitasi. Pada lapisan interfasa tersebut,

(13)

amonia kemudian diserang secara langsung oleh radikal OH menyebabkan naiknya persentase penyisihan.

Sedangkan pada larutan dengan kondisi pH yang rendah (asam), amonia terionisasi ke dalam bentuk ion dan berada pada fasa ruah. Karena adanya rekombinasi radikal OH pada interfasa, hanya sebagian kecil dari radikal OH yang terbentuk dapat berdifusi ke fasa ruah dan menyebabkan rendahnya konsentrasi radikal OH yang digunakan untuk mengoksidasi amonia. Hal ini menyebabkan kecilnya persentase penyisihan amonia. Dari hasil percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa kondisi larutan limbah yang optimum untuk mendegradasi amonia adalah pada larutan dengan pH 10,10.

4.4 Oksidasi Amonia dengan Orifice Plate (variasi konsentrasi awal)

Gambar 6. Profil perubahan C/Co selama proses penyisihan (tekanan masuk 1,5 bar; tekanan keluar 0,15 bar; laju alir 13,5 LPM; pH awal larutan 10,12; suhu awal larutan 25,3oC)

Dari Gambar 6 terlihat bahwa larutan dengan konsentrasi awal paling besar, yaitu 50 mg/L mengalami penurunan konsentrasi amonia paling besar. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin banyaknya amonia yang terdapat pada larutan. Semakin banyak massa amonia yang terdapat di dalam larutan, semakin banyak pula amonia yang dapat didegradasi.

Mekanisme utama untuk degradasi senyawa polutan dengan kavitasi bisa terjadi pada tiga area, yaitu bagian inti gelembung, interfasa dan fasa ruah. Pada fase gas dalam gelembung kavitasi diproduksi suhu dan tekanan yang tinggi dan senyawa polutan mengalami

(14)

bagian interfasa gelembung-air yang merupakan area dengan suhu lebih rendah dibandingkan dengan area di dalam gelembung, tetapi masih cukup tinggi untuk reaksi oksidasi oleh senyawa radikal. Yang terakhir adalah area fasa ruah pada suhu ambien, yaitu tempat reaksi masih berlangsung jika senyawa radikal yang berpindah dari fasa gas di dalam gelembung masih memiliki waktu tinggal yang cukup lama.

Ketika konsentrasi amonia dalam fasa ruah meningkat, semakin banyak molekul amonia yang bisa masuk ke dalam gelembung kavitasi dan pada antarmuka air-gelembung sehingga jumlah amonia total yang didegradasi mengalami peningkatan. Pada penelitian dalam mendegradasi alachlor juga didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan mengakibatkan semakin banyak jumlah alachlor yang didegradasi.

Pada penelitian sebelumnya dalam mendegradasi amonia pada fasa cair menyatakan bahwa adanya penurunan laju degradasi amonia dan peningkatan jumlah amonia yang didegradasi seiring dengan bertambahnya konsentrasi awal adalah karena frekuensi tumbukan atau reaksi antara NH3 dengan radikal OH mengalami peningkatan. Selain itu, jumlah amonia bebas yang terdapat di dalam larutan mengalami penurunan karena dioksidasi oleh radikal OH, sehingga rasio NH3 terhadap NH4+ mengalami penurunan dan mengakibatkan laju penyisihan amonia menjadi turun.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengolahan limbah cair amonia sintetik dengan menggunakan kavitasi hidrodinamika didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Senyawa amonia pada limbah cair sintetik dapat terdegradasi sebesar 4,85% tanpa menggunakan orifice plate pada kondisi operasi laju alir 48 LPM, suhu awal larutan 24,8oC, pH awal larutan 5,39 dan konsentrasi awal larutan sebesar 25 mg/L.

2. Konfigurasi orifice plate yang dapat menghasilkan senyawa pengoksidasi paling banyak pada metode kavitasi hidrodinamika adalah orifice plate dengan 17 lubang pada kondisi operasi tekanan masuk 1,5 bar, tekanan keluar 0,15 bar, konsentrasi awal larutan 25 mg/L dan laju alir larutan 13,5 LPM.

3. Kondisi pH larutan yang paling baik untuk proses penyisihan senyawa amonia dengan metode kavitasi hidrodinamika menggunakan orifice plate 17 lubang adalah larutan dengan pH awal 10,10 pada kondisi operasi tekanan masuk 1,5 bar, tekanan keluar 0,15 bar, konsentrasi awal larutan 25 mg/L dan suhu awal larutan 25oC.

(15)

4. Semakin tinggi konsentrasi awal amonia pada limbah cair sintetik, semakin banyak massa total amonia yang terdegradasi menggunakan kavitasi hidrodinamika dengan orifice plate pada kondisi operasi tekanan masuk 1,5 bar, tekanan keluar 0,15 bar, laju alir 13,5 LPM, pH awal larutan 10,10, suhu awal larutan 25,3oC dan konsentrasi awal larutan sebesar 50 mg/L, yaitu sebesar 22,5%.

5.2 Saran

Saran yang dapat digunakan untuk pengembangan penelitian pengolahan limbah amonia dengan menggunakan kavitasi hidrodinamika selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Tangki air umpan yang digunakan hendaknya memiliki tutup untuk mencegah amonia yang mengalami penguapan ke luar dari sistem juga untuk mencegah masuknya kontaminan lain ke dalam air umpan yang dapat mengganggu proses degradasi.

2. Menggunakan orifice plate dengan lubang dan desain yang lebih beragam agar semakin memperbesar kemungkinan untuk mendapatkan konfigurasi optimum dalam mendegradasi amonia.

Daftar Rujukan

[1] BPLHD DKI Jakarta, Data Pemantauan Kualitas Air Sungai di Propinsi DKI Jakarta, 2002.

[2] Diana. H, Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta, Makara Seri Teknologi, 9(1), Jakarta (2005), 13-19.

[3] SLHD Provinsi DKI Jakarta, Jakarta, 2012.

[4] Nazarenko. O. B., & Shubin. B. G., Investigation of Electric Discharge Treatment of Water for Ammonium Nitrogen Removal, Paper presented at the 2nd Environmental Physics Conference, Alexandria, Egypt, 2006.

[5] Zaman. B., & Sutrisno. E., Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok terhadap Amoniak dalam Limbah Rumah Sakit berdasarkan Umur dan Lama Kontak (Studi Kasus: RS Panti Wilasa, Semarang), Presipitasi, 1, 2006.

[6] Viljoen. H. J., Removal of Ammonia from Aqueous Systems in a Semibatch Reactor. Ind. Eng. Chem. Res., 40, (2001), 3361-3368.

[7] Botte. G. G., Recovery of Ammonia Energy from Municipal and Agricultural Wastewater: Ammonia Electrolysis, In O. University (Ed.), Colorado, (2006).

[8] Jyoti. K. K., & Pandit. A. B., Ozone and Cavitation for Water Disinfection, Biochemical Engineering, 18, (2004), 9-19.

(16)

[9] Gogate. P. R., & Pandit. A. B., Hydrodinamic Cavitation Reactors: A State of The Art Review, Reviews in Chemical Engineering, 17(1), (2011), 1-85.

[10] Shakhashiri, AMMONIA, NH3, General Chemistry, (2008, 1 February).

[11] Huang, L., Li, L., Dong, W., Liu, Y., & Hou, H., Removal of Ammonia by OH Radical in Aqueous Phase. Environmental Science & Technology, 42, (2008), 8070-8075. [12] Zhou. H., & Smith. D. W., Advanced Technologies in Water and Wastewater Treatment,

Environmental Engineering Science, 1, (2002), 247-264. doi: 10.1139/S02-020.

[13] Jyoti. K. K., & Pandit. A. B., Ozone and Cavitation for Water Disinfection, Biochemical Engineering, 18, (2004), 9-19.

[14] Sivakumar. M., & Pandit. A. B., Wastewater Treatment: A Novel Energy Efficient Hydrodynamic Cavitational Technique, Ultrasonics Sonochemistry, 9(3), (2002), 123-131.

[15] Noltingk. B. E., & Neppiras. E. A., Cavitation Produced by Ultrasonics. Proceedings of The Physical Society, Section B, 63(9), (1950), 674-685.

Gambar

Gambar 1. Profil perubahan C/Co pada limbah amonia  sintetik tanpa injektor (laju alir 48 LPM; suhu  awal 24,8 o C; pH awal 5,39; konsentrasi awal 25 mg/L)
Gambar 2. Profil peningkatan suhu pada limbah amonia sintetik tanpa injektor (laju alir 48 LPM; suhu  awal 24,8 o C; pH awal 5,39; konsentrasi awal 25 mg/L)
Gambar  3.  Profil  peningkatan  pH  limbah  amonia  sintetik  tanpa  injektor  (laju  alir  48  LPM;  suhu  awal  24,8 o C; pH awal 5,39; konsentrasi awal 25 mg/L)
Gambar 4. Profil konsentrasi H 2 O 2  pada tiap 10 ml larutan sampel dengan variasi jumlah lubang orifice  plate  (tekanan  masuk  1,5  bar;  tekanan  keluar  0,15  bar;  konsentrasi  awal  larutan  25  mg/L;
+3

Referensi

Dokumen terkait

memprediksi earnings akuntansi pada masa depan dan (Evans et al., 2014) juga menunjukkan bahwa informasi forward-looking termasuk pengukuran ANW telah

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Prestasi belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW sama dengan

Perlakuan penggunaan ekstrak daun beluntas terhadap persentase bobot potongan karkas bagian dada dan punggung ayam pedaging tidak menunjukkan perbedaan, sedangkan penggunaan

Ing panliten iki nggunakake metode nyimak, amarga data kang dibutuhake diklumpukake banjur diwaca lan nyimak data nuli kadudut kanggo nemokake pesen kang kinandhut

Penawaran tidak dapat digabungkan dengan promosi lain Berlaku hingga 31 Januari 2008. The

Berdasarkan dari hasil wawancara diatas pada Ibu L (60th), terlihat bahwa pasien telah memiliki penerimaan diri atas penyakit yang dialami, dimana hal ini terlihat dari tidak

Bagi peserta didik yang sudah menguasai materi pembelajaran, diminta untuk me- ngerjakan materi pengayaan yang sudah disiapkan oleh guru.. (Guru mencatat dan memberikan tambahan

Kelompok Usaha mereklasifikasi keuntungan atau kerugian yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain dari ekuitas ke laporan laba rugi (sebagai