• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFEKSI SALURAN REPRODUKSI DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU, MANADO. Nurdjannah Jane Niode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INFEKSI SALURAN REPRODUKSI DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU, MANADO. Nurdjannah Jane Niode"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

INFEKSI SALURAN REPRODUKSI DAN INFEKSI

MENULAR SEKSUAL

DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP

PROF. DR. R.D. KANDOU, MANADO

Nurdjannah Jane Niode

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

ABSTRAK

Infeksi saluran reproduksi (ISR) dan infeksi menular seksual (IMS) menjadi salah satu ! ! ! kesehatan, sosial, dan ekonomi. Ketersediaan data ISR dan IMS secara periodik diperlukan " #" !" program pencegahan dan penanggulangan IMS dan HIV serta AIDS.

Telah dilakukan penelitian terhadap kasus baru ISR dan IMS di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Prof. dr. R. D. Kandou, Manado dari tahun 2012 – 2014. Penelitian dilakukan secara retrospektif, semua kasus baru ISR dan IMS dicatat berdasarkan rekam medik.

!$! "%&%" '*+ orang laki-laki dan 272 perempuan. Sebagian besar berusia muda, dalam rentang usia 25-44 tahun, status menikah, dan berorientasi heteroseksual. Secara keseluruhan jenis infeksi !!3+*+689!! 3':&689! ! 3'6**89 ; ! #" ! ! ! <;= 3%>%>89

Kata kunci: infeksi saluran reproduksi, infeksi menular seksual

ABSTRACT "# # #3?;9 @ #3?;9" C" # # "# # # ##" #? ?;?;" # "" "# ?;<;=E;" programs. ? " # $ ## ?;G ?;G $ " " " ##<" +&'++&'%L $# ?;?;$ O # # ? $ %&% $" #'*+ +6+$ $ +>Q%% @U$ # # 3+*+689 $ # 3':&689 # ## 3'6**89? #@ #$#### $<;= #3%>%>89 Key words: "# # # @ # Korespondensi :

Jl. Raya Tanawangko Malalayang 95115 Telpon : 0431-838287

(2)

PENDAHULUAN

Infeksi saluran reproduksi (ISR) dan infeksi menular seksual (IMS) menjadi salah satu masalah utama di banyak negara, yang memberikan beban berat bagi masyarakat dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi.1 ISR

merupakan infeksi di daerah genital yang dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Infeksi pada perempuan terjadi karena pertumbuhan berlebihan organisme endogen yang normal terdapat dalam vagina misalnya infeksi jamur kandida dan vaginosis bakterial. Infeksi menular seksual (IMS) adalah salah satu jenis ISR yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual, dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.2

Secara global, setiap hari terjadi sekitar satu juta kasus ISR/IMS yang dapat diobati dan lebih banyak lagi jumlah kasus ISR/IMS lain yang tidak dapat diobati; separuh kasus tersebut terjadi di Asia.2

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2008 terdapat sekitar 499 juta kasus baru IMS yang dapat disembuhkan di seluruh dunia, terdiri atas 106 juta juta kasus trikomoniasis. Sedangkan IMS yang tidak dapat disembuhkan, misalnya infeksi " " @ (HSV)-2 diperkirakan sebanyak 536 juta kasus dan infeksi human """ (HPV) diderita oleh 291 juta perempuan.1

Kejadian IMS terbanyak dijumpai di berbagai negara berkembang. Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan Asia Selatan, menempati urutan teratas, diikuti oleh Afrika sub Sahara, Amerika Latin, dan Karibia.2,3 Berdasarkan data

WHO (tahun 2005), jumlah kasus klamidiasis, gonore, 70,8 juta.4 Di Indonesia, sesuai data dari 12 Rumah

Sakit (RS) Pendidikan selama kurun waktu 2007-2011, ditemukan 3 IMS terbanyak yaitu kondiloma akuminata,

!5

Apabila ISR dan IMS tidak diterapi dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi serius dan berbagai gejala sisa baik pada laki-laki maupun perempuan, misalnya infertilitas, kehamilan ektopik, infeksi daerah pelvis, kanker organ reproduksi, dan kanker daerah anogenital; pada bayi dapat terjadi kelahiran prematur, lahir mati, dan infeksi.2

Baik ISR maupun IMS juga menjadi salah satu pintu masuk

infeksi W# # (HIV). Diperkirakan

bahwa IMS ulseratif meningkatkan kerentanan terhadap HIV sebesar 4-6 kali sedangkan IMS nonulseratif atau

" # !6

Pemerintah telah mengembangkan program pencegahan dan pengendalian ISR dan IMS yang bertujuan untuk: 1). mengurangi morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan IMS, 2). mencegah infeksi HIV, 3). mencegah

komplikasi serius pada perempuan, dan 4). mencegah efek kehamilan yang buruk.7 Dibutuhkan peran serta dari semua

pihak terkait, termasuk dokter spesialis kulit dan kelamin dalam menunjang terlaksananya program pencegahan dan pengendalian ISR dan IMS. Diagnosis dini, pengobatan yang tepat, pemberian konseling dan edukasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya menjadi langkah penting yang perlu dilakukan terhadap setiap pasien yang datang berobat, baik di poliklinik kulit dan kelamin maupun layanan kesehatan lainnya. Diperlukan pula, pengamatan data ISR dan IMS secara berkala untuk memperoleh informasi yang dapat bermanfaat dalam pengembangan program pencegahan dan pengendalian ISR dan IMS serta HIV/AIDS.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai jenis ISR dan IMS pada pasien yang berkunjung ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R.D. Kandou selama periode tahun 2012-2014.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melakukan pencatatan dan pemeriksaan rekam medik semua kasus baru ISR dan IMS pasien yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R.D. Kandou tahun 2012 – 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam kurun waktu 2012-2014 tercatat 404 pasien baru ISR dan IMS yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado dengan jumlah tahun 2012 (73 pasien), 2013 (196 pasien) dan 2014 (135 pasien)

subyek penelitian (SP). Jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, perbandingan 2,1:1. Usia SP terbanyak pada rentang usia 25-44 tahun (48,02%) diikuti oleh 15-24 tahun (29,95%). Pada umumnya SP mengaku sudah menikah, yaitu 59,16% sedangkan 40,84% mengaku lajang.

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan temuan selama tahun 2009-2011 di tempat yang sama, yakni pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki, meskipun besar perbandingannya berbeda (1,3 : 1) serta kelompok usia 25-44 tahun menjadi SP yang paling banyak dijumpai, diikuti kelompok usia 15-24 tahun. Demikian pula, temuan di RS dr. Karyadi, Semarang (2007-2011) menunjukkan hasil yang sama, yaitu perempuan lebih banyak daripada laki-laki, dengan perbandingan 1,3:1, serta

(3)

usia terbanyak pada kelompok 25-44 tahun (44%) diikuti 15-24 tahun (28,7%). Sebaliknya temuan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (2007-2011), mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (1,3:1), kelompok usia terbanyak pada 25-44 tahun (64,6%) diikuti 15-24 tahun (25,1%).5

Secara anatomi, permukaan mukosa vagina dan serviks perempuan lebih luas dibandingkan dengan meatus uretra laki-laki, di samping itu mukosa genital perempuan terpajan lebih lama dengan semen yang terinfeksi sehingga perempuan lebih rentan terinfeksi dibandingkan dengan laki-laki.8

Kesamaan rentang usia pasien terbanyak, yaitu kelompok usia 25-44 tahun, diikuti 15-24 tahun pada temuan ini dengan temuan 3 tahun sebelumnya di tempat yang sama juga dengan temuan di RS dr. Kariadi, Semarang5 serta RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta5

mendukung teori bahwa secara umum insidens IMS paling banyak terjadi pada usia remaja dan dewasa aktif seksual. Satu dari 20 remaja terinfeksi IMS setiap tahun dan 1 dari 4 perempuan dewasa aktif seksual terinfeksi IMS setiap tahun.9,10 Meskipun populasi dewasa dan dewasa muda

(15-24 tahun) hanya sebesar 25% dari populasi aktif seksual tetapi populasi ini memiliki proporsi terinfeksi kasus baru IMS sebesar 50%. Keadaan tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas seksual berisiko yang dimiliki oleh kelompok usia ini dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua.3

Subyek penelitian yang menikah (59,16%) lebih banyak dibandingkan dengan SP yang berstatus lajang (40,84%). Temuan tersebut patut diwaspadai mengingat terdapat kemungkinan risiko transmisi IMS dari SP yang terinfeksi kepada pasangan tetapnya, sehingga edukasi sebagai bagian dari tatalaksana ISR dan IMS secara komprehensif menjadi hal penting yang tidak boleh terlewatkan.

Dari anamnesis tentang orientasi seksual, sebagian besar SP (99,01%) mengaku heteroseksual, hanya 0,74% SP yang mengaku menyukai pasangan sejenis, sedangkan 0,25%SP mengaku menyukai kedua lawan jenis baik laki-laki maupun perempuan. IMS menjadi salah satu jalur utama penularan infeksi HIV. Lebih kurang 75-85% infeksi HIV di dunia terjadi melalui transmisi seksual. Transmisi heteroseksual menjadi penyebab utama di berbagai negara berkembang.11

Di Indonesia, sampai saat ini, transmisi seksual pada hubungan heteroseksual masih menjadi faktor penyebaran utama HIV.12

Kulit dan Kelamin

RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado, tahun 2012 – 2014 (n= 404)

Jumlah Persen (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan < 5 5-14 15-24 25-44 45-64 $& Menikah lajang Orientasi seksual Heteroseksual Homoseksual Biseksual 132 272 3 8 121 194 73 5 239 165 400 3 1 32,67 67,33 0,74 1,98 29,95 48,02 18,07 1,24 59,16 40,84 99,01 0,74 0,25

Gambaran berbagai jenis infeksi sesuai jenis kelamin SP tersaji dalam tabel 2. Infeksi terbanyak pada pasien laki-laki yang datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. Kandou, Manado adalah uretritis gonokokus diikuti kondiloma akuminata. Sedangkan pada perempuan, jenis infeksi yang terbanyak adalah kandidosis (vulvovaginalis) diikuti oleh vaginosis bakterial. Secara keseluruhan, jenis ISR dan IMS terbanyak untuk kedua jenis kelamin adalah kandidosis (23,27%).

Infeksi gonokokus pada laki-laki yang tidak diobati dengan tepat pada stadium dini dapat berakibat komplikasi infertilitas. Di samping itu dapat terjadi transmisi kepada pasangan tetapnya. Bila penyakit pada pasangan perempuannya gagal ditemukan ataupun diobati akan berakibat morbiditas dan mortalitas maternal. Kehamilan pada perempuan dengan infeksi gonokokus yang tidak diobati akan menimbulkan abortus spontan dan kelahiran prematur sebesar 35%, serta dapat menyebabkan kematian perinatal sebesar 10%. Di samping itu, sekitar 30-50% bayi yang lahir dari ibu dengan gonore tanpa pengobatan akan mengalami oftalmia neonatorum yang dapat mengakibatkan kebutaan.7 Kandidosis vulvovaginalis (KVV) dan

vaginosis bakterial tergolong ISR yang terjadi karena pertumbuhan berlebihan organisme endogen yang

(4)

normal terdapat dalam vagina. Pada umumnya perempuan mengalami KVV tanpa komplikasi dengan gejala ringan sampai sedang serta memberikan respons yang baik terhadap terapi. Sekitar 10-20% perempuan menderita KVV dengan komplikasi, terdapat gejala sedang hingga berat, sering mengalami infeksi berulang (empat atau lebih episode kekambuhan dalam setahun), membutuhkan pengobatan yang tepat dengan regimen intensif dan menghindari pemberian terapi jangka pendek, serta perlu dilakukan koreksi terhadap faktor predisposisi.13,14 Vaginosis bakterial dapat mengakibatkan

keadaan yang serius. Pada ibu hamil yang tidak diobati, penyakit ini berisiko menyebabkan kelahiran preterm, bayi lahir dengan berat badan rendah, infeksi intra amnion, korio-amnionitis, dan endometritis pascapartus.15

Tabel 2. Distribusi pasien berdasarkan jenis ISR dan IMS pada kedua jenis kelamin di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado, tahun 2012 – 2014 (n= 404)

Jenis ISR dan IMS Jenis kelamin Total (%)

Laki-laki Perempuan Gonore (uretritis/servisitis) ' * + Herpes genital Kondiloma akuminata > Kandidosis vulvovaginal Trikomoniasis Vaginosis bakterial Ulkus mole Limfogranuloma venereum Abses atau Kista Bartholin Epididimitis dan orkitis

51 23 4 27 3 18 0 0 2 1 0 3 8 37 17 43 0 76 12 73 3 0 3 0 59 (14,60) 60 (14,85) 21 (5,20) 70 (17,33) 3 (0,74) 94 (23,27) 12 (2,97) 73 (18,07) 5 (1,24) 1 (0,25) 3 (0,74) 3 (0,74) Total 132 272 404 (100)

Gambaran hasil penelitian berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin terlihat pada tabel 3. Pada penelitian ini ditemukan jenis ISR dan IMS terbanyak, adalah kandidosis dengan proporsi terbesar pada usia 25-44 tahun. Proporsi terbesar kandidosis pada penelitian ini berkaitan dengan jenis kelamin SP terbanyak yaitu perempuan serta temuan jenis IMS terbanyak pada perempuan adalah KVV. Sekitar 75% perempuan pernah mengalami setidaknya satu episode KVV dan 40-50% mengalami dua atau lebih episode KVV berulang. Sekitar 50% perempuan berusia di atas 25 tahun pernah mengalami KVV. 16,17

Ditemukannya 3 kasus infeksi non spesifik pada kelompok usia < 5 tahun, patut diwaspadai dan dicermati. Hal tersebut disebabkan karena pada sebagian besar kasus,

identifikasi agen penyebab IMS pada anak di atas usia neonatal, dapat menggambarkan adanya kemungkinan tindak kekerasan seksual, dengan pengecualian pada anak kecil yang mengalami infeksi rektum atau alat genital karena Chlamydia trachomatis. Pada keadaan tersebut, kemungkinan bahwa anak telah terinfeksi saat perinatal dan agen penyebab akan bertahan sampai anak berusia 3 tahun. Apabila ditemukan kuman IMS pada isolasi atau antibodi terhadap kuman penyebab IMS, maka perlu dipertimbangkan dengan cermat untuk membuktikan adanya tindak kekerasan seksual.7

Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan jenis ISR dan IMS pada kelompok usia di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado, tahun 2012 – 2014 (n= 404)

Jenis ISR

dan IMS Kelompok Usia Jumlah (%)

< 5 5-14 15-24 25-44 45 - 64 $& Gonore (uretritis/ servisitis) Infeksi (uretritis dan infeksi genital + Herpes genital Kondiloma akuminata > Kandidosis vulvovaginal Trikomoniasis Vaginosis bakterial Ulkus mole Limfogranuloma venereum Abses atau Kista Bartholin Epididimitis dan orkitis 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 1 0 0 2 0 1 0 0 0 0 17 16 9 21 1 27 4 24 1 0 1 0 29 28 9 35 2 42 7 36 3 1 1 1 11 10 2 13 0 22 1 10 1 0 1 2 0 1 0 1 0 1 0 2 0 0 0 0 59 (14,60) 60 (14,85) 21 (5,20) 70 (17,33) 3 (0,74) 94 (23,27) 12 (2,97) 73 (18,07) 5 (1,28) 1 (0,25) 3 (0,74) 3 (0,74) Total 3 (0,74) 8 (1,98) 121 (29,95) 194 (48,02) 73 (18,07) 5 (1,28) 404 (100)

Tabel 4, menggambarkan distribusi infeksi campuran. Terdapat 11 kasus infeksi campuran, proporsi tersering adalah kondiloma akuminata dengan infeksi HIV (45,45%). Keberadaan IMS akan meningkatkan risiko transmisi HIV, sehingga IMS dianggap sebagai kofaktor HIV.18Adanya infeksi HPV pada genital menyebabkan area yang terinfeksi mengalami penurunan densitas dan perubahan morfologi sel Langerhans, sehingga keadaan ini dapat menurunkan proteksi terhadap infeksi HIV. 19

(5)

Tabel 4. Distribusi berdasarkan ISR dan IMS campuran pada kelompok usia dan jenis kelamin di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado, tahun 2012 – 2014 (n= 404)

Jenis Usia Jumlah (%) <5 5-14 15-24 25-44 45-64 > 65 L P L P L P L P L P L P Kondiloma akuminata dan infeksi HIV 0 0 0 0 0 2 1 1 1 0 0 0 5 (45,45) Kondiloma akuminata dan vaginosis bakterial 0 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 0 3 (27,27) Kondiloma akuminata dan infeksi 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 (9,09) Kandidosis dan vaginosis bakterial 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2 (18,18) Total 0 0 0 0 0 4 2 4 1 0 0 0 11 (100) PENUTUP

Berdasarkan data yang dikumpulkan pada penelitian retrospektif ini, kasus ISR dan IMS yang ditemukan cukup bervariasi. Sebagian besar SP adalah perempuan, usia terbanyak pada kelompok usia seksual aktif serta pada usia remaja dan dewasa muda. Jenis ISR dan IMS terbanyak adalah kandidosis vulvovaginal, diikuti vaginosis bakterial, dan kondiloma akuminata, sedangkan infeksi campuran terbanyak adalah kondiloma akuminata dan HIV.

Ketersediaan data ISR dan IMS secara periodik diperlukan sebagai informasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan proses monitoring serta evaluasi program pencegahan dan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS.20

DAFTAR PUSTAKA

1. Gottlieb S, Low N, Newman LM, Bolan G, Kamb M, Broutet N. Toward global prevention of sexually transmitted infections: the need for STI vaccines. Vaccine. 2014; 32(14); 1527-35.

2. Panduan layanan integrasi infeksi saluran reproduksi/infeksi menular seksual (ISR/IMS)/deteksi dini kanker leher rahim dengan inspeksi visual asam asetat (IVA) dan deteksi dini kanker payudara. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.

3. Gewirtzman A, Bobrick L, Conner K, Tyring SK. Epidemiology of sexually transmitted infections. Dalam: Gross G, Tyring SK, penyunting. Sexually transmitted infection and sexually transmitted diseases. Springer-Verlag Berlin Heideberg; 2011. h. 13-34.

4. Chan R. Sexually transmitted infections in Asia and the Pacific-an epidemiological snapshot. Sex Transm Infect. 2011;87:ii14-5.

5. Indriatmi W. Epidemiologi infeksi menular seksual. Disampaikan pada Simposium Sexually Transmitted Infection Arising Concern. Semarang, 15-16 September 2012.

6. Hakim L. Epidemiologi infeksi menular seksual. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, penyunting. Infeksi menular seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 201ke-4. h. 3-16.

7. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011.

8. Buve A, Gourbin C, Laga M. Gender and sexually transmitted diseases. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Correy L, dkk, penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill Companies; 2008.h.151-64.

9. World Health Organization. Sexually transmitted infections, issues in adolescent health and development. Geneva: WHO, 2004.

10. Chinsembu KC. Sexually transmitted infections in adolescents. Open Inf Dis J. 2009;3:107-17.

11. Matteelli A. The synergy between HIV and other STIs. 2014. [Disitasi15 Februari 2015]. Tersedia di: http://www.gfmer.ch/SRH-Course-2014/sti/ pdf/Synergy-HIV-STI-Matteelli-2014.pdf

12. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2014.

13. Sobel JD. Vulvovaginal candidiasis. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Correy L, dkk, penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill Companies; 2008.h. 823-38.

14. Krapt MJ. Vulvovaginitis. Medscape [Serial on the internet]. 2015. [Disitasi 29 September 2015]. Tersedia di: http//emedicine.medscape.com 15. Hilier S, Marrrazzo J, Holmes KK. Bacterial vaginosis. Dalam: Holmes

KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Correy, dkk, penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill Companies; 2008.h. 737-68.

16. Workowsky KA, Bolan GA. Sexually transmitted diseases treatment guidelines, 2015. Morbidity and Mortality Weekly Report. 2015; 64(3): 75-8. 17. Trama PJ, Adelson ME, Raphaelli I, Stemmer SM, Mordechai E. Detection

of Candida species in vaginal samples in a clinical laboratory setting. Inf Dis Obs Gyn. 2005; 13(2): 63-7.

18. Keil L. The connection between STDs and HIV. [Disitasi15 Februari 2015]. Tersedia di: htttp//www.hawaii.edu/hivandaids/Connection_ Between_STDs_and_HIV.ppt

19. Fleming M, Gorstein F. The intersection between HPV and HIV infections is there an increased susceptibility to HIV acquisition in HPV-infected women. [Disitasi14 Maret 2014]. Tersedia di: http://Jdc.jefferson.edu/cgi/ ssviewcontent.cgi/article

20. Laporan hasil penelitian prevalensi infeksi saluran reproduksi pada wanita penjaja seks di Medan, Tanjung Pinang, Palembang, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Banyuwangi, Surabaya, Bitung, Jayapura, Indonesia, 2005. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Desember 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sungguhan ( true eksperimental ) dengan menggunakan rancangan penelitian the randomized pretests-postest control group the

Dalam perancangan ini objek hotel resort yang berlokasi ditomohon menggunakan tema rancangan “ Implementasi Konsep Accomodating &amp; innovative dalam konteks

Begitu juga mengenai amal jariahnya dan ilmu yang bermanfaat selama dua hal ini masih diamalkan oleh manusia yang masih hidup, maka si mayit selalu (kontinu) menerima juga

Hasil dari estimasi model penawaran ekspor kopi Indonesia yang diestimasi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS), seperti yang disajikan pada Tabel 1, menunjukkan

RAYA KAMARUNG NO.205 PAGADEN, SUBANG - Bahasa Indonesia 189 MUCHAMAD RIFKI, SpD MTs MIFTAHUL HUDA Jl.. Arief Rahman

memberikan pengaruh yang sangat nyata pada parameter penambahan panjang axis embrio dan panjang plumula, tetapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada parameter

Sehingga penulis berharap bahwa dengan penelitian ini penulis dapat menjawab sebagian pertanyaan terkait putusan praperadilan atas permohonan penetapan tersangka Setya Novanto,

Namun begitu, berdasarkan kajian ini menunjukkan bahawa faktor pembelajaran merupakan faktor utama yang mempengaruhi pelajar kurang cemerlang dalam mata pelajaran sains