• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 106 - 111

106

RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER

ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC

Saminto dan Eko Priyono

Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN email: saminto@batan.go.id

ABSTRAK

RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC. Telah dirancang sistem pengatur catu daya menggunakan PLC untuk sumber elektron tiga elektroda pada MBE Lateks. Rancangan ini menggunakan PLC seri F2424 dan didukung perangkat lunak yaitu diagram ladder dan TBasic. Hasil uji konversi digital ke analog (DAC) menunjukkan bahwa setiap kali tombol operasi ditekan sesaat, menghasilkan selisih kenaikan tegangan keluaran (∆V) pada DAC nomer 1 adalah 400 mV, (∆V) pada DAC nomer 2 adalah 300 mV dan (∆V) pada DAC nomer 3 adalah 200 mV. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tegangan keluaran DAC proposional terhadap nomer kanal operasi. Hasil uji secara simulasi menunjukkan bahwa urutan operasi dan sistem interlok bekerja dengan benar. Secara umum dapat dikatakan bahwa hasil simulasi untuk rancangan sistem pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda dapat bekerja dengan baik sesuai yang direncanakan.

Kata kunci: sumber elektron tiga elektroda, catu daya, PLC

ABSTRACT

PLC BASED POWER SUPPLY CONTROL SYSTEM DESIGN FOR THREE ELECTRODES ELECTRON SOURCE OF LATEX EBM. The three electrodes electron source power supply control system of Latex EBM (electron beam machine) using PLC has been designed. This design uses F2424 series PLC and supported by software ladder diagram and TBasic. The digital to analog converter (DAC) test results showed that the everytime of operation button is pressed shortly, produce a rise in the output voltage difference (∆V) of DAC number 1 is 400 mV, (∆V) of DAC number 2 is 300 mV and (∆V) of DAC number 3 is 200 mV. The test results showed that the DAC output voltage proportional to the operating channel number. The test results in simulation showed that the sequence of the operations and interlocking system is working properly. In general it can be said that the simulation results for three electrode electron source power supply control system design can work well as planned.

Keywords: three electrodes electron source, power supply, PLC

PENDAHULUAN

atu diantara kegiatan litbang Bidang Fisika Partikel di PSTA-BATAN adalah rancang bangun sebuah mesin berkas elektron (MBE) 300 keV/20 mA atau MBE Lateks yang akan digunakan untuk iradiasi vulkanisasi lateks [1]. Untuk aplikasi tersebut dibutuhkan variasi parameter MBE seperti dosis radiasi dan energi berkas [2]. Dosis radiasi sangat ditentukan oleh arus elektron dari sumber elektron, sehingga perlu dibuat perangkat untuk mengatur arus berkas elektron. Salah satu cara untuk mengatur arus berkas elektron adalah dengan mengatur catu daya pada sumber elektron. Suatu perangkat sumber elektron tiga elektroda terdiri dari filamen, pendorong (anoda) dan pemercepat telah di uji fungsi dan siap diterapkan pada MBE Lateks. Sebelum perangkat tersebut dibuat, perlu rancangan pembuatan perangkat pengatur catu daya sumber elektron dimana basil rancangan tersebut dapat digunakan sebagai dasar pembuatan perangkat pengatur arus berkas elektron yang menentukan besar

kecilnya dosis radiasi yang merupakan parameter penting untuk memenuhi keperluan aplikasi.

KRITERIA PERANCANGAN

Sumber elektron merupakan salah satu komponen penting di dalam Mesin Berkas Elektron yang berguna sebagai penghasil berkas elektron. Suatu sumber elektron tiga elektroda terdiri dari filamen (sebagai penghasil elektron bebas), elektroda pendorong dan elektroda pemercepat telah diterapkan pada litbang rancangbangun MBE lateks di PSTA. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pe-milihan katoda adalah umur katoda, mode pemanasan, daya pemanasan, arus emisi dan efisiensi pemanasan. Untuk umur katoda dibatasi oleh efek sputtering dan evaporasi, sedangkan laju sputtering ditentukan oleh arus berkas elektron dan tekanan gas. Diagram skema sumber elektron tiga elektroda dan sistem kelistrikan catu daya ditunjukkan pada Gambar 1 [4].

(2)

RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC Saminto dan Eko Priyono

107 Gambar 1. Skema sumber elektron tiga

elek-troda dan catu daya.

Catu daya arus filamen dan catu daya pemfokus digunakan trafo terisolasi terhadap sumber daya listrik PLN. Sedang catu daya pemercepat (HV accelerator) diambil dari sumber daya listrik PLN 220 VAC[5]. Sumber elektron tiga elektroda bekerja pada daerah tegangan tinggi (HV area) sedang untuk pengaturan catu daya dilakukan pada daerah bumi (ground area) oleh karena itu diperlukan trafo daya terisolir. Suatu trafo terisolir yang mampu mengisolasi tegangan sampai sekitar 300 kV telah berhasil dibuat di PSTA sehingga untuk pengaturan catu daya sumber elektron dapat dilakukan di daerah bumi (ground area) [6].

PERANCANGAN SISTEM

Dari literatur tentang sumber elektron tiga elektroda terdapat tiga catu daya yang diperlukan untuk operasi yaitu, catu daya filamen, pemfokus (anoda) dan pemercepat. Catu daya filamen digunakan tegangan AC sedang untuk catu daya pemfokus dan pemercepat digunakan tegangan DC. Ketiga elektroda bekerja/beroperasi pada daerah tegangan tinggi (HV area) sedang operasi sumber daya elektron pada daerah bumi (ground area) sehingga diperlukan trafo terisolir yang antara kumparan primer dengan sekunder mampu mengisolasi secara listrik dengan tegangan relatif tinggi. Proses pengendalian ke tiga catu daya pada sumber elektron tiga elektroda selanjutnya dapat dilakukan melalui bagian primer trafo terisolir yaitu pada daerah bumi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Blok diagram rancangan pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda.

Perancangan sistem pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda menggunakan komponen utama modul PLC-F2424 dan SCR-tipe LPC 90 HDA. Keluaran ketiga DAC-PLC dihubungkan ke kontrol SCR1, kontrol SCR2 dan kontrol SCR3. Pengaturan keluaran DAC dapat dilakukan melalui key pad pada human machine interface atau saklar/tombol operasi yang selanjutnya mengendalikan ketiga SCR untuk mengatur catu daya filamen, tegangan anoda dan tegangan pemercepat. Masukan digital digunakan untuk masukan parameter keselamatan (interlok) yaitu, vakum, tegangan lebih (over voltage), pendingin (cooling) dan darurat (emergency). Pengaturan DAC dapat dinaikkan/diturunkan jika semua masukan parameter interlok telah memenuhi syarat batas yang ditentukan atau dengan kata lain semua masukan pada digital input bernilai tinggi (high level).

Algoritma pengaturan catu daya sumber elektron tiga elektroda.

Agar dalam pengoperasian sumber elektron dapat bekerja secara benar, maka perlu dibuat algoritma atau flowchart pengaturan catu daya sumber elektron tiga elektroda seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pengaturan catu daya sumber elektron tiga elektroda.

(3)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 106 - 111

108 Prinsip operasi sumber elektron tiga elektroda

sebagai berikut :

Program melakukan pengecekan parameter masukan interlok/keselamatan yaitu, cek vakum, cek cooling water, cek pengaman HV (over voltage) dan cek saklar darurat. Jika semua parameter masukan telah memenuhi syarat dan dinyatakan interlok siap, maka program melanjutkan proses siap operasi untuk pengaturan tegangan pemercepat, tegangan pemfokus (anoda) dan arus filamen. Jika dalam kondisi operasi terjadi kegagalan pada salah satu masukan parameter interlok, maka keluaran ke tiga DAC reset ke 0 V dan diikuti arus filamen, tegangan pendorong (anoda) dan tegangan pemercepat turun ke 0 V. Operasi pengaturan catu daya dapat dimulai lagi jika semua parameter masukan keselamatan/interlok sudah siap. Untuk memulai pengoperasian, tekan tombol enter dan tekan tombol start. Dari diagram alir selanjutnya dibuat program yang berisi instruksi-instruksi operasi menggunakan paket program ladder dan Tbasic yang ditanam pada PLC F-2424. Sebelum membuat program, perlu dilakukan pengalamatan pada terminal input/output PLC seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengalamatan terminal input/output PLC. TERMINAL PLC

Input Keterangan Output Keterangan

DI#1 c_vakum DO#1 o_vakum

DI#2 c_cooling DO#2 o_cooling

DI# 3 c_voltage DO#3 o_voltage DI# 4 c_darurat DO#4 o_ darurat DI# 6 start

DI# 8 F4 (enter) DAC#1 Ifilamen DI# 9 reset DAC#2 Vanoda DI# 11 filamen-up DAC#3 Vacc DI# 12 filamen-dn

DI# 13 Vanoda - up

DI# 14 Vanoda - dn

DI# 15 Vacc-up

DI# 16 Vacc-dn

ADC#5 Arus berkas elektron (mA) ADC#6 Arus filamen

(A) ADC#7 Vanoda. ADC#8 Vaccelerator.

Modul PLC F2424

PLC F2424 merupakan sebuah modul perangkat keras berfungsi mengolah data/perintah masukan sinyal dari key pad sebagai permintaan masukan

(setting demand), masukan digital, masukan tegangan analog ADC, keluaran tegangan analog DAC dan tampilan pada layar LCD. Sebuah modul PLC seri F2424 ditunjukkan pada Gambar 4[7].

Gambar 4. Modul PLC seri F2424.

Spesifikasi PLC- F2424 memiliki 24 digital input, 24 digital output dan analog 12 I/Os built-in dan dapat diperluas untuk 96 digital output dan 96 digital output menggunakan papan ekspansi EXP1616R atau EXP4040, Fitur dari pada PLC F2424 menyediakan fasilitas pulse width modulator (PWM), kendali stepper motor, interrupt, encoder input, Real-Time Clock (RTC), kendali PID dan saluaran ke HMI (Human-Machine Interface) beserta LCD. PLC F2424 mempunyai 4 kanal keluaran analog (D/A), 0-5 V, 10 bit. Untuk pemrograman analog output (DAC) digunakan perintah SETDAC n,x [8].

Pengendali sudut fase SCR (SCR phase angle controller)

Pengendali sudut fase SCR adalah suatu teknik pengaturan pememicuan gate SCR untuk mengendali-kan daya atau tegangan ke beban, misal, transformator, heater, dll. Prinsip kerja dari SCR phase angle control dijelaskan pada Gambar 5 [9]. Gambar 5a menunjuk-kan penggunaan dua SCR yang dihubungmenunjuk-kan secara terbalik paralel (back to back) untuk memperoleh kontrol gelombang penuh. SCR1 mengontrol tegangan positip bentuk gelombang sinus dan SCR2 mengontrol tegangan negatip. Jika pulsa trigger diberikan awal pada setengah siklus, maka output-nya tinggi. Jika pulsa trigger diberikan terlambat pada setengah siklus, maka hanya sebagian kecil dari bentuk gelombang yang dilewatkan dan mengakibatkan output-nya kecil seperti ditunjukkan pada Gambar 5b. Sebuah modul SCR phase angle control tipe LPC-50HDA

(4)

RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC Saminto dan Eko Priyono

109

(a) (b) Gambar 5. Pengendali sudut fase SCR.

Gambar 6. Modul SCR phase angle controller tipe LPC-50HDA.

SCR tipe LPC-50HDA adalah sebuah modul kontrol sudut fasa dirancang untuk digunakan dengan standar SSR (solid state relay). Modul di sekrup langsung pada permukaan SSR dipasang pada pendingin aluminium. Modul ini beroperasi dengan memvariasikan pemicuan masukan SSR. Daya yang dikirim ke beban sebanding dengan sinyal perintah masukan. Rangkaian detil SIK pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda menggunakan PLC F2424 dan SCR phase angle control tipe LPC-50HDA

ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Rangkaian detil pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda.

Di dalam implementasinya, SCR phase angle control tipe LPC-50HDA memerlukan komponen tambahan berupa trafomator control untuk memberikan pemicuan pada SCR phase angle control. Untuk penggunaan beban induktif, maka pada SCR perlu ditambahkan rangkaian pemotong spike atau transien, disebut snubber berguna untuk menghindari kerusakan SCR. Perintah masukan SCR phase angle control berupa arus 4 to 20 mA atau 0 to 5V.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hasil pembuatan program untuk naik/turun output DAC dan input ADC ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Ladder: fungsi updown, DAC. Masukan pada interface menggunakan saklar/tombol, oleh karena itu nama-nama tombol dipakai di dalam bagian program ini.Hasil pembuatan program pembacaan fungsif_adc adalah,

dm[26]=((ADC(5)*100)/4096) 'I berkas    'elektron dengan skala 0‐100mA  dm[23]=((ADC(6)*50)/4096)  'I‐filamen  'dengan skala 0‐50A,per‐1A dibaca 0,5A  dm[24]=((ADC(7)*150)/4096)'V‐anoda dengan  'skala 0‐15kV  dm[25]=((ADC(8)*200)/4096)'Vo_acc dengan  'skala 0‐200kV 

Fungsi ini mengatur tentang akuisisi ADC dari ADC 5 sampai ADC 8 yang pada hardware-nya sudah terhubung ke perangkat PLC. Pada fungsi f_adc terdapat perhitungan yang dipakai untuk merubah skala ADC (bit) ke skala pengukuran yang diinginkan. Penentuan skala ini disesuaikan dengan yang akan ditampilkan pada LCD.

Hasil pembuatan program keluaran fungsi f_dac : setdac 1,dm[18] 'i_filamen 

setdac 2,dm[19] 'vo_anoda  setdac 3,dm[20] 'vo_acc 

Fungsi ini berguna untuk memasukan nilai DAC yang sudah diatur ke port DAC. Nilai-nilai ini nantinya akan menentukan tegangan yang dikeluarkan.

Program Perhitungan Nilai Interval Naik/Turun Output DAC

Untuk menentukan interval (step) naik/turun tegangan keluaran DAC digunakan perintah TBasic yaitu SETDAC n,x. Dengan menjalankan pernyataan SETDAC, maka keluaran D/A akan sebanding dengan nilai tegangan yang diberikan. Program perhitungan menentukan interval (step) naik/turun DAC ditampilkan pada Gambar 9.

(5)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 106 - 111

110 Ladder ini berfungsi untuk me-restart program

ke nilai awal. Fungsi f_start berisi perhitungan untuk mementukan interval (step) naik/turun DAC :

A=1 'digunakan untuk memindah halaman   'pada fungsi f_halaman  '=====================================  C=82 'I filamen (0,5/25)*4096= 82 bit;   '0,5 sebagai interval step naik/turun I_Fil  D=55 'V ak(200/15000)*4096=55bit   E=20 'V acc (1000/200000)*4096= 20 bit  'adalah besar nilai per step yang      'dipakai untuk step naik/turun  'pada fungsi updown, nilai ini dalam  'satuan DAC  '==================================  dm[10]=1tampilan menu diatur halaman 1  dm[18]=0 'i_filamen diatur ke 0  dm[19]=0 'vo_anoda diatur ke 0  dm[20]=0 'vo_acc diatur ke 0  '==================================  clrio darurat 'restart keadaan darurat  clrio hold      'restart tahan f4 

Di dalam fungsi ini akan mengubah semua variabel ke nilai awal sehingga kondisi sistem akan seperti dimulai ulang.

Hasil Simulasi Program

Hasil simulasi program pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda ditampilkan pada Gambar 10.

(a) Tampilan simulasi program, interlok siap/ready

(b) Tampilan simulasi program, siap operasi

(c) Tampilan simulasi program, sistem shutdown Gambar 10. Tampilan simulasi program

ope-rasi sumber elektron.

Pengukuran Tegangan Keluaran DAC

Hasil pengukuran tegangan keluaran DAC#1, DAC#2 dan DAC#3 terhadap nomer kanal operasi berturut-turut ditampilkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Kenaikan tegangan keluaran DAC terhadap nomer kanal operasi. Kurva menunjukkan bahwa kenaikan keluaran tegangan DAC terjadi proposionalitas terhadap terhadap nomer kanal operasi. Setiap sekali pada masing-masing tombol kanal operasi step-up/step-down ditekan sesaat (± 25 mili detik), program mengeksekusi keluaran tegangan DAC#1 naik dengan step (∆V) = 400 mV, DAC#2 naik dengan step (∆V) = 300 mV dan DAC#3 naik dengan dengan step (∆V) = 200 mV. Nilai step (∆V) keluaran tegangan pada masing-masing DAC telah ditentukan sesuai setting demand di dalam program. Jika tombol stepup/stepdown ditekan dan ditahan (press and hold), maka program secara kontinyu menaikkan keluaran tegangan DAC hingga maksimum (5 V) dan begitu juga sebaliknya untuk tombol stepdown. Keluaran tegangan DAC selanjutnya digunakan sebagai sinyal masukan pada SCR phase angle controller. Percobaan secara simulasi dilakukan dengan menghubungkan keluaran SCR phase angle controller ke primer trafo daya sedang bagian sekunder dihubung ke beban lampu pijar. Hasil percobaan secara keseluruhan (perangkat keras dan lunak) menunjukkan bahwa rancangan perangkat sistem pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda dapat bekerja dengan benar sesuai yang direncanakan.

KESIMPULAN

Telah berhasil dibuat rancangan dan simulasi perangkat sistem pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda menggunakan PLC. Rancangan dibuat terdiri dua bagian yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak menggunakan program Ladder dan TBasic berfungsi untuk menjalankan operasi sistem, sedang perangkat keras dibangun dari PLC dan SCR phase angle controller. Setiap tombol operasi ditekan sesaat (± 25 mili detik), selisih kenaikan tegangan keluaran (∆V) DAC#1 = 400 mV, (∆V) DAC#2 = 300 mV dan (∆V) DAC#3 = 200 mV.

(6)

RANCANGAN SISTEM PENGATUR CATU DAYA SUMBER ELEKTRON TIGA ELEKTRODA MBE LATEKS BERBASIS PLC Saminto dan Eko Priyono

111

Kenaikan dan penurunan tegangan keluaran DAC terjadi proposionalitas terhadap nomer kanal operasi. Hasil uji perangkat lunak secara simulasi menunjukkan bahwa telah diperoleh urutan proses operasi dan kerja interlok dengan benar. Hasil percobaan rancangan secara keseluruhan menunjukkan bahwa perangkat sistem pengatur catu daya sumber elektron tiga elektroda dapat bekerja dengan baik sesuai yang direncanakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PSTA-BATAN yang telah mengalokasikan anggaran DIPA tahun 2015 dan kepada tim MBE, atas bantuan yang telah diberikan untuk menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] DARSONO, Rancangan Dasar Mesin Berkas Elektron 300 keV/20 mA Untuk Industri Lateks Alam, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, PTAPB-BATAN, Yogyakarta, Juli 2006, ISSN 1411-1349.

[2] SUKARYONO, dkk., Identifikasi Arus Berkas Elektron Pada Pra Komisioning Mesin Berkas Elektron (MBE) Lateks, Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir, PTAPB - BATAN, Yogyakarta, September 2012, ISSN 1410 – 8178.

[3] PUDJORAHARDJO, D.S., dkk, Rancang Bangun Sumber Elektron Untuk Mesin Berkas Elektron, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, PPNY-BATAN, Yogyakarta, 1999, ISSN 1411-1349.

[4] CEN SHAWN WU, YOSHIYUKI MAKIUCHI AND CHIIDONG CHEN, High-energy Elektron Beam Lithography for Nanoscale Fabrication, DOI: 10.5772/8179, book edited by Michael Wang, ISBN 978-953-307-064-3, Published: February 1, 2010 under CC BY-NC-SA 3.0 license. © The Author(s).

[5] SUHARTONO, Kegiatan Uji Fungsi Sumber Elektron Tiga Elektroda, Laboratorium Bidang Fisika Partikel, PSTA, Yogyakarta, 2014.

[6] SUTADI, SAEFURROCHMAN, SUPRAPTO, Rancangan Transformator 625 VA Terisolasi Pada Tegangan Tinggi 300 kV Untuk Catu Daya Filamen Sumber Elektron MBE Lateks, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, PTAPB-BATAN, Yogyakarta, Januari 2012, ISSN 1411-1349

[7] PLC-F2424, Triangle Research International, www.triplc.com/f2424.htm.

[8] TRIANGLE RESEARCH INTERNATIONAL, 2006a, Internet Trilogi Version 6.2 Programmer’s Reference, Triangle Research International, Singapore.

[9] LPC USER MANUAL, SSR Intelligent Phase Angle Controller.

[10] HB CONTROLS, www.hbcontrols.com/store/ phase-angle-40-amp, Category.asp.

TANYA JAWAB

Gilang Kurnawan

− Sistem pengatur catu daya dari yang bapak presentasikan, sistem masih open loop, jadi semisal terjadi problem/kendala dari kendali PLC atau hal lainnya dalam beban tidak bisa diketahui. Bagaimana cara untuk menanggulangi hal tersebut? Saminto

− Sistem catu daya ini tipe open loop, untuk mengatasi jika terjadi overload, over voltage maka perlu dipasang pemantau arus lebih dan tegangan lebih yang selanjutnya di hubungkan kemasukan digital input PLC, berfungsi sebagai masukan interlock keselamatan.

Triyono

− Apakah dalam perancangan pengatur catu daya dengan menggunakan PLC F2424? Apakah PLC tersebut tipe FX 2424, mohon penjelasan

− Apakah pengatur input transformator menggunakan SSRC tipe LPC-HDA, mohon dijelaskan kemam-puan arus maksimal pada SSRC tersebut

− Dalam aplikasinya SSRC mengalami panas, walaupun telah terpasang pada pendingin aluminium, apakah ada pendingin tambahan mohon penjelasan

Saminto

− Rancangan sistem ini kami gunakan PLC seri FX 2424 yang punya 4 kanal DAC, 8 kanal ADC dan 24 input digital

− Rencananya akan kami pakai SSR tipe 50 HDA, arus maksimalnya sampai 40 Ampere AC, untuk nominalnya ≈ 25 A

− Jika terjadi panas berlebih sebaiknya ditambah pendingin udara dan digunakan SSR dengan kemampuan lebih besar.

(7)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 112 - 116

112

PENGUKURAN DOSIS RADIASI IRADIATOR GAMMA DAN

MESIN BERKAS ELEKTRON DENGAN DOSIMETER

CERI-CERO

Anwar Jundiy*) Sukaryono**)

*)Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN)-BATAN, Email:anwarjundiy.306@gmail.com

**) Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN. Email:sukaryono@batan.go.id

ABSTRAK

PENGUKURAN DOSIS RADIASI IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON DENGAN DOSIMETER CERI-CERO. Telah dilakukan pengukuran dosis radiasi iradiator gamma di PAIR-BATAN dan mesin berkas elektron di PSTA-BATAN menggunakan larutan ceri sulfat. Larutan yang digunakan pada proses iradiasi adalah larutan CeSO4.4H2O 5mM yang dalam padatannya dilarutkan menggunakan H2SO4 0,8 N. Analisis kuantitatif untuk mengukur beda absorbansi sebelum dan sesudah iradiasi dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan densitas optik sebelum dan sesudah iradiasi. Juga terjadi reduksi ion Ce4+ menjadi Ce3+, terukur nilai dosis sebesar 3,6354 kGy (iradiator gamma PAIR) dan 6,7065 kGy (MBE PSTA), serta pengukuran CTA MBE sebesar 23,4 kGy.

Kata kunci: dosimeter ceri-cero, densitas optik, iradiasi, MBE, iradiator

ABSTRACT

RADIATION DOSE MEASUREMENT IRRADIATOR GAMMA AND ELECTRON BEAMS MACHINE WITH DOSIMETER CERI-CERO. It has carried out measurements of radiation dose gamma irradiator in PAIR-BATAN and electron beam machine in PSTA-BATAN using a solution of sulfuric ceri. The solution used in the process of irradiation was 5 mM CeSO4.4H2O solution dissolved into H2SO4 0.8 N. Quantitative analysis to measure absorbance difference before and after irradiation was performed using UV-Vis spectrophotometer at a wavelength of 400 nm. These results indicate that a change in optical density before and after irradiation. Also the reduction occurred Ce4+ ions into Ce3+, the measured value of 3.6354 kGy dose (gamma irradiators PAIR) and 6.7065 kGy (MBE PSTA), as well as MBE CTA measurement of 23.4 kGy.

Keywords: dosimeter ceri-cero, optical density, irradiation, EBM, irradiator

PENDAHULUAN

adiasi yang diterima tidak dapat langsung terukur karena manusia ataupun lingkungan tidak punya variabel yang menunjukkan berapa besarnya dosis yang diterima, melainkan terjadi perubahan yang berupa efek kimia maupun fisika dari materi yang terkena radiasi. Efek kimia inilah yang digunakan sebagai pengukur dosis atau laju dosis radiasi [1]. Proses kimia tersebut dinamakan dosimetri kimia dan untuk pengukurannya

menggunakan dosimeter.Dalam kimia radiasi terdapat

beberapa jenis dosimeter, salah satunya adalah dosimeter ceri-cero [2]. Dosimeter ceri-cero merupakan dosimeter yang digunakan dalam dosimetri gamma maupun elektron. Namun dalam aplikasinya sistem ini memiliki beberapa kelemahan, seperti harus digunakannya bahan-bahan kimia dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi serta semua peralatan yang dipergunakan harus benar-benar bersih untuk mendapatkan sistem pemantau yang baik. Pada penelitian ini dilakukan iradiasi dosimeter ceri-cero untuk mengetahui korelasi besarnya laju

dosis terhadap perubahan konsentrasi larutan pada dosimetri ceri-cero dengan menggunakan fasilitas iradiator gamma yang ada di PAIR-BATAN Jakarta dan MBE 350 keV/10 mA PSTA-BATAN Yogyakarta. Pada penelitian ini diperlukan pengetahuan yang cukup memadai dalam penanganan dosimetri. Karena pada hakekatnya dosimetri industri merupakan unsur pokok dari langkah-langkah menuju

penggunaan radiasi secara baik (Good Radiation

Practice) dan cara memproduksi barang dengan baik (Good Manufacturing Practice) [3,4].

DASAR TEORI

Dosimeter ceri-cero dapat digunakan sebagai dosimeter standar untuk mengukur radiasi pengion dosis tinggi, seperti sinar gamma dengan dosis 10-1000 kGy [5]. Dosimeter standar adalah dosimetri

yang digunakan sebagai acuan ICRU (International

Commision On Radiation Units and Measurements), karena mempunyai kestabilan tinggi dan ketelitian yang baik (± 1%) [6]. Apabila larutan ceri-cero ini

(8)

PENGUKURAN DOSIS RADIASI IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON DENGAN DOSIMETER CERI-CERO

Anwar Jundiy,Sukaryono

113

diiradiasi dengan dosis tinggi, maka yang terjadi adalah reduksi ion Ce (IV) menjadi Ce (III). Semakin besar dosis radiasi, maka semakin banyak pula ion Ce (III) yang terbentuk. Perubahan densitas optik ceri-cero dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 320 nm [7]. Spesi reaktif yang

dapat menimbulkan reaksi reduksi adalah e-aq dan H*.

Dalam air e-aq dan H

*

akan mengubah ion Ce (IV) menjadi Ce (III) seperti reaksi berikut [8]

H•+ Ce4+ Æ H+ + Ce3+ (1) e_aq + Ce4+ Æ Ce3+ + H2O (2)

H2O2 + Ce4+Æ H+ + Ce3+ + H2O (3) G-value merupakan kesebandingan jumlah spesi tertentu yang menghasilkan per 100 eV kehilangan energi oleh partikel bermuatan, foton dan

produk sekundernya ketika terhenti dalam air [9].

G-value Ce (III) jauh lebih kecil dibanding G-value Fe (III).

Pengukuran laju dosis radiasi dari suatu iradiator gamma atau berkas elektron menggunakan dosimeter ceri-cero dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut [8]

N rad jam Ce G d DO DO D A s a 1,602.10 / ) ( 10 100 ) ( 12 3 3 − + × × − =

ρ (4)

dengan D = laju dosis yang dicari dalam rad/jam,

Doa= densitas optik ion Ce (III) setelah sel Ceri-Cero

diiradiasi, Dos= densitas optik ion Ce (III) sebelum sel

Ceri-Cero diiradiasi, dan Σ = koefisien ekstinksi

molar pada suhu 25 °C untuk ion Ce (III) atau

dosimeter Ceri-Cero setelah diiradiasi dalam liter/mol.cm. pada grafik densitas optik Vs

konsentrasi ion Ce(III), harga Σ adalah tangen kurva

kalibrasi itu;

ρ = berat jenis dosimeter Ceri-Cero (gram/Ml)

D = tebal larutan, yaitu diameter sel Ceri-Cero,

G(Ce3+) = jumlah molekul, radikal atau ion Ce4+ yang

berubah menjadi ion Ce3+ untuk setiap absorpsi tenaga

radiasi 100 eV. Harga G untuk ion Ce (III) = 2,34

untuk larutan Cero yang jenuh udara. NABilangan

Avogadro = 6,023 × 1023 molekul/mol,

1 eV = 1,602 × 10-12 erg ; 1 rad : 100 erg/gram

Larutan cerium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer adalah stabil, bahkan pada suhu didih. Larutan dalam asam klorida dari garam ini tidak stabil, karena reduksi menjadi cerium (III) oleh asam tersebut

dengan dibarengi dengan pembebasan klor

2 3

4 2Cl 2Ce Cl

Ce

2 +

+

+

+

(5)

Reaksi ini berlangsung benar-benar cepat pada pendidihan, maka asam klorida tak dapat digunakan

dalam oksidasi-oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan cerium (IV) sulfat berlebih dalam larutan asam. Jadi asam sulfat harus digunakan dalam oksidasi demikian. Namun, titrasi langsung dengan cerium (IV) sulfat dalam medium asam klorida encer (misalnya, untuk besi (II) dapat dilakukan dengan tepat (akurat) pada suhu kamar. Berkenaan dengan ini, cerium (IV) sulfat lebih unggul ketimbang kalium permanganat. Adanya asam fluorida mengganggu, karena ion fluorida membentuk kompleks stabil dengan Ce(IV) dan menghilangkan warna larutan.

Pengukuran-pengukuran potensial formal menunjukkan bahwa potensial redoks dari sistem Ce (IV)-Ce (III) sangat banyak bergantung pada sifat serta konsentrasi dari asam yang ada, sebagai berikut:

H2SO4 1,44 V; HNO3 1,61 V; HClO4 1,70 V; dan

dalam larutan asam perklorat 8 M nilainya adalah 1,87 V. Telah dipostulatkan atas dasar pengukuran-pengukuran potensial formal, bahwa Ce (IV) berada

sebagai kompleks-kompleks anionik [Ce(SO4)4]4- atau

[Ce(SO4)3] 2-, [Ce(NO3)6] 2-[Ce(ClO4)6] 2-; akibatnya garam-garam padat seperti ammonium cerium (IV)

sulfat 2(NH4)2SO4, Ce(SO4)2, 2H2O dan amonium

cerium (IV) nitrat 2NH4NO3, Ce(NO3)2, 4H2O telah

dirumuskan masing-masing sebagai amonium tetrasulatoserat (IV). Indikator yang sesuai untuk digunakan dengan larutan cerium (IV) sulfat adalah asam N-fenilantranilat, feroin, dan 5,6-dimetilferoin [10].

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan adalah senyawa Ce(SO4)2.4H2O, H2SO4 0,8 N, dosimeter CTA dan aquadest.

Alat

Peralatan yang digunakan terdiri dari iradiator gamma PAIR-BATAN, Mesin Berkas Elektron 350 keV/10 mA PSTA-BATAN, spektrofotometer UV-Vis, piknometer, gelas beker, labu ukur, gelas arloji, neraca analitik, vial-vial plastik, lakban, botol kecil. Preparasi Sampel Larutan

Preparasi dilakukan dengan pembuatan larutan dosimeter ceri-cero 5 mM dengan cara melarutkan

1,0415 gram Ce(SO4)2.4H2O ke dalam H2SO4 0,8 N,

kemudian ditanda bataskan hingga 500 mL. Larutan sampel dibagi ke dalam tiga gelas plastik (sampel tidak diiradiasi, sampel diiradiasi dengan iradiator gamma PAIR-BATAN dan sampel diiradiasi di MBE 350 keV/10 mA PSTA-BATAN) masing-masing 25 ml. Kemudian ditentukan massa jenisnya.

(9)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 112 - 116

114 Iradiasi Sampel dan Penentuan Dosis Radiasi

Larutan sampel disiapkan ke dalam wadah kaca dan diberi label. Sampel diiradiasi menggunakan iradiator gamma PAIR-BATAN dan MBE 350 keV/10 mA PSTA-BATAN. Perlakuan iradiasi dengan MBE 350 keV/10 mA dikondisikan pada tegangan pemercepat 302 kV, arus berkas elektron 2,5 mA dan waktu irradiasi 1 menit. Dosimeter yang digunakan adalah dosimeter CTA dan dosimeter penanda go-nogo yang ditempel pada sampel, kemudian diiradiasi sebagai pembanding pembacaan dosis antara ceri-cero dengan CTA.

Analisis Cuplikan Hasil Degradasi

Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui perubahan akibat iradiasi berdasarkan perubahan intensitas atau pengurangan intensitas warna menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran intensitas warna dilakukan pada panjang gelombang tertentu pada kondisi terjadi penyerapan maksimum. Juga dilakukan pengamatan dosis CTA

menggunakan CTA reader.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Larutan Ceri - Cero

Massa CeSO4.4H2O = 1,0415 gram

Volume H2SO4 0,8N = 500 mL

Volume yang di radiasi = 25 mL Konsentrasi yang diiradiasi = 5 mM.

Data pengukuran massa sebelum diiradiasi, setelah diiradiasi dengan iradiator gamma PAIR dan setelah diiradiasi dengan MBE 350 keV/10 mA PSTA disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data pengukuran massa larutan.

Komponen Massa sebelum Irradiasi (gram) Massa sete-lah diiradi-asi di PAIR-BATAN (gram) Massa sete-lah diiradi-asi di PSTA-BATAN (gram) Kete-rangan piknometer kosong 15,9863 10,8435 10,8435 pH <1 piknometer + aquadest 40,4431 21,1134 21,1134 piknometer + ceri cero 41,3687 21,7000 21,5412

Penentuan Dosimetri Ceri-Cero dengan Spektrofotometri

Massa CeSO4.4H2O = 1,0415 gram

Faktor pengenceran = 10 kali (5ml larutan ceri-cero dalam50 ml pelarut)

Blanko = H2SO4 0,8 N

Larutan Sampel

= (larutan ceri-cero dengan pelarut H2SO4 0,8 N)

Pengukuran absorbansi dilakukan dengan meng-gunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 340 nm dan hasilnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data pengukuran absorbansi.

No. Sampel Absorbansi

1 Blanko H2SO4 0,8 N 0,000

2 Larutan ceri-cero

sebelum iradiasi 0,439

3 Larutan ceri-cero setelah

iradiasi PAIR 0,384

Perhitungan Densitas

Untuk menentukan densitas larutan ceri-cero dapat dihitung dengan persamaan (6) dan hasilnya disajikan pada Tabel 3.

) ( ) ( ) ( aquadest aquadest m aquadest v ρ = (6) ) ( ) ( ) ( aquadest v an larut m an larut = ρ  

Tabel 3. Harga densitas larutan ceri-cero. No. Larutan Densitas (gr/cm3)

1 Aquadest ( 29o C) 0,995945

2 Larutan ceri-cero

sebelum iradiasi 1,033654

3 Larutan ceri-cero

setelah iradiasi PAIR 1,052802

4 Larutan ceri-cero

setelah iradiasi MBE-PSTA

(10)

PENGUKURAN DOSIS RADIASI IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON DENGAN DOSIMETER CERI-CERO

Anwar Jundiy,Sukaryono

115 Perhitungan Dosis Radiasi

Besarnya dosis radiasi dapat dihitung dengan persamaan (4) dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Dosis radiasi dosimeter ceri-cero.

No. Jenis larutan

Dosimetri ceri-cero

(kGy)

1 setelah iradiasi dengan

iradiator gamma PAIR 3,6354

2 setelah iradiasi dengan

MBE-PSTA 6,7065

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis radiasi dalam suatu penggunaan dosimeter ceri-cero, prinsip dosimeter ceri-cero yakni suatu bahan yang dapat memberikan tanggapan atau respon dapat diukur, jika dikenai radiasi pengion. Tanggapan berlangsung selama proses iradiasi, tanggapan

tersebut menunjukkan terjadinya reduksi ion Ce4+

menjadi ion Ce3+. Reduksi ion ceri menjadi ion cero

dapat menyebabkan terlihatnya perubahan rapat optik pada larutan dan keadaan demikian dapat dimanfaatkan untuk mengetahui besar dosis radiasi. Proses reaksi reduksi berlangsung melalui tahapan berikut:

H•+ Ce4+ Æ H+ + Ce3+

e_aq + Ce4+  Æ  Ce3+ + H2O 

Dalam penelitian ini digunakan larutan induk

CeSO4.4H2O dan H2SO4 0,8 N sebagai pelarutnya,

sedangkan iradiator yang digunakan adalah iradiator gamma yang ada di PAIR-BATAN Jakarta dan sebuah Mesin Berkas Elektron 350 keV/10 mA yang ada di PSTA-BATAN. Larutan dosimeter ceri-cero sebelum dan sesudah diiradiasi dilakukan analisis. Analisis tersebut dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui perubahan densitas optik (absorbansi larutan) dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm. Larutan

CeSO4.4H2O yang digunakan berwarna kuning yang

cukup kuat dan stabil, sehingga dapat dianalisis secara langsung tanpa harus menambahkan zat pewarna lain. Namun, oleh karena warna larutan terlalu pekat dan tidak tergolong pada persamaan warna di salah satu deret standar, maka larutan dilakukan pengenceran terlebih dahulu supaya memudahkan analisisnya.

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan absorbansi, baik sebelum, maupun setelah iradiasi. Besar absorbansi larutan dosimeter ceri-cero setelah iradiasi lebih kecil daripada sebelum iradiasi yakni dari 0,439 (sebelum diiradiasi) menjadi 0,384 (setelah diiradiasi di

iradiator gamma PAIR-BATAN) dan 0,339 (setelah diiradiasi di MBE PSTA-BATAN). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi reduksi yang mengubah Ce4+ menjadi Ce3+ selama iradiasi berlangsung, sehingga absorbansinya menurun. Dari perhitungan dapat diketahui bahwa besar dosis serap mencapai 3,6354 kGy (iradiator gamma PAIR-BATAN) dan 6,7065 kGy (MBE PSTA-PAIR-BATAN). Dari hasil tersebut jika dibandingkan dengan nilai dosis serap CTA yang dibaca oleh CTA reader 23,4 kGy, ini sangat besar perbedaan pembacaan kedua indikator tersebut. Dosis yang dihitung berdasarkan ceri-cero sangat kecil dari pada yang terbaca oleh dosimeter CTA. Hal ini bisa terjadi karena pembacaan dosimeter CTA terlalu lama (lebih dari 2 jam setelah iradiasi), sehingga hasil pembacaan absorbansi dari dosimeter CTA tidak pada harga yang sebenarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, akhirnya dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:

a. Dosimetri kimia dapat digunakan untuk

menentukan laju dosis irradiator gamma maupun mesin berkas elektron.

b. Ceri-cero setelah iradiasi lebih kecil daripada

sebelum iradiasi yakni dari yang menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi reduksi untuk mengubah

Ce4+ menjadi Ce3+ selama iradiasi berlangsung,

sehingga absorbansinya menurun.

c. Dihasilkan perhitungan dosis berdasarkan

dosimetri Ceri-cero saat di PAIR sebesar 3,6354 kGy sedangkan saat di MBE sebesar 6,7065 kGy.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tiada kata yang lebih indah untuk diucapkan selain terima kasih, untuk itu penulis haturkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi dan Bapak Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, sehingga penulis bisa menggunakan fasilitas untuk melakukan penelitian. Semoga Allah SWT selalu memberikan imbalan yang setimpal atas jasa baik tersebut dan selalu memberi kekuatan kepada kita semua untuk berkarya dan beramal lebih baik lagi dalam setiap kesempatan. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

[1] BUMSOO HAN Ph.D, Electron Beam and

Human Life, Seminar Nasional Iptek Nuklir Dasar dan Terapan, PSTA-BATAN Yogyakarta, 2015.

(11)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 112 - 116

116

[2] TJAHJONO SURINDRO, Dosimetri Iradiator,

Pelatihan Petugas Iradiator Gamma, Pusdiklat-BATAN, Jakarta, 2015.

[3] UTAMA, M. et.al., Trial Production of

Irradiated Natural Rubber Latex and its Dipping Products on Factory Scale, Quality And Techno-Economical Aspec International Rubber Conference and Products Exhibition, Jakarta, 2004.

[4] MAKUUCHI, K., Electron Beam Processing of

Rubber Proceeding of the Workshops on the Utilization of Electron Beams, JAERI-M, 90-194.

[5] THAMRIN M THOYIB, dkk., Pengukuran Dosis

Serap dengan Dosimeter Kimia, PKRBN-BATAN. Jakarta, 2004.

[6] RANY SAPTAAJI, Teori Dosimetri Akselerator,

Pelatihan Pekerja Akselerator, Pusat Pendidikan dan Pelatihan-Badan Tenaga Nuklir Nasional, Yogyakarta, 2009.

[7] SUKARYONO, Dosimetri Industri Iradiator,

Petunjuk Praktikum Dosimetri Mesin Berkas Elektron, Sekolah Tinggi Teknik Nuklir (STTN-BATAN), Yogyakarta, 2014.

[8] CHRISTINA MARIA, dkk., Dasar-Dasar Kimia

Radiasi, Percobaan-Percobaan, dan Contoh Aplikasinya. STTN-BATAN, Yogyakarta, 2008.

[9] IRAWATI, Z. Aplikasi Mesin Berkas Elektron

pada Industri Pangan, Pusat Aplikasi Teknologi

Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Edisi Khusus, Jakarta, Juli 2006.

[10]G.H JEFFERY, dkk., Vogel’s Quantitative

Chemical Analysis, Longman Scientific & Technical, New York, 1989.

TANYA JAWAB

Rany Saptaaji

− Hasil pengukuran dosis menggunakan CTA dan

ceri-cero ada perbedaan yang cukup signifikan. Faktor apa saja yang menyebabkan itu terjadi? Anwar Jundiy

− Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi, posisi

penempatan sampel sangatlah berpengaruh, dikarenakan ada pengaruh jarak, kemudian dari pengaruh bahan yang di iradiasi dan juga faktor kalibrasi dari kedua dosimeter tersebut yaitu dosimeter CTA dan dosimeter Standar Acuan (ceri-cero).

(12)

PENGARUH SUHU SUBSTRAT TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN OPTIK BAHAN SEMIKONDUKTOR LAPISAN TIPIS SnSe HASIL PREPARASI TEKNIK EVAPORASI HAMPA

Alvan Umara, Tjipto Sujitno, Ariswan

117

PENGARUH SUHU SUBSTRAT TERHADAP SIFAT LISTRIK

DAN OPTIK BAHAN SEMIKONDUKTOR LAPISAN TIPIS SnSe

HASIL PREPARASI TEKNIK EVAPORASI HAMPA

Alvan Umara1, Tjipto Sujitno2, Ariswan3 1Mahasiswa Program Studi Fisika FMIPA UNY 2,Peneliti PSTA-BATAN Yogyakarta

3,Dosen Program Studi Fisika FMIPA UNY e-mail : umaraalvan@gmail.com

ABSTRAK

PENGARUH SUHU SUBSTRAT TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN OPTIK BAHAN SEMIKONDUKTOR LAPISAN TIPIS SnSe HASIL PREPARASI TEKNIK EVAPORASI HAMPA. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu substrat terhadap sifat listrik dan sifat optik lapisan tipis Tin Selenide (SnSe) hasil preparasi menggunakan teknik evaporasi hampa. Proses preparasi lapisan tipis SnSe dilakukan pada kondisi; tekanan 2 × 10-5 mbar, berat bahan 0,250 gram, spacer 15 cm dan pada berbagai variasi suhu substrat yaitu pada suhu kamar, 250 oC, 350 oC, dan 500 oC. Karakterisasi sifat listrik dilakukan menggunakan probe empat titik (FPP, four point probe) sedang sifat optik lapisan tipis dikarakterisasi menggunakan spectroscopy UV-Vis. Hasil karakterisasi dari FPP menunjukkan bahwa lapisan tipis Tin Selenide (SnSe) yang terbentuk merupakan semikonduktor tipe P dengan resistivitas dalam orde × 105 Ώcm-2 atau dalam orde × 103 Ώ-cm. Dari data pengukuran sifat optik (transmittance, absorbanse dan reflectance) dan setelah diolah menggunakan metode Taue plot dengan bantuan software Ms. Origin 5.0 diperoleh energi gap 1,38 eV untuk substrat tanpa dipanasi, 1,43 eV untuk substrat yang dipanasi 250˚C, 1,47 eV untuk substrat yang dipanasi pada suhu 350˚C dan 1,706 eV untuk substrat yang dipanasi pada suhu 500˚C.

Kata kunci : suhu substrat, semikonduktor SnSe, metode evaporasi, FPP dan energi gap.

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF SUBSTRATE TEMPERATURE ON THE OPTICAL AND ELECTRICAL PROPERTIES OF SnSe THIN FILM SEMICONDUCTOR PREPARED USING VACUUM EVAPORATION TECHNIQUE. The aim of this research is to investigate the influence of substrate temperature on the optical and electrical properties of tin selenide (SnSe) thin film prepared using vacuum evaporation technique. The condition of preparation process was 2 × 10-5 mbar of pressure, 0,250 gram of weight, 15 cm of spacer and for various of substrate temperature such as room temperature, 250 oC, 350 oC, and 500 oC. Characterization of electrical properties was measured using four point probe (fpp), while optical properties was measured using UV Vis spectrofotometer It’s found that the formed tin selenide (SnSe) thin films is semiconductor P type with the resistivity in order of × 105Ώcm-2 or × 103Ώ-cm. From optical properties measurement data (transmittance, absorbanse dan reflectance, and after having been analyzed using Taue plot methods which is provided with Ms. Origin 5.0 software, it’s found the gap energy of the tin selenide (SnSe) thin films which is 1,61 eV for unheated substrate, 1,61 eVfor substrate heated for 250˚C, 1,67 eV for substrate heated 350˚C and 1,72 eVfor substrate heated for 500˚C.

Keywords: substrate temperature, SnSe thin film semiconductor, evaporation methods, gap energy.

PENDAHULUAN

asalah krusial yang dihadapai dunia saat ini adalah mengenai masalah energi dunia, ketidakseimbangan permintaan (demand) dan penawaran serta akses terhadap sumber daya energi. Pemanfaatan energi yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan masalah krisis energi. Tin Selenide (SnSe) merupakan senyawa kimia yang berupa padatan kristal dengan warna abu-abu.

SnSe merupakan paduan dari dua unsur kimia yaitu tin (Sn) dan selenium (Se) dengan presentase masing-masing adalah 39,95% Se dan 60,05% Sn. SnSe mempunyai struktur kristal orthorombik dengan lebar pita terlarang (Eg, band gap) secara tidak lang-sung (indirect) sekitar (0.9 eV) dan secara langlang-sung (direct) sekitar (1.30 eV), tetapi untuk lapisan tipis dan nanocrystals dari SnSe mempunyai energi gap sebesar 1.9 eV, titik lebur sebesar 861 oC, dan massa atom

relatif sebesar 197,67gram/mol (Enue Barrios-Salgado dkk,2014) serta resistivitas listrik sebesar 17,9 Ωm.

M

(13)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 117 - 122

118 Pada makalah ini disajikan hasil pembuatan

lapisan tipis SnSe yang dideposisikan pada substrat kaca dengan teknik evaporasi hampa. Kemudian lapisan tipis SnSe dikarakterisasi sifat listrik dan optiknya masing masing menggunakan probe empat titik (FPP, four point probe) dan spektroskopi UV-Vis. Dalam pembuatan lapisan tipis SnSe, jarak sumber ke substrat dibuat tetap sedang suhu substrat divariasi, hal ini dimaksudkan agar diperoleh karakteristik lapisan tipis yang optimum.

Karakterisasi Lapisan Tipis

Oleh karena lapisan tipis yang dibuat ini, kedepannya akan digunakan sebagai tranduser dari cahaya menjadi elektrik (sel surya), maka karakterisasi yang paling tepat adalah karakterisasi sifat listrik maupun sifat optiknya.

Dalam penelitian ini, karakterisasi elektrik lapisan tipis dilakukan menggunakan probe 4 titik (Four Point Probe (FPP)), sedang sifat optis dianalisa menggunakan spektroskopi UV-Vis.

Dari pengukuran sifat listrik diperoleh informasi mengenai resistivitas, resistansi maupun tipe konduksinya dari lapisan tipis yang terbentuk. Sedang dari data pengamatan sifat optik menggunakan UV Vis diperoleh informasi tentang sifat absorbansi, reflek-tansi maupun transmireflek-tansi dari lapisan. Kemudian dari data ini dan setelah diolah menggunakan metode Taue plot dengan bantuan software Ms. Origin 5.0 diperoleh energi gap dari lapisan.

METODE PENELITIAN

Preparasi lapisan tipis SnSe menggunakan teknik evaporasi hampa merupakan metode pembuatan lapisan tipis dengan menguapkan bahan dalam ruang hampa. Pada sistem evaporasi hampa terdapat sumber pemanas yang akan mengevaporasi bahan yang akan dilapiskan. Pemanas tersebut dialiri oleh arus yang cukup tinggi hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan suhu yang tekanan uapnya mampu mendesak keluar uap-uap dari bahan sumber. Bahan sumber yang telah dievaporasi kemudian bergerak meninggalkan sumber panas dalam bentuk uap/gas. Kemudian terjadi proses pelapisan melalui proses kondensasi pada permukaan substrat

Sebagai langkah awal dari penelitian adalah serbuk SnSe seberat 0,250 gram diletakkan pada mangkok/wadah/cawan/boat, jarak substrat ke bahan dibuat tetap sekitar 15 cm. Setelah itu, tabung dihampakan hingga 2 × 10-5 mbar, mangkok

moleb-denum dialiri listrik dalam orde 40 A. Proses

pendeposisian lapisan tipis SnSe dilakukan untuk berbagai variasi suhu substrat yaitu tanpa pemanasan substrat, pada suhu kamar, 250 oC, 350 ˚C, dan 500 ˚C.

Proses karakterisasi sifat listrik lapisan tipis dilakukan menggunakan probe empat titik (FPP), sedang karakterisasi sifat optik dilakukan dengan menggunakan spektroskopoi UV-Vis.

Untuk menentukan energi gap digunakan metode Taue plot. Untuk mencari nilai Eg digunakan hubungan koefisien absorbansi terhadap energi, seperti yang disajikan pada persamaan (1):

(

)

0,5 Eg f h A f h = − α (1)

dengan h adalah konstanta Planck,

λ

c

f = , A adalah konstanta yang tergantung pada material dan Eg adalah energi gap. Koefisien absorbsi ditentukan dengan persamaan (2): d T ln − = α (2)

dengan T adalah transmitansi optik (%).

Penentuan celah pita optik dengan metode Taue plot dilakukan dengan cara menarik garis secara ekstrapolasi pada daerah linier dari grafik hubungan antara (α h f)2 dengan (α h f) hingga memotong sumbu

energi. Perpotongan antara hasil ekstrapolasi dengan sumbu inilah yang menunjukkan celah pita optik dari lapisan tipis tersebut (Supu,A.et, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Listrik Lapisan Tipis SnSe

Hasil karakterisasi sifat listrik lapisan tipis SnSe untuk sampel yang diperoleh pada kondisi tanpa pemanasan substrat, pemanasan substrat sebesar 250

˚C , 350 ˚C dan 500 ˚C disajikan pada Tabel 1.

Nilai resistansi untuk sampel yang diperoleh pada substrat yang tidak dipanasi dan pada sus substrat 250 °C tidak terdeteksi oleh FPP (menunjuk error) hal ini dimungkinkan lapisan yang terbentuk masih terlalu tipis sehingga jarum pada FPP mengenai substrat kaca. Sedangkan nilai resistansi untuk sampel yang diperoleh pada suhu substrat 350˚C pada posisi tegak adalah 2,620 × 105 Ω, 2,660 × 105 Ω, dan 2,580 × 105

Ω. Apabila diambil nilai rata-ratanya adalah sebesar 2,620 × 105 Ω. Dan pada posisi melintang adalah

3,420 × 105 Ω, 2,960 × 105 Ω, dan 3,050 × 105 Ω,

(14)

PENGARUH SUHU SUBSTRAT TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN OPTIK BAHAN SEMIKONDUKTOR LAPISAN TIPIS SnSe HASIL PREPARASI TEKNIK EVAPORASI HAMPA

Alvan Umara, Tjipto Sujitno, Ariswan

119 Tabel 1. Hasil pengukuran karakteristik sifat listrik lapisan tipis SnSe.

a. Tanpa pemanasan substrat

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 105 Tipe Pengukuran Resistansi (× 105) Tipe

1 - - 1 - -

2 - - 2 - -

3 - - 3 - -

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 103-cm)  Tipe Pengukuran Resistansi (× 103-cm) Tipe 1 - - 1 - - 2 - - 2 - - 3 - - 3 - - b. 250 ˚C

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 105 Tipe Pengukuran Resistansi (× 105) Tipe

1 - - 1 - -

2 - - 2 - -

3 - - 3 - -

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 103-cm)  Tipe Pengukuran Resistansi (× 103-cm) Tipe 1 - - 1 - - 2 - - 2 - - 3 - - 3 - - c. 350˚C

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 105 Tipe Pengukuran Resistansi (× 105) Tipe

1 2,660 P 1 3,420 P

2 2,620 P 2 2,960 P

3 2,580 P 3 3,050 P

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 103-cm)  Tipe Pengukuran Resistansi (× 103-cm) Tipe 1 0,665 P 1 0,870 P 2 0,676 P 2 0,753 P 3 0,656 P 3 0,775 P

(15)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 117 - 122

120 d. 500˚C

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 105 Tipe Pengukuran Resistansi (× 105) Tipe

1 0,181 P 1 0,023 P

2 0,178 P 2 0,169 P

3 0,157 P 3 0,177 P

Posisi Tegak Posisi Melintang

Pengukuran Resistansi (× 103-cm)  Tipe Pengukuran Resistansi (× 103-cm) Tipe 1 0,461 P 1 0,584 P 2 0,453 P 2 0,431 P 3 0,399 P 3 0,451 P

Nilai resistansi untuk sampel yang diperoleh pada suhu substrat 500 oC pada posisi tegak adalah

0,181 × 105 Ω, 0,178 × 105 Ω, dan 0,157 × 105

dengan nilai reratanya adalah sebesar 0,172 × 105 Ω.

Sedang pada posisi melintang adalah sebesar 0,230 ×

105 Ω, 0,169 × 105 Ω, dan 0,177 × 105 Ω dengan nilai

rerata adalah sebesar 0,192 × 105 Ω.

Nilai resistivitas untuk sampel yang diperoleh tanpa pemanasan substrat dan pada suhur substrat 250 °C tidak terdeteksi oleh FPP dikarenakan sampel tersebut terlalu tipis. Sedangkan nilai resistansi untuk sampel yang diperoleh pada temperatur substrat 350 oC

pada posisi tegak adalah 0,665 × 103Ω-cm, 0,676 ×

103 Ω-cm, dan 0,656 × 103 Ω-cm. Apabila diambil

nilai rata-rata untuk nilai resistansi adalah sebesar 0,666 × 103 Ω-cm. Dan pada posisi melintang adalah

0,870 × 103 Ω-cm, 0,753 × 103 Ω-cm, dan 0,775 × 103

Ω-cm, dengan nilai reratanya adalah sebesar 0,799 ×

103 Ω-cm.

Nilai resistivitas untuk sampel yang diperoleh pada suhu substrat 500 oC pada posisi tegak adalah

0,461 × 103 Ω-cm, 0,453 × 103 Ω-cm, dan 0,399 × 103

Ω-cm. Dengan nilai reratanya adalah sebesar 0,438 ×

103 Ω-cm. Sedangkan pada posisi melintang adalah

sebesar 0,584 × 103 Ω-cm, 0,431 × 103 Ω-cm, dan

0,451 × 103 Ω-cm dengan nilai rerata adalah sebesar

0,489 × 103 Ω-cm.

Sifat Optik Lapisan Tipis SnSe

Hasil karakterisasi sifat optis untuk sampel yang substratnya tidak dipanasi dan yang dipanasi pada suhu 250 °C, 350 °C dan 500 °C disajikan berturut turut pada Gambar, 1, 2, 3, 4.

Dari Gambar 1 diperoleh informasi bahwa nilai absorbansi optik untuk lapisan tipis SnSe pada sampel yang substratnya dipanasi pada suhu 250 °C, nilai

absorbansi maksimum sebesar 3,16, sedangkan nilai absorbansi minimumnya diperoleh pada lapisan yang substratnya dipanasi pada suhu 350 °C dan suhu substrat 500 °C. Hal ini dimungkinkan lapisan tipis yang terbentuk sangat tebal sehingga cahaya yang terabsorpsi semakin besar dan semakin banyak cahaya yang ditransmisikan.

Gambar 1. Grafik hubungan antara energi fo-ton dan absorbansi lapisan tipis SnSe.

Dari variasi suhu substrat ternyata memberikan kontribusi yang berarti pada sifat optis lapisan, hal ini dikarenakan dengan variasi suhu substrat akan menyebabkan baik tidaknya lapisan yang terbentuk. Selain itu metode ini merupakan transport uap yang membutuhkan suhu substrat yang lebih besar yaitu diatas 250 oC. Hal ini diperkuat oleh data yang

diperoleh pada pemanasan substrat 250 oC yang

menunjukkan belum terdeteksi sifat-sifat listriknya. Untuk menentukan besarnya celah energi bahan, metode yang digunakan adalah dengan metode Taue plot dengan bantuan software Ms. Origin 5.0.

(16)

PENGARUH SUHU SUBSTRAT TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN OPTIK BAHAN SEMIKONDUKTOR LAPISAN TIPIS SnSe HASIL PREPARASI TEKNIK EVAPORASI HAMPA

Alvan Umara, Tjipto Sujitno, Ariswan

121

Berikut disajikan plot untuk menentukan lebar celah optik atau energi gap. Dan hasilnya disajikan pada Gambar 2, 3, dan Gambar 4.

Gambar 2. Grafik koefisien absorbansi ter-hadap energi foton untuk lapisan tipis bahan semikonduktor SnSe yang diperoleh pada tanpa pemanasan substrat.

Gambar 3. Grafik koefisien absorbansi ter-hadap energi foton untuk lapisan tipis bahan semikonduktor SnSe yang diperoleh pada pemanasan substrat suhu 250 °C.

Gambar 4. Grafik koefisien absorbansi ter-hadap energi foton untuk lapisan tipis bahan semikonduktor SnSe yang diperoleh pada pemanasan substrat suhu 350 °C.

Gambar 5. Grafik koefisien absorbansi ter-hadap energi foton untuk lapisan tipis bahan semikonduktor SnSe yang diperoleh pada pemanasan substrat suhu 500 °C.

Berdasarkan dari hasil fitting menggunakan Ms. Origin (terlampir) dapat diketahui untuk menentukan besarnya celah energi dapat menggunakan persamaan Y = A + B * X, dengan Y adalah koefisien absorbansi, dan X adalah celah energi gap. Dari persamaan tersebut dapat diketahui besarnya energi gap pada suhu substrat yang diperoleh pada tanpa pemanasan substrat sebesar 1,61 eV.

Seperti hal sebelumnya, setelah dilakukan analisis matematik besarnya energi gap untuk suhu substrat yang diperoleh pada suhu pemanasan substrat 250 oC diperoleh sebesar 1,61 eV. Besarnya energi gap

untuk suhu substrat yang diperoleh pada pemanasan substrat 350 oC diperoleh sebesar 1,67 eV. Dan

besarnya energi gap pada suhu substrat yang diperoleh pada pemanasan substrat suhu 500 oC diperoleh

sebesar 1,72 eV.

Dari hasil penelitian karakterisasi optik ini untuk sampel tanpa pemanas substrat, 250 oC, 350 oC,

dan 500 oC menghasilkan energi gap yang relevan

dengan data referensi untuk energi gap bahan semikonduktor lapisan tipis SnSe yaitu sekitar 0,9 eV hingga 1,9 eV.

Hasil pengukuran karakteristik optik dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran karakteristik optik lapisan tipis SnSe.

Suhu Substrat Eg (eV) referensi Eg (eV) hasil penelitian Suhu kamar 0,9 - 1,9 1,61 250 oC 0,9 - 1,9 1,61 350 oC 0,9 - 1,9 1,67 500 oC 0,9 - 1,9 1,72

(17)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya Vol. 17, November 2015 : 117 - 122

122 Hubungan Antara Sifat Listrik dan Sifat Optik

Lapisan Tipis Bahan Semikonduktor SnSe

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, bahwa pada suhu substrat 350 oC lebih besar untuk nilai

resistivitasnya daripada pada suhu substrat 500 oC.

Hal ini berpengaruh pada sifat optik bahan. Berdasarkan nilai absorbansi yang dilampirkan gambar 21, besarnya nilai absorbansi pada suhu substrat 250 oC memiliki nilai absorbansi lebih besar

daripada yang lainnya yaitu sebesar 3,16. Sedangkan nilai energi gap yang dilampirkan gambar 22, 23, 24 dan 25, besarnya nilai energi gap pada suhu substrat 500 oC memiliki nilai energi gap lebih besar daripada

yang lainnya yaitu sebesar 1,72 eV.

Pada pembuatan lapisan tipis SnSe ini divariasi suhu substrat. Variasi suhu substrat ini dipilih pada suhu substrat tanpa pemanas substrat, 250 oC, 350 oC,

dan 500 oC karena semakin tinggi suhu substrat suatu

lapisan tipis pada saat pemanasan maka akan semakin baik karakteristik lapisan tipis yang dihasilkan. Sehingga didapatkan lapisan tipis SnSe yang memiliki resistansi yang kecil dan absorbansi tinggi dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk sel surya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik vakum evaporasi yang masih memerlukan optimasi terhadap parameter deposisi yang lain untuk mendapatkan sifat listrik dan sifat optik yang lebih baik.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dan setelah dilakukan karakterisasi sifat listrik maupun sifat optik dapat disimpulkan bahwa :

• Hasil karakterisasi sifat elektrik menggunakan FPP menunjukkan bahwa lapisan tipis Tin Selenide (SnSe) yang terbentuk merupakan semikonduktor tipe P dengan resistivitas dalam orde × 105 Ώcm-2

atau dalam orde × 103 Ώ-cm.

• Dari data pengukuran sifat optik (transmittance, absorbanse dan reflectance) dan setelah diolah menggunakan metode Taue plot dengan bantuan software Ms. Origin 5.0 diperoleh energi gap 1,38 eV untuk substrat tanpa dipanasi, 1,43 eVuntuk substrat yang dipanasi 250 oC, 1,47 eV untuk

substrat yang dipanasi pada suhu 350 oC dan 1,706

eV untuk substrat yang dipanasi pada suhur 500 oC.

DAFTAR PUSTAKA

[1] ARISWAN, Kristalografi, Handout Kuliah, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2014. [2] MITAYANI M., Struktur dan sifat optik film tipis CdS Doping Zn yang ditumbuhkan dengan DC

Magnetron sputtering., FMIPA UNS., Surakarta, 2013.

[3] RIO, S.R., & M., Fisika dan Teknologi Semikonduktor. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1982.

[4] WIYANTO, SUGIANTO, I. SUPOMO, Pengaruh Anneling Pada Film Tipis Ta2O5 Ditumbuhkan Dengan Metode DC Magnetron Sputtering, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN 1411-4216, 1-5, 2004.

[5] SUYOSO, Listrik Magnet, FMIPA UNY, Yogyakarta, 2003.

[6] SARAGIH, HORASDIA, H. ALIAH, E. SUSTINI, A. LIMBONG, A. M. HUTAPEA, Sifat Optik Lapisan Tipis In2O3 yang Ditumbuhkan Dengan Metode MOCVD. Journal Matematika dan Sains, Vol. 12 Nomor 2, 85-92, 2010.

[7] SALIM A.K.H, AHMED S.M.,LATIF L.A., The Effet of Substrate Temperature on the Optical and Structural Properties of Tin Sulfide Thin Films, Journal of Basrah Researches ((Sciences)) Volume 37.Number 3A/ 15 June ((2011)), ISSN_1817 _2695, 2011..

[8] RAJESH S, SAHAYARAJ MARIA.C.A.R, dkk., Investigation on Structural and Optical Properties of Thermally Evaporated SnSe Thin Films, Chalcogenide Letters Vol. 11, No. 2, February 2014, p. 47 – 52, 2014.

[9] M. MANONMANI PARVATHI, A. MOHAN, V. ARIVAZHAGAN, S. RAJESH, AIP conf.proc.206, 1451, 2012.

[10] MATTHEW A. FRANZMAN, CODY W. SCHLENKER, MARK E. THOMPSON, RICHARD L. BRUTCHEY, J. Am. Chem. Soc. 132, 4060, 2010.

TANYA JAWAB

Suprapto

− Untuk aplikasi semikonduktor, yang paling baik dari penelitian ini yang mana?

Alvan Umara

− Untuk aplikasi semikonduktor dari penelitian ini untuk suhu substrat yang memiliki enrgi gap paling rendah atau saat suhu substrat tanpa pemanasan substrat karena pada kondisi ini mampu memberikan respon terhadap sinar matahari.

Gambar

Gambar 2.  Blok  diagram rancangan pengatur  catu daya sumber elektron tiga  elektroda
Gambar 4.  Modul PLC seri F2424.
Gambar 7.  Rangkaian  detil  pengatur catu  daya sumber elektron tiga  elektroda.
Gambar 11.  Kenaikan tegangan keluaran DAC  terhadap nomer kanal operasi.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Nisa (2002) menyimpulkan bahwa perlakuan konsentrasi chitosan 10% memberikan pengaruh yang nyata terhadap susut berat, tingkat kerusakan dan kadar air serta warna

 berkelanjutan, produk baru, layanan pelanggan, efektiitas distribusi, dan penurunan biaya. Pemimpin pasar haruslah juga memperhatikan secara seksama mana #ilayah yang

Berdasarkan hasil pengukuran dapat diketahui bahwa pada putaran bantalan (Fr) = 2003 rpm (33.38 Hz) didapatkan hasil percobaan terhadap bantalan yang telah

Selama kehamilan berjalan normal, koitus diperbolehkan sampai akhir kehamilan. Koitus tidak dibenarkan bila terdapat perdarahan pervaginam, riwayat abortus

Dalam penelitian, data merupakan faktor yang penting. Karena dengan adanya data analisis dapat dilakukan dan selanjutnya dapat ditarik sutau kesimpulan. Untuk

Pendedahan terhadap realiti bidang keIja juga dilihat sebagai perlu bagi memastikan para pelajar dapat membuat persediaan yang lebih man tap yang boleh dianggap sebagai

Pra penelitian yang dilakukan di UPTD Pengolahan Kulit Padang Panjang dengan menggunakan bahan penyamak nabati lainnya yang berasal dari gambir sebanyak 15- 35% diperoleh

Untuk itu peneliti akan meneliti dengan objek penelitian pada pegawai peserta program pembelajaran tahfizh Al-Quran yang diselenggarakan di rumah tahfizh Darus Syifa agar