• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wibowo (2012), pengertian Kompetensi merupakan kemampuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wibowo (2012), pengertian Kompetensi merupakan kemampuan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kompetensi

2.1.1 Pengertian Kompetensi

Menurut Wibowo (2012), pengertian Kompetensi merupakan kemampuan melaksanakan pekerjaan atau tugas yang didasari ketrampilan maupun pengetahuan dan didukung oleh sikap kerja yang ditetapkan oleh pekerjaan. Kompetensi menunjukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap tertentu dari suatu profesi dalam ciri keahlian tertentu, yang menjadi ciri dari seorang profesional.

Kompetensi secara harfiah berasal dari kata competence, yang berarti kemampuan, wewenang dan kecakapan. Dari segi etimologi, kompetensi berarti segi keunggulan, keahlian dari perilaku seseorang pegawai atau pemimpin yang mana punya suatu pengetahuan, perilaku dan ketrampilan yang baik. Karakteristik dari kompetensi yaitu sesuatu yang menjadi bagian dari karakter pribadi dan menjadi bagian dari prilaku seseorang dalam melaksanakan suatu tugas pekerjaan (Mangkunegara, 2007).

Kurniadi A. (2013) menyatakan bahwa faktor-faktor dari kemampuan ada dua, yaitu: (1) Kemampuan fisik yakni kemampuan dalam beraktivitas menurut kondisi stamina, kekuatan dan karakteristik biologis, (2) Kemampuan intelektual yaitu kemampuan dalam kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas mental.

(2)

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi

Kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Michael Zwel, 2000 dalam Wibowo, 2012).

a. Keyakinan dan nilai-nilai

Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh keyakinannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Bila orang percaya akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu, maka hal tersebut akan bisa dikerjakan dengan lebih mudah.

b. Ketrampilan

Ketrampilan seseorang dalam mengerjakan sesuatu akan meningkatkan rasa percaya diri, dan akan menunjukkan bahwa orang tersebut mempunyai kompetensi dalam bidangnya.

c. Pengalaman

Pengalaman akan sangat membantu dalam melakukan suatu pekerjaan, karena pengalaman mengajarkan sesuatu dengan nyata dan akan sangat mudah untuk mengingatnya. Seseorang bisa ahli dalam bidangnya karena banyak belajar dari pengalaman, dan keahlian seseorang menunjukkan suatu kompetensi yang dimiliki oleh orang tersebut.

d. Karakteristik kepribadian

Kepribadian bukanlah sesuatu yang tidak dapat dirubah, kepribadian seseorang akan mempengaruhi cara-cara orang tersebut dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan ini, dan hal ini akan membuat orang tersebut lebih kompeten. Seseorang akan berespons serta beradaftasi dengan lingkungan dan kekuatan sekitarnya, yang akan menambah kompetensi seseorang.

(3)

e. Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang mampu untuk melakukan sesuatu. Daya dorong yang lebih bersifat psikologis membuat bertambahnya kekuatan fisik, sehingga akan mempermudah dalam aktivitas kerja, yang menambah tingkat kompetensi seseorang. Dorongan atau motivasi yang diberikan atasan kepada bawahan juga berpengaruh baik terhadap kinerja staf.

f. Isu emosional

Kondisi emosional seseorang akan berpengaruh dalam setiap penampilannya, termasuk dalam penampilan kerjanya. Rasa percaya diri membuat orang akan dapat melakukan suatu pekerjaan dengan lebih baik, begitu juga sebaliknya, gangguan emosional seperti rasa takut dan malu juga bisa menurunkan

performance/penampilan kerja seseorang, sehingga kompetensinya akan menurun.

g. Kemampuan intelektual

Kompetensi dipengaruhi oleh pemikiran intelektual, kognitif, analitis dan kemampuan konseptual. Tingkat intelektual dipengaruhi oleh pengalaman, proses pembelajaran yang sudah tentu pula kemampuan intelektual seseorang akan meningkatkan kompetensinya.

h. Budaya organisasi

Budaya organisasi berpengaruh pada kompetensi seseorang dalam berbagai kegiatan, karena budaya organisasi mempengaruhi kinerja, hubungan antar pegawai, motivasi kerja dan kesemuanya itu akan berpengaruh pada kompetensi orang tersebut.

(4)

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan yang berhubungan dengan kompetensi adalah penelitian Wahyuni, S. (2007) didapatkan hasil bahwa kinerja perawat dalam menerapkan model praktek keperawatan profesional dipengaruhi oleh kompetensi dari Kepala Ruang dalam melaksanakan standar manajemen pelayanan keperawatan di BRSUD Banjarnegara. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti buat adalah sama-sama meneliti tentang kompetensi yang dihubungkan dengan kinerja. Perbedaannya adalah penelitian ini meneliti kompetensi perawat pelaksana sedangkan penelitian Wahyuni meneliti kompetensi Kepala Ruang, dan juga pada penelitian ini, selain kompetensi, juga diteliti faktor yang lain seperti motivasi dan beban kerja perawat.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi (motivation) dalam manajemen ditujukan untuk meningkatkan semangat bekerja pegawai, supaya kinerjanya meningkat dengan segala kemampuannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Motivasi mengupayakan cara mengoptimalkan potensi pegawai untuk dapat bekerja dengan baik, mau bekerjasama untuk mendorong peningkatan kinerja pegawai, sehingga berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Mangkunegara, 2007).

Motivasi sangat diperlukan agar karyawan memiliki semangat dalam melakukan suatu pekerjaan yang ditugaskan. Istilah motivasi bermula dari kata movere

(bahasa latin) juga to move yang artinya menggerakkan atau mendorong, motivasi adalah keinginan melakukan tingkat usaha tinggi untuk mencapai tujuan organisasi yang

(5)

dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual (Mangkunegara, 2007).

Motivasi merupakan faktor pendorong dalam melaksanakan kegiatan dari seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi juga dapat didefinisikan sebagai cara menuju tercapainya tujuan institusi dengan berusaha ketingkat yang lebih tinggi, dengan syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh kepuasan didalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi. Jadi definisi motivasi tersebut mencakup tiga kunci pengertian penting, yaitu usaha, tujuan organisasi dan kebutuhan-kebutuhan pribadi (Robin, SP. 2006).

Menurut Swansburg (2000) dalam Mangkunegara (2007), motivasi adalah suatu konsep yang memuat suatu kondisi ekstrinsik yang merangsang prilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan prilaku manusia. Respon intrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut “motif”. Motivasi dapat diukur dengan prilaku yang dapat

diobservasi dan dicatat. Kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dapat merangsang manusia untuk mencari dan mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Sedangkan menurut Nursalam (2008), mendefinisikan motivasi adalah suatu situasi/kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.

Motivasi yang didefinikan oleh Fillmore H. Stanford (1999) dalam Mangkunegara (2007), yaitu bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Dalam hubungannya dengan motivasi kerja, bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi yang berperan dalam

(6)

menggerakkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berhubungan dengan motivasi kerja.

2.2.2 Pemberian Motivasi

Tujuan pribadi sering berbeda dengan tujuan organisasi. Motivasi pegawai akan meningkat bila tujuan dari organisasi tersebut sejalan atau sama dengan tujuan setiap pribadi pegawai. Pemberian motivasi sejalan antara upaya mencapai tujuan sasaran organisasi dengan tujuan sasaran individu pegawai. Pemberian motivasi akan sangat efektif bila pada diri pegawai memiliki keyakinan bahwa bila tujuan organisasi dicapai maka tujuan sasaran pribadi juga bisa dicapai.

Motivasi adalah hubungan terkait upaya dengan terpuaskannya suatu kebutuhan. Upaya ini adalah bentuk intensitas keinginan pegawai, bila pegawai termotivasi, maka tujuan organisasi akan berusaha untuk dicapai dengan gigih.

Kebutuhan merupakan suatu kondisi internal pegawai yang menimbulkan suatu usaha menjadi menarik untuk mencapainya, ini berarti apabila belum terpuaskannya suatu kebutuhan akan menimbulkan ketegangan yang akan menciptakan suatu dorongan dalam diri individu tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, bisa ditarik suatu kesimpulan yakni motivasi adalah suatu kondisi psikologis/keadaan internal seseorang yang akan membangkitkan, mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan, mengarahkan, dan membuat seseorang tetap tertarik dalam melakukan kegiatan, baik dari internal maupun eksternal untuk mencapai suatu tujuan.

(7)

Penelitian yang meneliti tentang variabel independen motivasi dan kompetensi adalah penelitian Jimat (2013), didapatkan hasil motivasi, kompetensi serta lingkungan kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja perawat di RSUD Bangli. Beda antara rancangan peneliti dengan penelitian Jimat (2013) adalah pada teknik pengumpulan data, yang mana Jimat menggunakan metode FGD sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Pada karakteristik tingkat motivasi juga Jimat menggunakan 3 tingkatan yakni tinggi, sedang dan rendah sedangkan pada penelitian ini hanya dua tingkat motivasi yakni motivasi baik dan motivasi kurang. Analisis data pada penelitian Jimat yaitu regresi linier berganda, sedangkan peneliti menggunakan Korelasi Chi Square, kemudian untuk analisis multivariat menggunakan Regresi

logistic.

2.3 Beban Kerja

2.3.1 Pengertian Beban Kerja

Beban kerja yaitu jumlah pekerjaan yang ditanggung/dibebankan oleh suatu unit organisasi atau jabatan yang merupakan hasil perkalian waktu dengan jumlah kerja. (UU Kesehatan No 39 tahun 2009). Beban kerja merupakan kondisi kerja dan uraian tugasnya yang dalam waktu tertentu mesti terselesaikan (Munandar, 2005).

Irwady (2007), menyatakan bahwa beban kerja merupakan jumlah rata-rata kegiatan kerja pada waktu tertentu, yang terdiri dari beban kerja fisik, beban kerja psikologis serta waktu kerja.

1) Aspek fisik terdiri dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi), jumlah merawat pasien dibandingkan jumlah perawat serta tugas tambahan lainnya.

(8)

2) Aspek psikologis, berhubungan antara perawat dengan sesama perawat, atasan dan pasien.

3) Aspek waktu, mencakup jumlah waktu efektif melakukan pekerjaan setiap harinya.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap beban kerja (Suyanto, 2008). 1) Faktor internal, yaitu pengaruh dari tubuh sendiri terdiri dari faktor biologis

seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, gizi, kesehatan diri, serta faktor psikologis, seperti persepsi, motivasi, kepercayaan, kepuasan serta keinginan.

2) Faktor eksternal yakni semua faktor diluar biologis pekerja/pegawai, yaitu: kegiatan di institusi tempat kerja, tugas pokok dan fungsi di kantor, serta kondisi lingkungan kantor.

2.3.3 Penilaian Beban Kerja Perawat

Penilaian beban kerja merupakan teknik memperoleh data efektivitas dan efesiensi pekerjaan dari suatu institusi atau suatu jabatan secara sistematis dengan teknik analisis jabatan atau analisis beban kerja. Analisis beban kerja yaitu suatu metode/cara menentukan banyaknya jam pekerjaan yang diperlukan dalam menyelesaikan kegiatan kerja pada suatu rentang waktu (Pasolong. 2011).

(9)

Perawat bertugas merawat pasien dalam waktu 24 jam, dengan menerapkan asuhan keperawatan, sejak pasien masuk rumah sakit sampai keluar rumah sakit. Perawat fungsional mempunyai tanggung jawab administrasi terhadap kepala ruangan dan terkait pelayanan tekhnis medis operasional melaksanakan tanggung jawab terhadap dokter ruangan atau dokter yang bertanggung jawab di ruangan (Depkes RI, 2004).

Beban kerja dapat dihitung berdasarkan beberapa aspek. 1. Aspek fisik

Beban kerja ditentukan berdasarkan jumlah pasien yang harus dirawat dan banyaknya perawat yang bertugas dalam suatu unit atau ruangan. Tingkatan tergantungnya pasien diklasifikan menjadi tiga tingkat yaitu tingkatan tergantung minimal/ringan, tingkatan tergantung parsial/sebagian, dan pasien dengan tingkatan tergantung penuh/total.

2. Aspek psikologis

Aspek mental/psikologis dihitung berdasarkan hubungan antar individu, dengan perawat serta dengan kepala ruangan dan juga berhubungan antara perawat dengan pasien, yang berpengaruh pada kinerja dan tingkat produktif perawat. Akibat yang sering timbul adalah stress kerja, yang akan menurunkan motivasi kerja dan menurunkan kinerja pegawai.

3. Aspek waktu kerja

Waktu kerja produktif yaitu banyaknya jam kerja produktif dapat dipergunakan pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

(10)

berdasarkan uraian tugas dan waktu melaksanakan tugas tambahan yang tidak termasuk dalam tugas pokoknya.

Alokasi waktu bekerja menurut Depkes RI, 2006 yakni waktu bekerja nomal per-hari yaitu 8 jam/hari (5 hari bekerja), dengan waktu efektif kerja/hari 6,4 jam/hari. Sehingga kesimpulannya waktu efektif bekerja yaitu 80 % dari waktu bekerja 8 jam / hari.

Pengukuran beban kerja pada penelitian ini mengacu pada kuesioner dengan berdasarkan pada uraian tugas pokok perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruangan, jumlah pasien yang dirawat, jumlah perawat yang bertugas di ruangan dan waktu bekerja tiap shift jaga perawat.

Buana (2013), menyebutkan bahwa beban kerja berhubungan dengan kinerja perawat di RSJ Propinsi Bali, dengan aspek fisik merupakan variabel paling mempengaruhi kinerja, mendapatkan nilai Odds Ratio (OR) terbesar, di RS Jiwa Propinsi Bali. Penelitian Buana berbeda dengan penelitian ini pada jumlah variabel independen yang mempengaruhi variabel Kinerja, yang mana Buana hanya meneliti satu variabel saja yakni beban kerja, sedangkan pada penelitian ini meneliti tiga variabel yang mempengaruhi kinerja perawat yakni beban kerja, kompetensi dan motivasi kerja perawat.

Nurnaningsih (2012) dalam penelitiannya dengan judul hubungan beban kerja perawat terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan kesehatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Menyimpulkan bahwa, ada hubungan signifikan antara beban kerja terhadap

(11)

kinerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.

Penelitian Minarsih (2011) tentang hubungan beban kerja perawat dengan produktivitas kerja perawat di IRNA non bedah RSUP DR. M. Djamil Padang. Hasil penelitian tersebut didapatkan sebanyak 62,7% perawat menyatakan memiliki beban kerja tinggi, dan 37,3% menyatakan beban kerja sedang. Serta disimpulkan bahwa ada hubungan antara beban kerja perawat dengan produktivitas kerja perawat. Penelitian Irwady (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan beban kerja perawat di Unit Rawat Inap RSJ Dadi Makassar. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran beban kerja perawat dari 68 Responden terdapat 22 orang (34,4%) yang merasa terbebani dengan tugas mereka dan 46 orang (67,6 %) yang tidak terbebani dengan tugas mereka.

2.4 Kinerja

2.4.1 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah singkatan dari energi kerja, dalam bahasa Inggris adalah

performance. Pengertian kinerja merupakan hasil atau keluaran yang dihasilkan oleh

fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi A, 2013).

Menurut Illyas, 2001 (dalam Kurniadi A, 2013), kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak mereka memberi masukan pada institusi.

(12)

Penampakan hasil kerja tidak terbatas pada pekerja yang duduk dalam posisi fungsional ataupun struktural, tetapi juga pada semua pekerja di dalam institusi tersebut.

Kinerja atau performance adalah sebagai hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Pada kenyataannya kinerja tidak hanya sebagai hasil dari suatu pekerjaan, namun juga didalamnya terdapat uraian dari pelaksanaan pekerjaan. Kinerja adalah hasil karya yang berhubungan erat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, serta berpengaruh kepada aspek keuangan. Kinerja tidak hanya menyangkut bagaimana cara melakukan pekerjaan tetapi juga menyangkut apa yang dikerjakannya (Nursalam, 2007).

Kinerja dapat juga berarti hasil suatu proses pelaksanaan kerja yang telah direncanakan, menyangkut waktu, tempat, pelaksana atau karyawan dari suatu institusi (Mangkunegara, 2007). Kinerja keperawatan adalah prestasi kerja yang ditunjukkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer (organisasi, klien, perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu. Tanda – tanda kinerja perawat yang baik adalah tingkat kepuasan klien dan perawat tinggi, zero complain dari pelanggan (Kurniadi A, 2013).

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja.

Kinerja pegawai merupakan hasil yang bersinergi dari sejumlah faktor. Ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu faktor individu, organisasi dan psikologis, menurut Ilyas, 2001 (dalam Kurniadi A, 2013).

(13)

a. Faktor Individu

Faktor individu adalah faktor internal dalam diri pekerja, termasuk dalam faktor ini adalah faktor yang dibawa sejak lahir dan faktor yang didapat saat tumbuh kembang. Faktor-faktor bawaan seperti sifat pribadi, bakat, juga kondisi jasmani dan faktor kejiwaan. Sementara itu, beberapa faktor yang didapat, seperti pengetahuan, etos kerja, ketrampilan dan pengalaman kerja. Faktor internal pegawai inilah yang nantinya besar pengaruhnya terhadap penentukan kinerja pegawai. Dimana dalam penelitian ini, faktor individu yang diteliti adalah kompetensi perawat dalam variabel kompetensi.

b. Faktor Psikologis

Faktor psikologis meliputi sikap, kepribadian, belajar motivasi dan persepsi pegawai terhadap pekerjaannya. Faktor ini merupakan peristiwa, situasi atau keadaan di lingkungan luar institusi yang berpengaruh kepada kinerja pegawai. Salah satu faktor tersebut adalah motivasi kerja, yang dalam penelitian ini peneliti jadikan variabel pengaruh kedua.

c. Faktor Organisasi

Dukungan organisasi sangat diperlukan oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya, hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Seperti halnya juga sistem penghargaan dan suasana kerja institusi yang buruk, maka dapat diasumsikan bahwa kinerja pegawai pun menjadi tidak baik. Selain faktor tersebut, faktor organisasi lainnya yang berhubungan dengan kinerja adalah strategi, dukungan sumber daya, dan sistem manajemen serta kompensasi. Dalam penelitian ini faktor organisasi peneliti teliti dalam variabel beban kerja.

(14)

Faktor-faktor dalam dan luar organisasi ini bersinergi dalam mempengaruhi suasana dan perilaku pegawai dalam bekerja, kemudian memengaruhi kinerja pegawai, yang kemudian situasi ini sangat menentukan kinerja pegawai.

Teori kinerja menyatakan bahwa perilaku dan kinerja individu dipengaruhi oleh variabel individu, organisasi, serta psikologis. Variabel-variabel tersebut sangat berpengaruh terhadap kelompok pegawai, yang pada akhirnya berpengaruh pula terhadap kinerja pegawai. Tindakan yang berhubungan dengan kinerja pegawai berhubungan dengan kerja yang dilakukan untuk mencapai sasaran sesuai tugas kerja (Kurniadi A, 2013).

Variabel individu meliputi ketrampilan dan kemampuan kerja, letak demografis latar belakang keluarga, sosial ekonomi dan pengalaman. Variabel organisasi tidak berpengaruh langsung pada kinerja dan perilaku pegawai. Variabel ini meliputi sub variabel struktur organisasi, sumber daya, imbalan, kepemimpinan, dan rancangan kerja yang akan dilakukan.

Variabel psikologis mencakup sub variabel sikap, persepsi, belajar, motivasi dan kepribadian. Variabel ini sulit untuk di ukur karena menyeluruh menyangkut berbagai aspek, untuk menentukan dan menuju kesepahaman terkait definisi variabel tersebut, maka harus memahami alasan seorang pegawai masuk dalam oganisasi dengan memperhitungkan ketrampilan, latar belakang, usia, etnis dan budaya yang berbeda-beda.

Ketiga variabel ini akan berpengaruh terhadap perilaku pegawai yang tentu juga akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya, untuk mencapai sasaran kerja yang diamanatkan (Kurniadi A, 2013).

(15)

2.4.3 Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan kegiatan mengevaluasi hasil kerja pegawai dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai sasaran kerja dengan menggunakan suatu alat atau pedoman penilaian. Pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja para perawat itu sendiri. Oleh sebab itu, evaluasi terhadap kinerja perawat perlu dan harus dilaksanakan melalui suatu sistem yang terstandar sehingga hasil dari evaluasi dapat lebih objektif (Wijaya G, 2012).

Penilaian kinerja perawat adalah cara mengevaluasi kualitas dan kuantitas pekerjaan perawat dibandingkan pedoman standar kerja (SAK/SOP) yang ditetapkan dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi A, 2013).

Standar penilaian kinerja yaitu standar minimal hasil kerja yang harus dicapai oleh pegawai, baik itu secara perseorangan maupun kelompok yang disesuaikan dengan indikator sasaran kerjanya. Artinya bila hasil kerja pegawai di bawah standar hasil pekerjaan minimal, maka hasil kinerjanya tidak baik, tidak dapat diterima, dan buruk. Bila hasil kerja pegawai ada pada ketentuan standar atau diatasnya, maka dapat disimpulkan bahwa hasil kerjanya sedang, hasil baik atau hasil kerja sangat baik. Standar kerja mencakup standar minimal untuk pelaksanaan semua indikator kerja.

2.4.3.1 Metode Penilaian Kinerja

Metode penilaian kinerja yang dapat dijadikan standar dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan penilaian kinerja perlu diterapkan. Metode penilaian tersebut pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 macam (Nursalam, 2007).

(16)

a. Result-based performance evaluation

Tipe penilaian ini adalah dalam menjabarkan pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan atau mengukur hasil akhir (end result). Sasarannya adalah pegawai mampu meningkatkan produktivitasnya dengan berkelanjutan untuk mencapai tujuan organisasi. Tipe penilaian ini dikenal dengan istilah management by objective

(MBO), dengan sasaran motivasi karyawan yang terlibat dalam proses mencapai tujuan.

b. Behavior-based performance evaluation

Penilaian kinerja berdasarkan teknik ini adalah dengan mengukur sarana pencapaian sasaran (goals) dan bukan hasil akhir (end result). Dalam prakteknya, penilaian ini kebanyakan tidak mungkin dilakukan secara obyektif, karena ada beberapa aspek yang bersifat kualitatif.

c. Judgment-based performance evaluation

Tipe penilaian kinerja ini menilai kinerja pegawai berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik yaitu: kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan, kerja sama, inisiatif dan integritas pribadi.

Dewan Pimpinan Pusat PPNI pada tahun 1996 berdasarkan pada standar praktik keperawatan yang disahkan Menkes. RI dalam SK No. 660/Menkes/SK/IX/1987, yang kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK Dirjen.Yanmed. Depkes.RI No.YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993, telah menyusun standar evaluasi praktek keperawatan dengan mengacu pada tahap-tahap proses keperawatan, yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

(17)

a. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Standar I ini merupakan tahapan awal dalam standar evaluasi praktek, mencakup kegiatan perawat dalam pengumpulan data terkait masalah kesehatan pasien, dengan lengkap, mengikuti sistematika, valid dan kontinyu. Data-data yang dikumpulkan mencakup data dari aspek fisik pasien, psikis pasien, sosial serta kepercayaan pasien.

b. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Diagnosa ditetapkan berdasarkan hasil data pengkajian yang terdiri dari

problem (masalah), etiologi (penyebab) dan Simpton/sign (tanda/gejala), setelah

dianalisis meliputi data subyektif dan data obyektif. Pernyataan diagnosa dapat aktual, potensial ataupun risiko.

c. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Rencana perawatan pasien dibuat untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan ke pasien, dalam usaha untuk mengatasi penyakit pasien dan mengembalikan kesehatan seoptimal mungkin dari pasien. Rencana keperawatan pasien meliputi tujuan, kriteria evaluasi dan intervensi tindakan ke pasien. Bentuk intervensi dapat berupa tindakan mandiri, kolaborasi dan tindakan delegatif dari petugas kesehatan lainnya.

d. Standar IV : Pelaksanaan Keperawatan

Perawat melaksanakan tindakan mengacu pada rencana perawatan pasien yang disusun. Tindakan ini untuk mengatasi masalah kesehatan pasien dan mengembalikan kesehatan pasien seoptimal mungkin. Pelaksanaan tindakan keperawatan mencakup waktu pelaksanaan, jenis tindakan keperawatan, dan

(18)

evaluasi tindakan, dapat berupa tindakan mandiri perawat, delegatif dan kolaborasi tindakan dengan petugas kesehatan lainnya.

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Evaluasi tindakan perawatan pasien dengan mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditetapkan di rencana tindakan perawatan. Evaluasi dilakukan dengan mengumpulkan data subyektif dari pasien dan data obyektif. Data-data tersebut dianalisis untuk menentukan teratasi atau tidaknya masalah kesehatan pasien sesuai dengan standar. Kemudian dari hasil analisis data evaluasi tersebut ditentukan kesimpulan masalah pasien untuk ditetapkan tindak lanjutnya dalam bentuk rencana tindak lanjut atau teratasinya masalah pasien.

2.5 Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan adalah tahapan dalam proses keperawatan meliputi pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, pengidentifikasian outcome, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Stuart and Sundeen, 1995 dalam Keliat, 2009).

Metode pemberian asuhan keperawatan yang terorganisir dan sitematis, berfokus pada respon yang unik dari individu atau kelompok individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial (Hasanbasri, 2007).

(19)

2.5.2 Tahapan-Tahapan Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, analisis data, perumusan kebutuhan atau masalah klien dan memprioritaskan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki oleh klien (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Keliat, 2009).

2) Diagnosa

Menurut NANDA diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial (hasil konferensi NANDA ke-9 tahun 1990, Karniasih, 1998). Menurut Doengoes (1998) keuntungan penggunaan label diagnosa adalah memberikan bahasa yang standar bagi perawat, sehingga dapat meningkatkan komunikasi, meningkatkan identifikasi tujuan yang tepat membantu dalam memilih intervensi keperawatan yang tepat, memberi informasi yang tajam dan dapat menciptakan standar untuk praktik keperawatan serta sebagai sarana peningkatan kualitas, para klinisi, administrator, pendidik dan para peniliti.

(20)

Ada 3 tipe diagnosa keperawatan menurut NANDA yaitu diagnosa keperawatan aktual, diagnosa keperawatan risiko dan diagnosa keperawatan kesejahteraan.

3) Perencanaan.

NIC (Nursing Income Classification) adalah standar intervensi yang komprehensif dan berdasarkan riset. NIC sangat berguna untuk dokumentasi, komunikasi banyak seting, integrasi pada system dan seting yang berbeda, riset yang efektif, pengukuran produktifitas dan evaluasi kompetensi, pembiayaan dan rancangan kurikulum. Klasifikasi NIC meliputi intervensi yang dilakukan perawat baik intervensi mandiri atau kolaborasi dan perawatan langsung maupun tidak langsung.

4) Pelaksanaan (Implementasi)

Pelaksanaan (Implementasi) adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Hidayat, 2004). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual,

teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan. Pada saat akan dilaksanakan

tindakan keperawatan, perawat melakukan kontrak dengan klien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta klien yang diharapkan (Hasanbasri, 2007).

(21)

5) Evaluasi

Stuart dan Sundeen, 1995 (dalam Keliat, 2009), menyebutkan beberapa kondisi dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam proses keperawatan.

Kondisi perawat: supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga Perilaku perawat; membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mengevaluasi proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas yang dilakukan.

6) Dokumentasi

Pencatatan proses keperawatan ini harus dilaksanakan secara lengkap, ditulis dengan jelas, ringkas dengan istilah baku dan luas dilakukan selama pasien di rawat inap, rawat jalan dan kamar tindakan, dilakukan segera setelah melakukan tindakan, catatan menggunakan formulir yang baku, disimpan sesuai peraturan yang berlaku, dan setiap melakukan tindakan keperawatan mencantum paraf/nama jelas dan tanggal, jam, dan dilaksanakannya tindakan tersebut (Keliat, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan yang berhubungan dengan kinerja adalah penelitian Wahyuni, S. (2007) didapatkan hasil bahwa kinerja perawat dipengaruhi oleh kompetensi melaksanakan standar manajemen keperawatan dari Kepala ruangan di Instalasi Rawat Inap BRSUD Banjarnegara. Sedangkan hasil Disertasi Wijaya G. (2012) didapatkan bahwa penerapan

(22)

manajemen kinerja klinik berbasis Tri Hita Karana pada kepuasan kerja, komitmen kerja dan Locus Of Control berpengaruh terhadap peningkatan kerja perawat dan bidan di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Bangli.

Penelitian Jimat (2013), didapatkan hasil terkait Motivasi, Kompetensi dan Lingkungan kerja mempunyai pengaruh pada kinerja perawat di RSUD Bangli, Bali. Hasil penelitian Buana (2013), menunjukkan bahwa beban kerja mempengaruhi kinerja secara signifikan di RS Jiwa Propinsi Bali. Lingkungan kerja yang nyaman serta beban kerja yang tidak berat dan kondusif diyakini mampu meningkatkan kinerja khususnya pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Sampai sekarang belum banyak penelitian yang memfokuskan kepada masalah ketidaksesuaian antara jumlah derajat trombositopenia dengan munculnya antibody terhadap dengue, namun

Persamaan dasar akuntansi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah harta kekayaan suatu perusahaan yang selalu sama dengan penjumlahan dari utang dan modal

Penataan bangunan dalam menyikapi suhu Adanya suhu udara yang rata - rata dingin, dan sangat terasa pada waktu angin berhembus dengan membawa uap air / kabut, telah disikapi

creat by HRY 28 september 2011 9 Teorema hecksher – ohon (H-O) “sebuah negara akan mengekspor komoditi yg produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yg relatif melimpah

Dari semua item yang digunakan untuk mengukur variabel dapat diketahui besarnya koefisien korelasi dari seluruh item pernyataan yang terdiri dari masing-masing 10 item

Setelah sasaran ditetapkan dan ditunjuk manajer yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran tersebut, serta dialokasikan sumber daya kepada manajer yang diberi peran untuk

Proses selanjutnya adalah dengan mengambil data kata dokumen uji yang biasa disebut vektor untuk kemudian dimasukkan ke dalam model SVM yang telah dibuat

a) Mengidentifikasi semua biaya yang mungkin timbul akibat adanya kegiatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru di Salatiga, berupa biaya langsung dan tidak langsung. b)