• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Pengarahan Kepala Ruangan

1. Defenisi Pengarahan

Pengarahan (directing) adalah proses pemberian tugas, perintah-perintah, intruksi yang membuat staf bisa memahami keinginan pimpinan organisasi dan pengarahan tersebut membuat staf untuk berkontribusi secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Seorang pimpinan harus mengetahui bagaimana cara mengatur bawahannya dan mampu memepertahankan pendapat yang baik dengan rasa percaya diri. Beberapa hal yang penting yang bisa meningkatkan kemampuan adalah dengan mau belajar terus menerus dan mengikuti pendidikan/pelatiahan yang mencakup Knowledge, attitude, dan skill agar melakukan kegiatan pengarahan dengan baik dalam rangka mencapai sukses tugasnya (Kurniadi, 2013).

Menurut Triwibowo (2013) pengarahan adalah mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasi, komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi. Pengarahan merupakan fungsi manajerial tentang cara memengaruhi orang lain untuk mengikuti pengarahan tersebut. Menurut McNamara, (1999 Sugiharto, 2012) pengarahan disebut koordinasi yang didefenisikan sebagai cara memotivasi atau memimpin sekelompok orang untuk mengerjakan tugas yang telah ditentukan.

Proses pengarahan dilakukan setiap pertukaran dinas/shift di setiap ruangan. Pelaksanaan dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses yang dilakukan secara langsung mengawasi kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan secara tidak langsung, dilakukan dengan memeriksa laporan atau catatan tindakan yang telah dilakukan perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.

(2)

2. Makna Pengarahan

Menurut (Kurniadi, 2013) pengarahan berjalan baik akan terlihat dalam bentuk: menurut apa yang harus dikerjakan oleh setiap staf, siapa yang melakukan suatu pekerjaan, jam berapa seharusnya dilakukan (mulai jam masuk sampai jam pulang), bagaimana cara mengerjakan dan berapa kali/sering seharusnya dikerjakan, kenapa pekerjaan itu harus dilaksanakan. Ciri-ciri pengarahan atasan bisa dikatakan efektif bila dapat dirasakan dan dikerjakan oleh semua bawahan yang ditunjukkan dengan ada konsistensi dengan kebijakan unit, membantu staf melakukan tugas dengan aman dan nyaman.

3. Tujuan Pengarahan

Tujuan pokok dari pengarahan adalah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan lebih efisien, sehingga tujuan dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Yayan, 2002). Tujuan utama pengarahan yaitu fungsi memberikan perintah atau arahan. Selain itu juga termasuk kegiatan kepemimpinan, bimbingan, motivasi dan pengarahan agar karyawan dapat bekerja dengan lebih efektif. Tujuan lain dari pengarahan adalah merencanakan bimbingan dan melaksanakannya pada individu perawat pelaksana agar keterampilannya optimal dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangannya, memfasilitasi penggunaan sumber-sumber untuk pemberian asuhan keperawatan dan mendisiplinkan pelaksanaan tugas, memeriksa dan mengevaluasi peningkatan hasil kerja (kinerja). Secara umum tujuan pengarahan adalah sebagai berikut :

a. Menjamin kontinuitas perencanaan. Suatu perencanaan dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan perencanaan. Artinya, perencanaan yang ditetapkan walaupun bersifat fleksibel namun prinsip yang terkandung di dalamnya harus tetap dijamin kontinuitasnya.

b. Membudayakan prosedur standar. Dengan adanya pengarahan diharapkan prosedur kerja yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga lambat laun menjadi suatu kebiasaan.

(3)

c. Menghindari kemangkiran yang tak berarti. Kemangkiran adalah kondisi ketika seorang tidak berada di tempat kerjanya di luar penyebab yang jelas dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dengan adanya fungsi pengarahan ini dimaksudkan agar karyawan yang ada terhindar dari kemangkiran yang tak berarti.

d. Membina Disiplin Kerja, Tujuan lain dilakasanakannya fungsi pengarahan adalah agar tebina disiplin kerja dilingkungan organisasi. Disiplin dapat diartikan sebagai suatu sikap mental yang menyatu dalam kehidupan yang mengandung pemahaman terhadap norma , nilai, dan peraturan, dalam melaksanakan hak dan kewajiban kehidupan. Disiplin kerja yang terbina akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan, yaitu naiknya produktivitas kerja, baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.

e. Membina Motivasi yang Terarah, Penerapan fungsi pengarahan juga memiliki tujuan membina motivasi kerja yang terarah kepada karyawan. Maksudnya, karyawan melaksanakan pekerjan sambil dibimbing dan diarahkan untuk menghindari kesalahan prosedur yang berdampak terhadap keluarannya.

4. Fungsi Pengarahan/Directing/Leading

Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.Manajer dan fungsi pengarahan (managersand The function of leading : Menyediakan suatu visi. Memiliki Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan umum. Kemudian tidak hanya instruksi bagaimana cara menyelesaikan suatu tugas tetapi insentif untuk melakukannya dengan tepat dan dengan cepat dan untuk bisa efektif harus mempunyai prakarsa

(4)

Fungsi manajerial yang menangani pelayanan keperawatan di ruang rawat dikordinatori oleh kepala ruang rawat. Kepala ruangan sebagai manajer harus dapat menjamin pelayanan yang diberikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan pasien. Kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh kepala ruangan antara lain perencanaan, (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan dan pelaksanaan (actuating),pengawasan serta pengendalian (controlling), dan evaluasi. Dari beberapa fungsi manajerial kepala ruangantersebut terlihat bahwa salah satu yang harus dijalankan oleh kepala ruangan adalah bagaimana melakukan supervisi untuk meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menurut (Arwani, 2005 dalam Hasil riset Nainggolan,2010 ). Fungsi pengarahan kepala ruangan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mempengaruhi kepuasan kerja perawat, karena fungsi pengarahan merupakan suatu proses penerapan perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan perawatan (Swansburg, 2000).Seorang manejer yang baik hendaknya sering memberi masukan-masukan kepada anggotanya karena hal tersebut dapat menunjang prestasi kerja anggota. Seorang anggota juga layaknya manusia biasa yang senang dengan adanya suatu perhatian dari yang lain, apabila perhatian tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja mereka.Beberapa kegiatan dari fungsi pengarahan manajemen keperawatan antara lain menurut Kurniadi (2013):

a. Delegasi

Pendelegasian atau pelimpahan wewenang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), istilah melimpahkan yaitu memberikan wewenang, sedangkan wewenang itu sendiri merupakan hak/ kekuasaan untuk bertindak.

Pendelegasian merupakan kegiatan pelimpahan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh atasan kepada staf yang ditunjuk karena kemampuannya. Disini juga mengandung makna regenerasi kepada staf junior. Alasan yang bisa dijadikan keputusan bagi pendelegasian, yaitu : Tugas yang didelegasikan sifatnya rutin, memberikan kesempatan yang tidak sempat

(5)

dikerjakan, sifatnya pemecahan masalah secara operasional, perubahan fokus tugas pimpinan/pembelajaran kepemimpinan, kemampuan untuk mengembangkan diri.

Pendelegasian dapat sukses seharusnya sebagai berikut :Lakukan training

dan pembinaan staf secara periodic, buat master planning agar terencana dalam 1 tahun kedepan, kontrol dan koordinasi tugas staf, monitor secara teratur, koordinasi tugas untuk mencegah duplikasi pekerjaan, pemecahan masalah dengan ide baru yangprofessional, ciptakan pendelegasiansebagai kebutuhan bagi, buat saran dan tujuan spesifik, pahami kemampuan bawahan, ikuti standard problem solving yang terakhir dan ilmiah, berikan pujian hasil kerja bawahan, jangan berikan tugas delegasi yang kurang penting.

b. Komunikasi

Penerapan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan dan sebaliknya harus dipertahankan agar tidak ada salah persepsi atau miscommunication

agar semua pendelegasian berjalan lancar. Komunikasi bisa secara keatas/pimpinan, kearah samping/satu tingkat dan kebawah/bawahan. Komunikasi yang baik adalah komunikasi terbuka, dimana hubungan antar dua orang ataun lebih untuk menyampaikan atau meneruskan pesan yang berharga bagi organisasi. Disamping itu, komunikasi bisa secara verbal, bisa juga dengan melihat secara non verbal seperti gerakan tangan/jari tangan, perubahan raut muka, mimik, posisi tubuh. Komunikasi non verbal dari seorang pasien harus diperhatikan karena akan menunjukkan tanda atau keluhan tertentu. Hal ini untuk mengidentifikasi sesuatu makna, apakah pelayanan yang diterima sudah sesuai dengan yang diharapkan atau masih kurang memuaskan Semua jenis Komunikasi yang berhubungan dengan pasien perlu ditanggapi dan ditindak lanjuti.

(6)

Komunikasi merupakan unsur penting dalam menggerakkan atau mengarahkan bawahan. Dalam organisasi pelayanan keperawatan ada beberapa bentuk kegiatan pengarahan yang didalamnya terdapat aplikasi komunikasi, antara lain : Operan adalah mengoperkan asuhan keperawatan kepada shift berikutnya,Pre conferenceadalah komunikasi ketua tim dengan peawat pelaksana setelah selesai operan, Post conference komunikasi ketua tim/ penanggung jawab shift dengan perawat pelaksana sebelum operan mengakhiri dinas dilakuka, Pendelegasian adalah kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang lain yang bertujuan agar aktivitas organisasi tetap berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, Supervisi adalah memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.

Komunikasi memiliki peran yang penting karena tanpa komunikasi apa yang ada dalam diri seseorang tidak akan sampai pada orang lain. Komunikasi adalah suatu proses penyampain informasi atau pengertian dari pengirim pesan kepada penerima dengan menggunakan tanda atau symbol yang sama, baik yang bersifat lisan maupun bukan lisan (Siswanto, 1998).

Dalam hubungannya dengan organisasi, informasi dapat mengalir vertikal, horizontal, maupun diagonal :

1) Sistem Komunikasi Vertikal

Sistem komunikasi vertikal berlasung dari atas maupun dari bawah. 2) Sistem Komunikasi Horizontal

Komunikasi ini terjalin antar department, unit, dan bagian dalam suatu hierarki organisasi.

3) Sistem Komunikasi Diagonal

Komunikasi ini sebenarnya merupakan jalur komunikasi yang sangat langka . Akan tetapi dalam kondisi tertentu menjadi amat penting,

(7)

khususnya apabila para bawahan tidak bisa berkomunikasi secara efektif melalui media lainnya.

8 Elemen pokok komunikasi menurut Stoner dan Wankel (1986 : 501-504) meliputi :

1) Pengirim (Sender atau Source)

Pengirim adalah seseorang yang memiliki informasi kebutuhan atau keinginan, dan sebuah maksud untuk disampaikan kepada satu atau lebih orang lain.

2) Penyandian (Encoding)

Aktivitas ini berlangsung manakala pengirim menerjemahkan informasi yang akan dikirim ke dalam serangkain symbol.

3) Pesan (Message)

Pesan adalah bentuk fidik ketika pengirim menyandikan informasi.

4) Saluran (Channel)

Saluran adalah media pengirim dari satu orang ke orang lain. 5) Penerima (Receiver)

Penerima adalah orang yang indranya menangkap pesan pengirim. 6) Pengurai Sandi (Decoding)

Pengurai sandi adalah proses penerima menafsirkan pesan dan menerjemahkannya ke dalam informasi yang bermakna.

7) Gaduh(Noise)

Gaduh adalah salah satu factor yang mengacaukan, membingungkan atau mengganggu informasi.

(8)

8) Umpan Balik (Feedback)

Umpan balik adalah suatu perbalikan proses komunikasi ketika reaksi terhadap komunikasi pengirim dinyatakan.

Schram and Robert (1973) menampilkan apa yang disebut the condition of success in communication (kondisi yang harus dipenuhi agar pesan mendapat respons yang sesuai) antara lain:

1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan sehingga sama-sama mengerti.

3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang

layak bagi situasi kelompok ketika komunikan berada pada saat dia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Dalam fungsi pengarahan manajer juga juga dituntut untuk menanamkan komunikasi melalui proses pembimbingan dan penyelidikan para bawahan. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.

c. Training

Pendidikan berkelanjutan bisa efektif bila mengikutitrainingkeilmuan yang lagi berkembang sehingga tidak ketinggalan dengan unit lainnya. Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan jadwal tahunan kepada bawahan agar mendapat giliran waktu sesuai dengan kebutuhan organisasi. Disamping

training ada juga seminar dan pelatihan yang bisa meningkatkan kemampuan perawat. Sebagai manajer yang baik akan selalu

(9)

mengidentifikasi kebutuhan akan seminar atau training yang perlu diikuti bawahannya. Perawat yang memiliki kinerja yang baik dan calon menejer, diberikan kesempatan lebih dulu mengikuti pendidikan/pelatihan sebagai

reward bagi yang kinerjanya. Hal ini sangat penting dalam rangka menyiapkan calon menejer yang jauh lebih baik.Walaupun kenyataan dilapangan kadang seorang menejer kurang berani memberikan prioritas

kepada bawahan yang kinerja baik, dengan alasan masih junior atau takut timbul kebencian dari yang lainnya. Tetapi ketegasan demi mendapat calon menejer yang baik tetap didahulukan.

d. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan proses psikologis yang menimbulkan perilaku tertentu dan ikut menentukan intensitas, arah, ketekunan, dan ketahanan pada perilaku tersebut sesuai tujuan yang ditetapkan. Beberapa azaz yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang diantaranya adalah: Partisipasi, komunikasi, kompensasi dan penghargaan, wewenang yang didelegasikan dan perhatian timbal balik.

Tujuan motivasi dalam suatu organisasi adalah meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan produktifitas kerja karyawan, mempertahankan kestabilan karyawan, meningkatkan kedisiplinan karyawan, mengefektifkan kedisiplinan karyawan, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan, meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan, mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya, meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Munculnya teori motivasi modern dilandasi oleh perilaku kebutuhan, penguatan, kesadaran, karakteristik pekerjaan dan perasaan/emosi (Kreitner dan Kinicki, 2000). Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam hidupnya ingin memenuhi kebutuhannya, baik fisiologis

(10)

maupun secara psikologis. Teori penguatan bahwa perilaku individu dikendalikan oleh konsekuensinya, artinya seseorang dapat melakukan pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya mengalami kepuasan kerja dapat menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi. Teori keadilan mengemukakan bahwa individu dalam organisasi akan cenderung membandingkan antara segala sesuatu yang dia berikan kepada organisasi dan hasil/penghargaan yang dia dapatkan atau dia terima.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja :

1) Faktor instrinsik diantaranya adalah otonomi, status professional, tuntutan tugas, pencapaian, penguatan.

2) Faktor ekstrinsik diantaranya adalah gaji/upah dan kompensasi, kondisi tempat kerja, keselamatan kerja, peraturan dan prosedur kerja, hubungan interpersonal, interaksi, supervisi, pekerjaan.

Penekanan tingkat motivasi staf sangat penting karena situasi dan perubahan motivasi akan terjadi setiap waktu. Motivasi intern akan lebih diperhatikan daripada motivasi ekstern. Bila motivasi ekstern lebih dipengaruhi oleh lingkungan luar staf, seperti gaji, insentif, pangkat/jabatan dan lainnya, tapi motivasi intern dipengaruhi keyakinan dari dalam lubuh hati yang dalam. Motivasiintern akan sangat berperan baik sehingga pengetahuan yang baik ada didalamnya sehingga lebih penting daripada motivasi ekstern. Motivasi yang dipengaruhi oleh kebutuhan menurut Maslow misalnya, dimulai dari pemenuhan kebutuhan fisiologis, maka bila seseorang sudah memenuhi kebutuhan tersebut maka tidak akan kembali bila jabatannya sudah tinggi. Jabatan yang tingggi menjadi pemicu diri untukaktualisasidiri bukan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis lagi.

Adapun Kron dalam Kurniadi (2013) menjelaskan beberapa kegiatan yang termasuk dalam fasepengarahan ini antara lain : Supervisi sesuai tanggung

(11)

jawabnya, membuat penugasan, memberi arahan langsung, melakukan

observasi, melakukan evaluasi, memimpin kegiatan sehari–hari agar kegiatan berjalan lancer, melakukan hubungan interpersonal yang baik dan efektif.

Sedangkan aktifitas pengarahan yang bisa dilakukan oleh seorang kepala ruangan sebagai menejer keperawatan tingkat pemula di unit ruangannya adalah merumuskan tujuan asuhan keperawatan yang realistif, membuat daftar prioritas kebutuhan pasien, melakukan koordinasi dengan pihakintern

dan esktern yang efektif dan efisien, mengidentifikasi semua tugas staf sehingga bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, menjamin kelangsungan asuhan keperawatan pasien sampai kepulangannnya, mempertimbangkan variasi pekerjaan dan pengembangan staf agar strata jenjang tenaga keperawatan tertata dengan baik sesuai dengan pangkat/jabatannya, menjaminsebagai pemimpin/menejer bisa menjadi

konsultan, mentor dan evaluator yang baik, percaya pada kemampuan stafnya, menyusun SOP/protocol pendukung lainnya sebagai pedoman kerja, menjelaskan prosedur keadaan kegawatan, mengembangkan sistem pengarahan formal dan non formal, menerapkan proses keperawatan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan dan penampilan kinerja tenaga keperawatan.

Upaya Meningkatkan Motivasi Perawat beberapa ahli mengelompokkan dua cara atau metode untuk meningkatkan motivasi yakni :

1) Metode langsung adalah pemberian materi atau non materi kepada karyawan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan merupakan cara langsung dapat meningkatkan motivasi kerja. Yang dimaksud dengan pemberian materi adalah misalnya pemberian bonus, pemberian hadiah pada waktu tertentu, misalnya pada hari ulang tahun karyawan, pada hari raya dan sebagainya. sedangkan pemberian non materi antara lain memberikan pujian, memberikan penghargaan dan

(12)

tanda penghormatan yang lain dalam bentuk surat keputusan, sertifikat, dan sebagainya.

2) Metode tidak langsung adalah suatu kewajiban memberikan kepada karyawan berupa fasilitas atau sarana-sarana penunjang atau kelancaran tugas. Dengan fasilitas atau sarana dan prasarana tersebut karyawan akan merasa dipermudah tugasnya sehingga dapat mendorong semangat kerjanya. Peningkatan motivasi tidak langsung ini misalnya memberikan ruang kerja yang nyaman, kursi kerja yang empuk, tersedianya alat komunikasi, dan lain sebagainya. Sarana seperti ini akan memberikan semangat kerja yang tinggi bagi karyawan dan akhirnya meningkatkan kinerja.

3) Memberikan reward dan punishment oleh atasan kepada bawahan juga dapat dipandang sebagai upaya peningkatan motivasi kerja, maka motivasi dibedakan menjadi dua yaitu: Motivasi positif (Insentif Positif), adalah pimpinan memberikan reward kepada bawahannya yang berprestasi atau kinerjanya baik. Dengan hadiah yang diberikan ini akan memacu kinerja mereka lebih meningkat. Motivasi Negatif (Insentif Negatif), adalah pimpinan memberikan punishment kepada bawahan yang kurang berprestasi atau kinerjanya rendah. Teguran dan punisment

akan mempunyai efek takut pada karyawan akan pemecatan atau penurunan pangkat dan sebagainya. Oleh karena takut pemecatan atau pemutusan hubungan kerja, lebih-lebih karyawan yang sudah berkeluarga dapat meningkatkan semangat kerjanya kembali (Notoatmodjo, 2007).

Beberapa kelemahan dalam memberikanrewarddanpunishmentoleh atasan kepada bawahan untuk meningkatkan motivasi tersebut juga dapat berakibat tidak baik bagi karyawan atau pekerja yaitu: Setiap pekerja tidak mempunyai ambisi yang sama dalam mamperoleh reward dari pimpinan. Persaingan

(13)

yang berlebihan dapat merusak organisai tempat bekerja. Usaha-usaha untuk mendorong persaingan sering dianggap sebagai penekanan, akibat penekanan yang berlebihan dapat menimbulkan frustasi. Tidak memberikan rangsangan untuk bekerja lebih baik karena dilakukan sekedar menghindari

punishment.Tekanan yang terlalu banyak akibatnya bawahan akan melawan bahkan sabotase dan tindakan merusak.

5. Kegiatan Pengarahan

Menurut Douglas dalam Kurniadi (2013) ada 12 kegiatan atau aktifitas pengarahan yang bisa membantu atasan agar dapat melaksanakan pengarahan sesuai tujuan : a). Tentukan tujuan pengarahan yang realitis; b).Berikan prioritas pertama kepada yang penting dan urgen; c). Lakukan koordinasi dan efisiensi dengan unit kerja lain; d). Indifikasi tanggung jawab semua pekerjaan agar semua bawahan bekerja dengan benar dan adil; e). Ciptakan budaya kerja yang aman dan suasana pendidikan berkelanjutan agar selalu bekerja dengan keilmuan yang kokoh dan mutakhir; f) Timbulkan rasa percaya diri anggota yang tinggi, dengan memberikan reward and punishment yang jelas dan tegas; g). Terjemahkan SOP yang mudah bibaca dan di mengerti agar memudahkan pekerjaan yang akan dilakukan bawahan; h). Jelaskan prosedur keadaan gawat/forcemajor baik terhadap pasien maupun situasi gawat lainnya; i). Berikan pengarahan yang sifatnya jelas, singkat dan tepat; j). Gunakan manajemen control yang baik untuk mengkaji kualitas layanan secara teratur dan rutin.

6. Persyaratan Pengarahan Yang Baik

Persyaratan pengarahan yang baik menurut Kurniadi (2013) : isi pengarahan

komplit/lengkap, sehingg tidak butuh penjelasan lagi atau timbul pertanyaan tambahan dari bawahan, mudah dipahami sehingga tidak ada multitafsir lain, teknik suara pada saat pengarahan harus mudah didengar dan jelas, bicara dengan tegas dan pelan agar diterima semua bawahan, jangan tergesa-gesa atau diselingi pekerjaan lain, menghindari kata-kata atau kalimat berlebihan

(14)

sehingga menimbulkan salah arti dari maknanya, sifatnya logis, sesuai kemampuan dan keadaan saat ini, menimbulkan kesan mudah dipahami sesuai kondisi real, menimbulkan kesan mudah dilaksanakan sesuai kemampuan bawahan.

7. Jenis – Jenis Pengarahan (Perintah) a. Perintah Lisan

Tidak ada yang menolak adanya perintah lisan. Meskipun demikian, mereka tidak sependapat tentang suatu perintah dapat di berikan secar lisan. Dalam dua hal, yaitu; a) Tugas yang diperintahkan itu merupakan tugas yang sederhana; b) Dalam keadaan darurat; c) Bawahan yang di perintah sudah pernah mengerjakan perintah; d) Perintah itu dapat selesai dalam waktu yang singkat; e) Apabila dalam mengerjakan tugas itu ada kekeliruan, tidak akan membawa akibat yang besar; f) Apabila bawahan yang di perintah adalah buta huruf.

Dampak Positif dari perintah lisan: Tidak membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkannya, mempunyai kemungkinan untuk menjelaskan hal – hal yang kurang jelas, dapat dipergunakan kepada banyak orang. Dampak Negatif :Tidak ada persiapan sebelumnya, perintah langsung di berikan. b. Perintah Tertulis

Pada umumnya perintah tertulis dapat di berikan dalam hal – hal sebagai berikut ; a) Pada pekerjaan yang sulit, memerlukan ketrampilan, keterangan detail, angka–angka yang pasti dan terperinci; b) Bila pegawai yang diperintah berada di tempat lain; c) Jika pegawai yang di perintah sering pula; d) Jika tugas yang di perintah itu berlangsung dari suatu bagian ke bagian yang lain; e) Jika dalam pelaksanaan perintah itu, kesalahan yang terjadi dapat menimbulkan akibat yang besar.

(15)

Dampak Positif dari perintah tertulis: Printah tertulis menyebabkan oarng yang menerima perintah mengetahui benar tanggung jawabnya, tertulis mudah diperiksa guna memelihara kebenaran dan merupakan cara terbaik untuk menjamin persamaan dan keserupaan pelaksanaan diseluruh organisasi. Dampak Negatif : Memakan waktu yang cukup lama, Menelan biaya yang besar, mengandung infleksibilitas.

Selain dari pembagian perintah seperti yang terdapat di atas, maka perintah itu dapat pula digolongkan berdasarkan macam – macam situasi maupun penerima perintah, sebagai berikut :

1) Demand

Hendaknya dihindarkan, kecuali dalam keadaan darurat atau luar biasa. Perintah semacam ini dapat memperoleh tindakan yang segera daripada pegawai yang luntur semangatnya. Dalam keadaan yang normal pemberian perintah semacam ini hanya akan menimbulkan suasana yang tegang.

2) Request

Perintah semacam ini akan lebih berhasi jika di berikan kepada pegawai yang berpengalaman.

3) Suggestion

Diberikan untuk mendorong timbulnya inisiatif, pula dalam hal kita menghadapi pegawai yang kompeten dan pegawai-pegawai yang segera mau menerima tanggung jawab.

4) Volunter

Diberikan kepada pegawai yang biasanya enggan untuk melaksanakannya, misalnya tugas - tugas pada waktu pegawai sedang beristirahat.

(16)

8. Prinsip – Prinsip Pengarahan

Adapun prinsip-prinsip pengarahan seperti: a. Perintah harus jelas

Selanjutnya, elemen “bagaimana”, menuntut penjelasan tentang segala sesuatu yang menyangkut soal tugas yang di berikan itu sejelasnya sehingga penerima perintah merasa telah memperoleh fakta–fakta yang cukup untuk melaksanakan tugas yang diserahkan kepadanya.

b. Perintah diberi satu per satu.

c. Perintah yang terlalu banyak di berikan pada waktu yang sama

Dapat memberikan kesanyang tidak baik bagi si penerima perintah. Adalah lebih tepat jika perintah di berikan satu persatu, bahkan walaupun perintah itu mempunyai pertalian yang erat satu sama lain.

d. Perintah harus positif

Apabila perintah menggunakan perintah yang positif, sebab dengan perintah positif, tegas, dan jelas apa yang harus dikerjakan oleh bawahan.

e. Perintah harus diberikan kepada orang yang tepat

Karena mengingat pengetahuan dan pengalamannya sanggup melaksanakan tugas itu. Sesungguhnya bukan saja tergantung kepada pengetahuan dan pengalamannya, tetapi juga kepada kecukupan waktu serta peralatan yang tersedia untuk menyelesaikan tugas tersebut.

f. Perintah harus erat dengan motivasi

Setelah orang bekerja, pada umumnya mendapat balas jasa berupa material, tetapi bila motivasi hanya bersifat material saja, maka ada kecenderungan menurunnya semangat kerja petugas.

(17)

g. Perintah satu aspek berkomunikasi.

Pemberian komunikasi harus berkenaan di hati bawahannya dan ia mau mengerjakan dan pemberian tugas itu tidak secara sewenang–wenang.

9. Kepala Ruangan

Kepala ruangan sebagai manajer pelayanan keperawatan pada pasien adalah orang yang melaksanakan fungsi pengarahan di unit keperawatan. Kepala ruangan adalah seseorang yang diberikan tanggung jawab dan wewenang dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan asuhan keperawatan sangat tergantung pada kepemimpinan seorang kepala ruangan, peran kepala ruangan diantaranya adalah seorang pemimpin diruangan yang mengendalikan & menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan, kebenaran dan ketepatan program pengembangan pelayanan keperawatan, mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat melalui kerja sama dengan petugas lain menurut Kartono (2008 dalam hasil riset Hariyanto, 2012). Kepala ruangan mempunyai peranan yang sangat penting bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan pelayanan keperawatan diruangannya. Salah satu fungsi kepemimpinan kepala ruangan yaitu fungsipengarahan (directing) dimana dalam fungsi ini manajemen yang berperan untuk mempertahankan semua kegiatan yang telah diprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Didalam fungsi directing ini terdapat kegiatan supervisi dan evaluasi, yang merupakan bagian yang penting dalam manajemen, yang keseluruhannya merupakan tanggung jawab kepala ruangan sebagai pemimpin di ruangan menurut Kuntoro (2010 dalam hasil riset Hariyanto, 2012).

Kepala ruang disebuah ruangan keperawatan, perlu dilakukan kegiatan koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan kegiatan evaluasi kegiatan penampilan kerja staf dalam upaya mempertahankan

(18)

kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan ( Triwibowo, 2013). Kepala ruangan harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat untuk menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston(2000 dalam Triwibowo, 2013) sebagai berikut :

a. Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan peraturan-peraturan. Membuat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan, organisasi, menetapkan biaya-biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelola rencana perubahan.

b. Pengorganisasian : meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencana, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan

powerserta kewenangan dengan tepat.

c. Ketenagaan : pengaturan ketenagaan dimulai dari rekruitmen, interview, mencari, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf.

d. Pengarahan : mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti memotivasi untuk semangat, manajemen konflik,

pendelegasian, komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi.

e. Pengawasan : meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika aspek legal, dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan kelima fungsinya tersebut sehari-hari akan bergerak dalam

(19)

berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, keuangan, personalia, dan lain-lain.

B. Kinerja

1. Defenisi Kinerja

Kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seseorang karyawan. Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategi suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja mempunyai pengertian suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang danjasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan pencapaian produktivitas suatu hasil, di mana sumber dan pada lingkungan tertentu secara bersama membawa hasil akhir yang didasarkan mutu dan standar yang telah ditetapkan (Moeheriono, 2009).

2. Komponen Kinerja

Menurut Kurniadi (2013) komponen kinerja merupakan deskripsi dari kinerja menyakut tiga komponen penting, pertama yaitu tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap personil. Kedua adalah ukuran yang dibutuhkan untuk mengukur apakah seorang personil telah mencapai kinerja yang diharapkan, secara kuantitatif dan kualitatif. Ketiga adalah penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan proses pencapaian tujuan kinerja personil. Tindakan ini akan ini akan membuat personil untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai.

(20)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

MenurutGibson(2000 dalam Triwibowo, 2013) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi perilaku dan kinerja seseorang faktor individu meliputi (kemampuan, latar belakang, demografi), faktor organisasi meliputi ( sumber daya, imbalan, struktur, desain pekerjaan serta gaya kepemimpinan) dan faktor psikologi yaitu persepsi, sikap, dan kepribadian, motivasi.

4. Penilaian Kinerja

Manajer pemula setingkat kepala ruangan akan menilai kinerja perawat terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang telah diberikan kepada perawat pelaksana. Kinerja keperawatan yang akan dinilai adalah penerapan asuhan keperawatan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi sampai evaluasi.

5. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja yaitu mengacu pada sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Sedangakan tujuan penilaian kinerja atau prestasi kinerja staf pada dasarnya meliputi: Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini, pemberian imbalan yang serasi, mendorong pertanggung jawab dari karyawan, untuk membedakan antara karyawan yang satu dengan yang lain, pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam penugasan kembali, kenaikan jabatan, dan training, meningkatkan motivasi kerja dan etos kerja, memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka, sebagai alat untuk umpan balik dari karyawan dan sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja, sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM dan pengambilan keputusan.

Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektif manajemen sumber daya manusia dengan melihat kemampuan personil dan pengambilan keputusan dalam pengembangan personil. Penilaian kinerja

(21)

merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitasnya.

Menurut Nursalam (2011) manfaat penilaian kinerja terdiri dari 6 hal, yaitu: (1) Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan dari kualitas pelayanan rumah sakit; (2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya; (3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, yaitu melalui umpanbalik terhadap prestasi mereka; (4) Membantu rumah sakit untuk mendapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Rumah sakit akan mempunyai tenaga yang terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan; (5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja melalui peningkatan gaji atau system imbalan yang baik; (6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk menyampaikan perasaan tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Manfaat tersebut, berlaku untuk semua perawat yang mempunyai potensi dan kemampuan, sehingga dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan datang, atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauan, motivasi dan sikap yang kurang baik, maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung. C. Kinerja Perawat

Kinerja merupakan pencapaian / prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Standar kerja mencerminkan keluaran normal dari seorang karyawan yang berprestasi rata-rata, dan bekerja pada kecepatan / kondisi normal. Menurut Mardiana dalam Triwibowo (2013) menyatakan bahwa kinerja

(22)

karyawan merupakan tujuan akhir dan merupakan cara bagi manajer untuk memastikan bahwa aktivitas karyawan danoutputyang dihasilkan kongruen dengan tujuan organisasi.

Perawat adalah tenaga professional yang mempunyai kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral, bertanggung jawab serta berwenang melaksanakan asuhan keperawatan. Keperawatan menurut lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Menurut PPNI, perawat merupakan seorang yang telah menempuh lulusan pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.

Kinerja Perawat adalah bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Merawat bagi orang sakit sudah ada sejak zaman purba yang didasari oleh insting dan pengalaman. Dalam sistem asuhan keperawatan, kinerja dapat diartikan melalui kepatuhan perawat professional dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar. Untuk penilaian ini digunakan metode dan instrument penilaian yang baku oleh Departemen Kesehatan RI Tahun 2005. Kinerja keperawatan adalah prestasi kerja yang ditunjukkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer (Organisasi, Pasien, Perawatan sendiri) dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi, 2013)

(23)

Beberapa hal yang penting tentang kinerja perawat menurut Triwibowo (2013) adalah : kinerja mencerminkan hasil akhir seseorang, yaitu perbandingan antara target dan tingkat pencapaian, kinerja berkaitan dengan seluruh tugas-tugas yang diberikan kepada seseorang, kinerja diukur dalam waktu tertentu. Kinerja mengandung dua komponen penting, yaitu : kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya, produktifitas yaitu kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Proses peningkatan kinerja memberikan kesempatan terbaik untuk membangun pengalaman yang terus berkembang. Jadi, untuk membuat peningkatan yang berarti dalam kinerja harus terus berusaha mencapai tingkat terbaik. Peningkatan tersebut memerlukan berbagai kebijakan dan program yang dirancang untuk meningkatkan 3R (Result, Resources, dan Ratio) organisasi.

1. Perawat pelaksana

Dalam asuhan keperawatan sebagai perawat yang profesional salah satu peran sebagai perawat pelaksana. Perawat sebagai pelaksana secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada pasien individu, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat sebagai perawat pelaksana perawat sebagai perawat pelaksana disebut Care Giver yaitu perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatan. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung (Praptianingsi, 2006). Dalam melaksanakan peran, perawat pelaksana bertindak sebagai :

a. Comferter

Perawat mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pasien (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter & Perry (2005), peran sebagai pemberi kenyamanan yaitu memberikan pelayanan keperawatan secara utuh bukan sekedar fisik saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan emosi sering kali memberikan kekuatan kepada klien untuk mencapai kesembuhan. Dalam

(24)

memberikan kenyamanan kepada klien, perawat dapat mendemonstrasikan dengan klien.

b. Protector dan Advocat

Perawat berupaya melindungi pasien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan.(Praptianingsi, 2006).Menurut Potter & Perry (2005), sebagai pelindung perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Untuk menjalankan tugas sebagai advokat, perawat melindungi hak dan kewajiban klien sebagai manusia secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak–haknya bila dibutuhkan. Perawat juga melindungi hak – hak klien melalui cara–cara yang umum dengan penolakan aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan klien atau menetang hak – hak klien.

c. Communication

Perawat sebagai mediator antara pasien dan anggota tim kesehatan, hal ini terkait dengan keberadaan perawatyang mendampingi pasien selama 24 jam untuk memberikan asuhan keperawatan dalam rangka upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter & Perry (2005), peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat pelaksana yang lain. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien, keluarga, antara sesama perawat san profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Memberikan perawatan yang efektif, pembuatan keputusan dengan klien dan keluarga, memberikan perlindungan pada klien dari ancaman terhadap kesehatannya, mengkordinasi dan mengatur asuhan keperawatan dan lain–lain tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas.

(25)

d. Rehabilitator

Perawat memberikan asuhan keparawatan adalah mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan berfungsi normal. Rehabilitas merupakan proses dimana individu kembali ketingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktivitas rehabilitas dan restoratif mulai dari mangajar klien berjalan dengan menggunakan alat pembantu berjalan sampai membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis (Potter & Perry, 2005).

2. Penilaian Kerja Pelayanan Keperawatan

Dalam menilai kinerja perawat digunakan standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi penerapan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi dan catatan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka. Dan instrumen evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2001). Penerapan SAK pada pedoman studi dokumenasi asuhan keperawatan, dinilai atas (Depkes, 2001): a. Standar 1 : Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Pengkajian keperawatan terdiri dari 3 tahap yaitu pengumpulan data, pengorganisasian atau pengelompokan data serta menganalisa data untuk merumuskan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2003). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses pengkajian keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: mencatat data yang dikaji

(26)

sesuai dengan pedoman pengkajian, data dikelompokkan berdasarkan bio-psiko-sosial-spiritual, data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, dan masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.

b. Standar 2 : Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual dan potensial. Proses diagnostik mencakup analisis kritis dan interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses diagnosa keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES, dan merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial.

c. Standar 3 : Perencanaan Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan adalah pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan tertulis mendokumentasikan kebutuhan perawatan kesehatan klien, tujuan, hasil yang diharapkan dan aktifitas dan starategi keperawatan spesifik. Selama perencanaan perawat berkolaborasi dengan klien dan keluarganya juga berkonsultasi dengan tim perawat lainnya, menelaah literatur yang berkaitan, memodifikasi asuhan dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan klinik (Kusnanto, 2003). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses perencanaan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : perencanaan bardasarkan diagnosa keperawatan, disusun menurut urutan prioritas, rumusan tujuan mengandung komponen pasien, subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu, rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien keluarga, rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan jelas, dan rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain.

(27)

d. Standar 4 : Tindakan Keperawatan

Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa selama tindakan, perawat mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan tindakan keperawatan dan mengkomunikasikan tindakan. Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses tindakan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana perawatan, perawat mengobsevasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan, revisi tindakan berdasarkan evaluasi, dan semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas.

e. Standar 5 : Evaluasi Keperawatan

Menurut Nursalam (2003), kriteria proses dalam evaluasi keperawatan adalah menyusun perencanaan evaluasi dari hasil intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan dan mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses evaluasi keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari evaluasi mengacu pada tujuan dan hasil evaluasi dicatat.

f. Standar 6 : Catatan Asuhan Keperawatan

Catatan asuhan keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan asuhan keperawatan (Nursalam, 2003). Dalam catatan asuhan keperawatan ini pencatatan yang dilakukan harus sesuai dengan yang dikerjakan dan yang ditulis dengan jelas sehingga dapat digunakan antar tim kesehatan. Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses catatan asuhan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : menulis pada format yang baku, pencatatan dilakukan sesuai dengan

(28)

tindakan yang dilaksanakan, pencatatan ditulis dengan jelas, setiap melakukan tindakan/kegiatan perawat mencantumkan paraf/nama jelas, dan tanggal jam dilakukannya tindakan, dan berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penerapan SAK pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat menilai kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan pendokumentasian yang ditemukan dalam rekam medik pasien dengan pendokumentasian yang ditentukan dalam standar keperawatan. Dimana pengisian pedoman studi dokumentasi SAK dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi, perawat yang telah menguasai/memahami proses perawatan, dan telah mengikuti pelatihan penerapan standar asuhan keperawatan di RS (Depkes, 2001).

Sedangkan, rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi kriteria sebagai berikut: rekam medik pasien yang telah dirawat minimal 3 (tiga) hari diruangan yang bersangkutan, data dikumpulkan sebelum berkas medik pasien dikembalikan pada bagianMedical Recors RS, khusus untuk Kamar Operasi dan IGD, penilaian dilakukan setelah pasien dipindahkan ke ruangan lain/pulang, dan rekam medik pasien yang memenuhi kriteria selama periode evaluasi berjumlah 20 untuk setiap ruangan (Depkes, 2001).

Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggungjawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus

(29)

dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan. Kinerja dalam tinjauan teori keperilakuan mencakup 3 (tiga) komponen utama, yaitu : pengetahuan, sikap dan praktik (PSP) atauknowledge, attitude, danpractice(KAP).

3. Pengaruh Pengarahan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat

Kepala ruangan mempunyai peranan yang sangat penting bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan pelayanan keperawatan diruangannya. Salah satu fungsi manajemen, yaitu fungsi pengarahan (directing), merupakan suatu proses penerapan perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan keperawatan (Swansburg, 2000).Kegiatan dari fungsi pengarahan manajemen keperawatan yaitu delegasi, komunikasi,

trainingdan motivasi.

Sehingga seorang kepala ruangan yang baik hendaknya rutin mendelegasikan tugas kepada perawat yang memiliki kemampuan dalam bidang keperawatan, memberikan masukan kepada perawatnya dan mengadakantraining, karena hal tersebut dapat menunjang prestasi kerja perawat. Seorang perawat juga layaknya manusia biasa yang senang dengan adanya suatu perhatian dari atasan maupun rekan kerja, penghargan (reward)juga akan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana tersebut.Oleh karena itu, sebagai seorang manajer keperawatan, kepala ruangan diharapkan mempunyai kemampuan dalam pengarahan.

4. Variabel yang mempengaruhi kinerja

Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personel, dilakukanlah pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2002), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel kemampuan, latar belakang dan geografis. Sub variabel kemampuan dan ketrampilan

(30)

merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja. Sedangkan variabel geografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Kinerja perawatakandipengaruhioleh karakteristikseorangperawatbaikdari segi Umur, jenis kelamin, lama bekerja, pendidikan serta statusperkawinan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja perawat antara lain :

a. Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) yang dihitung sampai dengan ulang tahun terakhir. Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas perawat, yang dimaksud adalah tingkat kedewasaan teknis yang dikaitkan dengan pelaksanakan tugas-tugas teknis maupun kedewasaan psikologis. semakin lama bekerja atau berkarya, kedewasaan teknisnya semakin meningkat, demikian pula kedewasaan psikologisnya, semakin lanjut usia seseorang maka diharapkan semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa. Usia yang makin tinggi dapat menimbulkan kemampuan seseorang mengambil keputusan semakin bijaksana, semakin mampu berfikir secara rasional, semakin mampu mengendalikan emosi dan semakin toleransi terhadap pandangan orang lain. Wijayanti mengemukakan bahwa kemungkinan besar usia berkaitan dengan kinerja, karena ada keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Usia responden saat dilakukan penelitian 30 tahun adalah batas penentuan bidang pilihan karir responden (Wijayanti, 2009). Skala ukur umur menurut Depkes RI (2009) :

1) Masa Balita : 0 – 5 tahun 2) Masa kanak-kanak : 6 – 11 tahun 3) Masa Remaja awal : 12 – 16 tahun 4) Masa Remaja akhir : 17 – 25 tahun 5) Masa Dewasa awal : 26 – 35 tahun 6) Masa Dewasa akhir : 36 – 45 tahun 7) Masa Lansia awal : 46 – 55 tahun

(31)

8) Masa Lansia akhir : 56 – 65 tahun 9) Masa Manula : > 65 tahun b. Jenis Kelamin

Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan mungkin berbeda berkaitan dengan ciri fisik, karakter, sifat yang berbeda pula. Jenis kelamin adalah penggolongan responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan (Wijayanti, 2009).

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya menyebabkan orang lebih mampu dan bersedia menerima posisi yang bertanggung jawab. Menurut Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI, 24 1999) yang dimaksud dengan perawat, adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikannya pada pendidikan formal keperawatan minimal lulusan D III keperawatan. Meskipun demikian, pada saat ini masih ada perawat di Indonesia lulusan SPK, oleh sebab itu sampai saat ini perawat lulusan SPK masih dianggap sebagai perawat. Selain lulusan D III dan SPK, sejak tahun 1985 pendidikan tinnggi keperawatan telah meluluskan sarjana keperawatan. Dari beberapa hasil penelitian disimpulkan bahwa perbedaan latar belakang tingkat pendidikan keperawatan, akan mempengaruhi perawat pelaksana terhadap pemberian asuhan keperawatan yang selalu mengacu pada kewaspadaan umum. (Wijayanti, 2009). Skala ukur pendidikan menurut UURI No. 20 tahun 2003 (Sistem Pendidikan Nasional) adalah :

1) Pendidikan Dasar : SD/MI/SLTP/MTs 2) Pendidikan Menengah: SLTA/SMK/MA/SPK

3) Pendidikan Tinggi : D III/S1/Magister/Spesialis/Doktor

(32)

Kinerja masa lalu cenderung dikaitkan dengan keluarnya dalam posisi baru, maka senioritas itu sendiri tidaklah merupakan peramal yang baik bagi produktivitas, dengan kata lain jika semua hal sama, tidak ada alasan untuk meyakini bahwa orang-orang yang telah lama bekerja dalam suatu pekerjaan akan lebih baik produktif disbandingkan dengan mereka yang belum lama bekerja (Wijayanti, 2009).

Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnyan dan variabel geografis. Variabel psikologis merupakan variabel yang komplek dan sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan berbeda satu dengan lainnya. Skala ukur dari pengalaman kerja (lama bekerja) yaitu :

1) < 5 tahun 2) 5 – 10 tahun 3) > 10 tahun

(33)

D. Kerangka konsep

Berdasarkan uraian teoritis diatas dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sehingga jelas variabel yang akan diteliti sebagai berikut :

Skema 2.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan

:Variabel yang di teliti :Hubungan / Pengaruh E. Hipotesa

Ada hubungan peran pengarahan kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit PTPN IV Pabatu Tahun 2014.

Peran Pengarahan kepala

Referensi

Dokumen terkait

1) Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 30 0 / 00 dibandingkan dengan daerah tambak

Dari hasil penelitian ini akan terlihat bagaimana mahasiswa menerapkan peraturan tata guna lahan pada hasil tugas SPA 3 sesuai ketentuan yang telah diatur dalam RTRW

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang

Kesebelas, guru memberikan memberikan pertanyaan kepada siswa terikait dengan diskusi yang sudah dilakukan, menurut observer pada pertemuan pertama didapat rata-rata

Peraturan Menteri Sosial Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemberian Tugas Belajar dan Izin Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Sosial (Berita Negara

Pada menit keempat, time keeper akan memberikan kode berupa ketukan ketiga sebanyak 2x untuk menandakan bahwa waktu menyampaikan argumen telah selesai.. Pada

Ini adalah port 0 yang merupakan saluran/bus I/O 8 bit open collector, dapat juga digunakan sebagai multipleks bus alamat rendah dan bus data selama adanya akses ke memori program

Dari penelitian ini akan diperoleh gambaran mengenai kesejahteraan, interaksi sosial dan kemampuan manajemen, pendapatan, biaya serta investasi, yang akan mengetahui