• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi tentang Kualitas Fisik dan Kimiawi Pellet Produk Industri Pakan Ikan Skala Rumah Tangga di Sulawesi Selatan dan Upaya Pengembangannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi tentang Kualitas Fisik dan Kimiawi Pellet Produk Industri Pakan Ikan Skala Rumah Tangga di Sulawesi Selatan dan Upaya Pengembangannya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Studi tentang Kualitas Fisik dan Kimiawi Pellet Produk Industri Pakan Ikan

Skala Rumah Tangga di Sulawesi Selatan dan Upaya Pengembangannya

Edison Saade, Haryati dan Bian Faniarsih

Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar

edison90245@yahoo.com

Abstract

Edison Saade, Haryati dan Bian Faniarsih.2013. A Study of Physical and Chemical Qualities of Pellets Produced by Home-Scale Fish Feed Industry in South Sulawesi and Its Development Strategies. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. The contribution of home-scale fish feed industry in South Sulawesi is very important, particularly to minimize the high operational cost associated to fish cultivation. The objective of this study was to find out the physical and chemical qualities of pellets produced by home-scale fish feed industry in South Sulawesi and its development strategies. The selected home-scale fish feed industries were those actively operating, that the pellet production process can be observed directly and the pellet samples can be obtained. Home-scale fish feed industries that were taken as research objects were located in Sidenrang Rappang Regency (treatment B), Pinrang Regency (treatment C), and Makassar city (treatment D) and a commercial feed as control (treatment A). The measured physical parameters were the water stability, the degree fineness of pellet particle size, hardness, buoyancy, and palatability, whereas the measured chemical parameters included the nutritional content of the pellet: moisture, crude protein, crude fat, nitrogen-free extract material, and ash. The development strategies of these industries was also analyzed. Study results indicated that generally the commercial feed was superior than the other feeds. When the home-scale fish feed industry locations were compared, the pellets from Sidrap have a better physical qualities then the other pellets. The development strategies of home-scale fish feed industry in South Sulawesi in the future were (i) skill and knowledge enrichment for human resources about the feed production technology for aquatic reared animals, particularly in the feed raw material selection, raw material processing, feed formulation, pelleting, drying, packaging, and pellet storage; (ii) the improvement of home-scale fish feed industry number; (iii) development of large scale fish feed industry in South Sulawesi.

Keywords: Development strategies; Home-scale fish feed industry; Pellet quality

Abstrak

Kontribusi industri pakan ikan skala rumah tangga di Sulawesi Selatan sangat penting khususnya untuk meminimilisasi biaya operasional budidaya ikan yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisik dan kimiawi pellet Produk Industri pakan ikan skala rumah tangga di Sulawesi Selatan dan upaya-upaya pengembangannya. Industri pakan ikan skala rumah tangga yang dipilih adalah yang aktif beroperasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengikuti langsung proses pembuatan pellet dan dapat memperoleh sampel pellet. Adapun industri pakan ikan skala rumah tangga yang menjadi obyek penelitian ini adalah berasal dari Kabupaten Sidenreng Rappang (perlakuan B), Kabupaten Pinrang (perlakuan C) dan Kota Makassar (perlakuan D) dan sebagai pakan kontrol adalah pakan komersial (perlakuan A). Parameter fisik yang diukur adalah water stability, tingkat kehalusan ukuran partikel pellet, tingkat kekerasan, daya apung, dan daya lezat, sedangkan parameter kimiawi yang diukur adalah kandungan nutrisi pellet berupa kadar air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan abu serta dispersi nutrien. Selanjunya, dilakukan analisis upaya-upaya pengembangannya. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa secara umum pakan komersial lebih unggul dibanding dengan pakan lainnya. Selanjutnya jika dibandingkan pakan antar produk industri pakan skala rumah tangga, pellet asal Sidrap memiliki kualitas fisik lebih baik dibanding pellet lainnya. Upaya-upaya pengembangannya industri pakan skala rumah tangga di Sulawesi Selatan di masa datang adalah (i) dibutuhkan peningkatan keterampilan dan pengetahauan bagi sumber daya manusia (SDM) tentang teknologi pembuatan pakan kultivan (hewan air yang dipelihara) terutama pada aspek pemilihan bahan baku pakan, pengolahan bahan baku pakan, formulasi pakan, pelleting (pencetakan pellet), pengeringan, pengemasan dan penyimpanan pellet; (ii) peningkatan jumlah industry pakan skala rumah tangga, (iii) pembangunan Industri Pakan Ikan skala Besar di Sulawesi Selatan.

(2)

Pendahuluan

Kualitas pakan kultivan (hewan air yang dibudidayakan) produk industri skala besar telah memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan industri akuakultur di Indonesia, walaupun kebutuhan bahan baku masih dominan diimpor dari luar negeri. Kualitas pellet tersebut berkurang sesuai dengan tingkat penanganan dan waktu. Di Kawasan Timur Indonesia (KTI), khusunya di Provinsi Sulawesi Selatan, kualitas pakan industri skala besar dipengaruhi oleh tingkat penanganan transportasi, distribusi dan penyimpanan pellet dari distributor ke pembudidaya. Berdasarkan hal tersebut, tidak sering ditemukan kandungan nutrisi pellet yang tertera di kemasannya tidak sesuai dengan yang semestinya.

Untuk mendapatkan kualitas pellet yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan kultivan yaitu kandungan nutrisi pellet yang belum berubah dan nilai atraktanitas yang tinggi, serta kultivan senantiasa memperoleh pakan dalam keadaan segar dan baru. Salah satu caranya adalah mengoptimalkan pemanfaatan Industri Pakan Ikan Skala Rumah Tangga (INPISRATA). Pakan produk INPISRATA mampu menyiapkan pellet yang segar, kandungan nutrisi yang konstan dan atraktanitas yang tinggi. Olehnya itu, kontribusi INPISRATA sangat urgen. Sayangnya, kualitas pellet produk INPISRATA belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, formulasi pakan diperuntukkan pada semua jenis ikan yang dipelihara, dan kualitas dan kuantitas bahan baku pellet tidak terjamin (Saade, 2013, data belum diterbitkan)

Berdasarkan hal tersebut, studi tentang kualitas pakan produk INPISRATA di Sulawesi Selatan sangat penting, terutama kualitas fisik dan kimiawi pakan. Hasil riset ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan pada pengembangan industri pakan kultivan di KTI, khususnya di Sulawesi Selatan.

Bahan dan Metode

Pakan uji

Pakan uji yang digunakan adalah pellet produk INPISRATA yang ada di Sulawesi Selatan. Pemilihan INPISRATA tersebut berdasarkan yang sementara beroperasi saat penelitian dilakukan. Adapun yang dipilih dan lokasi INPISRATA tersebut yaitu :

 Kabupaten Sidenreng Rappang (SIDRAP) sekitar 180 km ke arah utara dari Universitas Hasanuddin (UNHAS).

 Kabupaten Pinrang sekitar 190 km ke arah barat daya dari UNHAS

 Kota Makassar sekitar 20 km ke arah selatan dari UNHAS, serta

 Pakan komersial sebagai pakan kontrol.

Semua pakan yang digunakan dalam bentuk pakan kering tipe pelet tenggelam, kecuali pakan kontrol pakan kering tipe pelet apung. Adapun formulasi pakan uji tersebut terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi pakan uji yang diperoleh dari beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan.

Bahan Baku Pakan (%)

Pakan Komersial1

Lokasi INPISRATA

Sidrap Pinrang Makassar

A B C D Tepung Ikan - 17,0 4,9 30,0 Bungkil Kelapa - - 19,7 25,0 Tepung kedelai - - 9,9 - Ampas Tahu - 17,0 - - Dedak Halus - 66,0 64,0 20,0 Tepung Kanji - - 1,0 20,0 Top Mix2 - - 0,5 5,0 Total 100 100 100 100

(3)

Keterangan :

1. Pakan khusus untuk ikan nila.

2. Vitamin A 12 000 000 IU; Vitamin D 2 000 000 IU; Vitamin E 8 000 IU; Vitamin K 2 000 mg, Vitamin B1 2 000 mg; Vitamin B2 5 000 mg; Vitamin B6 500 mg; Vitamin B12 12 000 mg; Vitamin C 25 000 mg; Ca D. Pantothenate 6 000 mg; Niacin 40 000 mg; Cholin Chlorida 10 000 mg; Methionine 30 000 mg; Lysine 30 000 mg; Manganese 120 000 mg; Iron 20 000 mg; Iodine 200 mg; Zinc 100 000 mg; Cobalt 200 mg; Copper 4 000 mg; Santoquin (antioxidant) 10 000 mg; dan Zinc bacitracin 21 000 mg.

Ikan uji

Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila gift ukuran rata-rata 15 g. Ikan uji digunakan untuk mengukur tingkat kelezatan pakan uji.

Prosedur penelitian

Penelitian ini diawali dengan klarifikasi INPISRATA yang sementara beroperasi. Berdasarkan hasil klarifikasi di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Perikanan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan ditemukan tiga buah INPISRATA yaitu berlokasi di Kabupaten Sidrap, Kabupaten Pinrang dan Kota Makassar. Selanjutnya, dilakukan observasi dan wawancara sekaligus ikut aktif dalam proses pembuatan pakan. Setiap INPISRATA diambil sampel sekitar 2 kg. Sampel pakan kultivan tersebut diangkut ke Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar untuk analisis kualitas fisik, dan kualitas kimiawi pakan uji dilakukan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Parameter yang diukur

Parameter yang diukur adalah kualitas fisik berupa water stability ata, tingkat kekerasan, homogenitas, tingkat kehalusan, kecepatan tenggelam, dan daya lezat dan kualitas kimiawi pakan berupa kandungan nutrisi pakan dan dispersi nutrien (protein, lemak dan karbohidrat).

a. Water stability

Water stability adalah daya tahan pellet di dalam air atau dispersi padatan. Water stability diukur dengan melakukan modifikasi metode Lim (1994). Pertama – tama lima gram pakan uji (A) dimasukkan ke dalam saringan teh. Saringan teh tersebut di tempatkan dipermukaan air di dalam akuarium ukuran 40 x 50 x 40 cm3 yang dilengkapi dengan aerasi selama 15 menit. Sampel pakan uji yang tersisa dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kertas filter yang terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven dan ditimbang beratnya (B). Kotak kertas filter tersebut bersama dengan pakan uji dipanaskan ke dalam oven pada suhu 105oC selama satu jam. Selanjutnya, didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Hal ini dilakukan hingga bobot konstan.

Water stability (%) =

100

%

A

B

C

(1) b. Tingkat kekerasan

Tingkat kekerasan pellet dikukur dengan menggunakan satu meter pipa PVC dan anak timbangan 500 g. Diameter pipa lebih besar sedikit dari pada diameter anak timbangan. Hal ini dimasukkan agar anak timbangan dapat meluncur dengan lancar di dalam pipa PVC. Pipa PVC diletakkan tegak lurus pada bidang datar atau lantai. Satu gram pakan uji (A) ditempatkan diujung bawah pipa tersebut, dan anak timbangan dijatuhkan ke pakan uji melalui lubang pipa PVC. Pakan uji yang sudah hancur tersebut disaring pada mesh size 0,5 mm. Pakan uji yang tidak lolos pada saringan 0,5 mm ditimbang dan dinyatakan B gram (Saade dan Aslamyah, 2009).

Tingkat kekerasan (%) =

100

%

A

B

(4)

c. Tingkat kehalusan partikel pelet

Tingkat homogenitas partikel pellet adalah persentase dominan ukuran partikel pellet. Pertama lima gram pakan uji (A) digerus dengan pestel di dalam mortar dengan tekanan yang sama. Hal ini dimasukkan agar ukuran atau diamater partikel tidak berubah dari diameter sebenarnya. Selanjutnya, pakan uji disaring pada mesh size 0,125 mm, 0,250 mm, 0,50 mm 1,00 dan 2,00 mm. Pakan uji yang tersaring masing-masing ditimbang beratnya. Berat pakan uji terbanyak (B) pada saringan tersebut merupakan tingkat homogenitas pertikel pellet. Sedangkan tingkat kehalusan partikel pellet adalah berat atau persentase partikel pellet yang lolos pada saringan 0,50 mm (C) (Saade dan Aslamyah, 2009).

Tingkat kehalusan partikel pellet (%) =

100

%

A

C

(3)

d. Daya apung atau kecepatan tenggelam

Daya apung adalah lama waktu yang digunakan pakan uji yang digunakan dari permukaan air hingga dasar media budidaya. Lima butir pellet dengan ukuran yang sama diletakkan di permukaan air di akuarium 40 x 50 x 40 cm3 dan dilengkapi dengan aerasi. Pada saat pakan uji diletakkan di permukaan air, stopwatch langsung di hidupkan dan dimatikan persis pakan uji sampai di dasar akuarium. Waktu yang dibutuhkan pakan uji tersebut dari permukaan air hingga dasar akuarium dinyatakan daya apung atau kecepatan tenggelam (menit atau detik) (Saade dan Aslamyah, 2009).

e. Tingkat kelezatan

Tingkat kelezatan berkaitan dengan nilai kandungan nutrisi dan daya pikat pakan uji. Cara menentukan tingkat kelezatan adalah pertama memelihara ikan uji pada akuarium 40 x 50 x 40 cm3 sebanyak 10 ekor. Ikan uji diberikan pakan uji secara satiasi dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari selama seminggu atau hingga telah terbiasa dengan kondisi pemeliharaan dan pakan uji. Untuk menentukan tingkat kelezatan pakan uji, jumlah pakan uji yang dikonsumsi pada pagi hari saja yang dihitung atau ditimbang. Kegiatan ini dilakukan tiga hari berturut-turut dengan kondisi lingkungan budidaya yang sama. Jumlah pakan yang dikonsumsi dinyatakan dalam gram (Saade dan Aslamyah, 2009).

f. Kandungan nutrisi pakan uji

Kandungan nutrisi pakan uji adalah air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan abu sesuai dengan metode AOAC (AOAC, 1990).

g. Dispersi nutrisi

Dispersi nutrisi adalah tingkat perubahan atau pengurangan nilai nutrisi pakan uji setelah berada di dalam perairan atau media budidaya selama waktu tertentu. Pertama pakan uji dianalisis kandungan nutrisinya dan dinyatakan dengan A%. Selanjutnya, pakan uji dimasukkan ke dalam saringan teh dan di tempatkan di permukaan air di dalam akuarium ukuran 40 x 50 x 40 cm3 yang dilengkapi dengan aerasi selama 15 menit. Kandungan nutrisi pakan uji setelah direndam di dalam air dinyakatan B% (Saade, et al., 2010).

Dispersi nutrisi (%) =

100

%

A

B

A

(4)

Rancangan penelitian dan analisis data

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas empat perlakuan dan tiga ulangan. Data hasil penelitian dianalisis ragam dan uji Tukey bagi perlakuan yang berbeda nyata. Strategi pengembangan INPISRATA dianalisis secara deskriptif.

(5)

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian di klasifikasikan ke dalam dua hal yaitu kualitas fisik dan kualitas kimiawi pakan uji.

Kualitas fisik

Kualitas fisik pakan uji berupa beberapa pellet produk INPISRATA di Sulawesi Selatan meliputi water stability, tingkat kekerasan, tingkat kehalusan, daya apung, dan daya lezat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2.

Tabel 2. Kualitas fisik pakan uji dari beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan.

Parameter Pakan Komersial1

Lokasi INPISRATA

Sidrap Pinrang Makassar

A B C D Water stability (%) 77,66±2,40b 77,05±1,34b 88,42±0,93a 78,83±1,50b Tingkat kekerasan (%) 98,00±0,60a 85,20±1,73c 82,00±1,00d 92,93±0,83b Tingkat kehalusan partikel (%) 28,27±3,93b 50,33±10,07a 33,47±5,75b 49,60±5,10a

Daya apung (detik) 30556,98±462,74a 7,79±0,49b 7,41±1,86b 4,87±1,57b Daya lezat (g) 1,25±0,00b 2,59±0,64a 1,07±0,64b 2,00±0,00a

Water stability

Water stability merupakan salah satu parameter yang dapat diukur untuk mengatahui tingkat kestabilan pakan di dalam air. Water stability pakan uji antara 77,05–88,42%. Water stability tertinggi diperoleh pada pakan C, dan diikuti oleh pakan D, A dan B. Berdasarkan ANOVA, pakan uji memiliki pengaruh yang nyata terhadap water stability. Selanjutnya dinyatakan bahwa pakan C berbeda dengan semua pakan uji (P<0,05%), sedangkan antara pakan A, B dan D adalah tidak berbeda nyata. Kisaran nilai water stability yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibanding dengan water stability pakan ikan nila yang mengandung beberapa sumber tepung rumput laut ebagai bahan perekat yaitu 66,55–74,81% (Saade, et al. 2010).

Menurut Lim (1994) salah faktor yang mempengaruhi water stability pakan adalah bahan baku pakan, tingkat kehalusan partikel, binder, pengolahan bahan baku seperti grinding, conditioning, pelleting, drying, cooling dan mill operator.

Tingkat kekerasan

Tingkat kekerasan pellet antara 82,00–98,00%. Tingkat kekerasan tertinggi diperoleh pada pakan A dan diikuti oleh pakan D, B dan C. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pakan uji memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kekerasan pakan. Berdasarkan uji Tukey dinyatakan bahwa antar pakan uji berbeda sangat nyata (P<0,05). Kisaran tingkat kekerasan pakan yang diperoleh pada penelitian ini adalah hampir sama dengan yang diperoleh pada pakan udang windu yang mengandung beberapa jenis tepung rumput laut sebagai bahan perekat yaitu 92,27–94,67% (Saade dan Aslamyah, 2009). Menurut Saade (2012), tingkat kekerasan pakan dipengaruhi oleh binder, pengeringan, tingkat kehalusan partikel dan tingkat kerapatan partikel bahan penyusun pakan.

Tingkat kehalusan partikel

Tingkat kehalusan partikel pakan merupakan ukuran partikel yang lolos pada saringan 0,5 mm. Tingkat kehalusan partikel tertinggi diperoleh pada pakan B dan secara berurut diikuti oleh pakan D, C dan A. Berdasarkan ANOVA, pakan uji memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kehalusan partikel. Selanjutnya, uji Tukey menunjukkan bahwa antara pakan B dan D serta

(6)

antara pakan A dan C adalah tidak berbeda (P>0,05), namun demikian pakan B dan D berbeda dengan lebih tinggi dibanding dengan pakan A dan C.

Tingkat kehalusan partikel pakan mempengaruhi tingkat kekompakan partikel penyusun pakan dan water stability, walaupun tidak sekuat dengan pengaruh binder atau bahan perekat. Tingkat kehalusan partikel pada ketiga pakan produk INPISRATA lebih tinggi dibanding dengan pakan komersial. Hal ini berarti bahwa INPISRATA mampu memperhatikan tingkat kehalusan partikel pakan dibanding dengan pakan komersial produk industri pakan skala besar. Menurut Saade (2012), semakin tinggi tingkat kehalusan partikel penyusun pakan cenderung semakin tinggi tingkat kestabilan pakan di dalam air dan efisiensi pemanfaatan pakan. Selanjutnya dinyatakan bahwa tingkat kehalusan partikel memiliki hubungan yang linier dengan tingkat kecernaan nutrisi pakan.

Daya apung

Daya apung pakan uji terlama diperoleh pada pakan kontrol, diikuti pakan produk INPISRATA asal Sidrap, Pinrang dan Makassar. Berdasarkan ANOVA, pakan produk dari berbagai industri pakan ikan skala rumah tangga di Sulawesi Selatan berpengaruh nyata terhadap daya apung pakan. Uji Tukey menunjukkan bahwa pakan komersial berbeda nyata dibanding dengan ketiga pakan produk INPISRATA, sedangkan antar ketiga pakan produk INPISRATA tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Daya apung ke tiga pakan produk INPISRATA berkisar 4,87–7,79 detik adalah lebih tinggi dibanding daya apung pakan udang windu yang mengandung berbagai jenis tepung rumput laut yaitu 4,08–4,55 detik (Saade dan Aslamyah, 2009).

Daya apung terlama pada pakan komersial karena pakan tersebut diproduksi sebagai pakan apung, sedangkan ketiga pakan produk INPISRATA diproduksi sebagai pakan tenggelam dan memiliki daya apung yang sama. Pakan apung diproduksi oleh industri pakan yang memiliki extruder. Walaupun demikian, hal lain yang mempengaruhi daya apung pakan adalah tingkat kehalusan pakan, kandungan serat kasar, tingkat kerapatan antar partikel penyusun pakan, dan ada tidaknya pori-pori di dalam pakan walaupun pengaruhnya sangat kecil. Selanjutnya, yang paling berpengaruh adalah berat jenis pakan. Berat jenis bahan pakan yang semakin kecil dibanding dengan berat jenis air atau media budidaya maka daya apung pakan semakin lama (Saade, 2012).

Daya lezat

Daya lezat pakan uji ditentukan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi ikan uji pada tiga pagi hari secara berturut-turut dan dinyatakan dalam gram pakan yang dikonsumsi. Daya lezat pakan uji antara 1,07–2,00 g. Daya lezat tertinggi diperoleh pada pakan produk INPISRATA asal Sidrap dan secara berturut-turut diikuti oleh pakan asal Makassar, pakan komersial dan Pinrang. Pakan uji memiliki pengaruh yang nyata terhadap daya lezat pakan. Pakan produk INPISRATA asal Sidrap berbeda dengan pakan lainnya walaupun sama dengan pakan asal Makassar (P<0,05). Tingginya daya lezat pakan asal Sidrap dan Makassar diduga dipengauhi oleh kandungan tepung ikannya. Rasa, aroma dan kandungan nutrisi tepung ikan diduga sesuai dengan selera dengan ikan uji. Hal ini yang menyebabkan ikan uji mengkonsumsi dengan lahap kedua pakan uji tersebut. Menurut Saade (2012), daya lezat pakan dipengaruhi oleh atraktanitas, aroma dan kandungan nutrisi yang dikandungnya. Daya lezat pakan yang diperoleh antara 1,07–2,59 g pada penelitian ini lebih rendah dibanding dengan ikan nila gift yang diberi pakan mengandung berbagai sumber rumput laut sebagai binder yaitu 5,00–6,81 g (Saade, 2011), dan lebih tinggi dibanding udang windu yang diberi pakan mengandung beberapa jenis rumput laut sebagai bahan perekat yaitu 0,019–0,024 g (Saade dan Aslamyah, 2009).

Kualitas kimiawi

Kandungan nutrisi pakan uji

Kandungan nutrisi pakan produk beberapa industri pakan ikan skala rumah tangga di Sulawesi Selatan terlihat pada Tabel 3.

(7)

Tabel 3. Kandungan nutrisi pakan produk beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan.

Kandungan air pakan uji antara 7,55–12,20%. Kandungan air semua pakan uji dikategorikan berkualitas kecuali pakan C. Pakan C mengandung air sebanyak 12,20% tergolong di atas kandungan air terbaik bagi pellet untuk ikan. Menurut Saade (2012), kandungan air pellet kering yang baik adalah tidak melebih 10%. Pellet kering yang banyak mengandung air memiliki daya simpan yang rendah. Hal ini disebabkan pellet mudah berbau dan dihinggapi serangga yang pada akhirnya dapat mengurangi kandungan nutrisi pellet. Kandungan air pakan kurang berpengaruh secara signifikan pada kultivan (hewan air yang dipelihara), sepanjang pakan tersebut dalam kondisi segar. Namun demikian, efektifitas pemanfaatan pakan lebih tinggi pada pakan yang mengandung air lebih banyak dibanding pakan mengandung air lebih kecil atau lebih kering.

Kandungan protein kasar pakan uji berada pada range 17,22–25,54%. Menurut Creswell (1992) kandungan protein tersebut cocok untuk ikan lele, nila, gurami dan beberapa jenis ikan air tawar herbivor dan omnivor lainnya. Kandungan protein kasar tertinggi (25,54%) diperoleh pada pakan B. Kontributor protein pakan B terutama berasal dari tepung ikan, ampas tahu dan dedak halus masing-masing mengandung protein sebanyak 69%, 15% dan 25% (Wiramiharja et al., 2007). Semua INPISRATA memiliki usaha budidaya ikan meliputi ikan nila, ikan patin, ikan lele, dan ikan gurami. Untuk efisiensi, INPISRATA membuat pakan untuk semua jenis ikan yang dipelihara, bukan berdasarkan kebutuhan nutrisi ikan tersebut. Hal inilah yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas usaha budidaya ikan yang dikelolanya kurang maksimal.

Sama halnya dengan protein kasar, kandungan lemak kasar pellet tertinggi diperoleh pada pakan B, yaitu 8,12%. Kisaran kandungan lemak kasar pakan uji antara 4,38–8,12%. Kandungan lemak pakan uji pakan A, B dan C memenuhi kebutuhan lemak ikan yang dibudidaya INPISRATA. Sebaliknya pakan D tidak memenuhi kebutuhan lemak ikan yang dibudidayakan. Menurut Creswell (1992), kebutuhan lemak optimal ikan omnivor adalah 6-8%.

Selanjunya, Creswell (1992) menambahkan bahwa kebutuhan karbohidrat (BETN + serat kasar) ikan ominvor 30-40%. Berdasarkan hasil analisis nutrisi, kandungan karbohidrat pakan uji antara 62,61–71,70%. Kandungan karbohidrat pakan uji tergolong sangat tinggi dan sangat cocok bagi ikan-ikan herbivor dan/atau omnivor. Kandungan karbohidrat yang tinggi ini berperanan pula sebagai binder atau bahan perekat pada pellet. Kelebihan kandungan karbohidrat pakan uji dapat disimpan didalam tubuh ikan baik dalam bentuk lemak maupun dalam bentuk glicogen di dalam hati. Kandungan karbohidrat yang tinggi ini diduga sebagai penyebab ikan budidaya tetap memperlihatkan keatifan atau berenang secara normal dan merespon pertumbuhan, walaupun formulasi penyusun bahan dan kandungan protein pakan kurang optimal. Namun demikian, jika tidak mampu mencerna dengan baik secara optimal karbohidrat tersebut maka ikan akan mengalami gangguan hati (Furuichi et al., 1986).

Dispersi nutrien

Dispersi nutrien merupakan tingkat pengurangan kandungan nutrien pellet setelah berada dalam waktu tertentu di dalam air media budidaya. Rata-rata dispersi protein, lemak dan karbohidrat pellet produk beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan terlihat pada Tabel 4.

Nutrien Pakan Komersial1

Lokasi INPISRATA

Sidrap Pinrang Makassar

A B C D Air (%) 10,98 7,55 12,20 10,21 Protein kasar (%) 17,22 25,54 17,88 23,02 Lemak kasar (%) 6,25 8,12 5,53 4,38 Serat kasar (%) 7,51 5,63 6,22 6,15 BETN (%) 64,19 56,98 64,70 61,95 Abu (%) 4,83 3,73 5,67 4,50

(8)

Tabel 4. Rata-rata dispersi nutrien pellet produk beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan. Rata-rata dispersi nutrien Pakan Komersial1 Lokasi INPISRATA

Sidrap Pinrang Makassar

A B C D

Protein (%) 9,87 24,82 9,51 9,69

Lemak (%) 24,16 37,58 50,63 49,54

Karbohidrat (%) 18,48 24,67 15,58 15,48

Kisaran dispersi protein dan karbohidrat pakan uji masing-masing antara 9,51–24,82% dan 15,48–24,67%. Dispersi protein dan karbohidrat tertinggi diperoleh pada pakan B yaitu 24,82% dan 24,67%, sedangkan dispersi protein dan karbohidrat ketiga pakan lainnya adalah hampir sama. Tingginya dispersi protein dan karbohidrat pada pakan B kurang baik bagi kultivan yang pasif dan berdiam di dasar perairan atau wadah budidaya. Oleh karena itu, pakan B sangat cocok bagi ikan yang langsung mencaplok dan mengkonsumsi pakan yang diberikan, seperti ikan nila gift yang digunakan sebagai ikan uji pada penelitian ini. Sebaliknya, dispersi lemak terbaik diperoleh pada pakan A (24,16%), diikuti pakan B (37,58%), pakan D (49,54%) dan pakan C (50,63%).

Nilai dispersi protein dan lemak pada penelitian ini lebih tinggi dibanding dengan nilai dispersi protein dan lemak pada udang windu yang diberi pakan yang mengandung tepung G.

Gigas dengan dosis berbeda sebagai bahan perekat yaitu masing-masing pada kisaran 0,7–4,0%

dan 0,5–2,0% (Saade et al. 2011). Selanjutnya dinyatakan bahwa dispersi nutrisi dipengaruhi oleh tingkat kelarutan nutrisi di dalam air, tingkat kekerasan dan daya rekat partikel penyusun pellet (Saade, 2012).

Strategi Pengembangan INPISRATA

Berdasarkan hasil penelitian ini, kualitas pellet produk beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan masih rendah dibanding dengan kebutuhan kultivan yang standar baik ditinjau dari aspek kualitas fisik maupun kualitas kimiawi. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pellet produk INPISRATA tersebut yaitu (i) INPISRATA kurang memperhatikan kesehatan lingkungan, (ii) kualitas pengolahan bahan baku yang rendah atau diameter partikel penyusun pakan yang kurang halus, (iii) ketersediaan dan kualitas bahan baku pakan yang tidak terjamin, (iv) pengetahuan dan keterampilan SDM yang belum memadai, (v) formulasi pakan seragam artinya satu formulasi pakan untuk semua jenis ikan yang dipelihara, (vi) paket bantuan dana yang masih kurang dan (vii) manajemen dan kebijakan penyediaan bahan baku dan pakan buatan secara terpusat belum efisien.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dibutuhkan suatu strategi agar ketersediaan bahan baku dan pakan buatan untuk kultivan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa strategi yang memungkinkan dilakukan adalah:

(i) mendorong industri pakan ikan skala besar yang rata-rata berada di Kawasan Barat Indonesia menyediakan pakan kultivan yang tetap berkualitas walaupun melalui proses transportasi dan distribusi yang panjang dan lama dengan harga yang terjangkau. Strategi ini kurang berdampak secara signifikan terhadap pengembangan industri akuakultur dan perekonomian daerah.

(ii) mendorong investor dan atau pemerintah pusat (BUMN) agar membangun pakan kultivan (hewan air yang dbudidayakan) skala besar di Kawasan Timur Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Satrategi yang kedua ini memiliki dampak yang dahsyat terhadap pengembangan industri akuakultur dan perekonomian daerah dan nasional.

(iii) meningkatkan kualitas dan kuantitas INPISRATA termasuk produknya melalui bantuan pemerinah berupa penambahan mesin-mesin pakan dan memperbaharui mesin yang lama. Strategi ini berdampak besar terhadap industri akuakultur dan memperkokoh ekonomi kerakyatan.

(iv) meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM di bidang perpakanan kultivan di Sulawesi Selatan melalui pelatihan, pendampingan dan studi banding ke daerah yang maju industri pakannya.

(9)

Sama dengan strategi sebelumnya, srategi ini berdampak besar terhadap industri akuakultur di daerah dan ekonomi kerakyatan.

Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa berdasarkan:

a. Tingkat kehalusan partikel, daya lezat, kandungan protein dan lemak pakan produk INPISRATA asal Kabupaten Sidrap lebih baik dibanding dengan pakan lainnya.

b. Tingkat kekerasan, daya apung dan dispersi lemak pakan komersial lebih baik dibanding dengan ketiga pakan produk INPISRATA.

c. Water stability pakan produk INPISRATA asal Pinrang lebih baik dibanding dengan pakan lainnya.

d. Dispersi protein dan karbohidrat pakan produk INPISRATA asal Pinrang dan Makassar lebih baik, dan sebaliknya dispersi lemak kedua pakan tersebut lebih jelek dibanding dengan pakan lainnya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dibutuhkan suatu strategi agar ketersediaan bahan baku dan pakan buatan untuk kultivan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa strategi yang memungkinkan dilakukan adalah :

(i) Mendorong industri pakan ikan skala besar yang rata-rata berada di Kawasan Barat Indonesia menyediakan pakan kultivan yang tetap berkualitas walaupun melalui proses transportasi dan distribusi yang panjang dan lama dengan harga yang terjangkau. Strategi ini kurang berdampak secara signifikan terhadap pengembangan industri akuakultur dan perekonomian daerah.

(ii) Mendorong investor dan atau pemerintah pusat (BUMN) agar membangun pakan kultivan (hewan air yang dbudidayakan) skala besar di Kawasan Timur Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Satrategi yang kedua ini memiliki dampak yang dahsyat terhadap pengembangan industri akuakultur dan perekonomian daerah dan nasional.

(iii) Meningkatkan kualitas dan kuantitas INPISRATA termasuk produknya melalui bantuan pemerinah berupa penambahan mesin-mesin pakan dan memperbaharui mesin yang lama. Strategi ini berdampak besar terhadap industri akuakultur dan memperkokoh ekonomi kerakyatan.

(iv) Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM di bidang perpakanan kultivan di Sulawesi Selatan melalui pelatihan, pendampingan dan studi banding ke daerah yang maju industri pakannya. Sama dengan strategi sebelumnya, srategi ini berdampak besar terhadap industri akuakultur di daerah dan ekonomi kerakyatan.

Daftar Pustaka

AOAC. 1990. Official method of analysis of the association of official chemist. Association of official analytical chemist. Arlington.

Creswell, R.L. 1992. Aquaculture Desk Reference. Harbor Branch Oceanographic Institution, Inc. Van Nostrand Reinhold. New York. 206 pp.

Furuichi, M., G. Ito and Y. Yone. 1986. Effects of β-starch on growth, feed efficiency and chemical components of liver, muscle, and blood of carp and red sea bream. Nippon Suisan Gakkaishi, 53:1437-1442.

Lim, C. 1994. Water Stability of Shrimp Pellet: A Review. Asian Fisheries Sciences, 7:115-127.

Saade, E. dan S. Aslamyah. 2009. Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Buatan pada Udang Windu, Penaeus monodon yang Menggunakan Berbagai Jenis Rumput Laut sebagai Bahan Perekat. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, 19:107-114.

Saade, E., D.D. Trijuno, Zainuddin, A.A. Said, M. Syamsuddin, A.P.S. Idris, dan Handoko. 2010. Effect of Various Flour Sources from Kappaphycus alvarezii as Binder on Physical and Quality of Artificial Feed for Fish. Fishery International Seminar 2010, 22-23 November, 2010. Hasanuddin University. Makassar-Indonesia.

(10)

Saade, E. 2011. Pengaruh Berbagai Sumber Tepung Rumput Laut, Euchema cottoni sebagai Binder terhadap Atraktanitas dan Palatabilitas Pakan Ikan. Prosiding Konferensi Akuakultur Indonesia 2011. Tanggal 2-3 Desember 2011 di Semarang. Hlm 70-78.

Saade, E., S. Aslamyah dan N. Insana. 2011. Kualitas Pakan Buatan Udang Windu, Penaeus monodon yang Menggunakan Berbagai Dosis Tepung Rumput Laut, Gracillaria gigas sebagai Bahan Perekat. Jurnal Akuakultur Indonesia, 10:59-66.

Saade, E. 2012. Buku Ajar Mata Kuliah Teknologi dan Manajemen Pakan. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan. Universitas Hasanuddin. Makassar. 273 hlm.

Wiramihardja, Y., R. Herawati, I.M. Harahap dan N. Niwa. 2007. Nutrisi dan bahan pakan ikan buididaya. Freshwater Aquaculture Project. Balai Budidaya Air Tawar – Japan International Cooperation Agency (JICA). Jambi.

Gambar

Tabel 1. Formulasi pakan uji yang diperoleh dari beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan
Tabel 2. Kualitas fisik pakan uji dari beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan.
Tabel 3. Kandungan nutrisi pakan produk beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan.
Tabel 4. Rata-rata dispersi nutrien pellet produk beberapa INPISRATA di Sulawesi Selatan

Referensi

Dokumen terkait