• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Daya Apung Dan Kandungan Gizi Pellet Buatan Dari Variasi Campuran Tepung Telur Semut Rangrang (Oecophylla Smaragdina), Tepung Ampas Tahu, Dan Tepung Tapioka Serta Aplikasinya Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Daya Apung Dan Kandungan Gizi Pellet Buatan Dari Variasi Campuran Tepung Telur Semut Rangrang (Oecophylla Smaragdina), Tepung Ampas Tahu, Dan Tepung Tapioka Serta Aplikasinya Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Bentuk Fisik Pellet Buatan Dan Pellet Komersil

Gambar A. pellet 1 (50:45:5) Gambar B. Pellet 2 (40:55:5)

Gambar C. Pellet 3 (60:35:5) Gambar D. Pellet 4 (70:25:5)

(2)

Lampiran 2. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Protein

Data diatas diperoleh dengan menggunakan rumus:

(3)
(4)

- Pellet V ( 80:15:5 )

Lampiran 3. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Lemak

No Sampel Ws Wo Wi Kadar

2,021 122,5848 122,3576 ,6522

3,335

5 Pellet IV (70:25:5)

(5)

6 Pellet V (80:15:5)

2,009 122,5876 122,6590 3,554

Data diatas diperoleh dengan menggunakan rumus:

% Kadar Lemak = ��−��

�� x 100%

Keterangan :

- Wo : Berat Labu Alas - Ws : Berat Sampel

(6)

-Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Serat

Data diatas diperoleh dengan menggunakan rumus:

% Kadar Serat = ��−��

�� x 100%

Keterangan :

- Wo : Berat Kertas Saring - Ws : Berat Sampel

- Wi : Berat Kertas Saring + Berat Residu

• Pellet Buatan

- % Kadar Lemak Pellet I (50:45:5) = ( 1,1509−1,1005 )

(7)

- % Kadar Lemak Pellet II (40:55:5) = ( 1,1253−1,0840 )

(8)
(9)

% Pertambahan Berat Ikan = 13,55−11,21

11,21 x 100% = 20,874%

- Hari ke 15-18

% Pertambahan Berat Ikan = 13,76−11,21

11,21 x 100% = 22,748%

- Hari ke 18-21

% Pertambahan Berat Ikan = 13,94−11,21

11,21 x 100% = 24,353%

- Hari ke 21-24

% Pertambahan Berat Ikan = 13,97−11,21

11,21 x 100% = 24,621%

- Hari ke 24-27

% Pertambahan Berat Ikan = 14,09−11,21

11,21 x 100% = 25,691%

- Hari ke 27-30

% Pertambahan Berat Ikan = 14,38−11,21

(10)

Lampiran 6. Bobot Ikan Sebelum Dan Sesudah Pengamatan Untuk Pellet Buatan Dan Pellet Komersil

1. Ikan nila dengan pemberian pakan buatan

Gambar A. Ikan nila sebelum perlakuan Gambar B. Ikan nila sesudah perlakuan 2. Kan nila dengan pemberian pellet komersil

Gambar A. Ikan nila sebelum perlakuan Gambar B. Ikan nila sesudah perlakuan

Lampiran 7. Standar Makanan Ikan

No Nutrisi Persentase

1. Protein 30 – 35 %

2. Lemak Minimal 3 %

3. Serat Maksimal 4 %

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Brown , E.E. 1980. Fish Farming Handbook. Connecticut. The Avi Publishing Company, Inc.

Dharmawan, B. 2013. Usaha PembutanPakanIkanKonsumsi. Cetakanpertama. PenerbitPustakaBaru press. Yogyakarta.

Ghufran, M.H. 2008.PakanIkanFormulasi, Pembuatan, danPemberian. Cetakan 3. PT Perca. Jakarta.

Kanisius, A.A. 1990. TernakUmum. JilidKetiga. Edisi 9.PenerbitKanisius. Jogyakarta.

Khairuman. 2002. MembuatnPakanIkanKomsumsi. AgromediaPustaka. Jakarta.

Khairuman, H. danAmri, K. 2012.PembesaranNila di Kolam Air Deras.Cetakan pertama.PT AgromediaPustaka. Jakarta.

Khamidinal.,Hadipranoto, N., Mudasir. 2007. PengaruhAntioksidanTerhadap KerusakanAsamLemak Omega-3 Pada Proses PengolahanIkanTongkol.

Kaunia.3(2).

Lehninger, A. 1998.Dasar-dasarBiokimia.Jilid 1.PenerbitErlangga. Jakarta

Mujiman, A. 2004.MakananIkan. PenebarSwadaya. Jakarta.

Murtidjo, B.A. 2001. PedomanMeramuPakanIkan. PenerbitKanisius. Yogyakarta.

Putranto, I. 2014. BudidayaSemutKroto. PustakaBaru Press.Yogyakarta.

Sani, B. 2014.PanenUlang Dari BudidayaKroto. CetakanPertama. Penerbit : Kata Pena. Surabaya.

Salomon, S. 1987. Introductional To General, Organic, And Biological Chemistry. USA : McGraw-Hill,Inc. New York.

Sarwono, B dan Yan P. S. 2003.Membuat Aneka Tahu. NiagaSwadaya. Jakarta.

Sahwan, M.F. 2002. PakanIkan Dan Udang. PenebarSwadaya. Jakarta.

(12)

Sudarmadji, S. 1996. AnalisaBahanMakanan Dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sudarmadji, S. 1996. TeknikAnalisaBiokimia. Liberty. Yogyakarta.

Suhara. 2009. Semut Rang-rang. UrusanPendidikanBiologiFakultasPendidikan Matematikadan IPA UniversitasPendidikan Indonesia.

Suhardjo, danKusharto, C.M. 1992.Prinsip-prinsipIlmiGizi.CetakanKetujuh. Kanisius.Yogyakarta.

Tim Lentera. 2002. PembesaranIkan Mas Di Kolam Air deras. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. CetakanKedua. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Poedjiadi, A. 1994.Dasar-dasarBiokimia.UI-Press. Jakarta.

(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

- Oven Fisher

- Blender National

- Talam

- Cetakan

- Ayakan

- Beaker glass Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Gelas ukur Pyrex

- Neraca analitik Sartorius

- Labu takar Pyrex

- Cawan porselin

- Buret Pyrex

- Statif dan klemp - Botol aquadest - Botol reagent

- Kjeldhal apparatus Gallenkamp

- Labu kjeldhal - Desikator

- Tanur Gallenkamp

(14)

- Gabus karet - Pendingin liebig - Kertas saring - Pipet tetes - Batu didih - Alu dan lumping - Alat soklet

- Aquarium

- Pompa air

- Selang

3.2 Bahan – Bahan

Bahan yang digunakan dalam penenlitian ini meliputi : - Telur semut rangrang

- Ampas tahu

- Tepung tapioka

- Aquadest

- Selenium

- H2SO4(p) 98% p.a (E-Merck)

- NaOH pellet

- H3BO3 3% p.a (E-Merck)

- Indikator tashiro

- HCl(p) 37% p.a (E-Merck)

- n – Heksan p.a (E-Merck)

- Etanol p.a (E-Merck)

- Indikator PP

3.3 Prosedur Penelitian

(15)

3.3.1.1Pembuatan Larutan NaOH 30%

Sebanyak 75 g NaOH pellet dilarutkan dengan 200 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.2.2 Larutan H3BO3 3%

Sebanyak 3 g Kristal H3BO3 dilarutkan dengan 75 mL aquadest dalam beaker

glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.2.3 Larutan HCl 0,1 N

Sebanyak 0,92 mL HCl(p) 37% dilarutkan dengan 75 mL aquadest dalam beaker

glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.2.4 Larutan H2SO4 1,25%

Sebanyak 3,25 % mL H2SO4(p) 98% dilarutkan dengan 200 mL aquadest dalam

beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.2.5 Larutan NaOH 3,25 %

Sebanyak 8,125 g NaOH pellet dilarutkan dengan 200 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.2. Penyiapan Sampel

(16)

Telur semut rangrang dikeringkan didalam oven pada suhu 1050C. Dihaluskan dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk. Diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 100 mesh.

3.3.2.2 Pembuatan Tepung Ampas Tahu

Ampas tahu dikeringkan didalam oven pada suhu 1050C. Dihaluskan dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk. Diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 100 mesh.

3.3.3 Pembuatan Pellet

Diambil 25 g tepung ampas tahu, 70 g tepung telur semut rangrang, dan 5 g tepung tapioca, dicampur lalu diaduk dan ditambahkan aquadest perlahan-lahan hingga merata (homogen). Setelah diperoleh adonan yang rata, lalu dilakukan pencetakan berbentuk pellet. Lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 600 C. Setelah kering pakan dianalisa kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat kasar.

3.3.4 Analisa Kadar Lemak Pada Pellet

(17)

3.3.5 Analisa kadar protein pada pellet

Pellet ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 500 ml. Ditambahkan 0,2 g selenium dan 15 ml H2SO4(aq) 98%. Dipanaskan diatas kjeldahl apparatus sampai larutan menjadi jernih kehijauan (sekitar 2 jam). Didinginkan kemudian dimasukkan ke dalam labu alas lalu ditambahkan 100 ml aquadest kemudian ditambahkan NaOH(aq) 30 % sampai menjadi basa. Didestilasi selama beberapa menit dan ditampung destilat dalam erlenmeyer yang berisi H3BO3 3% dan indikator tashiro sampai larutan bewarna hijau. Dititasi larutan dengan HCl 0,1 N sampai larutan bewarna ungu. Dicatat volume HCl 0,1 N yang terpakai sebagai V1. Dilakukan titrasi untuk blanko yaitu titrasi asam borat tanpa adanya NH3. Dicatat volume sebagai V2.

3.3.6 Analisa kadar serat pada pellet

Dimasukkan 2 gram pellet yang telah dihilangkan kandungan lemaknya dengan n-heksan menggunakan metode soxlet selama 2 jam kedalam beaker glass. Ditambahkan 50 ml H2SO4(aq) 1,25% dan didihkan selama 30 menit sambil

ditutup dengan cawan petri/kaca arloji. Ditambahkan 50 ml NaOH(aq) 3,25% dan

didihkan selama 30 menit sambil ditutup dengan cawan petri/kaca arloji. Disaring dengan kertas saring whatman no 42. Dicuci dengan H2SO4(aq) 1,25% yang telah

(18)

3.3.7 Uji Biologis Terhadap Ikan Nila

Dimasukkan ikan kedalam aquarium yang dilengkapi aerator . Diberi pakan buatan sebanyak 2x sehari. Dilakukan pergantian air selama 2 hari sekali. Ditimbang berat ikan setiap 3 hari sekali selama 1 bulan. Dicatat hasilnya.

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Tepung Semut Rangrang

Telur semut rangrang

Dikeringkan didalam oven pada suhu 105o C

Dihaluskan

Diayak

Hasil

dengan menggunakan ayakan 100 mesh

3.4.2 Pembuatan Tepung Ampas Tahu

Ampas tahu

Dikeringkan dalam oven pada suhu 105o C

Dihaluskan

Diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh

(19)

3.4.3 Pembuatan pellet

25 g tepung ampas tahu

70 g tepung telur semut rangrang 5 g tepung tapioka

Dicampur

Campuran Tepung ampas tahu, tepung telur semut kroto

dan Tepung tapioka

Ditambahkan 200 ml aquadest

Dibuat adonan hingga homogen

Adonan Tepung

Dicetak bentuk pellet

Pelet

Dikeringkan dalam oven dengan suhu 60o C

Hasil

(20)

3.4.4 Analisa kadar lemak pada pellet

Dimasukkkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan 30 ml HCl(aq) 25% dan 20 ml akuades Ditutup beaker glass dengan kaca arloji

Didihkan selama 15 menit

Disaring dalam keadaan panas dan dicuci dengan akuades panas Dikeringkan kertas saring dan isinya pada suhu 100o - 105oC Dibungkus dengan kertas saring

Dimasukkan ke dalam alat soklet

Diekstraksi dengan larutan n-heksan selama 2-3 jam pada suhu 80oC Didestilasi larutan n-heksan dari ekstrak lemak pada suhu 105oC

Didinginkan dalam desikator Ditimbang sampai berat konstan

Dihitung kadar lemak 2 g pellet

(21)

3.4.5 Analisa kadar protein pada pellet

1 g Pellet

Dimasukkan ke dalam labu kjeldahl Ditambahkan 0,2 g selenium

Ditambahkan 15 mL H2SO4(p) 98%

Dipanaskan di atas kjeldahl apparatus

Larutan Bening Kehijauan

Didinginkan

Dimasukkan ke dalam labu alas Ditambahkan 100 mL aquadest

Ditambahkan NaOH(aq) 30% hingga menjadi basa

Didestilasi selama beberapa menit

Ditampung destilat dalam erlenmeyer yang berisi H3BO3 3%

dan indikator tashiro

Larutan Hijau

Dibilas ujung kondensor dengan aquadest Dititrasi dengan larutan standard HCl 0,1N

Larutan Ungu

Dihitung %N Dihitung %P

(22)

3.4.6 Analisa kadar serat pada pellet

Pelet Ikan

Dimasukkan 2 g pelet ikan yang telah dihilangkan kandungan lemaknya dengan n-heksan menggunakan metode soxlet selama 2 jam kedalam beaker glass

Ditambahkan 50 ml H2SO4(aq) 1,25%

Didihkan selama 30 menit dan ditutup cawan petri Ditambahkan 50 ml NaOH(aq) 3,25%

Didihkan selama 30 menit dan ditutup cawan petri Disaring

Dicuci dengan H2SO4(aq) 1,25% Dicuci dengan aquadest panas Dicuci dengan etanol 96%

Dimasukkan kedalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya Dikeringkan didalam oven pada suhu 105o C

Didinginkan didalam desikator Ditimbang

Dihitung kadar seratnya

(23)

3.4.7 Uji Biologis Pada Ikan Nila

Ikan

Dimasukkan ke dalam akuarium yang dilengkapi aerator

Diberi pakan buatan dengan variasi 25:70:5 dua kali sehari

Dilakukan pergantian air setiap 2 hari sekali

Ditimbang bobot ikan setiap tiga hari sekali selama 1 bulan

Hasil

Catatan :

(24)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Data Variasi Sampel Daya Apung Pakan Ikan

Pellet ikan yang dibuat dengan variasi berat tepung ampas tahu : tepung telur semut rangrang : tepung tapioka dapat dilihat dari tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Daya Apung Pakan Ikan

No.

dapat mengapung diatas permukaan air ± 39 detik.

2 45 50 5 Pellet dapat dicetak dengan baik, dan

dapat mengapung diatas permukaan air ± 1 menit

3 35 60 5 Pellet dapat dicetak dengan baik, dan

dapat mengapung diatas permukaan air ± 44 detik

4 25 70 5 Pellet dapat dicetak dengan baik, dan

dapat mengapung diatas permukaan air ± 10 menit

5 15 80 5 Pellet dapat dicetak dengan baik, dan

dapat mengapung diatas permukaan air ± 6 menit

6 Pellet Komersil Dapat mengapung diatas permukaan

(25)

4.1.2. Hasil Analisa Kandungan Zat Gizi Terhadap Pellet Ikan

Pada penelitian ini pellet yang dihasilkan dilakukan analisa kadar protein, kadar lemak dan kadar serat. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikiut :

Table 4.2 Hasil Analisa Kandungan Zat Gizi Pellet Ikan Yang Terbaik

No Zat Gizi Hasil Analisis (%)

Pellet Buatan Pellet Komersil

1. Protein 33,818 22,5

2. Lemak 3,505 2,2820

3. Serat 2,673 4,081

4.1.3 Hasil Uji Biologis Ikan Nila

Berdasarkan hasil analisa kandungan zat gizi pada pellet ikan dengan berbagai variasi maka diperoleh pellet ikan yang memiliki kandungan zat gizi terbaik dengan variasi pellet (25 : 70 : 5). Selanjutnya pellet ikan tersebut dibandingkan dengan pellet komersil lalu diuji secara biologis selama 30 hari. Hasil uji biologis dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Nila

(26)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Variasi Daya Apung Pakan Ikan

Pengujian fisis terhadap makanan buatan berbentuk pellet salah satunya adalah uji daya apung. Makin lama daya apung suatu pellet maka semakin baiklah mutu dari daya apung ellet tersebut. Pellet untuk ikan, setidaknya harus mempunyai daya tahan selama 10 menit sebelim pellet tersebut tenggelam ( Mujiman,A.1991).

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa variasi berat tepung yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan dengan daya apung terbaik diperoleh dengan variasi berat tepung ampas tahu : tepung telur semut rang-rang : tepung tapioka adalah 25:70:5. Hal ini dapat dilihat dari lamanya pellet mengapung diatas pemurkaan air selama ± 10 menit.

(27)

4.2.2 Analisa Kandungan Zat Gizi Terhadap Pellet Ikan

Berdasarkan perhitungan pada Lampiran , kandungan gizi yang terkandung di dalam pellet buatan ditunjukkan dalam tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.4 Kandungan Gizi Pakan Ikan

No. Sampel

Ikan nila (Oreochromis niloticus ) membutuhkan protein minimal 20% agar dapat tumbuh optimal. Protein sangat penting bagi ikan, karna zat ini berfungsi sebagai zat pembangun jaringan baru untuk pertumbuhan, zat pengatur pembentukan enzim dan hormon serta zat pembakar untuk memenuhi kebutuhan energi pada ikan (Ghufran,M.2008).

(28)

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pellet buatan mengandung protein lebih tinggi dibandingkan dengan pellet komersil. Hal ini disebabkan karna tingginya kadar protein yang terkandung didalam tepung telur semut rangrang ±47,8 % . ditambah lagi dengan kandungan protein pada tepung ampas tahu ±23,55 %. Hal ini menyebabkan hasil pellet buatan juga mengandung protein yang tinggi.

4.2.2.2Kadar Lemak

Lemak dalam makanan mempunyai peranan yang penting sebagai sumber tenaga. Kandungan lemak makanan ikan rata – rata berkisar antara 4 – 18 %, dengan daya guna energinya mencapai 85 – 95 %. Jika kandungan lemak yang digunakan terlalu tinggi sebaiknya ditambahkan bahan antioksidan untuk menghambat terjadinya proses oksidasi tersebut. Dalam kaitan dengan pakan buatan, penggunaan lemak berpengaruh terhadap rasa dan tekstur pakan yang dibuat.( Mujiman,A.2004)

Pakan yang baik mengandung lemak atau minyak antara 3-18%. Dalam pakan buatan, kadar lemak tidak boleh berlebihan. Kelebihan lemak berpengaruh terhadap rasa dan tekstur pakan serta mempengaruhi mutu pakan yaitu mudah mengalami oksidasi dan menghaslkan bau tengik. Selain itu jika ikan banyak mengkonsumsi lemak, ikan akan mengalami penimbunan lemak pada dinding rongga usus seta kerusakan pada ginjal, anemia yang dapat menimbulkan kematian (Ghufran,M.2008).

(29)

Maka persentase kadar lemak dalam pellet buatan telah memenuhi persyaratan sebagai pakan ikan.

4.2.2.3Kadar Serat

Menurut Dirhamsyah (2007) kandungan serat kasar yang diperlukan oleh ikan maksimal 4%. Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh kadar serat dari pellet buatan adalah 2,673 %, sedangkan pellet komersil mengandung serat sebesar 4,081%. Kedua jenis pellet ini telah memenuhi syarat makanan ikan. Dalam hal ini serat dibutuhkan oleh ikan untuk membantu proses pencernaan sehingga tidak boleh terlalu tinggi.

4.3.3 Uji Biologis Ikan Nila

Uji biologis dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh makanan terhadap pertumbuhan ikan. Makanan yang kandungan gizinya yang cukup tinggi belum tentu berpengaruh baik terhadap pertumbuhan ikan hal ini dipengaruhi oleh sefat bahan baku yang digunakan mudah atau sukar dicerna oleh ikan tersebut sehingga dapat diserap oleh usus ikan. Uji biologis selama 1-1,5 bulan, dimana dilakukan pengukuran pertambahan berat ikan setiap minggunya (Mujiman,A.1981).

(30)

Tabel 4.5 Hasil Uji Biologis Ikan Nila

Jumlah Hari % Pertambahan dan Penurunan Bobot Ikan Nila Pellet Buatan (%) Pellet Komersil

0-3 21,940 4,693

Data pada tabel 4.5 dapat diilustrasikan melalui gambar 4.1 sebagai berikut:

Gambar 4.1. Grafik pertambahan dan penurunan bobot ikan nila terhadap pellet buatan dan pellet komersil.

0

% Pertambahan dan Penurunan Bobot Ikan Nila Pellet Buatan (%)

(31)
(32)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pellet buatan dengan daya apung tertinggi diperoleh dari campuran tepung telur semut rangrang, tepung ampas tahu dan tepung tapioka = 70:25:5 selama ± 10 menit.

2. Kandungan gizi didalam pellet buatan terdiri dari : a. Protein sebesar 33,818 %

b. Lemak sebesar 3,505 % c. Serat sebesar 2,673 %

3. Pellet buatan memberikan efek pertambahan bobot ikan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pellet komersil yaitu 61,940% selama 30 hari.

5.2 Saran

1. Disarankan untuk melakukan uji kandungan gizi pada ikan yang telah diberi makanan buatan atau pembandingnya

2. Disarankan untuk melakukan uji fisis lebih lanjut terhadap pelet buatan seperti uji kehalusan, uji kekerasan dan daya tahan didalam air

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Ikan

Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan ikan diproses dalam tubuh ikan dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap untuk dimamfaatkan membangun jaringan dan daging sehingga

pertumbuhan ikan akan terjamin. Kecepatan laju pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan dan kualitas pakan yang diberikan serta kondisi lingkungan hidupnya. Pakan yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Pakan harus dapat dimakan oleh ikan, maksudnya kondisi pakan harus baik dan ukuran pakan harus sesuai dengan mulut ikan.

2. Pakan harus memiliki nilai biologis 3. Pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan

Apabila ketiga persyratan diatas dapat dipenuhi, pemberian pakan akan memberi mamfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. (Khairuman,2002)

Pakan untuk ikan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami dapat disediakan dengan cara mengambil langsung dialam, seperti ikan, siput, daun-daunan dan lain-lain, selain itu juga dapat dikultur, seperti kultur rotifera, artemia dan lain-lain. Sedangkan pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formula tertentu, seperti pelet. ( Ghufran,M.2008 )

2.1.1. Jenis-Jenis Pakan Ikan Buatan

(34)

Pakan buatan berbentuk butiran dikenal dengan pelet. Pelet digunakan sebagai pakan ikan dewasa karena butirannya mempunyai bentuk dan ukuran yang besar. B. Berbentuk tepung dan crumble

Pakan berbentuk tepung sebagai pakan ikan pada pendederan I, edangkan bentuk crumble digunakan sebagai pakan ikan pada tahap pendederan II. Crumble biasanya merupakan pecahan pelet.

C. Berbentuk pasta

Pakan ini diberikan kepada ikan yang masih dalam stadia bening. D. Berbentuk cairan

Pakan ini diberikan kepada ikan dalam stadia larva.

Pakan buatan adalah pakan yang sengaja dibuat dari beberapa jenis bahan baku. Dalam hal pembuatan pakan ikan, perlu diperhatikan tentang pemilihan bahannya. Bahan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

1. Mempunyai nilai gizi tinggi 2. Mudah diperoleh

3. Mudah diolah

4. Tidak mengandung racun 5. Harganya relatif murah

6. Tidak merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan saingan . (Mujiman.A.2004)

2.1.2. Pelet Ikan

Pakan yang tidak mudah hancur dalam air, minimum tahan dalam air sekitar 10 menit. Pakan yang tidak mudah tenggelam antara lain pakan buatan yng disebut pelet dengan diameter 2-5 mm. pakan yang melayang dalam air dan tidak hancur selama 2-3 menit akan lebih baik. Pakan yang baik memberian aroma yng dapat menarik dan merangsang nafsu makan ikan. Pakan yang baik dapat disimpan maksimum 2 bulan tanpa berubah kualitasnya.

(35)

1. Perubahan fisika dan kimia pada makanan mudah dicerna oleh ikan yang mengkonsumsinya. Sebab, makanan ikan yang dibuat bentuk pelet telah dimasak dalam temperatur tinggi.

2. Menghindari ikan memilih-milih bagian yang disenangi saja jika makanan ikan berupa tepung

3. Menghemat tempat dan pengangkutan karena volume makanan ikan berbentuk pelet lebih kecil akibat proses pengepresan.

4. Proses pembuatan pelet memusnakan kuman-kuman salmonella

5. Makanan ikan berbentuk pelet meningkatkan efesiensi makanan sekitar 2-6%. (Tim lentera,2002)

2.1.3. Pengujian Kualitas Pakan Ikan

2.1.3.1. Pengujian fisis

Pengujian fisis ini dilakukan dengan mengukur tingkat kehalusan bahan penyusunannya, kekerasanya dan daya tahan (polabilitas) hasil cetakan dalam air. Makin halus bahan penyusun pelet, semakin baik kualitasnya, dan pelet yang baik memiliki tingkat kekerasan (kepadatan) yang cukup tinggi, hal ini berhubungan dengan tingkat kehalusan bahan penyusunnya.

Pengujian daya tahan pelet dilakukan dengan cara merandam contoh pelet selama beberapa waktu dalam air. Makin lama waktu perendaman ini maka semakin baik

mutunya. Pelet ikan yang baik mempunyai daya tahan dalam air minimal 10 menit.

2.1.3.2. Pengujian khemis ( kimia )

Penguian khemis dilakukan dalam laboratorium. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan zat-zat gizi pakan ikan. Beberapa zat yang perlu diketahui adalah protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, abu, dan kadar air. Untuk pengujian kadar protein, metode yang paling umum dipakai adalah metode kjedhal yang dalam

(36)

sampel menggunakan pelarut lemak dan Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa.

Uji karbohidrat dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, secara kualitatif misalnya dengan uji molisch, seliwanoff, anthrone, benedict, barfoed, iodin, pembentukan osazon, dan fehling. Secara kuantitatif terbagi 4 yaitu secara kimiawi, enzimatis, kromatografi, dan cara optic ( fisi ). Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Untuk kadar air biasanya ditentukan dengan metode pengeringan atau thermogravimetri (Sudarmadji,S.1996)

2.1.3.3. Pengujian biologis

Tujuan uji biologis ini adalah untuk mengentahui besarnya pengaruh pelet terhadap pertumbuhan ikan. (Siregar,A,2001). Uji bioligis dilakukan untuk mengetahui pengaruh pakan tersebut langsung pada ikan. Ada kemungkinan pakan yang mempunyai kandungan nutrisi tinggi kurang memberikan efek bagi pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian langsung di laboratorium untuk menguji suatu pakan. Ikan yang dicobakan diperlakukan pemberian pakan selama periode waktu tertentu umumnya berkisar 1,5 – 2 bulan. Pada selang waktu tertentu dilakukan pengukuran pertumbuhan pada ikan. Pada pengamatan uji biologis tersebut akan didapatkan beberapa variabel pengukuran seperti pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Pertambahan bobot badan dapat diukur dengan menimbang ikan tersebut dengan selang waktu tertentu. (Dharmawan,B.2013)

2.2. Bahan Baku Pakan Ikan

2.2.1. Ampas Tahu

(37)

terkstrak kedalam susu kedelai yang selanjutnya dijadikan tahu. Ampas tahu cepat basi dan berbau kurang sedap sehingga dapat merusak tatanan lingkungan karena jumlahnya yang cukup besar.

Biasanya para pengusaha tahu akan membuang ampas tahu begitu saja dan dibiarkan sampai membusuk. Ampas tahu dapat dimamfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan dalam kondisi masih baik atau tidak busuk. Ampas tahu merupakan sumber

karbohidrat dan protein. (Khairuman,2002)

2.2.2. Telur Semut Rangrang

Semut rangrang atau dalam bahasa latin disebut Oecophylla smaragdina mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai dengan daerah. Di vietnam dan cina semut rangrang disebut semut kuning. Sementara di thailand disebut semut merah. Mungkin yang agak aneh di australia disebut semut hijau. Tugas ratu semut rangrang adalah menghasilkan larva. Jika dalam satu koloni tidak ada ratunya, maka semut prajurit siap menggantikan tugas ratu dan berubah fungsi menjadi penghasil telur atau kroto. Namun, hasil larva dari semur pekerja ini sedikit dan kualitasnya tidak sebagus dari ratu. Larva atau pupa

biasanya ditempatkan pada suhu yang cukup konstan untuk memastikan mereka tumbuh dengan baik. Karena itu mereka sering dipindahkan ke berbagai tempat dalam koloni.

Manfaat semut rangrang untuk tanaman telah dikenal dibanyak negara. Petani-petani di Vietnam dan di Kalimantan Timur mempunyai pengalaman mengenai bagaimana semut rangrang dapat meningkatkan kualitas buah. Buah yang dihasilkan menjadi lebih menarik dan lebih segar. Kroto atau larva adalah telur dari semut rangrang yang terkenal galak ini. Semut rangrang memang terkenal dengan krotonya yang

(38)

Gambar 2.1 telur semut rangrang (Oecophylla smaragdina)

Nama kroto bagi penggemar burung bekicau, sudah bukan barang baru lagi. Kroto adalah telur semut rangrang untuk makanan burung bekicau yang warnanya putih mengkilap laiknya sebuah kristal. Keberadaan kroto ini terdapat pada daun-daun pepohonan yang tinggi. Dedaunan ini merupakan tempat bersarangnya semut rangrang yang membentuk sebuah koloni. Dengan perekat khusus, beberapa helai daun disatukan hingga membentuk sebuah ruangan yang cukup besar dan didalam ruangan inilah semut rangrang menjaga semua telur-telurnya.

(39)

Berikut merupakan klasifikasi semut rangrang : Ordo : Hymenoptera

Family : Formicidae

Subfamily : Formicinae Genus : Oechophylla

Species : Oechophylla smaragdina. (Suhara.2009)

2.2.3. Tepung Tapioka

Proses pengolahan makanan ikan dalam bentuk pelet tidak dapat dipisahkan dari peranan perekat. Pati termasuk polisakarida dan berfungsi sebagai cadangan karbohidrat pada kebanyakan bahan makanan dari biji-bijian. Kandungan pati dari makanan biji-bijian dapat mencapai sekitar 70%.

Bentuk fisik pati berupa partikel kecil bulat lonjong atau bahkan tidak beraturan. Pati bersifat tidak larut dalam air, tetapi jika diberi perlakuan dengan air panas,

keseluruhan granul pati akan mengambang dan menyerap air. Dengan demikian pati berguna untuk merekatkan partikel-partikel makanan dalam proses pembuatan pelet. ( Murtidjo,B.A.2001 )

Tepung tapioka atau tepung kanji berfungsi sebagai perekat agar bahan baku yang ada dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran yang homogen dan sebagai pengikat antar komponen. Dengan demikian pakan tidak akan mudah hancur terurai kembali ketika dimasukkan kedalam air. Bahan yang dijadikan perekat tersebut juga dapat berfungsi sebagai sumber berbagai zat makanan. Tepung tapioka tersebut apabila kita larutkan dalam air panas akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti lem encer. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari bobot

ramuan.(Mujiman,A.2004)

2.2.4. Ikan Nila

(40)

danau-dana sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis.

Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut : Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus.

Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila Albin (Khairuman,H.2012)

Ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti misalnya asam lemak omega-3, omega-6. Asam-asam lemak tak jenuh sangat mudah mengalami proses oksidasi. Penyimpanan ikan yang kurang baik, dapat menyebabkan perubahan fisik maupun komposisi kimianya. Asam-asam lemak tak jenuh pada ikan yang rentan teroksidasi menghasilkan hidroperoksida dan hasil uraian lain seperti aldehid dan keton yang dapat meyebabkan mutu ikan segar menurun (Khamidinal, dkk. 2007)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan sungai yang dapat dipelihara pada perairan dengan salinitas 0-35 ppt. Ikan ini digolongkan ke dalam omnivora yang rakus. Makanannya terdiri dari lumut-lumutan, plankton, tumbuh-tumbuhan, detritus dan lain-lain. Dalam pemeliharannya, sering diberikan makanan tambahan berupa dedak, ampas tahu, bungkil kelapa dan lain-lain. Agar tumbuh optimal, nila diberikan makanan yng mengandung protein 35% atau minimal 20%. Jumlah pakan yang diberikan berkisar 3% dari berat total ikan. Frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore. ( Ghufran,M.2008)

2.3. Kandungan Zat Gizi Pakan

2.3.1 Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrein. Struktur protein

(41)

kadang-kadang P, Fe dan Cu sebagai senyawa kompleks dengan protein. Asam amino adalah bagian terkecil dari amino. Di alam terdapat lebih kurang 50 macam asam amino, 10 macam diantaranya merupakan asam amino essential, yaitu asam amino yang mutlak diperlukan oleh tubuh hewan dan tersedia di dalam makanannya. Sebab asam amino essential tidak dapat dibuat di dalam tubuh hewan sendiri.

Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi pakan karena usaha budidaya diharapkan pertumbuhan ikan yang cepat. Dalam hal ini, protein mempunyai tiga fungsi bagi tubuh yaitu :

a. Sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti jaringan yang rusak, maupun yang bereproduksi.

b. Sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon penjaga serta pengatur berbagai proses metabolisme di dalam tubuh ikan.

c. Sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terdapat di dalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. (Sahwan,M.F.2002)

Protein adalah unsur utama yang terdapat pada tubuh ikan dan merupakan suplai makanan yang umum diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat. Oleh karena itu, jumlah protein dalam makanan seharusnya dibatasi yang mana dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perombakan jaringan kulit, dan energi-energi lainnya.

Kualitas protein dipengaruhi secara umum oleh kandungan asam amino. Protein dibuat dari 20-25 asam-asam amino. Sepuluh dari asam amino tersebut tidak dapat disintesa dalam tubuh ikan dan harus disediakan dalam makanannya. (Brown,E.E.,1980)

Ikan membutuhkan protein dalam jumlah banyak karena dalam sistem

(42)

Pada umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewan-hewan ternak di darat (unggas dan hewan menyusui). Selain itu jenis dan umur ikan juga terpengaruh terhadap kebutuhan protein. Umumnya ikan membutuhkan kadar protein berkisar antara 20-30%. Sedangkan kadar yang optimum berkisar antara 30-36%.

(Mujiman, A.,2004). Jumlah pakan yang diberikan adalah 3-5% dari berat total ikan yang dipelihara dengan frekwensi pemberian 3 kali perhari. (Sahwan, M.F.2002)

2.3.1.1 Analisa Protein

2.3.1.1.1 Analisa protein secara kualitatif

Analisa protein secara kualitatif, antara lain : a. Kromatografi Lapis Tipis

Dengan cara ini, campuran zat-zat akan dipisahkan berdasarkan fase gerak dan fase diam, pemilihan pelarut sebagai fase gerak, didasarkan pada adsorpsi, partisi, filtrasi gel, atau pertukaran ion. Dengan cara ini, protein dapat diisolasi/dipisahkan dari campurannya. Keuntungan dari kromatografi ini adalah lebih cepat sehingga sangat sering dipakai dalam analisa bahan-bahan organik.

b. Kromatografi Pertukaran Ion

Pada pemurnian protein, pH dan konsentrasi garam, dilarutkan sebagai fase gerak. Larutan protein ditempatkan pada kolom pada penukar ion. Kemudian protein tersebut dielusi oleh buffer elusi. Dengan cara ini, berbagai jenis protein dengan affinitas berbeda dapat dipisahkan.

c. Elektroforesis

Dalam teknik ini, larutan protein ditempatkan pada tabung berbentuk U dan larutan buffer bebas protein dilapiskan diatas ujung tabung kedua. Elektroda negatif

dicelupkan dalam buffer dan elektroda positif pada larutan protein, dengan demikian membangkitkan tenaga listrik yang menyebabkan molekul protein berpindah melalui elektroda berdasarkan polaritasnya. Protein yang berbeda akan berpindah dari tingkat yang berbeda sebagai disfersi pertukaran dan koefesien fraksi. Metode ini dikenal dengan elektroforesis batas perpindahan.

2.3.1.1.2 Analisa protein secara kuantitatif

(43)

a. Metode Biuret Kuantitatif

Uji biuret adalah uji protein yang bersifat kuantitatif. Protein yang mengandung dua gugus karbonil atau lebih akan memberikan warna violet dengan pereaksi biuret. b. Metode Titrasi Formol

Dalam metode ini, larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) kemudian ditambah formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini, berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diketahui dengan tepat ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.

c. Metode Lowry

Konsentrasi protein diukur berdasarkan Optical Density (OD) dan panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam urutan, terlebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara kosentrasi dengan OD.

d. Metode Kekeruhan atau Turbidimetri

Larutan protein akan mengalami kekeruhan apabila ditambahkan bahan pengendap protein seperti Tricloro Acetic Acid, Kalium Ferri Cianida, atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan air diukur dengan turbidimeter.

e. Metode spektrofotometer UV

Kebanyakan protein mengabsorpsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin tripthopan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak merusak bahan.

f. Metode Kjeldhal

Penerapan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang terkandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli kimia Denmar pada tahun 1883. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses deskstruksi, destilasi dan tahap titrasi.

1) Tahap Dekstruksi

(44)

sulfat yang digunakan untuk desktruksi diperhitungkan adanya bahan protein, lemak, dan karbohidrat. Untuk mendekstruksi 1 gram lemak diperlukan 17,8 gram,sedangkan untuk 1 gram karbohidrat diperlukan asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Kadar lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan waktu dekstruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan dahulu sebelum dekstruksi dilakukan. Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi pada tahap detruksi

(CHNO) + H2SO4 CO2 + SO2 + H2O + NH4+

2) Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zinkum (Zn). Amonia yang dibebaskan selanjutkan akan ditangkap oleh larutan asam standar. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang digunakan adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka akan diberi indikator misalnya BCG (Brom Creesol Green) + MR (Metyl Red) atau PP (Phenolftalein). Destilasi diakhiri bila sudah semua amonia sempurna dengan ditandai detilat tidak berekasi basis.

Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi pada tahap destilasi H2SO4 + 2 NaOH 2 Na+ + SO42- + 2 H2O

NH4+ + OH- NH3(gas) + H2O

B(OH)3 + NH3 + H2O NH4+ + B(OH)4

-3) Tahap Titrasi

Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi pada tahap destilasi B(OH)4- + HX X- + B(OH)3 + H2O

(45)

selama 30 detik, bila menggunakan indikator PP. selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekivalen nitrogen

%�=������ (������ −������)������� 14,008 � 100% ����� ������ (�) 1000

Apabila penampang destilat digunakan asam borat, maka banyaknya asam borat yang berekasi dengan amonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekivalen nitrogen.

�=mL HCl (Blanko−Sampel)x N NaOH x 14,008 x 100%

Berat Sampel (g)x 1000

Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktir. Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara) maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan :

Jumlah N x 100/16 atau Jumlah N x 6,25

Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau bahan yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunya secara pasti, maka factor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai, misalnya 5,70 untuk protein gandum, 6,38 untuk protein susu, 5,55 untuk gelatin (kolagen terlarut). (Sudarmaji,S.,1996)

2.3.2 Lemak

(46)

buatan, penggunaan lemak berpengaruhi terhadap rasa dan tekstur pakan yang dibuat. Oleh karena itu, lemak juga mempunyai peranan dalam proses metabolisme dan pertumbuhan ikan (Sahwan, M.F.2002).

Lemak mengandung asam lemak yang diklarifikasikan sebagai asam lemak jenuh dan asam emak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ditandai dengan ikatanrangkap,

sedangkan asam lemak jenuh ditandai dengan tidak adanya ikatan rangkap. Kandungan lemak ikan rata-rata berkisar antara 4-18% dengan daya guna energi dapat mencapai 85-95%. Kandungan lemak makanan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya ukuran ikan, kondisi lingkungan(suhu), dan adanya sumber tenaga lain. (Mujiman, A.,2004).

Kisaran kadar lemak yang tidak terlalu rendah ataupun tidak terlalu tinggi, disamping dapat memperbaiki (mempertinggi) kualitas pakan. Pada makanan buatan, kadar lemak yang berlebihan juga dapat berpengaruh buruk terhadap mutu makanan. Sebab lemak mudah sekali teroksidasi menghasilkan bau tengik (Puspowardoyo, H.2000)

2.3.2.1 Analisa Lemak dengan metode Sokletasi

Pada garis besarnya, analisis “lemak kasar” ada dua macam yaitu cara kering dan cara basah. Penentuan kadar lemak pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble. Kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Pelarut yang banyak digunakan adalah petroleun eter karena lebih murah, kurang berbahaya terhadap

kebakaran dan lebih selektif dalam pelarutan lipida.

Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dikerjakan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dijalankan dengan alat sokhlet. Petroleun eter atau n-heksan adalah bahan pelarut lipida non polar yang paling banyak digunakan dengan alasan sebagai berikut :

1. Harganya relatif murah

(47)

Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari kebakaran. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu godok diambil dan ekstrak dituangkan kedalam botol timbang atau cawan porselan yang telah diketahui beratnya. Kemudian pelarut dituangkan diatas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 100 C. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak.

Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dikerjakan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dijalankan dengan alat sokhlet atau

ekstraksi ASTM (American Society Testing Material), sedangkan cara berkesinambungan dengan alat Goldfish atau ASTM yang sudah dimodifikasikan.

Ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis dan mudah pemakaiannya. Seperti halnya cara sokhlet, penentuan banyaknya lemak/minyak dapat pula dengan menimbang residu pada thimble sesudahekstraksi berakhir dan sudah dikeringkan sampai berat kostan. Selisih bobot sampel sebelum dan bobot residu sesudah ekstraksi dan sudah dikeringkan merupakan lemak yang ada dalam bahan. Keuntungan cara ini ialah pelarut yang sudah dipakai dapat diperoleh kembali.

Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock atau dengan Mojonnier. Penentuan lemak dengan botol Babcock sangatlah sederhana. Pada cara ini digunakan sentrifugasi untuk pemisahan lemaknya dengan menggunakan asam sulfat, dan dengan penambahan akuades maka banyaknya lemak/minyak akan terbaca pada leher botol Babcock telah dilengkapi skala ukuran volume. Pada penentuan lemak dengan Mojonnier, sampel dimasukkan kedalam tabung Mojonnier dan ditambahkan ethanol, ammonium hidroksida, kemudian diekstraksi menggunakan campuran ethil-ether dan petroleum ether (1:1). Hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven 100 C sampai diperoleh beras kostan. (Sudarmadji, S.1996)

2.3.3 Serat Kasar

(48)

tumbuhan yang tidak larut dalam air. Ternyata serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kaang-kacangan. Serat yang dalam air ada tiga jenis yaitu pektin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal.

Istilah serat makanan (dietry fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat dan natriun hidroksida. Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksudkkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium.

Serat kasar mengandung senyawa sellulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasidengan pasti. Yang disebut serat kasar disni adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhiyungkan banyaknya zat yang hilang waktu diabuhkan dalam asam encer dalam kondisi tertentu. (Sudarmadji,1996)

Dalam jumlah tertentu serat kasar diperlukan juga antara lain untuk membentuk gumpalan kotoran, sehingga makanan kandungan serat kasar kurang dari 8% mungkin sekali diperlukan tapi apabila sampai lebih dari 21% ini berbahaya bagi pertumbuhan ikannya. (Mujiman, A.1999)

(49)

Di dalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah :

1. Penghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut lemak. 2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa.

Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendah hasil analisa karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung 97% selulosa dan lignin, dan sisanya senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi secara pasti.

(50)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan adalah nama umum yang digunakan untuk menyebut makanan yang dimanfaatkan atau dimakan hewan, termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan tubuhnya. Pakan ikan yang berasal dari alam disebut pakan alami dan dari buatan manusia disebut pakan buatan. Pada dasarnya, sumber pakan dari ikan peliharaan berasal dari pakan alami dan pakan buatan. Oleh karena jumlah pakan alami dalam kolam sangat terbatas dan kurang memadai maka agar laju pertumbuhan ikan yang baik, perlu diberikan pakan tambahan atau pakan buatan sesuai dengan kebutuhan ikan. Pakan buatan terdiri atas beberapa jenis, salah satu pakan buatan yang paling banyak dikenal adalah jenis pellet, yaitu pakan yang berbentuk butiran. Permasalahan yang sering menjadi kendala yaitu pembuatan pakan ini memerlukan biaya yang relative tinggi, bahkan mencapai 60 – 70 % dari seluruh biaya produksi. Umumnya harga pakan ikan yang terdapat dipasaran relative mahal. (kanisius,A.A.,1990)

(51)

Kroto adalah sebutan dalam bahasa jawa untuk larva dan pupa dari semut rangrang. Kroto ini terkenal dikalangan pecinta burung dan nelayan di Indonesia. Bagi pecinta burung, kroto sebagai makanan pembangkit gairah agar meningkatkan keterampilan burung-burung kicauan. Bagi nelayan, kroto semut popular sebagai umpan ikan. Kroto adalah telur yang dihasilkan oleh satu koloni semut rangrang. Semut rangrang atau dalam bahasa latin disebut Oecophylla

smaragdina mempunyai nama berbeda-beda sesuai dengan daerah. (Sani,B.,2014)

Ampas tahu merupakan hasil sisa perasan bubur kedelai. Ampas ini mempunyai sifat cepat basi dan berbau tidak sedap kalau tidak segera ditangani dengan cepat. Pemanfaatan ampas tahu menjadi pakan merupakan pengolahan yang paling mudah karena hanya dengan cara mengeringkannya. Ampas tahu yang dihasilkan segera dikeringkan. Dalam kondisi kering, ampas tahu dapat disimpan lama (Sarwono, 2003).

Amrih Joko Waspada (2012) telah melakukan penelitian tentang Performans Reproduktif Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Dalam Merespons Tingkat Penambahan Tepung Kroto Pada formulasi Pakan berbasis Bahan Baku Lokal dimana dihasilkan respons reproduktif ikan patin siam dengan penambahan tepung kroto pada pakan menghasilkan performans perkembangan

kematangan gonad, fekunditas, derajat pembuahan, derajat penetasan dan sintasan

larva yang lebih baik dibandingkan dengan pakan tanpa penambahan kroto

(kontrol). Tingkat penambahan tepung kroto antara 5-15% pada pakan tidak

mengakibatkan perbedaan performans respons reproduktif pada ikan patin.

Arif tribina (2012) telah melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Silase

Kering Ampas Tahu Untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) diperoleh

bahwa jumlah pemberian pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan dan konversi pakan pada ikan Nila merah (Oreochromis

niloticus). Jumlah pemberian pakan yang menghasilkan pertumbuhan optimum

(52)

memberikan pertumbuhan yang optimum pada ikan Nila merah berukuran 4,13 ± 0,08 g, jika diberi pakan dengan formula seperti pada penelitian ini dalam pemeliharaan selama 21 hari, maka jumlah pemberian pakannya adalah 4,47% dari biomassa/hari (44,7g/1 kg ikan/hari). Untuk memperoleh konversi pakan yang lebih rendah perlu adanya penelitian lanjutan mengenai frekuensi pemberian pakan dengan formula yang sama pada ikan yang sama. Perlu juga adanya penelitian dasar mengenai komposisi asam amino pada ampas tahu dan silase kering ampas tahu.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana variasi pencampuran pengaruh tepung telur semut rangrang, tepung ampas tahu, dan tepung tapioka dari pellet buatan yang memiliki daya apung tertinggi ?

2. Bagaimana kandungan Gizi (protein, lemak, dan serat) dalam pellet buatan ? 3. Bagaimana pengaruh penambahan pellet buatan terhadap penambahan dan

penurunan ikan nila jika dibandingkan dengan pellet komersil ?

1.3 Pembatasan Masalah

1. Ampas tahu yang digunakan diperoleh dari pabrik tahu di desa Tj. Beringin 2. Telur semut rangrang yang digunakan diperoleh dari desa Tj. Beringin 3. Tepung tapioka yang digunakan diperoleh dari Pasar sore Padang Bulan

4. Variasi sampel ditentukan dengan metode penyusunan formulasi pakan yaitu : perbandingan berat telur semut rangrang : tepung ampas tahu : tepung tapioka adalah : A = (55 : 40 : 5) ; B = (45 : 50 : 5) ; C = (35 : 60 : 5) ; D = (25 : 70 : 5) ; E = (15 : 80 : 5)

5. Lama pengamatan terhadap uji biologis pada ikan nila dilakukan selama 1 bulan dengan penimbangan 3 hari sekali

6. Bentuk pakan buatan yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk silinder 7. Pakan komersil diperoleh dari toko Tani di Amplas

(53)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahi variasi pencampuran pengaruh tepung telur semut rangrang, tepung ampas tahu, dan tepung tapioka dari pellet buatan yang memiliki daya apung tertinggi ?

2. Untuk mengetahui kandungan Gizi ( protein, lemak, dan serat ) dalam pellet buatan ?

3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan pellet buatan terhadap penambahan dan penurunan ikan nila jika dibandingkan dengan pellet komersil ?

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap masyarakat khususnya bagi peternak ikan, sehingga pakan buatan yang dari campuran telur semut rangrang dan ampas tahu ini dapat dijadikan sebagai pakan alternatif yang dapat dikonsumsi oleh ikan.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia / Kimia Bahan Makanan (KBM) Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

(54)

kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat.Pada tahap ini adalah proses pengujian secara biologis terhadap ikan nila dimana ikan dimasukkan kedalam akuarium yang dilengkapi aerator. Kemudian diberi pakan buatan 2 kali sehari. Dilakukan pergantian air dua hari sekali. Dihitung bobot ikan 2 hari sekali selama satu bulan.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tetap : - berat tepung tapioka

- suhu pengeringan pellet 600C

- waktu penimbangan bobot ikan nila 3 kali sehari 2. Variabel bebas : - berat tepung ampas tahu

- berat tepung telur semut rangrang 3. Variabel terikat : - uji kadar protein

- uji kadar lemak

(55)

PENENTUAN DAYA APUNG DAN KANDUNGAN GIZI PELLET BUATAN DARI VARIASI CAMPURAN TEPUNG TELUR

SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina), TEPUNG AMPAS TAHU, DAN TEPUNG TAPIOKA SERTA

APLIKASINYA SEBAGAI PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

Penentuan Daya Apung Dan Kandungan Gizi Pellet Buatan Dari Variasi Campuran Tepung Telur Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina), Tepung Ampas Tahu, Dan Tepung Tapioka Dengan Aplikasinya Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) telah dilakukan . Pellet dibuat dari pencampuran tepung telur semut rangrang, tepung ampas tahu dan tepung tapioka dengan variasi tertentu. Campuran diolah dan dicetak dengan diameter ± 3 mm bebentuk silinder lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC. Pellet dengan daya apung terbaik diperoleh dengan campuran 70:25:5 dimana pellet dapat mengapung diatas air selama ± 10 menit. Kandungan gizi yang terkandung dalam pellet buatan antara lain Protein sebesar 26,5899%, Lemak sebesar 3,3576%, Serat sebesar 2,5216%. Dilakukan aplikasi penggunaan pellet buatan terhadap ikan nila yang dibandingkan dengan pellet komersil, dimana hasilnya menunjukkan bahwa pellet buatan memberikan persentase pertambahan bobot ikan jauh lebih tinggi yaitu 61,940%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pellet buatan memenuhi standart makanan ikan.

(56)

DETERMINATION OF PELLET SYNTHETIC FLOATING POWER AND CONTENT OF NUTRITION MADE FROM VARIATION OF MIXTURE

EGG RANGRANG ANTS FLOUR (Oecophylla smaragdina), DREGS OF TOFU FLOUR, AND TAPIOKA FLOUR

ALSO THE APPLICATION AS NILA’S FEED (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

Determination of pellet synthetic floating power and content of nutrition made from variation of mixture egg rangrang ants flour (oecophylla Smaragdina), dregs of tofu flour, and Tapioka flour also the application as Nila’s feed (oreochromis niloticus) has been done. Pellets made from mixing flour rangrang ant eggs, dregs of tofu flour and tapioca flour with certain variations. The mixture is processed and printed with ± 3 mm diameter cylindrical then dried in an oven at 60°C. Pellet with best floating power obtained with a mixture of 70: 25: 5 where the pellet can float in water for ± 10 minutes. Nutrient content contained in pellet synthetic is 26,5899% of proteins; 3,3576% of Fat; 2.5216% of fiber. The application of using pellet synthetic compared with commercial pellets as nila’s feed, where the results show that the pellet synthetic gives the percentage of fish weight gain is much higher than commercial pellet at 61.940%. These results indicate that pellet synthetic is complying standard fish food.

(57)

PENENTUAN DAYA APUNG DAN KANDUNGAN GIZI PELLET BUATAN DARI VARIASI CAMPURAN TEPUNG TELUR

SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina), TEPUNG AMPAS TAHU, DAN TEPUNG TAPIOKA SERTA

APLIKASINYA SEBAGAI PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

NOVI KUMALA SARI

110802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(58)

PENENTUAN DAYA APUNG DAN KANDUNGAN GIZI PELLET BUATAN DARI VARIASI CAMPURAN TEPUNG TELUR

SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina), TEPUNG AMPAS TAHU, DAN TEPUNG TAPIOKA SERTA

APLIKASINYA SEBAGAI PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NOVI KUMALA SARI 110802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(59)

PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Daya Apung Dan Kandungan Gizi

Pellet Buatan Dari Variasi Campuran Tepung Telur Semut Rangrang (Oecophylla

smaragdina), Tepung Ampas Tahu, Dan

Tepung Tapioka Serta Aplikasinya Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Kategori : Skripsi

Nama : Novi Kumala Sari

Nomor Induk Mahasiswa : 110802017

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Desember 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Firman Sebayang, MS

NIP.195607261985031001 NIP.195408301985032001

Dr.Rumondang Bulan,MS

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(60)

PERNYATAAN

PENENTUAN DAYA APUNG DAN KANDUNGAN GIZI PELLET BUATAN DARI VARIASI CAMPURAN TEPUNG TELUR

SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina), TEPUNG AMPAS TAHU, DAN TEPUNG TAPIOKA SERTA

APLIKASINYA SEBAGAI PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

(61)

PENGHARGAAN

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Ridho-Nya serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Dengan ucapan syukur dan penuh ucapan terima kasih penulis mempersembahkan skripsi ini kepada orang tua tercinta, Ibunda Jumiati dan Ibunda Purwanti untuk kasih sayangnya yang senantiasa memberikan doa restunya serta dukungan moril , materi dan perhatian yang tulus kepada penulis sepanjang perkuliahan sampai skripsi ini selesai. Terima kasih juga untuk keluarga penulis Adinda Windi Anggara Putri, Adinda Aldo Wijaya dan Adinda Edo Pratama Wijaya atas doa dan dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati , penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S sebagai Dosen Pembimbing I serta Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Firman Sebayang M.S sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu menjadi tempat Diskusi dan memberi masukan kepada Penulis dalam menyelesaikan Penelitian dan Skripsi ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si sebagai Dosen Biokimia, Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc sebagai sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, serta seluruh Staff Dosen dan Pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan membantu segala keperluan Penulis.

Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman seperjuangan Kimia 2011, kakak dan abang Kimia 2008-2010, dan adik-adik Kimia 2012-2015. Keluarga Besar Laboratorium Biokimia/KBM (Kak fika, Kak via, Bang Edi, Bang Saipul, Bang Adri, Bang Sadani, Kak May, Kak Sumariah, Kak Eza, Alex, Habibi, Putri, Isti, Firdha, Puput, Henri, Fitri, Nurul, Nikmah, Dian, Cut), serta terkhusus kepada Uli, Suci Laila, Uci, yang telah menemani Penulis dalam proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini sangat Penulis harapkan. Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

(62)

PENENTUAN DAYA APUNG DAN KANDUNGAN GIZI PELLET BUATAN DARI VARIASI CAMPURAN TEPUNG TELUR

SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina), TEPUNG AMPAS TAHU, DAN TEPUNG TAPIOKA SERTA

APLIKASINYA SEBAGAI PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

Penentuan Daya Apung Dan Kandungan Gizi Pellet Buatan Dari Variasi Campuran Tepung Telur Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina), Tepung Ampas Tahu, Dan Tepung Tapioka Dengan Aplikasinya Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) telah dilakukan . Pellet dibuat dari pencampuran tepung telur semut rangrang, tepung ampas tahu dan tepung tapioka dengan variasi tertentu. Campuran diolah dan dicetak dengan diameter ± 3 mm bebentuk silinder lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC. Pellet dengan daya apung terbaik diperoleh dengan campuran 70:25:5 dimana pellet dapat mengapung diatas air selama ± 10 menit. Kandungan gizi yang terkandung dalam pellet buatan antara lain Protein sebesar 26,5899%, Lemak sebesar 3,3576%, Serat sebesar 2,5216%. Dilakukan aplikasi penggunaan pellet buatan terhadap ikan nila yang dibandingkan dengan pellet komersil, dimana hasilnya menunjukkan bahwa pellet buatan memberikan persentase pertambahan bobot ikan jauh lebih tinggi yaitu 61,940%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pellet buatan memenuhi standart makanan ikan.

(63)

DETERMINATION OF PELLET SYNTHETIC FLOATING POWER AND CONTENT OF NUTRITION MADE FROM VARIATION OF MIXTURE

EGG RANGRANG ANTS FLOUR (Oecophylla smaragdina), DREGS OF TOFU FLOUR, AND TAPIOKA FLOUR

ALSO THE APPLICATION AS NILA’S FEED (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

Determination of pellet synthetic floating power and content of nutrition made from variation of mixture egg rangrang ants flour (oecophylla Smaragdina), dregs of tofu flour, and Tapioka flour also the application as Nila’s feed (oreochromis niloticus) has been done. Pellets made from mixing flour rangrang ant eggs, dregs of tofu flour and tapioca flour with certain variations. The mixture is processed and printed with ± 3 mm diameter cylindrical then dried in an oven at 60°C. Pellet with best floating power obtained with a mixture of 70: 25: 5 where the pellet can float in water for ± 10 minutes. Nutrient content contained in pellet synthetic is 26,5899% of proteins; 3,3576% of Fat; 2.5216% of fiber. The application of using pellet synthetic compared with commercial pellets as nila’s feed, where the results show that the pellet synthetic gives the percentage of fish weight gain is much higher than commercial pellet at 61.940%. These results indicate that pellet synthetic is complying standard fish food.

(64)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran xi

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

BAB 2 Tinjauan Pustaka 6

2.3. Kndungan Zat Gizi Pakan 14

2.3.1. Protein 14

2.3.2.1. Analisa Lemak Metode Sokletasi 21

2.3.3. Serat Kasar 22

(65)

BAB 3 Metodologi Penelitian 25

3.1. Alat 25

3.2. Bahan 26

3.3. Prosedur Penelitian 26

3.3.1. Pembuatan Larutan 26

3.3.1.1. Pembuatan Larutan NaOH 30% 27

3.3.1.2. Larutan H3BO3 3% 27

3.4. Bagan Penelitian 30

3.4.1. Pembuatan Tepung Telur Semut Rangrang 30

4.1. Hasil Penelitian 36

(66)

BAB 5 Kesimpulan Dan Saran 44

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44

Daftar Pustaka 45

(67)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

4.1 Hasil Pengamatan Daya Apung Pakan Ikan 36

4.2 Hasil Analisa Kandungan Zat Gizi Pellet Ikan Yang Terbaik

37

4.3 Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Nila 37

4.4 Kandungan Gizi Pakan Ikan 39

(68)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar

Judul Halaman

2.1 Telur Semut Rangrang (Oecophylla Smaragdina) 11 4.1 Grafik Pertambahan Dan Penurunan Bobot Ikan Nila

Terhadap Pellet Buatan Dan Pellet Komersil

(69)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran

Judul Halaman

1 Bentuk Fisik Pellet Buatan Dan Pellet Komersil 48

2 Tabel Hasil Perhitungan Kadar Protein 49

3 Tabel Hasil Perhitungan Kadar Lemak 51

4 Tabel Hasil Perhitungan Kadar Serat 53

5 Perhitungan Uji Biologis Pada Ikan Nila 54

6 Bobot Ikan Sebelum Dan Sesudah Pengamatan Untuk Pellet Buatan Dan Pellet Komersil

57

Gambar

Gambar B. Pellet 2 (40:55:5)
Gambar A. Ikan nila sebelum perlakuan    Gambar B. Ikan nila sesudah perlakuan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Daya Apung Pakan Ikan
Table 4.2 Hasil Analisa Kandungan Zat Gizi Pellet Ikan Yang Terbaik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Recovery yang dihasilkan oleh jig setelah dilakukan perubahan variabel panjang pukulan untuk menyesuaikan kembali dengan SOP berdasarkan perhitungan penentuan panjang

Apabila proyek yang dikerjakan total pendapatan dan beban kontrak dapat diukur secara andal kaitannya dengan bagian lain adalah estimator dalam pembuatan RAB dan RAPP maka

Selain menjaga agar periklanan tidak menyalahi batas-batas etika melalui pengontrolan terhadap iklan-iklan dalam media massa, ada juga cara lebih positif untuk

Pembangunan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 3 Surakarta menggunakan penerapan model Cooperative

Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah seseorang menerima penghargaan karena telah melakukan kegiatan belajar dengan baik, ia akan terus melakukan

Penggunaan model kooperatif tipe TPS (Think Pair Square) dengan permainan balok dikelas V SD Negeri 1 Tamansari dapat meningkatkan prestasi belajar

Judul penelitian Variabel penelitian Hasil penelitian 1 Meutia (2004) Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Manajemen Laba Untuk KAP Big 5 dan Non-Big 5 Variable