• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum Sekolah Berkebutuhan Khusus Pengertian Sekolah Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum Sekolah Berkebutuhan Khusus Pengertian Sekolah Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

9

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Umum

2.1.1 Sekolah Berkebutuhan Khusus Pengertian Sekolah

Sekolah atau School berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar- besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik, mental, emosi, sosial atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus. Dalam buku yang berjudul Lexikana Universal Encyclopedia dijelaskan bahwa Pengertian Anak Luar Biasa atau istilah ketunaan digunakan untuk menunjukkan adanya kelainanan fisik atau kelemahan mental yang sekarang lebih sering digunakan untuk menjelaskan adanya kelemahan, gangguan atau hambatan dalam segi mental, fisik atau emosi yang begitu berat sehingga mengakibatkan keterbatasan bagi mereka dalam melakukan aktivitas.

Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus 1. Tuna Netra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi

(2)

penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan yaitu tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata, sering meraba-raba/tersandung dijalan, mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya, bagian bola mata yang hitam berwarna keruh, mata bergoyang terus. (Sutjihati Somantri, 2003).

2. Tuna Rungu

Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal secara fisik. Anak tunarungu tidak berbeda dengan anak –anak yang dapat mendengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali. (Sutjihati Somantri, 2003)

3. Tuna Grahita

American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. (Sutjihati Somantri, 2003)

4. Tuna Daksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. (Haekal, 2005)

5. Tuna Laras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. (Haekal, 2005)

6. Tuna Ganda

Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan

(3)

yang serius, sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki. (Sutjihati Somantri, 2003)

Pengertian Sekolah Berkebutuhan Khusus

Maka pengertian dari Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus adalah tempat yang berfungsi memfasilitasi atau mewadahi siswa yang memiliki kelainan fisik atau mental untuk mendukung aktifitas didalamnya dalam proses belajar mengajar seperti bermain, bersosialisasi, pembinaan, pengembangan bakat dan kreatifitas.

Jenis Sekolah Berkebutuhan Khusus atau Sekolah Luar Biasa

Menurut Depdiknas tahun 2008 dalam pelaksanaannya SLB terbagi atas beberapa jenis sesuai dengan kelainan peserta didik, yaitu:

1. SLB Bagian A, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang menyandang kelainan pada penglihatan (Tunanetra).

2. SLB Bagian B, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang menyandang kelainan pada pendengaran (Tunarungu).

3. SLB Bagian C, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita ringan dan SLB. Bagian C1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita sedang.

4. SLB Bagian D, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang mengalami cacat fisik (tunadaksa) tanpa adanya gangguan kecerdasan dan SLB D1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunadaksa yang disertai dengan gangguan kecerdasan.

5. SLB Bagian E, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan tingkah laku (tunalaras).

6. SLB Bagian G, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunaganda. teori dan

(4)

praktik.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta nomor 32 tahun 2012 pasal 18 menyebutkan

1. Kelengkapan prasarana pada Sekolah Luar Biasa (SLB) sekurang- kurangnya memiliki :

a. ruang pembelajaran umum b. ruang pembelajaran khusus c. ruang penunjang

Ruang pembelajaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. meliputi

a. ruang kelas

b. ruang perpustakaan

Ruang pembelajaran khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi

a) ruang orientasi dan mobilitas (OM) untuk tunanetra (A);

b) ruang bina komunikasi. persepsi bunyi dan irama (BKPBI) untuk tunarungu (B), terdiri dari

• ruang bina wicara

• ruang bina persepsi bunyi dan irama

• ruang bina diri dan bina gerak untuk tunagrahita (C) • ruang bina diri dan bina gerak untuk tunadaksa (D) • ruang bina pribadi dan sosial untuk tunalaras (E)

• ruang keterampilan.

Ruang penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi a) ruang pimpinan

b) ruang guru c) ruang tata usaha d) tempat beribadah e) ruang UKS

f) ruang konseling/assesment g) ruang organisasi kesiswaan h) toilet

(5)

j) ruang sirkulasi

k) tempat bermain/olahraga 2.1.2 Sekolah Luar Biasa Tunanetra

Sekolah Luar biasa untuk tunanetra atau yang biasa disebut dengan SLB-A ini menurut George H.W dalam bukunya “Signage into Law” mengajarkan bagaimana siswa untuk hidup mandiri melalui latihan pembelajaran praktis. belajar kemandirian finansial, cara menavigasi situasi dengan lingkungan yang berbeda, cara hidup dan merawat dirinya sendiri. Menurut ADA (American Disabilities Act) komponen penting untuk mendesain SLB-A dengan tujuan melebihi standar yang ada guna untuk mengembangkan ruang yang lebih nyaman dan mudah di akses meliputi Accessibility

Fasilitas ini harus mengakomodasi semua individu khususnya untuk tunanetra.

Audibility

Kemampuan untuk mengontrol jenis kebisingan yang dapat mempengaruhi pengguna fasilitas dalam belajar. Menggunakan “white noise” dalam arti suara yang dapat dinikmati dengan digunakan secara efektif berguna untuk membantu siswa memblokir suara dari lingkungan perkotaan.

Interaction

Para guru dan siswa harus berinteraksi dengan lingkungan, hal ini dilakukan dengan membuat point of interest yang menciptakan situasi interaksi .

Olfactory

Membuat lansekap dan desain interior yang menciptakan penanda aromatik di ruang tertentu sehingga dapat membantu dalam pengembangan pemetaan kognitif dan untuk menciptakan pengalaman yang benar-benar unik.

Safety

Menciptakan lingkungan yang aman di mana guru dan siswa sama-sama bebas untuk bergerak di lingkungan yang bebas hambatan dan menciptakan solusi desain terbaik untuk mencegah kebingungan yang mengakibatkan cedera .

Security

Fasilitas harus menciptakan lingkungan yang aman, melindungi guru dan siswa dari pengaruh luar. Fasilitas ini harus memberikan rasa aman tanpa

(6)

menjadi sombong dengan efek dari makhluk dalam "penjara". Tangible

Fasilitas ini harus memberikan tekstur pada permukaan dalam rangka untuk menavigasi dengan sentuhan. Banyak tekstur yang berbeda dapat membingungkan, tetapi penggunaan tekstur tertentu untuk pemberitahuan spesifik seperti " bahaya " atau penunjukan toilet , dan sebagainya .

Sight

Fasilitas ini harus menggunakan warna untuk mewakili ruang yang berbeda dan membuat jalur yang dapat membantu dalam penunjuk jalan. Penggunaan cahaya siang hari alami dapat membantu untuk mendefinisikan ruang tertentu memisahkan mereka dari ruang lain dengan menggunakan tingkat yang berbeda pencahayaan.

2.1.3 Arsitektur Perilaku

Arsitektur Perilaku dapat diartikan sebagai suatu lingkungan binaan yang diciptakan oleh manusia sebagi tempat untuk melakukan aktivitasnya dengan mempertimbangkan segala aspek dari tanggapan atau reaksi dari manusia itu sendiri menurut pola pikir atau persepsi manusia selaku pemakai. (Setiawan. B & Haryadi, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku)

Sehubungan dengan pengertian di atas maka Arsitektur Perilaku tersebut membahas tentang hubungan antara tingkah laku manusia dengan lingkungannya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pembahasan psikologis yang secara umum didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dengan lingkungan.

Menurut Garden Murphy, psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya. Menurut Amos Rapoport, kajian arsitektur lingkungan berkaitan dengan karakter manusia yang berbeda-beda, lingkungan terbangun yang membentuk atau mempengaruhi perilaku manusia yang didalamnya dan interaksi manusia dengan lingkungannya.

Penyesuaian antara perilaku dengan lingkungannya terbagi atas dua yaitu :

• Perubahan perilaku agar sesuai dengan lingkungan. Sifat manusia yang mampu belajar dari pengalaman, perubahan perilaku agar sesuai dengan lingkungan akan bisa dilakukan secara bertahap. Dengan kata lain,

(7)

manusia bisa dididik, dilatih dan belajar sendiri untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang masih asing.

• Perubahan lingkungan agar sesuai dengan perilaku manusia selalu berusaha untuk memanipulasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi dirinya (keadaan yang diinginkannya). Proses manipulasi lingkungan tersebut melibatkan tingkah laku mendesain (merancang) lingkungan. Dlam mendesain bangunan ada dua unsur yaitu kelayakan huni (habitability) dan alternatif desain.

Perilaku Sebagai Suatu Pendekatan

Pendekatan perilaku menekankan keterkaitan antara ruang dengan manusia yang memanfaatkan atau menghuni ruang tersebut. Pendekatan ini menekankan perlunya memahami perilaku manusia atau masyarakat yang berbeda-beda di setiap daerah dari aspek norma, kultur, dan psikologis masyarakat. Dengan perbedaan tersebut maka akan tercapai konsep ruang dengan wujud ruang yang berbeda sesuai dengan pemakai/pengguna ruang tersebut.

Psikologi Manusia

Psikologi merupakan suatu bidang ilmu kejiwaan yang membahas tentang tingkah laku manusia sebagai individu pada lingkungan sosialnya. Psikologi manusia adalah ilmu yang mempermasalahkan mengenai tingkah laku dan proses yang terjadi tentang tingkah laku tersebut. Maka psikologi selalu berbicara tentang kepribadian manusia.

Menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, manusia sebagai objek yang paling penting dalam suatu lingkungan binaan memiliki ciri- ciri sebagai berikut, cenderung untuk selalu mengerti dan bereaksi dengan lingkungannya, senang untuk mengetahui dan membagi pengetahuannya dengan orang lain dan selalu kebingungan pada saat tidak memiliki pedoman yang jelas.

Kecenderungan ini merupakan akibat dari adanya proses psikologi yang terjadi pada setiap individu dalam interaksinya dengan lingkungannya. Pada lingkungan binaan tersebut manusia memiliki perilaku tertentu karena didasarkan pada kebutuhan hidup.

Konsep dalam Kajian Arsitektur Lingkungan dan Perilaku

Behavior Setting (seting ruang) mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan, aktivitas atau perilaku dari sekelompok

(8)

orang tersebut, secara konstan atau berkala, dan pada suatu tempat atau setting tertentu.

Environmental Perception (persepsi tentang lingkungan) interpretasi tentang suatu setting oleh individu, didasarkan latar belakang budaya, nalar dan pengalaman individu tersebut.

Perceived Environment (lingkungan yang terpersepsikan) merupakan produk atau bentuk dari persepsi lingkungan seseorang atau sekelompok orang.

Environment Cognition, Image, and Schemata (kognisi lingkungan, citra, dan skemat) Merupakan suatu proses memahami dan memberi arti terhadap lingkungan.

Environmental Learning (pemahaman lingkungan) meliputi proses pemahaman yang menyeluruh tentang suatu lingkungan seseorang.

Environmental Quality (kualitas lingkungan) merupakan kualitas lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Territory (teritori/wilayah) merupakan batas dimana organisme hidup menentukan tuntutannya menandai serta mempertahankannya.

Personal Space and Crowding (ruang personal dan keramaian) merupakan batas yang tidak tampak di sekitar seseorang, dimana orang lain tidak boleh atau merasa enggan untuk memasukinya. Apabila personal space tidak dapat dipertahankan akan timbul crowding.

Environmental Pressure and Stress merupakan faktor-faktor fisik yang menimbulkan rasa tidak enak, kehilangan orientasi, tidak nyaman yang dapat menyebabkan stress.

2.2 Tinjauan Khusus 2.2.1 Tuna Netra

Pengertian Tunanetra.

Secara umum ketunanetraan atau hambatan penglihatan (visual impairment) dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, yaitu buta total (totally blind) dan kurang lihat (Low Vision) (Christopher, 2005: 412). Seseorang dikatakan menyandang low vision atau kurang lihat apabila ketunanetraannya masih cenderung memfungsikan indera penglihatannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sehingga masih dapat membedakan

(9)

ruang yang ada di sekitarnya, namun membutuhkan usaha dibandingkan dengan orang biasa lainnya. Oleh sebab itu perbedaan warna yang mencolok sangat membantu mereka dalam beraktifitas di ruangannya (Adrian R Hill, 2004). Blindness (kebutaan) menunjuk pada seseorang yang tidak mampu melihat atau hanya memiliki persepsi cahaya (Huebner dalam Siska, 2005: 412). Seseorang dikatakan buta (blind) jika mengalami hambatan visual yang sangat berat atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali. Kadang-kadang di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind atau educationally blind untuk kategori kebutaan ini. Penyandang buta total mempergunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar sehingga membutuhkan signage atau penanda untuk mempermudah mengenal ruangan.

Orang tunanetra mengalami tiga keterbatasan (Lowenfeld, 1948). Keterbatasan pertama, kontrol lingkungan dan diri dalam hubungannya dengan lingkungan, dimana hal ini dapat berpengaruh terhadap penerimaan informasi dalam interaksi sosial. Keterbatasan kedua adalah mobilitas. Apabila keterbatasan ini tidak ditangani dengan memberikan pelatihan kepada orang tunanetra, maka orang tunanetra akan menghadapi kesulitan dalam melakukan interaksi dengan lingkungan. Keterbatasan ketiga adalah dalam tingkat dan keanekaragaman konsep. Orang tunanetra yang ketunanetraannya diperoleh sejak lahir akan menghadapi kesulitan ketika memperoleh konsep-konsep yang baru, seperti perkembangan teknologi, pakaian, dan perubahan dalam lingkungan.

Karakteristik Tunanetra a. Karakteristik Perilaku

Perilaku anak tuna netra yang terdiri dati buta total (tidak bisa melihat sama sekali), buta sebagian atau low vision adalah sebagai berikut

• Berjalan dengan meraba-raba sekelilingnya.

• Anak yang mengalami buta total dibantu dengan tongkat untuk berjalan. Tongkat tersebut diarahkan ke kiri, kanan, atau ke depan untuk mengetahui apa yang berada di sekelilingnya.

• Berjalan dengan dituntun oleh orang lain. • Daya ingat dan instingnya kuat.

(10)

• Mampu merekam sesuatu dengan baik.

• Indera pendengaran lebih tajam dibandingkan dengan anak yang mampu melihat.

• Dapat mendeteksi sesuatu lewat suara atau indera lainnya.

• Bila pertama kali datang di tempat asing, ia akan mengeksplorasi apa yang terdapat di tempat tersebut atau di sekelilingnya, kemudian mencoba merekam dan menggambarkan ‘denah’ ruang di dalam otaknya.

• Mobilitas dan ruang gerak terbatas.

• Saat menuju ke suatu tempat jalur yang ditempuh adalah jalur terpendek, mudah dan terhindar dari bahaya. (Sesilia Gloria, 2009)

Sebenarnya ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun secara umum berpengaruh terhadap perilakunya. Sebagai contoh, siswa tunanetra bisa jadi tidak matang secara sosial, lebih terisolasi, dan mungkin kurang asertif dibandingkan dengan anak lain (Tuttle, dalam Rossa, 2005:417), dan hal ini terjadi sepanjang masa kanak-kanak sampai remaja. Anak tunanetra kadang-kadang dianggap kurang mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga orang lain cenderung menolongnya. Hal ini justru menjadikan mereka lebih pasif dan akan merasa kurang percaya diri saat bersosialisasi.

b. Karakteristik Kognitif

Lowenfeld (Christopher, 2005: 417) menggambarkan dampak kebutaan (totally blind) atau kurang lihat (low vision) terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi keterbatasan yang mendasar pada anak, dalam tiga area berikut ini:

1. Tingkat dan keragaman pengalaman.

Bila seorang anak mengalami hambatan penglihatan, maka pengalaman harus diperoleh dengan mempergunakan indera-indera yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran. Tetapi, indera-indera tersebut tidak dapat sepenuhnya menggantikan penglihatan dalam memperoleh informasi secara cepat dan menyeluruh, misalnya ukuran, warna, dan hubungan ruang, yang diperoleh melalui penglihatan. Tidak

(11)

seperti halnya penglihatan, mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses memahami dari bagian-bagian ke keseluruhan, dan orang tersebut harus melakukan kontak dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi tersebut. Beberapa benda terlalu jauh (misalnya bintang, horizon), terlalu besar (misalnya gunung, awan), terlalu lembut dan kecil (misalnya serpihan salju, serangga kecil), atau membahayakan (misalnya api, kendaraan yang bergerak) untuk dipahami melalui perabaan.

2. Kemampuan untuk berpindah tempat (mobilitas).

Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, namun kebutaan atau hambatan penglihatan yang parah akan menghambat gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut membatasi seseorang dalam memperoleh pengalaman dan mempengaruhi hubungan sosial. Tidak seperti anak-anak lainnya, anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan menggunakan berbagai keterampilan dan teknik orientasi dan mobilitas. 3. Interaksi dengan lingkungan.

Penglihatan sangat memungkinkan untuk memperoleh informasi pada jarak jauh, orang dengan penglihatan normal akan dapat dengan segera dan langsung mengendalikan lingkungan. Sebagai contoh, saat anda berada di suatu pesta yang ramai, anda dengan segera bisa melihat ruangan di mana anda berada, menemukan seseorang atau tempat yang akan anda hampiri, dan kemudian anda bisa dengan bebas bergerak ke arah tersebut. Orang tunanetra atau yang mengalami hambatan penglihatan parah tidak memiliki kemampuan kontrol seperti itu.

c. Karakteristik Akademik

Selain mempengaruhi perkembangan kognitif, ketunanetraan juga berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai contoh, saat membaca atau menulis anda tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi sebagian besar anak dengan hambatan penglihatan, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman penglihatannya. Anak- anak tersebut menggunakan berbagai media dan alat alternatif untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Mereka

(12)

mungkin mempergunakan braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang sesuai, anak tunanetra tanpa kecacatan tambahan dapat mengembangkan keterampilan membaca dan menulis seperti teman-temannya yang dapat melihat. (Sacks & Silberman, dalam Cynthia, 2008).

d. Karakteristik Sosial dan Emosional

Perilaku sosial secara khusus dikembangkan melalui observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya (Sacks & Silberman, dalam Cynthia, 2005: 417). Perbaikan terjadi melalui penggunaan perilaku sosial secara berulang-ulang, dan secara tidak langsung melalui feedback dari orang yang kompeten secara sosial. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan peniruan, siswa tunanetra seringkali mengalami kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang sesuai.

Karena ketunanetraan berdampak pada keterampilan sosial, maka siswa tunanetra harus mendapatkan pembelajaran langsung dan sistematis, misalnya dalam bidang pengembangan persahabatan, pengambilan resiko dan pembuatan keputusan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, menunjukkan postur tubuh yang meyakinkan, menggunakan gestur dan ekspresi wajah yang sesuai, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat saat berkomunikasi, dan menunjukkan keasertifan yang tepat (Sacks & Silberman, dalam Cynthia, 2008).

2.3. Novelty

Pengamatan yang telah dilakukan berisi studi banding antar sekolah, beberapa sudah memenuhi kriteria yang mengacu pada teori ADA akan tetapi tidak satupun sekolah yang secara lengkap dapat memenuhi kriteria teori tersebut yang akan dijelaskan pada bab 4. Oleh karena itu sekolah yang akan di rancang akan memenuhi dari semua kriteria yang disebutkan oleh ADA atau American Disability Act guna memenuhi semua kebutuhan siswa tunanetra.

Referensi

Dokumen terkait

bisa disimpulkan dalam penelitian yang sudah diteliti. Untuk menganalisis data yang sudah terkumpul menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan dalam rangka untuk

Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang

Biaya rata-rata adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan tiap unit produk atau keluaran, merupakan hasil bagi biaya total terhadap jumlah keluaran yang dihasilkan...

Hasil pengujian Hipotesis kelima (H5) dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa variabel tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dengan arah

Selama terjadinya produksi, tekanan reservoir akan mengalami penurunan dan apabila pada suatu saat tekanan reservoir sudah tidak mampu lagi untuk mengalirkan fluida sampai ke

Dalam upaya kesehatan secara umum berbagai program kesehatan yang dilaksanakan pada tahun 2015 telah mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM), namun beberapa program

Setelah kamu baca dan pahami kosakata-kosakata baku dan tidak baku tuliskan informasi-informasi yang terdapat pada bacaan di atas berkaitan dengan pengaruh

Penentuan dengan metode laju reaksi awal (initial rate) dapat memberikan nilai tetapan laju degradasi yang lebih tepat, karena dengan metode ini nilai tetapan laju