• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pengertian Belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pengertian Belajar"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

13

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar

Istilah belajar sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, sebagai contoh misalnya seorang anak 6 tahun belajar mulai mengenal huruf, kemudian merangkai huruf-huruf menjadi suku kata, menjadi kata dan selanjutnya terbentuklah suatu kalimat, membaca buku-buku cerita menulis surat sederhana dan bahkan mampu membuat karangan yang sifatnya masih sederhana. Pada dasarnya bahwa belajar itu merupakan proses untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan.

Definisi belajar menurut Gagne (1984) dalam Ratna Wilis D (1989: 11), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Maksud dari perubahan perilaku disini yaitu menyangkut aksi atau tindakan, aksi-aksi otot atau aksi-aksi kelenjar dan gabungan dari kedua macam aksi itu. Sebagai contoh perilaku berbicara, menulis, bergerak dan lain-lainnya. Perilaku ini disebut sebagai perilaku terbuka, karena perilaku tersebut dapat diamati dari luar. Sedangkan belajar sebagai hasil dari pengalaman hanya berupa macam-macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar. Perubahan-perubahan yang dimaksud bukan perubahan yang bersifat fisiologis, tetapi dihasilkan dari pengalaman dengan

(2)

lingkungan, dimana terjadi hubungan-hubungan antara stimulus-stimulus dan respon-respon.

Menurut Chaplin dalam Muhibbin Syah (2006: 65) membatasi belajar dengan dua macam rumusan, rumusan pertama berbunyi: ” ... acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience“.

Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua berbunyi: “process of acquiring responses as a result of special practice“. Belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.

Menurut Surya (1982) dalam Muhibbin Syah (2006: 117–118) setiap perilaku belajar selalu ditantai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik (karakteristik perilaku belajar). Adapun ciri-ciri karakteristik perilaku belajar antara lain: a.

Perubahan itu intensional (perubahan yang terjadi berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari bukan kebetulan). b. Perubahan Positif–Aktif (positif artinya baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan, jadi menghasilkan perolehan sesuatu yang baru seperti pemahaman dan ketrampilan baru yang lebih baik dari pada sebelumnya. Aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya tetapi karena usaha siswa itu sendiri). c. Perubahan Efektif–Fungsional (efektif artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna dan manfaat bagi siswa. Fungsional artinya relatif menetap, dinamis, setiap saat bisa dibutuhkan dan mendorong timbulnya perubahan-perubahan positif. Perubahan ini dapat memberikan manfaat yang luas misalnya untuk menyesuaikan diri dengan

(3)

lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas bahwa belajar merupakan proses tahapan perubahan tingkah laku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti beroriantasi kearah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya, karena perubahan tingkah lakunya menunjukkan bukti dari pemrosesan selama berlangsungnya belajar proses. Perubahan tersebut bersifat relatif tetap dan membekas. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dalam prosesnya untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengetahuan sains tujuan yang hendak dicapai mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk mencapai tiga ranah tersebut pembelajaran sains melalui proses ilmiah, melakukan metode ilmiah dengan memanfaatkan sarana laboratorium di sekolah.

2. Kegiatan Belajar Mengajar

Prinsip dasar dari kegiatan belajar mengajar yaitu mengembangkan ketrampilan berpikir logis, kritis, kreatif, bersikap dan adanya rasa tanggung jawab pada kebiasaan dan perilaku sehari-hari melalui aktivitas pembelajaran secara aktif. Kegiatan belajar mengajar tersebut harus memperhatikan hal-hal berikut : a. Berpusat pada siswa, b. Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi, c. Memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan berkompetensi, d. Menciptakan kondisi yang menyenangkan, e. Mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar, f. Karakteristik mata pelajaran (Zainal, 2007: 126). Kegiatan belajar mengajar tersebut sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(4)

(KTSP). Untuk pembelajaran sains yang menyatakan bahwa sains (Kimia) mempelajari alam yang mencakup proses perolehan pengetahuan melalui pengamatan, penggalian, penelitian dan penyampain informasi serta produk (pengetahuan ilmiah dan terapannya) yang diperoleh melalui berpikir dan bekerja secara ilmiah. Jadi dalam hal ini kegiatan belajar mengajar harus bisa mengkaver aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa. ”Kegiatan belajar mengajar diartikan sebagai sesuatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen, yaitu siswa, guru, tujuan belajar, isi pelajaran, metode dan evaluasi” (Gino, 1997: 30).

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai komponen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan pembelajaran. Guru dalam merencanakan pembelajaran tersebut harus secara sistematis sehingga terdapat hubungan antara komponen perencanaan pembelajaran dengan proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(Zainal, 2007: 66).

Gambar 2. 1. Kegiatan Belajar Mengajar.

Siswa dalam proses pembelajaran bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpanan isi materi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Agar siswa bisa mencapai tujuan belajar maka diperlukan keterlibatan aktif dari siswa sebagai subjek belajar. Tujuan belajar yaitu berupa perubahan tingkah laku yang

INPUT PROSES OUT PUT OUT COME

Rencana Pembelajara

n

IBM Mutu Aktivitas

Belajar

Hasil Belajar Siswa

(5)

diharapkan terjadi pada diri siswa setelah mengikuti proses belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif dan spikomotor. Sedangkan untuk mengetahui tercapainya tujuan belajar perlu dilakukan evaluasi terhadap suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar dan sekaligus berfungsi kebagai umpan balik terhadap komponen belajar mengajar.

Berdasarkan uraian tersebut bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan serangkaian kegiatan yang melibatkan seluruh komponen belajar mengajar yang saling sinergis dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Hasil-Hasil Belajar Siswa

Dalam serangkaian proses kegiatan pembelajaran kita harus mengetahui tujuan-tujuan yang dipacai, maka dari itu semua kegiatan dalam proses pembelajaran harus mengacu pada tercapainya tujuan pembelajaran tersebut.

Untuk itu kita harus merumuskan tujuan pembelajaran yang didasarkan pada Taksonomi Bloom dalam Syaiful Sagala (2007: 33-34) antara lain: a. domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu: 1) pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari), 2) pemahaman (kemampuan menangkap makna atau arti sesuatu hal), 3) penerapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata), 4) analisis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian- bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami), 5) sintesis (kemampuan

(6)

memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti), dan 6) penilaian (kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu). b. domain afektif mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu : 1) kesadaran (kemampuan untuk ingin memperhatikan sesuatu hal), 2) partisipasi (kemampuan untuk turut serta atau terlibat dalam sesuatu hal), 3) penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan terikat padanya), 4) pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya), 5) karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya), dan c. domain psikomotor yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan, terdiri dari: 1) gerakan reflek (kemampuan melakukan tindakan-tindakan yang terjadi secara tak sengaja dalam menjawab sesuatu perangsang), 2) gerakan dasar (kemampuan melakukan pola-pola gerakan yang bersifat pembawaan dan terbentuk dari kombinasi gerakan-gerakan refleks), 3) kemampuan perseptual (kemampuan menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat indera menjadi gerakan-gerakan yang tepat), 4) kemampuan jasmani (kemampuan dan gerakan-gerakan dasar merupakan inti untuk memperkembangkan gerakan-gerakan yang terlatih), 5) gerakan-gerakan terlatih (kemampuan melakukan gerakan-gerakan canggih dan rumit dengan tingkat efisiensi tertentu), 6) komunikasi nondiskursif (kemampuan melakukan komunikasi dengan isyarat gerakan badan). Tujuan tersebut sesuai dengan

(7)

Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan khususnya pada sains (kimia) yaitu melibatkan proses berpikir ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam proses pembelajaran untuk mengetahui tercapainya tujuan belajar bisa dilihat dari hasil belajar siswa. Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar antara lain:

a. Keterampilan Intelektual

Keterampilan ini berupa penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Untuk memperoleh keterampilan-keterampilan tersebut siswa harus menguasai beberapa hal : 1) Diskriminasi-dikriminasi. Diskriminasi merupakan suatu kemampuan siswa untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling dasar. 2) Konsep-konsep konkret. Konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk dan lain-lain) dan disebut konkret karena penampilan manusia yang dibutuhkan konsep-konsep ini adalah mengenal suatu obyek yang konkret. Kemampuan untuk menentukan konsep-konsep konkret merupakan dasar yang penting untuk mempelajari yang lebih kompleks. Hal tersebut menunjukkan arti pentingnya ”belajar konkret” sebagai prasyarat

”mempelajari gagasan abstraks”. Apabila suatu konsep telah dipelajarai oleh siswa maka akan dimanifestasikan dalam bentuk penampilan perilaku tertentu. 3) Konsep terdifinisi. Seseorang dikatakan telah mengerti suatu konsep terdifinisi apabila ia dapat mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek, kejadian-kejadian atau hubungan-hubungan untuk memiliki konsep terdifinisi ini siswa itu sudah dapat menunjukkan konsep-konsep konkret. 4) Aturan-aturan.

(8)

Seseorang telah belajar suatu aturan apabila penampilannya mempunyai semacam

”keteraturan” dalam berbagai situasi khusus. Prinsip-prinsip yang dipelajari dalam sains ditampilkan oleh siswa sebagai perilaku penggunaan aturan. Suatu konsep terdifinisi merupakan suatu bentuk khusus dari aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan kejadian-kejadian. Dengan kata lain bahwa konsep terdifinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian. 5) Aturan-aturan tingkat tinggi. Aturan-aturan kompleks atau tingkat tinggi merupakan gabungan dari aturan-aturan yang lebih sederhana. Aturan tingkat tinggi ini ditemukan untuk memecahkan suatu masalah praktis atau sekelompok masalah. Suatu kondisi esensial yang membuat belajar aturan-aturan tingkat tinggi suatu kejadian pemecahan masalah adalah karena tidak adanya bimbingan belajar dari pihak luar tetapi bimbingan belajar diberikan sendiri oleh si pemecah masalah. Kemampuan untuk memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pembelajaran.

b. Strategi-Strategi Kognitif Suatu keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan

tertentu bagi belajar dan berpikir ialah strategi kognitif. Strategi kognitif sebagai proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar mengingat dan berpikir. Adapun strategi kognitif meliputi: 1) Strategi-strategi menghafal (rehearsal strategies). Berdasarkan strategi ini diharapkan para siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa mengulangi nama-nama dalam suatu

(9)

urutan. Sedangkan dalam mempelajari tugas-tugas yang lebih kompleks menghafal dapat dilakukan dengan menggaris bawahi gagasan-gagasan penting itu atau dengan menyalin bagian-bagian dari teks. 2) Strategi-strategi elaborasi.

Dalam menggunakan teknik elaborasi siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. 3) Strategi-strategi pengaturan (organizing strategies). Berdasarkan strategi ini diharapkan siswa mampu menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur, hal tersebut merupakan teknik dasar dari strategi ini. Sekumpulan kata-kata yang akan diingat diatur oleh siswa menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan- hubungan antara fakta-fakta disusun menjadi tabel-tabel atau membuat garis besar tentang gagasa-gagasan utama dan menyusun organisasi-organisasi baru untuk gagasan itu. 4) Strategi-strategi metakognitif. Dalam strategi ini meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan itu dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan-tujuan itu. 5) Strategi-strategi afektif. Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian, untuk mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.

c. Informasi Verbal

Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal yang disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah, dari kata-kata yang diucapkan oleh orang, membaca, radio, televisi atau media lainnya.

(10)

d. Sikap-Sikap

Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Dalam pembelajaran sains sikap dapat dipelajari selama para siswa melakukan percobaan di laboratorium. Sikap-sikap ini ditujukan pada perilaku-perilaku sosial yang berhubungan dengan nilai-nilai. Suatu sikap mempengaruhi sekumpulan besar perilaku-perilaku khusus seseorang, oleh karena itu ada beberapa prinsip-prinsip belajar umum yang dapat diterapkan untuk memperoleh dan mengubah sikap-sikap.

e. Keterampilan-Keterampilan Motorik

Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya menyangkut kegiatan- kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kagitan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya dalam pembelajaran sains, keterampilan menggunakan berbagai alat laboratorium antara lain buret, labu ukur, destilasi, termometer, gelas ukur, pipet volume ( dalam pelajaran kimia ). Hal tersebut diatas ternyata sejalan dengan kurikulum yang berlangsung saat ini bahwa proses belajar harus bisa menghasilkan tiga ranah sekaligus, ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

4. Manifestasi Perilaku Belajar

Dalam hal memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar dapat ditunjukkan dari manifestasi atau perwujudan perilaku belajar oleh siswa.

Perwujudan perilaku belajar biasa lebih sering tampak dalam perubahan- perubahan sebagai berikut :

(11)

a. Manifestasi Kebiasaan

Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah. Menurut Burghardt (1973) dalam Muhibbin Syah (2006:

121) menyatakan bahwa ”kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulus yang berulang-ulang.

Pembiasaan tersebut juga meliputi pengurangan/penyusutan perilaku yang tidak diperlukan selama proses belajar. Dengan adanya proses penyusutan inilah akan memunculkan suatu pola perilaku baru yang relatif menetap dan otomatis.

Manifestasi kebiasaan ini bisa dimunculkan dari diri siswa selama proses pembelajaran sains yang sering menggunakan strategi berpikir ilmiah dalam proses ilmiah dengan menerapkan metode ilmiah. Kebiasaan tersebut akan diwujudkan dalam bentuk perilaku yang berpijak pada sikap ilmiah.

b. Manifestasi Keterampilan

Menurut Reber (1988) dalam Muhibbin Syah (2006: 121), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah, meskipun sifatnya motorik namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi, misalnya untuk kegiatan sains (kimia) dilaboratorium menimbang zat, melakukan titrasi, melakukan pengenceran. Dengan demikian siswa

(12)

melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

c. Manifestasi Pengamatan

Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera, seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula.

d. Manifestasi Berpikir Asosiasi dan Daya Ingat

Berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya, berupa proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Keberhasilan dalam melakukan hubungan asosiatif sangat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.

Sedangkan daya ingat merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Dengan demikian siswa telah mengalami proses balajar apabila ditandai dengan meningkatnya kemampuan menghubungkan materi dalam memori dengan situasi atau stimulus yang sedang ia hadapi.

e. Manifestasi Berpikir Rasional dan Kritis

Dalam manifestasi ini merupakan perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah atau sebagai dasar dalam menjawab pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berpikir rasional siswa dituntut mengguakan logika dalam menganalisis dan menarik kesimpulan-

(13)

kesimpulan. Sedangkan dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif dalam pemecahan masalah.

f. Manifestasi Sikap

Menurut Bruno (1987) dalam Muhibbin Syah (2006: 123), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Jadi pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu.

Perwujudan perilaku siswa dalam hal ini akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tatanilai, peristiwa dan sebagainya.

g. Manifestasi Inhibisi

Dalam belajar yang dimaksud dengan inhibisi ialah kesanggupan pada siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lain yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.

h. Manifestasi Apresiasi/Pertimbangan

Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda, baik abstrak maupun konkret yang memiliki arti penting atau memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif.

i. Manifestasi Tingkah Laku Afektif

Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan. Tingkah laku ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar, maka dari itu ia juga dianggap sebagai perwujudan perilaku

(14)

belajar. Seorang siswa misalnya dianggap sukses secara afektif dalam belajar sains apabila telah menyadari arti pentingnya bersikap ilmiah dan bahkan sikap ilmiah tersebut dijadikan sebagai ”sistem nilai diri” dan pada gilirannnya nanti dijadikan sebagai pedoman dalam menghadapi hidup yang semakin penuh dengan tantangan-tantangan.

5. Keterampilan Menggunakan Alat Laboratorium

Menurut Reber (1988) dalam Muhibbin Syah (2006: 121), menyatakan bahwa keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mncapai hasil tertentu. Dengan demikian keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif, sehingga gerakan tersebut bukanlah suatu kebetulan tetapi penuh kesadaran yang tinggi dan teliti.

Proses pembelajaran sains (kimia) dengan kegiatan eksperimen dilabora- torium tidak terlepas dari bahan dan alat laboratorium kimia. Tercapainya keberhasilan kegiatan eksperimen di laboratorium sangat ditentukan oleh keterampilan para praktikan dalam menggunakan alat-alat laboratorium. Atau dengan kata lain saat melaksanakan kegiatan laboratorium siswa dituntut memiliki keterampilan dalam menggunakan alat-alat laboratorium sehingga diperoleh hasil yang akurat. Hal ini sesuai dengan pendapat Margono, bahwa keberhasilan suatu percobaan atau eksperimen kerap kali tergantung pada kemampuan memilih dan menggunakan alat dengan tepat (1997: 174). Keterampilan menggunakan alat meliputi keterampilan memilih alat-alat, mempersiapkan alat-alat, merangkai alat,

(15)

menggunakan alat untuk tujuan percobaan (Umaedi, 1999: 13) Kegiatan eksperimen di laboratorium dalam hal ini adalah kegiatan siswa melaksanakan praktikum kimia.

Adapun pengertian praktikum menurut kamus besar bahasa Indonesia.

Praktikum adalah ”bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dikeadaan yang nyata apa yang diperoleh dalam teori”. Sedangkan menurut bahan lokakarya peningkatan dan pengembangan pendidikan (applied approach), praktikum adalah ”bentuk pengajaran yang bersifat khusus dan istimewa yang dimanfaatkan seoptimal mungkin”. Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa praktikum adalah suatu bentuk pengajaran bersifat unik yang dimanfaaatkan seoptimal mungkin dengan tujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan suatu proses dalam situasi yang nyata dari apa yang diperoleh pada teori.

Dalam pelaksanaan kegiatan praktikum banyak keterampilan-keterampilan yang dapat dilatih secara terpadu, antara lain : a.Merencanakan, b. Menggunakan alat dan bahan, c. Mengamati, d. Menafsirkan, e. Meramalkan, f. Menerapkan konsep, g. Komunikasi. Keterampilan-keterampilan tersebut diperinci dengan maksud untuk membuat setiap keterampilan itu operasional, sesuai dengan pengertian serta lingkup yang diberikan padanya.

Kegiatan praktikum di laboratorium dapat mencakup aspek keterampilan kognitif, aspek keterampilan afektif maupun aspek keterampilan psikomotorik secara terpadu. Menurut Ambar Mudigdo (1990: 7–8), praktikum mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Keterampilan kognitif yang tinggi: 1) Melatih agar

(16)

teoari dapat dimengerti, 2) Agar segi-segi yang berlainan dapat diintegrasikan, 3).

Agar teori dapat diterapkan pada keadaan yang nyata. b. Keterampilan afektif yang tinggi: 1) Belajar merencanakan kegiatan secara mandiri, 2) Belajar bekerja sama, 3) Belajar mengkomunikasikan informasi mengenai bidangnya, 4) Belajar menghargai bidangnya. c. Keterampilan psikomotorik yang tinggi, 1) Belajar menyiapkan alat-alat, memasang alat sehingga dapat dipakai, 2) Belajar memakai peralatan dan instrumen tertentu.

Tidak disangsikan lagi bahwa praktikum merupakan salah satu kegiatan laboratorium sangat berperan dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar IPA. Dengan kegiatan praktikum, siswa dapat mempelajari kimia melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun proses IPA, khususnya kimia. Selain itu juga dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah, menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah. Melakukan kegiatan praktikum di laboratorium dapat meningkatkan keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor secara serentak.

Tujuan praktikum kimia adalah agar siswa memperoleh pengalaman dalam melakukan cara-cara eksperimen dan mengamati gejala-gejala kimia, terampil menggunakan alat-alat gelas, merangkai alat, keterampilan kerja, menggunakan zat-zat kimia dan ketelitian dalam mendapatkan hasil, dapat menganalisis data dan menulis laporan serta memperoleh motivasi dalam melakukan eksperimen.

(17)

Praktikum kimia di laboratorium memiliki tujuan umum maupun tujuan khusus. Tujuan tersebut meliputi:

a. Tata Tertib Praktikum

1) Standar Kompetensi: Memenuhi peraturan praktikum. 2) Kompetensi Dasar : a) Melaksanakan tata tertib sebelum memulai praktikum, b) Menjaga keutuhan alat-alat praktikum, c) Menjaga kebersihan alat dan tempat praktikum, d) Menghemat bahan-bahan praktikum, e) Menjaga ketenangan selama praktikum, f) Melaksanakan tata tertib setelah selesai praktikum.

b. Bahan dan Alat Laboratorium

1) Standar Kompetensi: a) Mengetahui bahan-bahan laboratorium kimia, b) Mengetahui alat-alat laboratorium kimia. 2) Kompetensi Dasar : a) Mengenal bermacam-macam bahan kimia, b) Mengenal kualitas bahan kimia, c) Mengenal bahaya keracunan bahan kimia, d) Mengenal penggunaan bahan kimia di laboratorium, e) Mengenal macam-macam alat laboratorium kimia, f) Mengenal cara penggunaan alat-alat laboratorium kimia, g) Terampil menggunakan alat-alat laboratorium kimia.

c. Menjaga Keselamatan kerja Laboratorium

1) Standar Kompetensi: a) Mengetahui petunjuk penting kerja labora- torium kimia, b) Mengetahui cara menghindari serta mengatasi sementara kecelakaan kerja laboratorium kimia. 2) Kompetensi Dasar: a) Mengambil zat kimia dengan cara yang tepat dan aman, b) Menggunakan alat dengan cara yang tepat dan aman, c) Melakukan percobaan dengan cara yang tepat dan aman, d) Melakukan pertolongan sementara bila ada kecelakaan kerja laboratorium.

(18)

Berdasarkan hal tersebut diharapkan dengan melaksanakan praktikum, praktikan terlibat secara aktif dalam proses dengan tetap melaksanakan serta mematuhi tata tertib dan menjaga keselamatan kerja.

6. Peranan Laboratorium Kimia

Sesuai dengan hakekatnya bahwa sains (kimia) untuk memeperoleh kebenarannya secara empirik, oleh karena itu hendaknya kimia dipelajari oleh siswa dengan mengadakan kontak langsung dengan objek yang diselidiki. Dalam hal ini siswa melakukan pengamatan dan percobaan terhadap obyek yang dipelajari dengan menggunakan indera sendiri atau dengan pertolongan alat bantu belajar.

Laboratorium kimia adalah salah satu sarana pendidikan kimia yaitu wadah yang dapat digunakan sebagai tempat berlatih siswa. Siswa dapat mengadakan kontak secara langsung dengan objek yang dipelajari, baik melalui pengamatana maupun melalui percobaan. Dengan kegiatan laboratorium akan selalu mengalir informasi-informasi ilmiah dan dapat mengembangkan sikap ilmiah.

Akivitas laboratorium harus memberikan pemahaman yang dalam, pemikiran kreatif dan pemecahan masalah. Kegiatan laboratorium harus menekankan siswa pada keuntungan percobaan prediksi dan interpretasi independen dan bukan hanya sekedar latihan buku resep. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyati Arifin (1995: 111) yang mengungkapkan bahwa fungsi laboratorium tidak diartikan sebagai tempat untuk mengecek atau mencocokkan kebenaran teori yang telah diajarkan di kelas.

(19)

Berdasarkan hal tersebut, maka fungsi dan peranan laboratorium kimia adalah sebagai sumber belajar, metode pembelajaran dan prasarana pendidikan.

a. Laboratorium Sebagai Sumber Belajar

Tujuan pempelajaran kimia dengan banyak variasinya dapat digali, ditetapkan dan diungkapkan serta dikembangkan dari laboratorium, melalui: 1) Ranah Pengetahuan (cognitive domain). Misalnya mengenai masalah pengembangan pengetahuan atas fakta-fakta, asas, prinsip, konsep generalisasi dan pengembangan proses intelektual mengenai masalah dan fenomena dapat dipecahkan. 2) Ranah Sikap (affective domain). Misalnya mengenai pengembangan sikap rasa ingin tahu, kejujuran, teliti, tanggung-jawab, disiplin, kerja sama dan bertanya memecahkan masalah menurut cara-cara ilmiah. 3) Ranah Keterampilan/Psikomotor (phsycomotor domain). Misalnya mengenai pengembangan keterampilan menggunakan peralatan laboratorium dan bahan.

b. Laboratorium Sebagai Metode Pembelajaran

Ada dua metode penting dalam kegiatan laboratorium, yaitu metode pengamatan (observation method) dan metode percobaan (experimental method).

Dari dua metode ini produk kimia dikelompokkan , yakni yang kelompok pertama disebut sains pengamatan (observation science) dan kelompok kedua disebut sains percobaan.

Terkait dengan eratnya hubungan laboratorium kimia dengan proses pembelajaran kimia, maka peranan laboratorium kimia sebagai metode pembelajaran ini akan melengkapi siswa dalam aspek-aspek berikut: 1) Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan dalam pengamatan,

(20)

kecermatan mencatat saat pengamatan dan tahap pengumpulan data. 2) Kemampuan dalam menyusun hasil-hasil pengamatan dan penganalisisan untuk menemukan keteraturan guna menafsirkan hasil pengamatannya. 3) Kemampuan dalam menarik kesimpulan secara logis berdasarkan petunjuk-petunjuk eksperimental, mengembangkan model dan menyusun teori. 4) Kemampuan mengkomunikasikan secara jelas dan lengkap hasil-hasil percobaan. 5) Keterampilan dalam menyusun suatu percobaan, merancang urutan kerja dan kecekatan dalam melaksanakannya. 6) Keterampilan memilih dan mempersiapkan peralatan dan bahan, keterampilan menggunakan peralatan dan bahan, suatu kecekatan dalam menyusun peralatan untuk tujuan percobaan. 7) Ketaatan dalam mematuhi petunjuk dan tata tertib kerja untuk menghindarkan diri dari tindakan yang melanggar larangan kerja.

Keterampilan menggunakan berbagai indera, khususnya indera penglihatan dan dengan bantuan tangan yang terampil dalam menerapkan metode ilmiah, tidak dapat digantikan oleh guru dengan menggunakan kapur dan papan tulis atau dengan ceramah.

c. Laboratorium Sebagai Prasarana Pendidikan

Laboratorium berfungsi sebagai prasarana pendidikan atau sebagai wadah proses belajar mengajar. Ruang laboratorium dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan-percobaan.

(21)

Skema pengelompokan laboratorium IPA secara umum ditunjukkan pada gambar 2.2.

( Zamroni, 2004 : 5 – 6 )

Gambar 2. 2. Skema Pengelompokan Laboratorium

7. Model Pembelajaran Direct Instruction

Model pembelajaran atau Model of Teaching menurut Joyce dan Weil dalam Udin S. Winataputra (2001: 82) digunakan untuk menunjukkan sosok utuh konseptual dari aktivitas pembelajaran yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Karena itu dalam model selalu terdapat tujuan dan asumsi sintakmatik, sistem sosial. Sistem pendukung dan dampak instruksional dan pengiring. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran itu merupakan inti dari strategi mengajar.

Direct Instruction adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) memiliki lima tahapan atau fase pembelajaran, yaitu: set

(22)

introduction, demonstration, guided practice, feed back, and extended (Arends, 1997: 66). Model Direct Instruction didesain untuk meningkatkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif agar terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari secara bertahap (step by step). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pembelajar tentang segala sesuatu atau pengetahuan bahwa sesuatu tersebut merupakan suatu kasus.

Sedangkan pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang dimiliki pembelajar tentang bagaimana mengerjakan sesuatu (Arends, 1997: 65).

Perbedaan antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, menurut Gagne dalam bukunya “The Condition of Learning (1977)“ dikutip dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 42 ) menyatakan bahwa seseorang telah belajar informasi verbal, bila ia dapat bercerita tentang informasi itu atau menyatakan informasi itu. Informasi itu disebut verbal, karena kita mengetahui dalam bentuk kalimat. Seseorang telah belajar sesuatu keterampilan intelektual, bila ia mengetahui bagaimana melalukan sesuatu sebagai lawan dari mengetahui apa sesuatu itu.

Direct Instuction ini sesuai untuk pembelajaran yang memberikan panduan secara bertahap dan terstruktur yang memberikan kemudahan bagi siswa dengan tingkat berpikirnya masih rendah secara berlahan dan bertahap diarahkan untuk mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Pelaksanaan pembelajaran dengan model Direct Instruction di kelas dapat dilakukan menurut syntak atau langkah-langkah berikut seperti tertera dalam tabel 2.1.

(23)

Tabel 2.1 Syntax Pembelajaran Direct Instruction.

Phase Kegiatan Guru

Phase 1.

Menetapkan tujuan dan menetapkan set

Menjelaskan tujuan pelajaran, memberikan informasi latar belakang dan menjelaskan mengapa pelajaran tersebut penting.

Membuat siswa siap untuk belajar.

Phase 2.

Memperagakan pengetahuan atau keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan secara benar atau menyampaikan informasi tahap demi tahap.

Phase 3.

Memberikan latihan-latihan terbimbing.

Memberikan suatu latihan-latihan awal.

Phase 4.

Meninjau kembali atau mengecek pemahaman dan memberikan balikan.

Mengecek tampilan siswa dan memberikan balikan.

Phase 5.

Memberikan latihan lanjut dan transfer belajar.

Menyusun suatu kondisi untuk latihan lebih lanjut dengan memperhatikan transfer terhadap masalah yang kompleks dan kehidupan riil.

Karakteristik pembelajaran dengan model Direct Instruction adalah: a) Pembelajaran akademik melalui strategi tahap demi tahap, b) Mempersyaratkan penguasaan setiap tahap di dalam proses pembelajaran, c) Koreksi kesalahan siswa, d) Menghilangkan kegiatan yang diarahkan guru pada kegiatan kerja mandiri, e) Praktik sistematis dengan banyak contoh, f) Review konsep yang baru dipelajari.

(24)

8. Lembar Kerja Praktikum

Lembar kerja praktikum yang digunakan dalam penelitian ini berisi pedoman praktikum dengan tujuan memberi kemudahan kepada siswa dalam melaksanakan praktikum. Penggunaan lembar kerja praktikum diharapkan langkah-langkah praktikan dalam melaksanakan praktikum lebih tepat, terarah, dan sesuai dengan tujuan praktikum yang telah ditetapkan.

Isi dari lembar kerja praktikum yang digunakan dalam penelitian ini mencakup judul, tujuan praktikum, dasar teori, alat dan bahan, prosedur kerja, tabel pengamatan, dan pertanyaan.

9. Diagram Vee

Penyusunan Diagram Vee digunakan untuk menjelaskan ide pokok dengan memperhatikan dasar pengetahuan dan proses penyususnan pengetahuan di dalam penyajian laboratorium. Diagram Vee disusun oleh Gowin pada tahun 1977.

Menurut Novak (1984) bentuk V itu sendiri bukanlah suatu keharusan, dapat dibuat dalam bentuk garis lurus, lingkaran maupun bentuk yang lainnya. Namun lebih ditekankan bahwa Diagram Vee pada dasarnya merupakan metode untuk membuat hubungan antara ”thingking and doing” selama terjadi proses di laboratorium. Nakhleh (1994: 205) menyatakan bahwa Diagram Vee mengajak praktikan untuk melihat laboratorium sebagai bagian kerangka pemahaman yang disusunnya tentang topik tertentu.

Para pakar dalam artikel Path Finder Science (2006) dalam Ristitiati (2007: 31) menyatakan bahwa: ”The Vee process model is intended to serve as a useful graphical guide to the process of science. It also assists communication among the research partners. Using the graphic above creates a point of communication that allows a direction and support

(25)

to novice researchers. Students can understand where they are in the process and how to continue to make progress. For teaher, the Vee process model is serves as a graphical guide for explicit instruction about the research process. The graphic provides a structure to point at and discuss process a focal point for communication and a useful organization structure“.

Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa Model Proses Diagram Vee dimaksudkan untuk membantu sebagai suatu grafik yang berguna pada proses pengetahuan, ini juga membantu komunikasi diantara rekan penelitian.

Menggunakan grafik tersebut membuat suatu nilai dari komunikasi yang memperbolehkan suatu tangga-tangga bagi siswa untuk mempelajari apa yang diberikan secara langsung dan membantu para peneliti baru. Siswa dapat memahami dimana posisi mereka dalam suatu proses dan bagaimana untuk melanjutkan membuat kemajuan. Bagi guru model proses Diagram Vee membantu sebagai suatu grafik penuntun untuk menjelaskan instruksi tentang proses penelitian. Grafik ini memberikan suatu struktur untuk mengarahkan dan mendiskusikan proses suatu nilai penting bagi komunikasi dan suatu pengalaman struktur yang bermanfaat. Kerangka Diagram Vee dapat dilihat pada gambar 2.3.

Sisi Konsep Sisi Metode

Teori Pertanyaan Tuntutan Nilai

Prinsip fokus Tuntutan Pengetahuan

Konsep Transformasi Catatan / Pengamatan

Kejadian dan Objek

Gambar 2.3. Kerangka Diagram Vee

(26)

Instrumen Diagram Vee dibuat atau didesain bagi siswa untuk mengkonstruksi respon atau tanggapan untuk mengetahui cara penyelidikan mereka (Nelson M dan Epps, 1997). Seperti halnya yang dikemukakan oleh Shepardson dan Jackson (1997), yaitu siswa pertama-tama menggunakan Diagram Vee untuk mendesain percobaan laboratorium mereka, kemudian mereka menyelesaikan percobaan laboratorium dan melengkapi dengan memasukkan data serta kesimpulan meraka. Siswa dinilai pada penggunaan terhadap alat-alat dan bahan-bahan selama melaksanakan percobaan. (Ristitiati, 2007: 33).

a. Penyusunan Diagram Vee

Adapun urutan penyusunan Diagram Vee sebagai berikut:

1) Diawali dengan menggambarkan V besar.

2) Meletakkan obyek dan kejadian pada pusat V. Hal ini disebabkan karena penyusunan pengetahuan dimulai dengan pemikiran dan pengertian tentang dua hal pokok tersdebut. Difinisi tentang konsep, obyek dan kejadian harus dibuat sesederhana mungkin supaya praktikan menjadi tahu dan mudah untuk memahaminya.

3) Meletakkan pertanyaan fokus ditengah Diagram Vee dan dihubungkan dengan kedua sisi mempergunakan tanda anak panah untuk menunjukkan bahwa dalam memperoleh pengertian praktikan harus menjalankan pemikiran mereka secara maju mundur dari sisi Diagram Vee yang satu kesisi Diagram Vee yang lain.

(27)

4) Dikenalkan ide catatan, yaitu pertanyaan yang dipilih akan membimbing praktikan pada konsep dan obyek atau kejadian apa yang harus diamati, kemudian dari pengamatan dibuat suatu catatan yang ringkas dan jelas.

5) Dibuat transformasi catatan dari tuntutan pengetahuan ( yang harus dicapai ), dimana tujuan dari transformasi data pengamatan yang diperoleh dibuat dalam satu bentuk yang dapat menghantarkan praktikan kepada konstruksi jawaban pada pertanyaan fokus. Dari sini dapat diharapkan bahwa praktikan dapat mendiskusikan kesimpulan yang harus diambil dari berbagai catatan yang ditulis untuk menjawab pertanyaan fokus. Yang dimaksud dengan tututan pengetahuan disini adalah hasil dari inkuiri yang dilakukan oleh praktikan , pada bagian inilah yang perlu dijelaskan pada praktikan bahwa untuk menyusun pengetahuan baru harus diterapkan konsep-konsep yang benar-benar mereka ketahui. Sebaliknya proses penyusunan pengetahuan baru mengajak praktikan untuk memahami konsep dan prinsip serta hubungan antara keduanya, sehingga ada hubungan timbal balik dari apa yang telah praktikan ketahui dan pengamatan yang dilakukan dengan tuntutan pengetahuan.

6) Pada sisi kiri diletakkan teori-teori, prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang diperlukan untuk membuat suatu pengertian dari kejadian dan atau obyek yang kita pahami (Nakhleh 1994: 202).

Berdasarkan langkah-langkah penyusunan Diagram Vee tersebut sangat cocok apabila diterapkan pada kegiatan praktium di laboratorium, karena dengan Diagram Vee membuat praktikan harus mempelajari teori dan konsep yang

(28)

menjadi dasar dalam praktikum dan mendasari mereka dalam melakukan kegiatan yang lebih mendalam.

b. Penilaian Diagram Vee

Dari Diagram Vee dapat dibuat suatu penilaian yang menjadi acuan untuk memberikan nilai berupa angka kepada praktikan. Penilaian dalam Diagram Vee dapat ditunjukkan ke dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Penilaian Diagram Vee.

No Aspek Yang Dinilai Skor

1. Pertanyaan Fokus.

- Tidak ada pertanyaan yang muncul.

- Ada pertanyaan namun tidak terpokus pada objek dan kejadian utama atau sisi konseptual dari Diagram Vee.

- Ada pertanyaan fokus disertai konsep namun tidak merujuk pada objek atau kejadian utama atau objek dan kejadian yang salah dalam hubugannya dengan hasil yang diharapkan dari percobaan.

- Ada pertanyaan yang jelas, memuat konsep yag digunakan dan merujuk pada gejala-gejala yang disertai kejadian utama dan objek.

0 1

2

3

2. Objek atau Kejadian.

- Tidak ada objek atau kejadian yang teridentifikasi.

- Ada kejadian atau objek pokok dan konsisten dengan pertanyaan fokus, atau kejadian dan objek teridentifikasi namun tidak konsisten dengan pertanyaan fokus.

- Ada kejadian pokok dengan objek yang diinginkan dan konsisten dengan pertanyaan fokus.

- Sama dengan yang di atas, tetapi juga merujuk pada catatan yang akan ditulis.

0 1

2

3 3. Teori, Prinsip dan Konsep.

- Tidak ada sisi konseptual yang teridentifikasi. 0

(29)

- Sedikit sekali konsep yang teridentifikasi tapi tanpa prinsip dan teori, atau satu prinsip yang dituliskan adalah pengetahuan yang akan dicari dalam percobaan di laboratorium.

- Ada konsep dan hanya ada satu prinsip ( sisi konsep dan metodologi ) atau konsep dan teori yang relevan teridentifikasi.

- Ada konsep dan ada dua buah prinsip, atau konsep, satu buah prinsip dan teori yang relevan.

- Ada dua konsep, dua buah prinsip dan teori yang relevan.

1

2

3

4 4. Catatan / Transformasi.

- Tidak ada catatan atau transformasi.

- Ada catatan namun tudak konsisten dengan pertanyaan fokus atau kejadian pokok.

- Ada catatan atau transformasi tapi hanya salah satu dari keduanya.

- Ada catatan untuk kejadian pokok, transformasinya tidak konsisten dengan inti pertanyaan fokus.

- Ada catatan untuk kejadian pokok, transformasinya sesuai dengan pertanyaan fokus dan tingkat kemampuan dari praktikan.

0 1 2 3

4

5. Tuntutan Pengetahuan.

- Tidak ada tuntutan pengetahuan.

- Tuntutan yang diperoleh tidak berhubungan dengan sisi kiri Diagram Vee.

- Tuntutan pengetahuan memuat konsep yang tidak berhubungan dengan masalah atau merupakan generalisasi yang tidak sesuai dengan catatan dan transformasi.

- Tuntutan pengetahuan memuat konsep dari pertanyaan fokus dan diturunkan dari catatan dan transformasi.

- Sama dengan di atas, tetapi pengetahuan yang dicapai menuntun untuk ke pertanyaaan fokus yang baru.

0 1 2

3

4

( Novak, 1985 : 71-72 )

(30)

Penelitian Diagram Vee seperti yang telah disebutkan pada tabel di atas, mengacu pada proses pelaksanaan percobaan dilaboratorium oleh praktikan.

Selain itu juga dari hasil pengamatan yang mereka peroleh dari percobaan dan kesimpulan yang diperoleh dari percobaan yang telah mereka lakukan tersebut.

10. Sikap Ilmiah

Ada beberapa pengertian tentang sikap. Menurut Walgito (1985: 52), sikap ilmiah ialah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menghadapi obyek dan terbentuk atas dasar pengalaman-pengalaman. Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan untuk bereaksi secara positif (menerima) atau secara negatif (menolak) terhadap suatu obyek , berdasarkan suatu penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga. Di dalam sikap terdapat komponen kognitif, afektif dan konatif (Winkel, 1983: 163). Sedangkan menurut Suhaenah S (2001: 15), sikap didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa sikap terhadap obyek tertentu tidak hanya merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan tetapi sikap yang disertai oleh suatu kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap obyek tadi. Sikap juga merupakan keyakinan seseorang menguasai obyek atau situasi yang relatif tetap (konsisten) dan disertai respon penilaian (menerima atau menolak) sehingga akan mempengaruhi perilaku seseorang. Sikap terbentuk dan berubah sejalan dengan perkembangan individu serta sikap merupakan hasil belajar individu melalui interaksi sosial, dengan demikian sikap dapat dibentuk

(31)

dan diubah melalui pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam membina sikap seseorang yang harus mampu mengubah sikap negatif menjadi positif dan meningkatkan sikap positif lebih positif.

Sikap yang dikembangkan dalam sains adalah sikap ilmiah yang dikenal dengan”Scientific Attitude”. Sikap ilmiah (scientific attitude) menurut Herlen dalam Karim (2002: 14), mengandung dua makna, yaitu sikap terhadap IPA ( attitude to science ) dan sikap yang melekat setelah mempelajari IPA (attitude of science). Sikap ilmiah menurut Prabowo (1992: 30) yaitu kebiasaan berpikir kritis dalam menanggapi fenomena alam dengan menggunakan metode ilmiah.

Adapun ciri-ciri sikap ilmiah menurut Wahton dalam Prabowo (1992: 29 ) sebagai berikut: a. Bersikap terbuka, yaitu mau menerima atau memikirkan fakta- fakta baru, b. Kejujuran intelektual, yaitu kejujuran ilmiah , tidak menerima suatu pendapat yang tidak sesuai dengan kenyataan, c. Menahan diri untuk tidak segera memberikan suatu pertimbangan, yaitu kontrol ilmiah, memberikan konklusi atau kesimpulan sampai seluruh fakta diperoleh, tidak menggeneralisasikan data yang dianggap kurang lengkap.

Sedangkan ciri-ciri sikap ilmiah menurut The Grand Rapids Public School di dalam unjuk kerja Guru, adalah: a. Sikap ingin tahu tentang alam semesta, b.

Rasa percaya bahwa sesuatu itu tidak ada bila tanpa sebab, c. Percaya bahwa kebenaran itu tidak pernah berubah, tetapi pendapat tentang kebenaran sesuatu dapat berubah, d. Tidak dapat menerima kenyataan sebagai fakta tanpa didukung bukti-bukti yang cukup, e. Tidak mempercayai segala takhayul, f. Tidak gegabah dalam menyelesaikan permasalahan, tetapi melalui perencanaan yang matang, g.

(32)

Semua pengamatan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan teliti, h. Untuk manarik kesimpulan perlu didukung bukti-bukti yang kuat, i. Untuk mendapat jawaban yang benar dari suatu permasalahan diperlukan kesimpulan-kesimpulan yang teratur yang didukung oelh pengamatan-pengamatan, j. Kecenderungan untuk mengumpuilkan fakta-fakta sendiri dengan mencoba mengamati disamping mempunyai kemauan untuk menggunakan hasil-hasil dan fakta-fakta yang diperoleh orang lain, k. Memilih kemauan mengubah pendapat atau kesimpulan jika dikemudian hari ada bukti yang menunjukkan bahwa pendapat atau kesimpulan tersebut salah, l. Menghargai ide, pendapat, jalan hidup orang lain yang berbeda dengan ide, pendapat dan jalan hidupnya, m. Tidak menarik keputusan berdasarkan rasa suka atau tidak suka (Prabowo, 1992 : 28-29).

Sikap ilmiah meliputi hasrat ingi tahu, kerendahan hati, jujur, obyektif, kemauan untuk mempertimbangkan data baru, pendekatan positip terhadap kegagalan, determinasi, sikap keterbukaan, ketelitian dan lain sebagainya (Moh.

Amien, 1994 :78).

Berdasarkan uraian tersebut diatas bahwa dalam pengajaran sains, sikap ilmiah dapat ditumbuhkembangkan selama siswa terlibat aktif dalam proses kegiatan ilmiah di laboratorium. Pembentukan sikap ilmiah siswa dapat dicapai melalui model pembelajaran Direct Instruction dengan Lembar Kerja Praktikum dan Diagram Vee dengan memperhatikan keterampilan menggunakan alat laboratorium yang didukung sarana laboratorium Kimia. Adapun pengukuran sikap ilmiah siswa dilakukan dengan angket langsung tertutup dan observasi langsung saat melakukan praktikum.

(33)

11. Laju Reaksi

Sebuah senyawa Kimia yang berada dalam wadah selalu bergerak dan bertumpukan sehingga memungkinkan terjadinya reaksi. Bila ditinjau dari kemajuan teknologi dan industri serta pengetahuan tentang konsep laju reaksi sangat penting dalam penentuan kondisi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu reaksi secara cepat dan ekonomis. Maka dari itu kita perlu membakar faktor- faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Dalam pembelajaran sains (Kimia) materi laju reaksi dapat memanfaatkan sarana laboratorium dengan model pembelajaran tertentu sehingga siswa terlibat secara aktif dalam proses ilmiah sehingga terbentuk sikap ilmiah.

a. Konsep Laju Reaksi

Pada umumnya reaksi-reaksi berlangsung dengan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Ada reaksi yang berjalan sangat cepat dan ada pula yang berlangsung sangat lambat, sehingga seakan-akan tidak berjalan sama sekali.

Untuk dapat menyatakan lambat atau cepatnya suatu reaksi dikemukakan konsep-konsep laju reaksi. Laju reaksi menunjukkan perubahan konsentrasi zat pereaksi (reaktan) atau zat hasil reaksi (produk) dalam satu satuan waktu. Laju reaksi dapat didefinisikan pula sebagai laju kurangnya konsentrasi zat reaksi atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk setiap satuan waktu. Laju reaksi disimbolkan dengan v. Untuk menyatakan laju reaksi dari zat reaktan atau produk kita lihat contoh reaksi berikut : A+B® AB

vA adalah laju pengurangan konsentrasi zat A tiap satuan waktu =

[ ]

t A D D -

(34)

v adalah laju pengurangan konsentrasi zat A tiap satuan waktu = B

[ ]

t B D D -

vAB adalah laju pertambahan konsentrasi zat AB tiap satuan waktu =

[ ]

t AB D D +

( Parning, Horale, Tiopan, 2006 : 99) Perhatikan reaksi ini R®P

Laju reaksinya digambarkan dengan grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4

Konsentrasi P

Konsentrasi

Konsentrasi R Waktu

( Tine Maria K, 2005 : 76 ).

Gambar 2.4. Grafik Laju Reaksi.

Pada awal reaksi yang ada hanya reaktan (R) karena zat produk (P) belum

terbentuk. Setelah reaksi berjalan, zat P mulai terbentuk, semakin lama konsentrasi zat P semakin bertambah, sedangkan konsentrasi zat R semakin berkurang.

b. Teori Tumbukan dan Energi Aktivasi

Suatu reaksi Kimia dapat berlangsung apabila terjadi tumbukan antara molekul-molekul pereaksi. Tetapi tidak semua tumbukan antar molekul pereaksi akan menghasilkan zat hasil reaksi Hanya tumbukan efektif yang akan

(35)

menghasilkan zat penghasil reaksi. Keefektifan suatu tumbukan bergantung pada posisi molekul dan energi kinetik yang dimilikinya.

Energi yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan yang efektif atau untuk menghasilkan suatu reaksi disebut reaksi pengaktifan (energi aktivasi) disimbolkan dengan Ea. Jika suhu reaksi dinaikkan, maka energi kinetik pertikel yang bertumbukan akan semakin besar. Peningkatan energi kinetik pertikel yang bertumbukan akan semakin besar. Peningkatan energi kinetik sama dengan peningkatan fraksi partikel yang memiliki energi melebihi aktivasi. Jika masing- masing partikel zat reaktan sudah memiliki energi melebihi energi aktivasi , maka setiap partikel yang bertumbukan akan menghasilkan zat produk. Energi aktivasi (Ea) adalah energi kinetik minimum yang harus dimiliki molekul-molekul agar tumbukannya antar molekul menghasilkan zat hasil reaksi.

Teori tumbukan dan energi aktivasi berguna untuk menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Laju reaksi suatu reaksi Kimia dapat dipercepat dengan cara memperbesar harga energi kinetik molekul atau menurunkan harga energi aktivasi. (Muchtaridi 2006: 91).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Laju suatu reaksi dapat ditentukan dengan suatu percobaan. Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, luas permukaan sentuh, konsentrasi, suhu dan katalis.

1) Luas permukaan bidang sentuh.

Laju rekasi dipengaruhi luas permukaan bidang sentuh antara zat-zat yang bereaksi. Suatu zat padat akan lebih cepat kereaksi jika permukaannya

(36)

diperluas dengan cara mengubah bentuk kepingan menjadi serbuk (ukuran terkecil). Dalam bentuk serbuk, ukurannya menjadi lebih kecil tapi lebih banyak, sehingga luas permukaan bidang tumbukan antar zat pereaksi akan semakin besar (Muchtaridi, 2006 : 93).

Untuk memahami pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju reaksi, dapat dilihat dari percobaan berikut. Reaksi antara batu pualam dengan larutan asam klorida.

Persamaan reaksi yang terjadi adalah:

CaCO3(s) +2HCl(aq) ®CaCl2(aq) +H2O(l) +CO2(g) Waktu yang diperlukan untuk terjadinya reaksi pada masing-masing percobaan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Laju Reaksi CaCO3 dan HCl

Percobaan CaCO3 ( 1 gram ) HCl ( 10 ml ) Waktu Reaksi

1 Serbuk 2 M 5 menit

2 Butiran 2 M 15 menit

3 Kepingan 2 M 39 menit

( Tine Maria K, 2005 : 84 ) Berdasarkan data pada Tabel 2.3 dapat disimpulkan : a) Untuk massa CaCO3

yang sama (1 gram), tetapi bentuk CaCO3 yang berbeda (serbuk butiran dan kepingan), waktu reaksi yang diperlukan berbeda. b) Semakin halus bentuk CaCO3 semakin singkat waktu reaksi, berarti semakin cepat laju reaksi. c) Semakin besar luas permukaan reaktan laju reaksi semakin cepat.

2) Konsentrasi.

(37)

Suatu larutan yang pekat (konsentrasi tinggi) sudah tentu mengandung molekul-molekul yang lebih rapat dari pada larutan yang encer (konsentrasi rendah). Molekul yang rapat (letaknya berdekatan) tentu lebih mudah dan sering terjadi tumbukan jika dibandingkan dengan molekul yang letaknya agak berjauhan. Itulah sebabnya makin besar konsentrasi larutan yang kita reaksikan makin besar pula laju reaksinya.

Pengaruh konsentrasi pada larutan dapat ditunjukkan sengan percobaan. Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi dapat dilihat dari hasil data percobaan, reaksi antara gas nitrogen monoksida dengan gas hitrogen dalam Tabel 2.4.

Persamaan reaksi yang terjadi adalah : 2NO(g)+2H2(g) ®N2(g)+2H2O(g)

Tabel 2.4. Laju Reaksi

Percobaan Konsentrasi Mula-Mula(M) [ NO ]

Konsentrasi Mula-Mula(M) [ H2 ]

Laju Reaksi M / det

1 4 X 10 -3 1,5 X 10 -3 32 X 10 -7

2 4 X 10 -3 3 X 10 -3 64 X 10 -7

3 4 X 10 -3 6 X 10 -3 130 X 10-7

4 2 X 10 -3 6 X 10 -3 32 X 10 -7

5 1 X 10 -3 6 X 10 -3 7,9 X 10 -7

( Parning, 2006 : 113 ) Berdasarkan data hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan: a) Apabila konsentrasi gas NO tetap dan konsentrasi gas H2 semakin pekat laju reaksi semakin besar. b) Apabila konsentrasi gas H2 tetap dan konsentrasi gas NO semakin encer laju reaksi semakin kecil. c) Laju reaksi dipengaruhi oleh

(38)

konsentrasi dari zat-zat reaktan, semakin tinggi konsentrasi reaktan laju reaksi semakin cepat.

3) Suhu.

Molekul-molekul dalam suatu wadah selalu dalam keadaan bergerak.

Jika suhu dinaikkan laju reaksi makin besar. Hal ini disebabkan karena dengan menaikkan suhu reaksi akan meningkatkan energi kinetik dari partikel zat reaktan yang bertumbukan sehingga menghasilkan zat produk yang makin besar, berarti laju reaksi makin besar. Dengan kata lain kenaikkan suhu reaksi mengakibatkan bertambahnya energi kinetik molekul-molekul pereaksi sehingga energi kinetiknya melebihi harga energi aktivasi. Oleh karena itu reaksi akan berlangsung lebih cepat.

Alasan menaikkan suhu suatu reaksi menyebabkan nilai energi aktivasi (Ea) menjadi turun dijelaskan oleh Svante Arrhenius dengan menggunakan persamaan hubungan suhu dengan energi aktivasi, yaitu :

Keterangan : K = tetapan Arrhenius.

R = tetapan gas ( 0,0082 atm K -1 ).

T = suhu ( dalam Kelvin ).

Ea = energi aktivasi ( dalam Joule ).

Dalam persamaan Arrhenius diatas, dapat disimpulkan bahwa:

”kenaikan suhu berbanding terbalik dengan energi aktivasi” (Muchtaridi, 2006: 95 ). Pada umumnya setiap kenaikkan suhu 100C, maka laju reaksi

RT

Ae

Ea

K =

- /

(39)

menjadi dua kali lebih besar dari laju reaksi mula-mula. Untuk menentukan hubungan laju reaksi pada suhu yang lebih tinggi dengan laju reaksi pada suhu acuan adalah sebagai berikut: ”Jika pada suhu mula-mula T0 mempunyai laju v0, kemudian suhu dinaikkan menjadi T1 sehingga laju reaksinya menjadi VT, maka hubungan V0 dengan VT adalah sebagai berikut”.

C

T0 =300 mempunyai laju reaksi vT0 =v0 ®vT0 =2 xv0 0. C

T0 =400 mempunyai laju reaksi vT1 =2xv0 ®vT1 =21xv0. C

T0 =500 mempunyai laju reaksi vT2 =2x2v0 ®vT2 =22xv0 C

T0 =600 mempunyai laju reaksi vT3 =2x2x2v0 ®vT3 =23xv0. C

T

T0 = 0 mempunyai laju reaksi vTn =2x2x2...nv0 ®vTn =2nxv0.

Jika kenaikan suhu 10 0C laju reaksi menjadi dua kali lebih besar, hubungan laju reaksi dengan suhu reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan : vT = laju reaksi suhu T 0C.

v0 = laju reaksi pada suhu acuan.

T = suhu laju reaksi yang akan ditentukan.

T0 = suhu acuan.

( Parning, Horale, Tiopan, 2006 : 115) 4) Katalis.

Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat atau memperlambat suatu reaksi tanpa mengalami perubahan yang kekal. Katalis yang dapat

; 10

2 0

0

T n T

x V

VT n -

=

=

(40)

mempercepat laju reaksi disebut katalisator, sedangkan katalis yang dapat memperlambat laju reaksi disebut inhibitor.

Katalisator dapat mempercepat laju reaksi karena dapat menurunkan energi pengaktifan dari zat reaktan. Untuk menurunkan energi pengaktifan zat reaktan, katalisator memberikan jalan alternatif terhadap zat reaktan agar reaksi dapat berlangsung. Katalisator berperan dalam mempengaruhi laju reaksi melalui dua cara, yaitu dengan pembentukan senyawa antara ( katalis homogen ) dan dengan adsorpsi ( katalis heterogen)

a) Pembentukan senyawa antara ( katalis homogen ).

Cara kerja katalis melalui pembentukan senyawa antara supaya laju reaksi berlangsung lebih cepat maka dicari katalis yang dapat bereaksi baik dengan partikel zat yang miskin energi maupun pertikel yang kaya energi untuk membentuk senyawa antara, kemudian bereaksi membentuk zat yang diinginkan.

Misalnya secara umum reaksi :A+B® AB dengan C sebagai katalisator.

Reaksi : A+B® AB ( laju reaksinya sangat lambat ).

Mekanisme reaksi dengan menggunakan katalisator :

Reaksi : A+C® AC (laju reaksinya cepat ), AC merupakan senyawa antara. AC+B® AB+C( laju reaksi cepat ). Pada mekanisme reaksi tersebut kita melihat bahwa pada akhir reaksi, katalisator C ditemukan kembali, sehingga dapat dinyatakan bahwa katalisator tidak ikut bereaksi membentuk zat produk. Selanjutnya secara umum penurunan energi

(41)

pengaktifan (Ea) dengan pembentukan senyawa antara digambarkan dengan grafik pada gambar 2.5.

__________

= Reaksi tanpa katalis.

--- = Reaksi dengan katalis.

Gambar 2. 5. Grafik Penurunan Ea dengan Pembentukan Senyawa Antara.

b) Katalisator dengan proses adsorpsi (katalis heterogen).

Dalam hal ini katalisator berwujud padat yang mampu mengikat sejumlah gas atau cairan dari partikel zat reaktan pada permukaan katalisator.

Misalnya nikel dalam bentuk bubuk halus atau platinum dalam bubuk halus mampu mengadsorpsi sejumlah besar aneka ragam gas. Patikel yang teradsorpsi pada permukaan katalisator menjadi lebih reaktif daripada partikel yang tidak teradsorpsi. Dalam beberapa hal, naiknya kereaktifan ini dapat disebabkan oleh naiknya konsentrasi partikel yang teradsorpsi sehingga partikel-partikel tersebut berjejalan pada permukaan katalisator tersebut. Hal lain yang membuat naiknya kereaktifan dari partikel zat reaktan adalah karena gaya tarik antara zat padat (katalisator) dengan partikel gas atau cairan teradsorpsi. Hal ini mengakibatkan partikel zat reaktan yang teradsorpsi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang motivasi siswi SMU Negeri 5 Yogyakarta dalam hal pemakaian busana muslimah di sekolah, dan membahas tentang perilaku siswi SMU Negeri 5 Yogyakarta

komunikatif yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan atas perasaan dan pikiran pengarang atau persepsi pengarang tentang sesuatu yang dibahasakan; kata konkret

Sedangkan Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja

Manfaat dari layanan informasi tentang penggunaan facebook adalah siswa dapat memahami bahwa facebook dapat pula digunakan dalam kegiatan belajar dengan

Sebagai organisasi sosial maka koperasi perlu mengutamakan dimensi kehidupan sosial yaitu peningkatan kualitas kehidupan masyarakat oleh karena itu perlu diingat bahwa

Hubungannya dengan tinjauan psikologi sastra dalam penelitian ini peneliti berupaya mendeskripsikan dan menjelaskan penokohan, konflik tokoh baik internal maupun

Adapun salah satu jenis bahan ajar adalah buku petunjuk praktikum, yaitu panduan pelaksanaan kegiatan belajar dalam praktikum yang memanfaatkan segala hal (baik di dalam

Dalam melakukan usaha tani, ada beberapa resiko yang akan dihadapi, seperti resiko hasil produksi, resiko manusia, resiko kelembagaan, resiko harga dan resiko institusi.