• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hiperbilirubin FIX (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hiperbilirubin FIX (2)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN N DAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY.RASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY.R UMUR 13 HARI

UMUR 13 HARI DENGAN HIPERBILIRUBENEMDENGAN HIPERBILIRUBENEMIAIA Di RUANG MELATI Di RUANG MELATI

Disusun oleh :

Disusun oleh :

Lindarti Marsiyah (P173221175034) Lindarti Marsiyah (P173221175034) Monica C (P173221175035) Monica C (P173221175035) Christna Christna (P1732211(P173221175036)75036) Inten Pratiwi (P173221175037) Inten Pratiwi (P173221175037) Laila Salsabila Laila Salsabila (P173221(P173221175038)175038) Shelly Claudia M Shelly Claudia M P (P173221175039)P (P173221175039)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

PROGRAM STUDI KEBIDANAN KEDIRI PROGRAM STUDI KEBIDANAN KEDIRI

2016/2017 2016/2017

(2)

BAB 2 BAB 2

TINJAUAN TEORI TINJAUAN TEORI

2.1

2.1 Konsep DasarKonsep Dasar

2.1.1

2.1.1 Pengertian Hiperbilirubinemia

Pengertian Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah,

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah,

 baik oleh

 baik oleh faktor fisiologik

faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara

maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai

klinis ditandai dengan

dengan

ikterus. Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar

ikterus. Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar

 bilirubin

 bilirubin tak

tak terkonjugasi

terkonjugasi pada

pada minggu

minggu pertama

pertama >2

>2 mg/dL.

mg/dL. Pada

Pada bayi

bayi cukup

cukup bulan

bulan

yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl

yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl

 pada hari

 pada hari ke-3

ke-3 kehidupan dan

kehidupan dan kemudian akan

kemudian akan menurun cepat

menurun cepat selama 2-3

selama 2-3 hari

hari diikuti

diikuti

dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi

dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi

cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang

cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang

lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4

lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4

minggu, bahk

minggu, bahkan dapat menca

an dapat mencapai

pai 6 minggu. (Mathind

6 minggu. (Mathindas et al, 2013)

as et al, 2013)

Menurut Nelson (2007), ikterus pada bayi baru lahir dikenali sebagai ikterus

Menurut Nelson (2007), ikterus pada bayi baru lahir dikenali sebagai ikterus

neonatarum. Ikterus neonatarum sering bersifat fisiologis dan diidentifikasi sebagai

neonatarum. Ikterus neonatarum sering bersifat fisiologis dan diidentifikasi sebagai

salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Biasanya

salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Biasanya

itu bukan kondisi yang mengancam jiwa, tetapi harus diberikan perhatian khusus

itu bukan kondisi yang mengancam jiwa, tetapi harus diberikan perhatian khusus

untuk menghindari komplikasi selanjutnya. Ikterus adalah perubahan warna kulit atau

untuk menghindari komplikasi selanjutnya. Ikterus adalah perubahan warna kulit atau

sklera mata dari putih menjadi kuning akibat peningkatan penumpukan bilirubin

sklera mata dari putih menjadi kuning akibat peningkatan penumpukan bilirubin

(hiperbilirubinemia) dalam sirkulasi darah dan ini terjadi pada minggu pertama

(hiperbilirubinemia) dalam sirkulasi darah dan ini terjadi pada minggu pertama

kehidupan bayi.

kehidupan bayi.

Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar

Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar

 bilirubin

 bilirubin di

di dalam

dalam jaringan

jaringan ekstravaskula

ekstravaskular,

r, sehingga

sehingga konjungtiva,

konjungtiva, kulit,

kulit, dan

dan mukosa

mukosa

akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga bisa berpotensi besar terjadi kern

akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga bisa berpotensi besar terjadi kern

ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi

ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi

yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus

yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus

terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau

terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau

lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus yang cukup

lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus yang cukup

 bulan

 bulan dan

dan 12,5

12,5 mg/dL

mg/dL pada

pada neonatus

neonatus yang

yang kurang

kurang bulan,

bulan, ikterus

ikterus disertai

disertai dengan

dengan

 proses

(3)

kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia,

sindrom gangguan pernafasan, dan lain-lain. (Riyanto et al, 2015)

Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah

dibedakan dengan ikterus fisiologik. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum

memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam,

adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas

menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak

stabil), ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah

14 hari pada bayi kurang bulan (Marthindas et al, 2013)

Ikterus yang kemungkinan menjadi hiperbilirubinemia antara lain ikterus yang

disertai berat lahir <2000 gram, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom

gangguan nafas, infeksi, hipoglikemia atau hiperosmolaritas darah. (AIPHHS, 2015)

2.1.2 Etiologi

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa

breastfeeding jaundice  (BFJ) dan breastmilk jaundice

(BMJ) yang disebabkan oleh

kekurangan pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid). Bayi yang mendapat ASI

eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab

BFJ adalah kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada

waktu ASI belum banyak.

 Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan

tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Bayi sehat cukup bulan mempunyai

cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan metabolismenya selama 72

 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ.

 Breastmilk jaundice

mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7

hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia

fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab

hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari

seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya.

Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin

indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas,

 beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. (IDAI,

2013)

Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena

tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan

 bilirubin dari dalam tubuh. (Wong et al, 2007)

(4)

Menurut Hasan et al (2005) dan (AIPHHS, 2015), penyebab dari

hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor antara lain:

a. Produksi bilirubin yang berlebihan.

 b. Hemolisis, misalnya pada inkompibilitas yang terjadi bila terdapat

ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO

c. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Ikatan bilirubin dengan

 protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi

hipoksia atau asidosis

d. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya

hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya

sulfadiazine

e. Gangguan dalam ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatic

f.

Perdarahan tertutup pada trauma kelahiran

g. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)

h. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20

(beta), diol (sterid).

i.

Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek

meningkat misalnya pada BBLR.

 j.

Kelainan kongenital

k. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau

toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,

toksoplasmasis, sifilis

l.

Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

m. Ikterus yang disertai oleh berat lahir < 2000 gram, masa gestasi 36 minggu,

asfiksia, hipoksia, sindrom gawat nafas, infeksi, trauma lahir, atau

hipoglikemia (kadar gula darah rendah).

2.1.3 Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologi merupakan suatu kadar

 bilirubin serum total yang lebih dari 5 mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal

untuk

memproduksi

bilirubin

dan

keterbatasan

kemampuan

untuk

mengekskresikannya. Dari definisinya tidak ada ketidaknirmalan lain atau proses

 patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan membran

mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak-terkonjugasi. Sumber utama

 bilirubin adalah pemecahan hemoglobin yang yang sudah tua atau sel darah merah

(5)

yang mengalami hemolisis. Pada neonatus, sel darah merah mengalami pergantian

yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan hepar

neonatal merupakan faktor yang membatasi ekskresi bilirubin ( Sowden, 2009).

Bilirubin tak-terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan mengikat

albumin plasma. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat konjugasinya.

Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan dalam bentuk empedu ke dalam usus.

Di dalam usus, bakteri mengubah bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen.

Mayoritas urobilinogen yang sangat mampu larut diekskresikan kembali oleh hepar

dan dieleminasikan ke dalam feses, ginjal mengekskresikan 5% urobilinogen.

Peningkatan kerusakan sel darah merah dan ketidakmatangan hepar tidak hanya

menambah peningkatan kadar bilirubin, tetapi bakteri usus lain dapat mendekonjugasi

 billirubin, yang memungkinkannya direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan selanjutnya

meningkatkan kadar bilirubin ( Sowden, 2009).

2.1.4 Klasifikasi

Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis ( Ngastiyah,2005).

1. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang

tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang

membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang

mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang

disebut hiperbilirubin.

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus

yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan

(Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schartz, 2004):

a. Timbul pada hari kedua - ketiga.

 b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.

e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.

f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan

dengan keadaan patologis tertentu.

(6)

g. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan

karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:

1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.

2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.

3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan

dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.

4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi

enzim G6PD dan sepsis).

5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,

asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,

hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.

Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin

dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan

kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan

dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar

 bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang

 bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3. Kern Ikterus.

Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek

 pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,

hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus

ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan

dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik

 berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara

klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

2.1.5 Metabolisme dan Patofisologi Bilirubin

Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari

 pada sel darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel

darah merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim

heme oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut

dalam air. Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu

gram hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme

ini adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin

(7)

dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil

dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan

ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan

disimpan di kantong empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang

 pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel

usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan dikeluarkan

melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh

β-glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek

akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin

ke hati, yang dikenal dengan sirkulasi enterohepatik. (IDAI, 2013)

2.1.6 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis lebih kearah suportif. Pencegahan hiperbilirubinemia neonatal

harus selalu diusahakan dengan memberikan ASI secepat mungkin setelah lahir.

Kadar bilirubinemia harus dipantau, dan bayi akan mendapat fototerapi sampai kadar

darah diperoleh. Semua penyebab lain hiperbilirubinemia harus disingkirkan pada saat

itu. Penyebab lain meliputi inkompatibilutas Rh, penyakit hemolitik, dan atresia bilier.

Bayi yang berisiko tinggi mengalami hiperbilirubinemia, seperti bayi prematur dan

yang mengalami hipoksia dan asidos, dapat diberikan fototerapi sebelum kadar

 bilirubin bermakna ( Sowden, 2009)

(8)

A. Pengkajian

Pengumpulan Data

1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh,

ABO,Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.

2. Pemeriksaan Fisik: Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis

melengking,refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.

3. Pengkajian Psikososial: Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua,

apakah orangtua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.

4. Pengetahuan Keluarga meliputi:

Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakahmengenal

keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,kemampuan

mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy SmithGreenberg. 1988).

5. Riwayat aktivitas/istirahat : letargi, malas (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 )

6. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia. (Marilynn E. Doengoes,2001:

692 )

7. Eliminasi : bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, fases

mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin, urine gelap pekat,

: hitam kecoklatan (syndrome baby bronze). (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 )

8. Makanan/cairan : riwayat pelambatan/makanan oral buruk, lebih mungkin disusui

daripada menyusu botol. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,

hepar (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ).

9.  Neurosensori : sefalomatoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang

 parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /kelahiran ekstrasi vakum

(Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ). , edema umum hepathosplenomegali, atau

hidrops vitalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat, kehilangan refleks

moro mungkin terlihat, opistotonus dengan kekakuan lengkunfg punggung,

fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap kritis) (Marilynn E.

Doengoes,2001: 692 ).

10. Pernapasan : riwayat asfiksia, krekels bercak merah muda ( edema pleural,

hemoragi pulmonal). (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 )

11. Keamanan : riwayat positif infeksi,/sepsis neonatus, dapat engalami ekimosis

 berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial., dapat tampak ikterik pada awalnya

 pada wajah dan berlanjut pada distal tubuh : kulit hitamkecoklatan (syndrome

 baby bonze) sebagai efek samping fototerapi. (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 )

(9)

12. Seksualitas : mungkin preterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan

retardasi pertumbuhan INTA Uterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi

(LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes,. Trauma kelahiran dapat terjadi

 berkenaan dengan strees dingin, asfiksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.

(Marilynn E. Doengoes,2001: 693 )

13. Pemeriksaan Diagnostik : Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi

inkompatibilitas ABO, Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0

 – 

  1,5 mg/dL kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24

 jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada

 bayi pratern, Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.,

Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan

 bilirubin serum.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnyaintake cairan,

serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dandefikasi sekunder fototherapi.

2. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek

fototerapi.

3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.

4. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan dengan perpisahan

dan penghalangan untuk gabung.5.

5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.

6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi.

7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,infeksi)

 berhubungan dengan tranfusi tukar.

C. Intervensi Keperawatan

1. DX 1

: Risiko/defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairanserta

 peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi

Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jamdiharapkan tidak

terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :

a) Jumlah intake dan output seimbang.

 b) Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal.

c) Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BB

(10)

Intervensi:

a) Kaji reflek hisap bayi

Rasional: mengetahui kemampuan hisap bayi.

 b) Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat

Rasional: menjamin keadekuatan intake.

c) Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces

Rasional: mengetahui kecukupan intake.

d) Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam

Rasional: turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalahtanda-tanda

dehidrasi.

e) Timbang BB setiap hari

Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi.

2. DX 2: Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi Tujuan: Setelah

diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi

dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0

Intervensi:

a) Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam

Rasional: suhu terpantau secara rutin.

 b) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikankompres

dingin serta ekstra minum.

Rasional: mengurangi pajanan sinar sementara.

c) Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi.

d) Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi.

3. DX 3: Risiko/Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin,

efek fototerapi.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak

terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria:

a. Tidak terjadi decubitus

 b. Kulit bersih dan lembab

Intervensi:

(11)

Rasional: mengetahui adanya perubahan warna kulit.

2) Ubah posisi setiap 2 jam

Rasional: mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalamwaktu lama.

3) Masase daerah yang menonjol

Rasional: melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekandi

daerah tersebut.

4) Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembabRasional:

mencegah lecet.

5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubinturun

menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan

Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama

4. DX 4: Gangguan parenting (perubahan peran orangtua) berhubungan dengan

 perpisahan dan penghalangan untuk gabung.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkanorang

tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat

mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.

Intervensi :

a.

Bawa bayi ke ibu untuk disusui

Rasional: mempererat kontak sosial ibu dan bayi.

b.

Buka tutup mata saat disusui

Rasional: untuk stimulasi sosial dengan ibu.

c.

Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya

Rasional: mempererat kontak dan stimulasi sosial.

d.

Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan

Rasional: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi.

e.

Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya

Rasional: mengurangi beban psikis orangtua

5. DX 5: Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada

 bayi.

Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orangtua

menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam

 perawatan.

(12)

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien

Rasional: mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit.

 b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi

dan perawatannya.

Rasional: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit

c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah

Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam merawat

 bayi

6. DX 6: Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkantidak

terjadi injury akibat fototerapi (misal; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea)

Intervensi:

a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahayaRasional:

mencegah iritasi yang berlebihan.

 b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dandaerah

genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapatmemantulkan cahaya

usahakan agar penutup mata tidak menutupihidung dan bibir.

Rasional: mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif.

c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanyakonjungtivitis tiap

8 jam.

Rasional: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata.

d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.

Rasional: memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata denganibu.

d. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan

Rasional: memberi rasa aman pada bayi.

7. DX 7: Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusitukar

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jamdiharapkan

tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi

Intervensi:

(13)

Rasional: menjamin keadekuatan akses vaskuler.

 b. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan.

Rasional: mencegah trauma pada vena umbilical.

c. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan

Rasional: mencegah aspirasi

d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur

Rasional: mencegah hipotermi.

e. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan

adalah darah segar.

Rasional: mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan.6.

f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan danelektrolit,

kejang selama dan sesudah tranfusi.

Rasional: Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat

melakukan tindakan lebih dini.

g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Australia Indonesia Partnership for Health System Strengthening. Modul Asuhan

 Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. 2015. Jakarta.

2.

Doenges, marilynn E. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC

3.

Hasan, R & Husein A. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

4.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Menyusui

Yang Kuning.

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada- bayi-menyusui-yang-kuning. Diakses tanggal 27-02-2018

5.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Menyusui Bayi dengan Risiko

Hipoglikemia. 

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/menyusui-bayi-dengan-risiko-hipoglikemia. Diakses tanggal 27-02-2018

6.

Mathindas, S., Wilar, R., Wahani, A. 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus.

Manado: Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen, hlm. S4-10

7.

 Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

8.

Riyanto, A., Adriana, P,. Hidayah, S,. 2015. Hiperbilirubinemia. Kudus: Cendekia

Utama.

https://www.academia.edu/28136550/MAKALAH_HIPERBILIRUBINEMIA.

Diakses tanggal 16-09-2017

9.

Schartz William. (2004). Clinical Handbook of Pediatrics (1 st ed) Susi, N. (2005)

(Alih Bahasa), Jakarta: EGC

10.

Sowden, L.A & Betz, C.L. 2009. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta : EGC

11.

Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin

(15)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN KEDIRI

Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 –  772833 Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340

Email : [email protected] Kediri 64114

FORMAT ASUHAN KEBIDANAN PADA PERINATALOGI I. Pengkajian

DATA SUBYEKTIF Biodata

 Nama

: Bayi Ny. R

Umur

: 13 hari

Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

 Nama ayah

: Tn. M

 No reg

:

-Ruangan

: Melati

Tanggal MRS : 25 Februari 2018

Diagnosis Medis :

Cara masuk :

Datang Sendiri

Rujukan dari :

Diagnose

:

1. Keluhan utama :

Ibu mengatakan Bayi Ny. R terlihat kuning sejak 2 hari lalu, tidur terus dan tidak mau

menetek.

2. Riwayat penyakit sekarang :

Tidak ada

(16)

4. APGAR Score

: 5 - 6

5. Berat Badan

: 2600 gram

6. Panjang Badan

: 49 cm

7. Usia Kehamilan

: 38 minggu

8. Ketuban

Pecah dini jam : ... jelas ... warna :jernih, keruh,

meconeal

Tidak pecah dini

Lain lain

9. Riwayat ketuban dan kelahiran :

Antenatal

: dokter / bidan / puskesmas / RS / dll

Berapa kali : 3 kali

Dokter

Bidan

Puskesmas

Rumah Sakit

Lain-lain

10. NATAL

:

11. Post Natal

:

12. Riwayat kesehatan keluarga : Contreng di kolom yang sesuai

YA

TIDAK

YA TIDAK

Sebutkan

DM

 

HIPERTENSI

 

Lain-lain

-TBC

 

HEPATITIS

 

Lain-lain

-A. DATA OBYEKTIF

1. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Lemah

Suhu

: 36 °C

 Nadi

: 110 x/menit

Pernafasan

: 50 x/menit

Berat badan

: 2600 gram

Panjang badan

: 49 cm

Lingkar kepala : 32 cm

(17)

Lingkar lengan : 9,5 cm

Lingkar dada

: 30 cm

 b. Kesadaran

( ) Gerak

aktif ( ) Menangis Kuat ( √ )

Lethargi ( ) Merintih

( ) Koma

( ) lain-lain

c. Kepala

I.

Rambut

Tipis

Ya/tidak

kering

Ya/tidak

Kotor

Ya/tidak

Jarang

Ya/tidak

II.

Mata

Konjungtiva

Anemis

Ya/tidak

Merah

Ya/tidak

Sklera

Ikterus

Ya/tidak

Lain-lain

Ya/tidak

III.

Wajah

Ikterus

Ya/tidak

Geimace

Ya/tidak

Pucat

Ya/tidak

Cyanosis

Ya/tidak

Lain-lain

IV.

Telinga

Simetris Ya/tidak

Radang

Ya/tidak

Sekret

Ada/tidak

Perdarahan

Ya/tidak

Tulang rawan

+/-

lain-lain...

V.

Hidung

Pernafasan cuping hidung

Ya/tidak

Lain-lain...

VI.

Mulut

Bibir kering

Ya/tidak

Trismus

Ya/tidak

Lidah kotor

Ya/tidak

Lain-lain...

(18)

VII.

Leher

Pembesaran

Ada/tidak

Kaku kuduk Ada/tidak

d. Thorak

Gerak Nafas

: relaksi otot dada

normal/tidak

Bentuk

:

√ Normal chest

Barel chest

Irama nafas

:

√ reguler 

 

Irreguler

Stridor

Payudara

:

Ronchi

Ada/tidak

Whezing

Ada/tidak 

Jantung

:

√ Reguler 

 

Irreguler

Murmur

Irama galop

e. Abdomen

Inspeksi : Bentuk

: buncit/ tegang/ normal

Acites

: ada/tidak

Tali pusar

: ...

Palpasi

: Massa

: Ada/tidak

Fecalit

: Ada/tidak

Distensi

: Ada/tidak

Pembesaran Hepar : Ada/tidak

Perkusi

:

Thyampany

Hypertimpany

Dulnes

Lain-lain...

Auskultasi : Peristaltik usus... x/menit

f. Genetali

Labia

: Oedem

: Ya/tidak

Perdarahan

: Ya/tidak

Labia Mayor menutupi labia minor : ya/tidak

Scrotum : Oedem

: Ya/tidak

Sudah turun : Ya/Tidak

g. Anus

Berlubang

: Ya/tidak

Pendarahan

: YA/tidak

(19)

Lain-lain

:...

h. Extermitas

Atas

: Polidactili

Ya/tidak

Syndaktili

Ya/tidak

Gerak aktif

Ya/tidak

Fratur

Ya/tidak

Bawah

: Polidactili

Ya/tidak

Syndaktili

Ya/tidak

CTEV

Ya/tidak

Genovalgus

Ya/tidak

i.  Neurologi

YA

TIDAK

YA

TIDAK

KAKU

KUDUK

 

KEJANG

MUNTAH

 

PANAS

 j. Reflek Bayi

Rooting

Ya/tidak

Sucking

Ya/tidak

Moro

Ya/tidak

Babynski

Ya/tidak

Grappe

Ya/tidak

Swallowing

Ya/tidak

2. Pemeriksaan Penunjang

Laborat : tanggal 25 Februari 2018, jam 10.00 WIB Bilirubin 13 mg/dl

Foto

:

Lainlain :

-B. ANALISA / INTEPRETASI DATA

(20)

C. PENATALAKSANAAN

Tanggal : 25 Februari 2018

Jam : 11.00 WIB

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, bahwa kondisi

 bayinya dalam kondisi lemah dan harus dirawat untuk mendapatkan perawatan

lebih lanjut. Ibu setuju dengan tindakan yang harus dilakukan pada anaknya.

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak. Dokter menganjurkan untuk

dilakukan fototerapi.

3. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi. Observasi dilakukan

selama tindakan.

4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemantauan

ketat kadar bilirubin pada bayi. Pengambilan sampel darah telah dilakukan.

5. Terapi sinar biru(blue light)

6. Ibu tetap memberikan ASI

7. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kondisi bayinya saat ini sudah membaik dan

menjelaskan perawatan bayi setelah pulang dari rumah sakit. Keadaan umum bayi

sudah baik dan ibu memerhatikan penjelasan petugas dengan seksama.

8. Perawatan di rumah berupa bayi dijemur sekitar 1 jam di pagi hari saat sinar

matahari belum terlalu tinggi intensitasnya sekitar jam 7-8 WIB. Mata dan alat

reproduksi harus ditutup dengan kain yang memantulkan sinar.

9. Pemberian ASI harus sering dilakukan untuk mencegah dehidrasi dan

mempermudah pembuangan bilirubin ke feses. Setidaknya ASI harus diberikan

tiap 3 jam. Jika bayi sulit menghisap, dilakukan pemompaan ASI. Ibu mengerti

dan bersedia menerapkan di rumah.

Pembimbing Praktik

...

 NIP.

Kediri,...

Mahasiswa

...

 NIM.

(21)

Dosen Pembimbing

...

 NIP.

(22)

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bagian ini penulis akan membahas tentang Asuhan Kebidanan Pada Perinatologi

yang telah diberikan pada By.Ny “R” dengan

hiperbilirubenemia di Ruang Melati

s

esuai

dengan manajemen kebidanan menurut varney yang telah dirumuskan dalam SOAP.

Pengkajian data adalah mengumpulkan semua data, baik data subyektif maupun data

obyektif. Pada data subyektif By.Ny “R” diketahui umur 13 hari dengan keluhan bayi Ny.

R

terlihat kuning sejak 2 hari lalu, tidur terus dan tidak mau menetek. Pada data obyektif

diketahui suhu 36

o

C, Nadi 11x/menit, pernafasan 5x/ menit, BB 2600gram, PB 49cm, lingkar

dada 30cm, lingkar kepala 32cm, lingkar lengan 9,5 cm.

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik

oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus.

Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak

terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL . (Mathindas et al, 2013). Pada kasus ini

didapatkan By.Ny “R” dengan keluhan

terlihat kuning sejak 2 hari lalu, tidur terus dan tidak

mau menetek. Namun dalam hal ini tidak didapatkan kesenjangan antara teori dan praktek

karena setelah di periksa bayi tanggal 25 Februari 2018, jam 10.00 WIB kadar Bilirubin 13

mg/dl sehingga perencanaan tindakan semua rencana yang sudah disusun dapat dilakukan

 pada bayi Ny “R’, rencana tindakan pada Kasus bayi Ny “R” mengacu pada keluhan yang

terdapat pada bayi dan sesuai dengan teori. Jadi dalam perencanaan tindakan tidak terjadi

kesenjangan.

Langkah terakhir melakukan evaluasi atas asuhan yang telah diberikan sesuai dengan

kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnose dan masalah.

Setelah dila

kukan asuhan kebidanan pada bayi Ny “R” dengan hiperbilirubin , penulis

mengevaluasi masalah yang ada sehingga dapat dilihat perkembangannya. Hasil yang

diperoleh dari evaluasi ini adalah keadaan bayi baik, tidak ada komplikasi dari tindakan

tersebut. Kesimpulan dari pembahasan studi kasus pada bayi dengan hiperbilirubin adalah

tidak ditemukan perbedaan antara teori dengan penerapan menejemen kebidanan varney

dalam SOAP.

(23)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dengan hiperbilrubin ini

menerapkan 7 langkah yang meliputi pengkajian identifikasi diagnosa dan masalah,

diagnosa dan masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera, rencana tindakan dan

evaluasi. Kemudian penulis menuangkannya dalam bentuk SOAP, maka penulis

menyimpulkan bahwa pada landasan teori ditemukan dan tindakan yang dilakukan

 pada bayi

 Ny ”

” tidak ada hambatan dan tidak ditemukan komplikasi.

5.2. Saran

a. Bagi Tempat Praktik

Dalam setiap pemberian asuhan kebidanan diharapkan tidak terdapat

kensenjangan antara teori dan praktik sehingga memudahkan dalam melakukan

intervensi dan menambah pengetahuan bagi mahasiswa.

 b. Bagi Masyarakat/Klien

Hendaknya ketika merasa terdapat gangguan pada kehamilanya segera

memeriksakan diri ke petugas kesehatan guna dilakukan tindak lanjut berupa

terapi atau pengobatan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum usaha kearah pengelolaan yang bertanggung jawab beserta pengembangan perikanannya, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan (rencana ini tertuang pada Lokakarya

Mata kuliah MBS pada kurikulum Program Studi PGSD, FKIP Universitas Tadulako telah dikembangkan secara bertahap dan pada tahun 2012 jumlah SKS MK MBS yang tadinya 2

normal adalah 1,72455.10 -8 ms -1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya nilai absorspsi beton normal yaitu sebesar 3,6888%.. c) Reaksi antara air laut dan beton

Dalam bagian ini penulis akan melakukan pembahasan tentang kajian representasi analisis semiotika pesan moral yang mengandung unsur makna atau nilai cinta dan kasih

Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Gen BMPR-1B dan BMP-15 pada populasi DEG-Lombok bersifat polimorfik , (2) DEG-Lombok dengan genotipe B+/G+

Hasil dari analisis yang telah dilakukan, penulis memberikan beberapa rekomendasi kepada PT.PLN untuk menghadapi peningkatan permintaan listrik dengan melakukan investasi

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinetika reaksi oksidasi minyak ikan tuna (Thunnus sp) selama penyimpanan dengan menentukan besarnya energi aktivasi (Ea) dan

Berdasarkan tabel penelitian di atas umumnya responden menjawab setuju, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya peminjaman secara online akan lebih mudah dari pada manual