POLA PEMUKIMAN RUMAH TRADISIONAL SUNDA
POLA PEMUKIMAN RUMAH TRADISIONAL SUNDA
“KAMPUNG PULO” “KAMPUNG PULO”
Pemukiman Tradisional Kampung Pulo Garut
Pemukiman Tradisional Kampung Pulo Garut
Tempat Wisata Garut, di mana ada peninggalan bersejarah dari jaman Hindu / Budha, yakni Candi Cangkuang, dimana terdapat Pemukiman Tradisional Kampung Pulo. Tidak jauh dari Candi Cangkuang, ada sebuah kampung adat yang letaknya masih satu komplek cagar budaya dengan Candi Cangkuang. Pemukiman adat tersebut di beri nama Kampong Pulo, mungkin karena tempatnya di tengah danau (Situ Cangkuang) yang mirip dengan sebuah pulau.Kampung Pulo
ini wilayahnya terletak di Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut,Jawa Barat,Indonesia.
Kampong Pulo merupakan sebuah kampung kecil, yang terdiri dari enam buah buah rumah dan enam kepala keluarga. Ada aturan yang sudah turun-temurun harus dipatuhi hingga sekarang. Sudah menjadi ketentuan adat di daerah tersebut bahwa jumlah rumah dan kepala keluarga itu harus enam dengan susunan tiga rumah di sebelah kiri dan tiga rumah di sebelah kanan yang saling berhadapan, ditambah dengan sebuah bangunan masjid sebagai tempat beribadah. Deretan rumah dan bangunan rumah tersebut tidak boleh di tambah ataupun dikurangi, tidak tahu dengan pasti mengapa harus demikian, namun itulah yang terjadi hingga saat ini yang menjadi keyakinan masyarakat penghuni rumah tersebut.
Kondisi rumah di Kampung Pulo masih terkesan sangat sederhana yang terbuat dari bambu dan berbentuk rumah panggung. Jika pengunjung datang kesana dan melihat lingkungan sekitarnya
yang akan anda temukan adalah suasana asri dengan kesederhanaan para penghuninya. Bahkan ada kepercayaan yang masih terjaga, yakni mereka tidak diperkenankan memelihara hewan peliharaan yang berkaki empat (domba, sapi, kerbau,dll).
Seperti halnya Kampung Naga di Tasikmalaya, Ka bupaten Garut juga memiliki kampun adat yang harus selalu dijaga dan dipelihara kelestariannya.Kampung Pulo yang merupakan kampong yang masih memegang teguh adat dan tradisi nenek moyang yang menjadi leluhur mereka. Keyakinan dan kepatuhan terhadap aturan adat menjadikam Kampung Adat sebuah kampung wisata yang menyimpan makna sangat layak dan menarik untuk ditelusuri dan dijadikan pembelajaran.
A. Sejarah Kampung Pulo
Kampung pulo merupakan suatu perkampungan yang terdapat di dalam pulau di tengah kawasan Situ Cangkuang. Kampung Pulo ini sendiri terletak di Desa Cangkuang, Kampung Cijakar, kecamatan Leles, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat.
B. Sistem kebudayaan Masyarakat Kampung Pulo
Dalam adat istiadat Kampung Pulo terdapat beberapa ketentuan yang masih berlaku hingga sekarang yaitu :
1. Dilarang berjiarah pada selasa malam hingga hari rabu, bahkan dulu penduduk sekitar tidak diperkenankan bekerja berat, begitu pula Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau menerima tamu karena hari tersebut digunakan untuk mengajarkan a gama. Karena menurut kepercayaan bila masyarakat melanggarnya maka timbul mala petaka bagi masyarakat tersebut.
2. Bentuk atap rumah selamanya harus mamanjang (jolopong) 3. Tidak boleh memukul Goong besar
4. Dalam satu rumah tidak boleh ada dua kepala keluarga.
5. Yang berhak menguasai rumah- rumah adat adalah wanita dan diwariskan pula kepada anak perempuannya. Sedangkan bagi anak laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampong
tersebut setelah 2 minggu.
6. Khusus di kampong pulo tidak boleh memelihara ternak besar berkaki empat seperti kambing, kerbau, sapi dan lain-lain.
7. Setiap tanggal 1 bulan Maullud masyarakat mengadakan tawasulan di suatu tempat untuk syukuran menyambut datangnya bulan Mullud
8. Tanggal 12 Maullud mengadakan Syukuran besar menyambut lahirnya nabi Muhammad s.a.w. 9. Setiap tanggal 13-14 bulan Maullud diadakan ritual upacara adat memandikan benda-benda pusaka.
C. Sistem Pencaharian Masyarakat Kampung Pulo
Masyarakat Kampung Adat Pulo berada pada wilayah objek wisata namun pada dasaranya, masyarakat Kampung Adat Pulo mempunyai mata pencaharian dan hidup sebagai petani. Profesi bertani ini merupakan tradisi turun temurun yang ada di kampung pulo. Masyarakat kampung pulo juga pada dasarnya tidak menjual hasil bertani keluar kampung. Mereka beranggapan bahwa dari pada hasil tani mereka di jual ke pihak luar lebih baik diberikan kepada sanak saudara yang
membutuhkan.
D. Sistem Kepercayaan/Agama
Pada mulanya sekitar abad ke-8 masyarakat kampung Pulo menganut agama hindu, hal ini ditandai dengan ditemukannya situs candi cangkuang yang merupakan tempat beribadah umat hindu. Namun sekitar abad ke-17 Islam masuk melaui Embah Dalem Arif Muhammad yang waktu itu adalah panglima perang dari Mataram yang ditugaskan melawan belanda di Batavia namun gagal. Setelah itu beliau tinggal di Kampung pulo dan menyebarkan agama Islam, dan dan mulai saat itu masyarakat kampung Pulo menganut agama islam sampai sekarang. Meskipun di kampung Pulo terdapat ritual-ritual adat, namun ritual yang dilakukan tidak banyak bertentangan dengan agama Islam.
E. Hukum yang berlaku di Kampung Pulo
Hukum yang berlaku di kampung pulo adalah hukum dzo hir yaitu hukum negara dan hukum adat yang bersifat Ghoib. Dalam hukum dzohir contohnya apabila ada yang melakukan tindak kriminal maka pihak berwenang dapat membawa warga kampung pulo untuk diadili. Selain itu juga Hukum adat yang berlaku di daerah kampung pulo. Hukum adat yang berlaku di kampung pulo bersifat ghoib dan akan terjadi dengan sendirinya, jadi ketika seseorang melanggar peraturan yang berada dikampung tersebut maka ia akan menerima ganjarannya. Contohnya, apabila didalam sebuah rumah terdapat 2 kepala keluarga maka dalam rumah itu akan terjadi percekcokan yang besar.
F. Ketentuan Jumlah Rumah
Kampung Pulo merupakan salah satu kampung
adat di Jawa Barat karena warganya masih mempertahankan adat istiadat dan tatali piranti karuhun dalam kehidupannya, termasuk bangunan rumah yang ada di sana.
Jumlah bangunan rumah di kampung ini tidak pernah berubah, yakni enam rumah adat ditambah satu bangunan masjid kecil. Keenam rumah adat ini konon merupakan peninggalan dari leluhur pendiri Kampung Pulo, yakni Embah Dalem Arif Muhammad dan pengikutnya yang tinggal di daerah Cangkuang ratusan tahun silam. Tiga rumah dalam
satu deret berhadapan dengan tiga rumah lain di seberangnya, sementara di bagian ujung kampung terdapat masjid berikut tempat wudunya.
Semua bangunan bentuknya sama, yakni memanjang atau jolopong mengarah ke utara dan selatan. Rumah ketua adat terlihat berbeda dengan yang lain, karena atapnya memakai penutup atap ijuk. Rumah adat yang lain memakai genting sebagai penutup atapnya.
Keunikan kampung ini terletak pada jumlah rumahnya yang hanya enam unit. Dan, jumlah ini tidak boleh berubah, baik bertambah atau berkurang. Selain itu, warga kampung ini tidak
boleh lebih dari enam kepala keluarga yang pemiliknya mengikuti garis
keturunan pihak perempuan. Lalu bagaimana jika seorang anak warga kampung ini sudah dewasa dan berumah tangga?
Sesuai ketentuan, • maka paling lambat dua minggu anak yang sudah berkeluarga harus meninggalkan kampung ini dan membangun rumah tangganya sendiri di luar kampung. Sebaliknya, bila ada warga kampung yang meninggal, maka sanak keluarga yang semula berada di luar, boleh masuk kembali menjadi warga kampung, setelah melalui seleksi yang
Nama Dan Bentuk Rumah Adat Sunda :
1. J ulang ngapak
Julang ngapak yaitu bentuk bangunan rumah yang suhunan bagian sisi kiri kanan agak melebar ke samping. Ada juga yang menyebutnya memakai sorondoy. Apabila di lihat dari arah depan seperti burung yang sedang terbang.
2. Parahu Kumureub
Parahu kumureb, yaitu bentuk bangunan rumah yang atapnya (suhunan) membentuk perahu terbalik (telungkup).
3. Suhunan jolopong
Suhunan jolopong, yaitu bentuk bangunan yang atapnya (suhunan) memanjang sering disebut suhunan panjang atau gagajahan.
Bentuk Jolopong sendiri memiliki dua bidang atap. Kedua bidang atap ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah, sedangkan lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung suhunan itu.
Interior yang dimiliki Jolopong pun sangat efisien. Ruang Jo lopong terdiri atas ruang depan yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut tengah imah atau patengahan; ruangan samping disebut pangkeng (kamar); dan ruangan belakang yang terdiri atas dapur yang disebut pawon dan tempat menyimpan beras yang disebut padaringan. Ruangan yang disebut emper berfungsi,
untuk menerima tamu. Pada waktu dulu, ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas atau perabot rumah tangga seperti meja, kursi, ataupun bale-bale tempat duduk dan jika tamu datang barulah yang empunya rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu.
Tagog anjing, yaitu bentuk bangunan mirip dengan bentuk badak heuay, tetapi ada sambungan kebagian depan dan sedikit turun. Jadi bangunannya tekuk (ngeluk) seperti anjng jongkok.
5. Badak Heuay
Badak heuay, yaitu bentuk bangunan seperti saung tidak memakai wuwung sambungan atap (hateup) depan dengan belakang seperti badak sedang membuka mulutnya (menguap, arti sunda heuay).
Capit gunting, yaitu bentuk bangunan rumah yang atap (suhunan) bagian ujung belakang atas dan depan atas menggunakan kayu atau bambu yang bentuknya menyilang dibagian atasnya seperti gunting.
7.
Buka Palayu
Buka palayu yaitu bentuk Susunan atapnya hampir mirip dengan rumah adat Betawi. Rumah jenis ini biasanya dilengkapi dengan teras yang panjang di bagian depannya.
8. B uka Pongpok
Buka pongpok yaitu Bentuknya hampir mirip dengan atap buka palayu. Perbedaanya terletak pada bagian pintunya yang diarahkan langsung ke bagian jalan.
http://www.belajarbahasasunda.com/2016/03/bentuk-bentuk-rumah-adat-sunda.html
http://emmarachmatika.blogspot.co.id/2013/12/kampung-adat-pulo.html