KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN
DI MEDIA CETAK TERHADAP PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
Studi Kasus Pada Majalah AyahBunda, Femina dan Kartini
Serta Tabloid Nova dan Nakita pada
Periode Penerbitan Januari-Desember 2009
DINI GARDENIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Kajian Kesesuaian Iklan
Produk Pangan di Media Cetak Terhadap Peraturan Perundang-undangan adalah
karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikut ip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir laporan tugas akhir ini.
Bogor, Oktober 2010
Dini Gardenia
F252050035
CONFORMITY ASSESSMENT OF FOOD PRODUCTS
ADVERTISEMENTS IN NEWSPAPER AGAINST LEGISLATION
Case Studies on Ayahbunda, Femina and Kartini Magazine, Nova and
Nakita
In The Period January – December 2009
ABSTRACT
One important aspect of food control is food labeling and advertising control.
In Indonesia, control for the food advertising is done by National Agency of Drug
and Food Control (NADFC).
Based on our data, many adverstisement of food products do not comply with
the formal regulation on labelling and advertising. .
Analysis on 925 advertisements collected, 507 of advertisements (55%) were
comply with the requirement and 418 of advertisements were not comply with the
requirement.
Among 425 of advertisements which were not comply with requirement
complementary breast feeding (50,59%) were the most dominant, followed by soft
drink (13,41%), and milk and its processed product (11,7%).
The most dominant category of violations is an advertisement that containing
incorrect and misleading information related to nutrition, health benefits and food
safety (72,86%).
Januari – Desember 2009. Tugas Akhir. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. Di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi,M.Sc dan Dr.Ir. Feri
Kusnandar,M.Sc.
RINGKASAN
Salah satu hak konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk pangan
adalah memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Terkait hal
tersebut, iklan produk pangan dituntut untuk memberikan informasi tentang suatu
produk secara benar dan tidak menyesatkan.
Kebutuhan pangan semakin bertambah seiring jumlah penduduk yang
semakin besar. Hal tersebut membawa tuntutan sekaligus keuntungan tersendiri
bagi industri pangan agar dapat menghasilkan produk pangan yang beraneka
ragam dalam rangka memenuhi kebutuhan
konsumen.
Hal tersebut
mengakibatkan persaingan antar industri pangan yang selalu terjadi dalam
menghasilkan produk pangan yang dapat disukai dan diterima oleh konsumen.
Produk pangan yang diluncurkan oleh produsen ke pasar kemudian
diinformasikan dan diperkenalkan kepada konsumen melalui iklan. Oleh karena
itu, produsen pangan selalu berkompetisi dalam meningkatkan brand awareness
produk pangannya melalui iklan. Iklan dalam kedudukannya adalah sebagai usaha
promosi produk yang ditujukan untuk merangsang perhatian, persepsi, sikap, dan
perilaku konsumen sedemikian rupa sehingga konsumen tertarik untuk membeli
dan mengkonsumsi produk yang diiklankan. Iklan merupakan salah satu strategi
pemasaran setiap perusahaan, agar produk dapat cepat dikenal dan diterima
masyarakat.
Persaingan yang ketat dalam menampilkan produk pangan agar terlihat
sempurna dalam pandangan konsumen sering mengakibatkan pesan atau
informasi tentang produk disampaikan secara berlebihan, melanggar etika
periklanan, membingungkan konsumen, atau bahkan mengelabui konsumen
dengan klaim-klaim iklan yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Hal-hal
inilah yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dalam industri pangan
Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh peta kesesuain klaim iklan
pangan pada beberapa media cetak selama periode Januari – Desember 2009
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku. Pangan yang diiklankan
dikelompokkan menjadi 16 kategori pangan, yaitu coklat, kopi, teh (1,18%),
kelapa dan hasil olahnya (0,32%), minyak dan lemak (4,19%), minuman serbuk
(2,80%), minuman ringan (8,49%), jem dan sejenisnya (1,61%), air minum dalam
kemasan (1,72%), ikan dan hasil olahnya (1,08%), gula, madu dan kembang gula
(0,65%), daging dan hasil olahnya (0,86%), minuman sereal (1,29%), makanan
diet khusus (0,43%), tepung dan hasil olahnya (3,01%), bumbu dan rempah
(12,26%), susu dan hasil olahnya (14,41%) serta makanan bayi dan anak
(45,70%).
Berdasarkan hasil analisa dari 930 iklan yang diamati, maka diperoleh hasil
505 iklan (54,30%) memenuhi peraturan perundang-undangan dan 425 iklan
(45,70%) tidak memenuhi peraturan perundang-undangan.
Dari 425 iklan pangan yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku,
tersebar pada : kategori coklat,kopi, teh (0,94%), kategori kelapa dan hasil
olahnya (0,71%), kategori minyak dan lemak (3,76%), kategori minuman serbuk
(5,88%), kategori minuman ringan (13,41%), kategori jem dan sejenisnya
(2,12%), kategori air minum dalam kemasan (0%), kategori ikan dan hasil
olahnya (1.88%), kategori gula, madu dan kembang gula (0,47%), kategori daging
dan hasil olahnya (1,18%), kategori minuman sereal (2,82%), kategori makanan
diet khusus (0,71%), kategori tepung dan hasil olahnya (1,88%), kategori bumbu
dan rempah(1,88%), kategori susu dan hasil olahnya (11,76%), serta kategori
makanan bayi dan anak (50,59%).
Kategori pelanggaran yang paling mendominasi adalah iklan yang
mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan
gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan sebesar 72.86%, mencantumkan
logo/pernyataan sebesar 12.14%, mengiklankan pangan yang mengarah bahwa
pangan seolah-olah sebagai obat sebesar 5.71%, mencantumkan keterangan tidak
benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan
sebesar 5.24% dan mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung
maupun tidak langsung pangan lain sebesar 4.05%.
Kategori pelanggaran pada kategori
pangan yang banyak melakukan
pelanggaran yaitu kategori makanan bayi dan anak serta susu dan hasil olahnya
kategori pelanggarannya adalah mencantumkan keterangan tidak benar dan
menyesatkan, berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan
karena
mencantumkan
keterangan-keterangan
yang
harus
mendapatkan
pembuktian secara ilmiah, sedangkan untuk kategori minuman ringan kategori
pelanggarannya adalah mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan,
berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan karena mencantumkan
kata "murni".
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh tesis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh tesis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN
DI MEDIA CETAK TERHADAP
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
Studi Kasus Pada Majalah AyahBunda, Femina dan Kartini
serta Tabloid Nova dan Nakita pada
Periode Penerbitan Januari-Desember 2009
DINI GARDENIA
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi
pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Tugas Akhir
: Kajian Kesesuaian Iklan Produk Pangan di Media Cetak
terhadap Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
Nama mahasiswa
: Dini Gardenia
Nomor Pokok
: F252050035
Program Studi
: Teknologi Pangan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Purwiyatno Hariyadi,M.Sc
Ketua
Anggota
Dr.Ir.Feri Kusnandar,M.Sc
Diketahui
Ketua Program Studi
Direktur Pasca Sarjana
Teknologi Pangan
Dr.Ir.Lilis Nuraida,M,Sc
Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga laporan tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Laporan tesis Kajian Kesesuaian Iklan Produk Pangan di Media
Cetak terhadap Peraturan Perundang-undangan disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Teknologi
Pangan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi,M.Sc dan Bapak Dr.Ir.Feri Kusnandar,M.Sc
selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya
selama proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
2. Dr.Ir.Dahrul Syah sebagai dosen penguji.
3. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan beasiswa kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah pascasarjana.
4. Ibu. Dra. Dewi Prawitasari,Apt,M.Kes, selaku Direktur Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan yang telah memberikan ijin dan dukungan melakukan
kajian pada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
5. Ibu Kasubdit di lingkungan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan
POM atas dukungan dalam memberi semangat untuk penyelesaian tugas akhir
ini.
6. Rekan-rekan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan yang selalu
memberikan dukungan semangat untuk penyelesaian tesis ini.
7. Ibu Tika, sebagai asisten koordinator Program Studi Magister Profesi
Teknologi Pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang komisi dan
memberikan dukungan semangat untuk penyelesaian tugas akhir ini.
8. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun
materiil dalam penyelesaian tugas akhir ini.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir
ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak luput dari berbagai
kekurangan. Penulis juga berharap tesis ini dapat memberikan dukungan
kontribusi pemikiran dan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan
memerlukannya.
Bogor, Oktober 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 21 Februari 1962, sebagai anak
kedua dari delapan bersaudara dari Bapak Ukas Kosasih (alm) dan Ibu Siti
Hadidjah. Pada tahun 1980, penulis lulus dari SMA Negeri III Bandung.
Selanjutnya melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung.
Pada tahun 1992 penulis mengambil kuliah profesi apoteker pada Fakultas yang
sama. Sejak tahun 1993, penulis bekerja sebagai staf Subdit Registrasi Makanan
dan Minuman, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang sekarang
telah berubah nama menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sejak tahun
2001 hingga saat ini, penulis bekerja di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
sebagai Kepala Seksi Inspeksi Makanan Berlabel Halal.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR . ... ...iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I.
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... ...2
1.3 Manfaat ... ...3
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan ... ...3
II.
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Pengertian Iklan ... ... ...4
2.2 Sasaran, Tujuan dan Jenis Iklan ... 5
2.3 Media Iklan ... 5
2.4 Klaim iklan ... 6
2.5 Peraturan perundang-undang yang berkaitan dengan pelanggaran . ...7
2.6 Etika Pariwara Indonesia...11
III METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
3.2 Bahan dan Alat ... 13
3.3 Metode ... 13
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
4.1 Sebaran iklan pangan pada nama media cetak... 17
4.2 Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Pangan ... 17
4.3 Sebaran Iklan Pangan Berdasarkan Kesesuaian terhadap peraturan
perundang-undangan... 18
4.4 Sebaran iklan pangan yang tidak memenuhi ketentuan yang ...
berlaku...19
V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Kategori pelanggaran yang digunakan untuk mengevalusi
iklan pangan ………..
14
2.
Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan
keterangan yang tidak benar dan menyesatkan berhubungan
dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan.
(Kategori pelanggaran I) ...
21
3.
Contoh pelanggaran yang termasuk kategori mencantumkan
keterangan-keterangan yang harus mendapatkan pembuktian
secara ilmiah ...
24
4.
Contoh pelanggaran yang termasuk kategori
mencantumkan
keterangan-keterangan lain yang dapat menimbulkan
gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan
yang bersangkutan ...
24
5.
Contoh pelanggaran yang termasuk kategori mencantumkan
kata-kata, gambar dan memberikan janji/jaminan ...
24
6.
Contoh pelanggaran yang termasuk kategori
mencantumkan
kata-kata higienis, sanitasi,CPPB, dan lain-lain yang sudah
merupakan keharusan dalam proses produksi pangan...
25
7.
Contoh pelanggaran yang termasuk
kategori
mencantumkan
kalimat "tanpa bahan pengawet"...
25
8.
Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan
keterangan tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan
proses dan asal serta sifat bahan pangan. (Kategori
pelanggaran II)...
26
9
Contoh pelanggaran yang mencantumkan mencantumkan kata
"murni" ...
27
10 Contoh pelanggaran yang mencantumkan teknologi pangan ...
28
11 Contoh pelanggaran yang mengiklankan pangan yang
mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat ...
28
12 Contoh pelanggaran yang mendiskreditkan atau merendahkan
baik secara langsung maupun tidak langsung pangan lain...
29
13 Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan
logo/pernyataan (Kategori pelanggaran V) ...
Halaman
14 Contoh pelanggaran yang mencantumkan
pernyataan
seseorang/testimoni ...
30
15 Contoh pelanggaran yang mencantumkan pernyataan dan atau
menampilkan gambar laboratorium, nama logo atau identitas
lembaga, termasuk lembaga yang melakukan analisis dan
mengeluarkan sertifikat terhadap pangan ...
31
16 Contoh pelanggaran yang mencantumkan
logo halal bukan
pada label...
31
17 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori Coklat , kopi,
t e h ...
32
18 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori kelapa dan hasil
olahnya ...
33
19 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori minyak dan
lemak...
33
20 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori minuman serbuk
34
21 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori minuman ringan
34
22 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori jem dan
sejenisnya ...
35
23 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori ikan dan hasil
olahnya ...
36
24 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori gula, madu dan
kembang gula ...
37
25 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori daging dan hasil
olahnya ...
37
26 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori minuman sereal
37
27 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori makanan diet
khusus ...
38
28 Sebaran kategori pelanggaran pada tepung dan hasil olahnya
38
29 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori bumbu dan
rempah ...
39
30 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori susu dan hasil
olahnya ...
39
31 Sebaran kategori pelanggaran pada kategori makanan bayi
dan anak ...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Persentase iklan pangan pada lima media cetak (tabloid dan
majalah) ...
17
2.
Kesesuaian Iklan Pangan dalam lima media cetak terhadapPeraturan Perundang-undangan ………..
18
3.
Sebaran
kategori
pangan
berdasarkan
kesesuaian
terhadap peraturan perundang-undangan...
19
4.
Frekuensi Pelanggaran Iklan Pangan berdasarkan kategori
pelanggarannya ...
20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Form penilaian iklan pangan ………
46
2. Contoh iklan pangan yang tidak memenuhi ketentuan
peraturanperundang-undangan ………
52
3. Contoh iklan pangan yang memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan...
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan).
Kebutuhan pangan semakin bertambah seiring jumlah penduduk yang semakin besar. Hal tersebut membawa tuntutan sekaligus keuntungan tersendiri bagi industri pangan agar dapat menghasilkan produk pangan yang beraneka ragam dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya persaingan antar industri pangan dalam menghasilkan produk pangan yang dapat disukai dan diterima oleh konsumen.
Salah satu hak konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk pangan adalah memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Terkait hal tersebut, maka iklan produk pangan dituntut untuk dapat memberikan informasi tentang suatu produk pangan secara benar dan tidak menyesatkan.
Produk pangan yang diluncurkan oleh produsen pangan ke pasaran diinformasikan dan diperkenalkan kepada konsumen melalui iklan. Iklan produk sangat penting untuk keberhasilan produk di pasaran, sehingga produsen pangan selalu berkompetisi dalam meningkatkan brand awareness produk pangannya melalui iklan. Iklan merupakan bentuk promosi produk yang ditujukan untuk merangsang perhatian, persepsi, sikap, dan perilaku konsumen sedemikian rupa sehingga konsumen tertarik untuk membeli dan mengkonsumsi produk yang diiklankan (Jamilah, 2003). Iklan adalah salah satu strategi pemasaran setiap perusahaan agar produk dapat cepat dikenal dan diterima masyarakat.
Persaingan yang ketat dalam menampilkan produk pangan agar terlihat sempurna dalam pandangan konsumen sering mengakibatkan pesan atau informasi tentang produk disampaikan secara berlebihan, melanggar etika periklanan, menyesatkan konsumen, atau bahkan mengelabui konsumen dengan
klaim-klaim iklan yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Hal-hal inilah yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat dalam industri pangan Indonesia.
Menyadari hal tersebut, maka pengawasan terhadap iklan sangat diperlukan, baik oleh instansi pemerintah yang berwenang dalam penegakan hukum, kredibel dan profesional maupun secara swadaya oleh kelompok masyarakat (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau individu sebagai salah satu bentuk pencerdasan konsumen.
Pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan iklan pangan antara lain Peraturan Menteri Kesehatan No. 386/MenKes/ SK/IV/1994 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Rumah Tangga dan Makanan – Minuman, Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.52.1831 tentang Pedoman Periklanan Pangan.
Peraturan-peraturan tersebut di atas belum sepenuhnya ditaati oleh produsen pangan dalam membuat iklan produknya. Berdasarkan hasil evaluasi pengawasan iklan produk pangan yang dilakukan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan pada tahun 2008, dari iklan pangan yang diamati 691 iklan, 57% yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan 43% yang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Data pelanggaran iklan tersebut belum mengelompokkan jenis-jenis pelanggaran yang terjadi, sehingga diperlukan penelitian untuk mengevaluasi kesesuaian iklan dengan peraturan yang berlaku, mengevaluasi jenis-jenis pelanggarannya berdasarkan kategori produk pangan.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengevaluasi kesesuaian iklan pangan pada media cetak dengan peraturan perundang-undangan.
2. Mengevaluasi variasi dan karakteristik jenis pelanggaran iklan yang banyak terjadi di media cetak.
3. Mengevaluasi karakteristik pelanggaran iklan pada beberapa kategori produk pangan.
1.3. Manfaat
Kajian terhadap kesesuaian iklan pangan dengan peraturan perundang-undangan beserta jenis pelanggaran serta karakteristik pelanggarannya ini diharapkan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat umum agar lebih bersikap kritis terhadap iklan pangan yang ditayangkan. Kajian ini juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap iklan pangan serta bagi produsen pangan agar mampu menyajikan iklan-iklan pangan secara benar dan tidak menyesatkan konsumen.
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan
Dalam kajian ini dipilih media cetak karena media cetak merupakan sumber media terbesar dalam pemantauan iklan pangan dan media cetak merupakan media utama dalam periklanan pangan serta pemantauan di media cetak lebih mudah dilakukan dibandingkan jenis media lainnya.
II . TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Iklan
Kleppner (1986) menyatakan bahwa iklan (advertisement) berasal dari bahasa latin ad-vere berarti menyampaikan pikiran dan gagasan pada pihak lain. Pengertian iklan tersebut merupakan pengertian komunikasi satu arah. Proses komunikasi ini penting sebagai alat pemasaran untuk membantu menjual barang, memberi ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi persuasif.
Iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seorang pembeli potensial dalam mempromosikan penjualan suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan para pemasang atau pembuatnya (Pattis, 1993).
Menurut Undang-undang Pangan nomor 7 tahun 1996, iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran atau perdagangan pangan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran atau perdagangan.
Sidang Codex Committee on Food Labelling (CCFL) ke 35 bulan Mei 2007 menyimpulkan bahwa iklan adalah segala bentuk komunikasi komersial kepada masyarakat yang dilakukan dengan berbagai cara kecuali label pangan, dalam rangka meningkatkan secara langsung atau tidak langsung penjualan atau konsumsi suatu pangan dengan menggunakan klaim gizi dan klaim kesehatan.
Dari perspektif perlindungan konsumen, iklan merupakan sumber informasi tentang produk yang harus dapat dibuktikan kebenarannya. Informasi yang salah atau tidak sesuai dengan kenyataan dalam iklan yang disebarkan dapat dituntut (Sukmaningsih, 1997).
2.2. Sasaran, Tujuan dan Jenis Iklan
Iklan digunakan oleh perusahaan untuk komunikasi langsung dalam rangka meyakinkan publik agar tercapai target penjualan. Tujuan atau sasaran iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan maksud yang diinginkan, yaitu untuk memberi informasi (periklanan informatif), untuk menyakinkan (periklanan persuasif) dan untuk memberikan peringatan (periklanan mengingatkan). Periklanan Informatif adalah periklanan yang memberitahu tentang produk baru, menjelaskan kegunaan suatu produk, memberitahukan perubahan harga pada pasar, menjelaskan bagaimana bekerjanya suatu produk, menjelaskan jasa-jasa yang tersedia, dan memperbaiki kesan yang keliru dan membangun citra perusahaan. Periklanan persuasif adalah periklanan yang mendorong konsumen beralih merek ke merek yang diiklankan, mengubah persepsi pelanggan mengenai atribut produk dan menyakinkan pelanggan untuk membeli pada waktu sekarang serta kunjungan penjualan. Periklanan mengingatkan adalah periklanan yang mempertahankan ingatan pelanggan, mengingatkan merek dimana membelinya, membuat mereka tetap ingat selama masa bukan musimnya dan mengingatkan pelanggan bahwa produk tersebut mungkin dibutuhkan dalam waktu dekat.
Engel dkk (1995) membagi iklan atas tiga bagian berdasarkan keberpihakan pesan yaitu: (1) iklan informasional, yaitu iklan yang pesannya bersifat memberikan informasi; (2) iklan komparatif, yaitu iklan yang pesannya berusaha untuk merebut bisnis dari produk yang sudah ada; (3) iklan transformasional, yaitu iklan yang pesannya berusaha membuat pengalaman produk lebih kaya dan lebih hangat daripada yang diperoleh semata-mata dari uraian obyektif dari merek yang diiklankan.
2.3. Media Iklan
Ada dua media yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan iklan, yaitu media lini atas dan media lini bawah. Media lini atas terdiri dari media cetak dan media eletronik atau biasa disebut dengan media massa dan media luar ruang. Media lini bawah terdiri dari atas pameran, direct mail, point of purchase (Zulkarnaen, 1993).
Media massa biasanya menjadi perhatian utama untuk digunakan sebagai media iklan, walaupun tidak menutup kemungkinan digunakannya media lain sebagai penunjang atau pelengkap iklan di media massa. Jangkauan media massa lebih luas dan lebih berkembang ke arah spesialis khalayak. Dengan demikian pengiklan lebih mudah merencanakan dan mengoptimalkan penggunaan media massa (Susilo, 1993).
Jenis media utama berdasarkan urutan volume periklanan adalah surat kabar, televisi, surat langsung (brosur), radio, majalah dan media luar ruangan. Masing-masing jenis media tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu. Pilihan ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti kebiasaan media, audiens sasaran, produk, pesan dan biaya (Kolter dan Amstrong, 1996).
2.4. Klaim Iklan
Klaim adalah pernyataan mengenai kelebihan relatif suatu poduk dibandingkan pesaingnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pernyataan (klaim) manfaat kesehatan adalah pernyataan bahwa produk pangan tertentu mengandung zat gizi dan atau zat non-gizi tertentu yang bermanfaat jika dikonsumsi atau tidak boleh bagi kelompok tertentu, misalnya untuk anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok usia lanjut, ibu hamil, dan menyusui, dan sebagainya.
Klaim dapat menjadi sumber informasi bagi konsumen dalam menentukan pilihan. Studi oleh Berney-Reddish dan Areni (2006) menunjukkan bahwa pengaruh adanya klaim pada produk berbeda antara pria dan wanita, dimana wanita cenderung untuk lebih menerima perbedaan klaim dalam iklan jika dibandingkan pria. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh ambang pengolahan informasi wanita yang lebih rendah dan wanita lebih sensitif terhadap penggunaan kalimat dalam pesan. Hal ini lebih ditegaskan oleh Tias (2005) yang menyatakan bahwa sebanyak 82% pengambil keputusan pembelian susu formula adalah ibu (wanita).
Iklan produk pangan merupakan salah satu jenis iklan yang sering menggunakan klaim yang dapat menipu konsumen. Suryani (2001) melalukan penelitian tentang pelabelan dan analisis klaim gizi produk pangan berdasarkan
pada kesesuaiannya dengan Nutrition Labelling of Singapore serta Keputusan Dirjen POM No. 0202664/B/SK/VIII/1991 tentang Persyaratan Mutu Pengganti ASI. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 1/6 dari produk yang diteliti memiliki klaim gizi yang tidak benar.
Dengan semakin ketatnya persaingan antar produsen, berbagai cara dilakukan termasuk pencantuman klaim yang dapat mengelabui konsumen. Iklan sering dijadikan media klaim atas sesuatu tanpa bukti. Ada empat jenis klaim yang digunakan untuk mengelabui konsumen, yaitu (1) Klaim yang tampak objektif; seperti klaim tentang kandungan gizi tertentu dalam suatu produk pangan yang harus dibuktikan melalui pengujian atau dibandingkan dengan standar yang telah ada; (2) Klaim yang subjektif, seperti klaim yang menampilkan persepsi individu (kesukaan, pilihan, kepercayaan) yang mungkin menghasilkan tafsiran berbeda antar individu, klaim seperti ini sukar dibuktikan; (3) Klaim yang mendua, yaitu suatu klaim yang menampilkan dua sisi pesan yang bersifat pro dan kontra (sebagian benar dan sebagian salah); dan (4) Tidak mempunyai dasar, yaitu tidak didukung oleh logika sehingga klaim yang dibuat hanya ditujukan untuk kepentingan promosi yang lebih mengutamakan segi persuasi dibanding segi informasinya (Sumarwan, 2006).
Menurut (Sumarwan, 2006), berdasarkan pada kebenaran informasi atau klaimnya, iklan dapat dibagi menjadi (1) Literal truth atau kebenaran sesungguhnya, yaitu klaim produk yang didukung oleh fakta secara objektif, (2)
True Impression advertising, yaitu iklan yang memberikan informasi yang benar
namun dapat menimbulkan kesan yang keliru di benak konsumen, (3) Discernible
exaggregation, yaitu iklan yang berlebihan atau tidak didukung oleh fakta, (4) False impression advertising, yaitu iklan yang secara sengaja atau tidak sengaja
menciptakan salah impresi/ kesan di benak konsumen.
2.5. Peraturan-peraturan yang terkait dengan pelanggaran Iklan Pangan
Tinjauan pustaka terhadap peraturan perundang-undangan berikut dibagi berdasarkan kategori pelanggaran, yaitu (1) iklan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan
menyesatkan berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan, (3) yang yang mengarah pada pernyataan baha pangan seolah-olah sebagai obat, (4) iklan yang mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung maupun tidak langsung produk pangan lain. serta (5) ilklan yang mencantumkan logo/ pernyataan.
2.5.1. Larangan iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan yang berkaitan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan
Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.52.1831 tanggal 14 April 2008 tentang Pedoman Periklanan Pangan menetapkan kata-kata atau pernyataan yang tidak boleh digunakan dalam iklan yang berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, yaitu (1) yang bermakna superlatif seperti “super”, “paling”, “nomor satu”, “top”, awalan “ter-“ (terbaik, termurni); (2) satu-satunya, jika telah ada produk pembandingnya; (3) “sehat”,”cerdas”, “pintar” jika terkait dengan sebab dan akibat dari mengkonsumsi pangan yang diiklankan; dan (4) “aman”, “tidak berbahaya”, “tidak mengandung
risiko” atau “tidak ada efek samping” tanpa keterangan yang lengkap.
Peraturan tersebut juga melarang pencantuman kata higienis, sanitasi, cara produksi pangan yang baik. Hal ini karena proses higienis, sanitasi dan produksi pangan yang baik merupakan keharusan dalam proses produksi yang harus dipenuhi oleh produsen pangan, sehingga tidak boleh diklaim dalam iklan.
Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pasal 50, melarang iklan yang memuat keterangan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan. Pencantuman klaim pada zat gizi ARA, DHA, Lutein, Sphingomyelin dan Gangliosida “ termasuk kategori pelanggaran iklan yang menyesatkan. Hal tersebut diatur dalam Surat Kepala Badan POM No. HK.00.05.1.52.3572 tanggal 10 Juli 2008 tentang Penambahan zat gizi dan non gizi dalam produk pangan pasal 6 yang menyatakan bahwa dilarang mencantumkan klaim gizi dan klaim kesehatan tentang ARA, DHA, Lutein, Sphingomyelin dan Gangliosida.
Klaim tanpa bahan tambahan pangan termasuk kategori pelanggaran iklan pangan yang menyesatkan, karena seolah-olah suatu bahan tambahan pangan
dilarang atau berbahaya untuk digunakan. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan diperbolehkan sepanjang mengikuti aturan yang ditetapkan Badan POM menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.06.1.52.6635 tanggal 27 Agustus 2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan pada Label dan Iklan Pangan.
2.5.2. Larangan iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan yang berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 386/MenKes/SK/IV/1994 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Rumah Tangga dan Makanan-minuman mengatur bahwa iklan makanan harus memberikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Penggunaan kalimat, kata-kata, dan pernyataan tentang asal dan sifat bahan pangan hanya boleh digunakan apabila tidak menyesatkan dan atau menimbulkan penafsiran yang salah, seperti penggunaan kata ”alami”, “segar”, “murni” dan “dibuat dari”. Kata “alami” hanya boleh digunakan untuk bahan mentah yang tidak dicampur dan tidak diproses atau produk yang diproses secara fisik tetapi tidak merubah sifat dan kandungannya. Kata ”segar” hanya boleh digunakan untuk pangan yang tidak diproses, berasal dari suatu bahan dan menggambarkan pangan yang belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Kata segar juga boleh digunakan dalam kalimat atau ilustrasi yang tidak terkait secara langsung dengan pangan. Kata ”murni” hanya boleh digunakan untuk bahan atau produk yang tidak ditambahkan sesuatu apapun; Kata ”dibuat dari” hanya boleh digunakan bila produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan dan ”100%” digunakan untuk produk pangan yang tidak ditambahkan/dicampur dengan bahan lain. Ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap label atau iklan tentang yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan. Demikian juga dalam Peraturan Pemerintah RI No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 44 ayat 1
memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk lainnya.
Penggunaan kata yang berlebihan termasuk dalam kategori iklan yang menyesatkan, karena dapat menyesatkan konsumen. Hal ini diatur dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 9 ayat 1 butir j yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap.
2.5.3. Larangan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman mengatur bahwa iklan makanan tidak boleh mengarah ke pendapat bahwa makanan yang bersangkutan berkhasiat sebagai obat. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 53 juga jelas menyatakan bahwa iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.
2.5.4. Larangan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung maupun tidak langsung pangan lain.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/ MenKes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman bagian Petunjuk Teknis Umum melarang bahwa makanan yang berlabel gizi seolah-olah mempunyai kelebihan dbandingkan makanan yang tidak berlabel gizi. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 47 ayat (1) juga mengatur bahwa iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.
2.5.5. Larangan iklan pangan yang mencantumkan logo/pernyataan
Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Pedoman Periklanan Pangan Bab II Ketentuan Umum Periklanan Pangan No.22 mengatur bahwa logo yang dilarang untuk ditampilkan dalam iklan adalah logo lembaga yang mengeluarkan sertifikat/penghargaan. Peraturan tersebut juga melarang pencantuman pernyataan dan atau menampilkan gambar laboratorium, nama, logo atau identitas lembaga, termasuk lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan.
Permenkes No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman melarang pencantuma kata halal dalam iklan. Hal ini diperkuat dengan Surat Keputusan Kepala badan POM No. HK. 00.05.52.1831 tanggal 14 April 2008 tentang Pedoman Periklanan Pangan yang menyatakan bahwa penggunaan tulisan dan atau logo halal dalam iklan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang telah mendapat persetujuan pencantuman tulisan dan atau logo halal dari Badan POM.
2.6. Etika Pariwara Indonesia
Etika Pariwara adalah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaaati dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya. Etika Pariwara merupakan sistem nilai dan pedoman terpadu tata krama (code of conduct) dan tata cara (code of practices). Etika Pariwara Indonesia tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundangan. Jika untuk sesuatu hal ditemui penafsiran ganda, maka makna undang-undang dan peraturan perundangan yang dianggap sahih.
Tata krama yang berhubungan iklan pangan diatur dalam pengggunaan bahasa, yaitu iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya dan tidak menggunakan persandian yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksud oleh perancang pesan iklan tersebut. Dalam ketentuan tersebut juga iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti ”paling”, ”nomor satu”, ”top” atau kata-kata berawalan ”ter”, dan atau yang
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. Penggunaan kata ”satu-satunya” atau yang bermakna sama juga dilarang digunakan dalam iklan tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. Demikian juga penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber otentik.
Penerapan Etika Pariwara Indonesia diberlakukan kepada setiap pelaku periklanan nasional, baik sebagai individu atau profesional, maupun sebagai entitas, atau usaha. Pengawasan pelaksanaan Etika Pariwara Indonesia dilakukan oleh lembaga pemantau, pengamat, atau pengawas periklanan serta masyarakat luas dan pamong. Penegakan dilakukan oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI) dengan membentuk organisasi internal yang bertugas khusus untuk itu. Disamping hal tersebut diatas, peran Dewan Periklanan Indonesia adalah menjalankan kemitraan dengan pamong dalam membina industri periklanan nasional.
Sebagai bentuk komitmen dalam melindungi konsumen, industri periklanan mempunyai prinsip yang dinamakan swakarma (self-regulation) atau pengaturan diri sendiri. Rumusan tentang prinsip tersebut adalah jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum negara; sejalan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat serta mendorong persaingan, namun dengan cara-cara yang adil dan sehat.
Etika Pariwara tahun 2005 menyatakan bahwa periklanan harus memenuhi tiga (3) asas, yaitu (1) jujur dan bertanggung jawab, dimana iklan tidak boleh menyesatkan, seperti memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui, memberikan janji yang berlebihan, dan menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan masyarakat, (2) bersaing secara sehat, dimana penggunaan kata-kata yang berlebihan, perbandingan langsung, merendahkan produk lain baik langsung maupun tidak langsung dan peniruan harus dihindarkan, (3) melindungi dan menghargari khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta pada periode Januari sampai dengan Desember 2009. Penilaian dilakukan pada dua (2) jenis media cetak tabloid, yaitu yaitu Nova dan Nakita, dan tiga (3) majalah, yaitu Femina, Kartini dan Ayahbunda. Kelima jenis media cetak tersebut dipilih karena banyak memuat iklan produk pangan.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Data sekunder hasil pengawasan iklan pangan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan; dan (2) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan iklan pangan, yaitu (a) Undang-undang Pangan No. 7 tentang Pangan, (b) Undang-undang No. 8 tentang Perlindungan Konsumen, (c) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, (d) Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, serta (e) Surat Keputusan Kepala badan POM No. HK. 00.05.52.1831 tahun 2008 tentang Pedoman Periklanan Pangan.
3.3. Metode
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengevaluasi secara post-market iklan-iklan yang terdapat di lima media massa yang dipilih. Tahapan yang dilakukan adalah (1) mengambil seluruh iklan pangan yang diiklankan pada 5 media cetak yang dipilih selama periode Januari sampai Desember 2010 (2) Mengumpulkan iklan produk pangan yang telah mempunyai nomor pendaftaran dan mendokumentasikan iklan pangan tersebut dengan alat pemindai (scanner), (3) mengelompokkan iklan pangan berdasarkan 16 kategori pangan dan jenis pangannya; (4) menganalisis kesesuaian antara iklan dengan peraturan
perundang-(Lampiran 1); (5) Mengkategorikan iklan pangan tersebut menjadi iklan yang memenuhi ketentuan (MK) dan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), dimana iklan pangan dikategorikan tidak memenuhi ketentuan (MK) jika iklan pangan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (6) Mengelompok-kan jenis pelanggaran dalam lima (5) kategori seperti tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kategori pelanggaran yang digunakan untuk mengevaluasi iklan pangan Kategori
Pelanggaran Deskripsi Pelanggaran Iklan
Kategori I Iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan, berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan, yaitu:
1. Mencantumkan kata yang bermakna superlatif seperti
"super", "paling", "nomor satu", "top", awalan ter- ("terbaik", "termurni").
2. Mencantumkan kata "Satu-satunya" jika telah ada produk pembandingnya.
3. Mencantumkan kata " jauh lebih ". Kecuali apabila diban-dingkan dengan produknya sendiri dan pernyataan tersebut terukur serta bersifat obyektif.
4. Mencantumkan kata " sehat", "cerdas". "pintar" yang terkait dengan sebab dan akibat dari mengkonsumsi pangan yang diiklankan.
5. Mencantumkan kata "aman","tidak berbahaya", "tidak mengandung risiko" atau "tidak ada efek samping" tanpa keterangan yang lengkap.
6. Mencantumkan keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan.
7. Mencantumkan kata-kata higienis, sanitasi,CPPB, dan lain-lain yang sudah merupakan keharusan dalam proses produksi pangan.
8. Mencantumkan keterangan-keterangan yang harus menda-patkan pembuktian secara ilmiah
9. Mencantumkan kata-kata, gambar dan memberikan janji/ jaminan.
10. Mencantumkan kalimat "tanpa bahan pengawet".
11. Mencantumkan keterangan-keterangan lain yang dapat
menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan.
Kategori
Pelanggaran Deskripsi Pelanggaran Iklan
Kategori II Iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan, yaitu:
1. Mencantumkan kata non kolesterol.
2. Mencantumkan gambar buah, sayuran dan daging dalam mengiklankan produk yang bukan berasal dari buah/sayuran dan daging. Gambar buah, sayuran, daging dan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredient pangan tersebut atau apabila berasal dari satu sumber.
3. Mencantumkan kata "alami". Kata alami hanya boleh digu-nakan untuk bahan mentah, yang tidak dicampur dan tidak diproses atau produk yang diproses secara fisika tetapi tidak merubah sifat dan kandungannya.
4. Mencantumkan kata "segar". Kata segar hanya boleh digu-nakan untuk pangan yang tidak diproses, berasal dari suatu bahan dan menggambarkan pangan yang belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan.
5. Mencantumkan kata "murni". Kata murni hanya boleh digu-nakan untuk bahan atau produk yang tidak ditambahkan sesuatu apapun.
6. Mencantumkan kata "dibuat dari “. Dibuat dari hanya boleh digunakan bila produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan.
7. Mencantumkan kata "dibuat dengan". Dibuat dengan hanya boleh digunakan bila produk terdiri dari beberapa bahan dan diikuti dengan nama bahan.
8. Mencantumkan kata " 100%". 100% hanya boleh digunakan untuk produk pangan yang tidak ditambahkan/dicampur dengan bahan lain.
9. Mencantumkan tekonologi pangan teknologi pangan tidak
boleh diiklankan atau disangkut pautkan dengan iklan kecu-ali teknologi tersebut termasuk dalam kelompok jenis pangan dalam kategori pangan.
Kategori III Iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah berfungsi sebagai obat
Kategori IV Iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung maupun tidak langsung pangan lain.
Kategori
Pelanggaran Deskripsi Pelanggaran Iklan
Kategori V Iklan pangan yang mencantumkan logo/pernyataan, yaitu:
1. Mencantumkan pernyataan seseorang/testimoni yang
menyatakan bahwa pangan berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit/berindikasi sebagai obat.
2. Memuat pernyataan dan atau menampilkan gambar labora-torium, nama logo atau identitas lembaga, termasuk lembaga yang melakukan analisi dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sebaran Iklan Pangan pada Nama Media Cetak
Jumlah total iklan yang terdapat di kelima media yang dievaluasi selama periode adalah 930 iklan pangan. Gambar 1 memperlihatkan persentasi iklan pangan di kelima media cetak yang dievaluasi tersebut. Untuk kategori media tabloid, iklan pangan paling banyak dimuat dalam tabloid Nova (30,03%), sedangkan untuk kategori majalah, iklan pangan banyak dimuat di majalah Ayahbunda (25,81%). Kedua media cetak tersebut banyak dibaca oleh masyarakat, sehingga banyak dipilih oleh pemasang iklan.
39.03 14.19 16.02 4.95 25.81 0 5 10 15 20 25 30 35 40 F reku en s i ( % )
Nova Nakita Femina Kartini Ayahbunda
Nama media
Gambar 1. Persentase iklan pangan pada lima media cetak (tabloid dan majalah)
4.2. Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Pangan
Iklan pangan dari kelima media cetak dikelompokkan berdasarkan 16 kategori pangan, yaitu (1) coklat, kopi, dan teh (1,18%), (2) kelapa dan hasil olahannya (0,32%), (3) minyak dan lemak (4,19%), (4) minuman serbuk (2,80%), (5) minuman ringan (8,49%), (6) jem dan sejenisnya (1,61%), (7) air minum dalam kemasan (1,72%), (8) ikan dan hasil olahnya (1,08%), (9) gula, madu dan kembang gula (0,65%), (10) daging dan hasil olahnya (0,86%), (11) minuman
(3,01%), (14) bumbu dan rempah (12,26%), (15) susu dan hasil olahnya (14,41%) serta (16) makanan bayi dan anak (45,70%).
Dari data tersebut, maka diketahui bahwa persentase iklan pangan terbesar adalah untuk makanan bayi dan anak (45,70%), susu dan hasil olahnya (14,41%), bumbu-bumbu dan rempah (12,26%), minuman ringan (8,49%) serta minyak dan lemak (4,19%). Di antara kategori produk tersebut, iklan kategori makanan bayi dan anak mempunyai persentase terbesar dibandingkan dengan kategori lain. Hal ini karena media cetak yang dievaluasi memiliki segmentasi pembaca dewasa, pasangan yang baru menikah dan berpenghasilan menengah ke atas.
4.3. Sebaran Iklan Pangan Berdasarkan Kesesuaian terhadap Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan hasil evauasi terhadap 930 iklan pangan yang diamati, iklan yang memenuhi ketentuan (MK) peraturan perundangan berjumlah 505 iklan (54,30%), sedang yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) peraturan perundang-undangan berjumlah 425 iklan (45,70%) (Gambar 2).
Gambar 2. Kesesuaian iklan pangan dalam lima media cetak (tabloid dan
majalah) terhadap ketentuan peraturan Perundang-undangan
Gambar 3 memperlihatkan ketidaksesuaian iklan pangan berdasarkan kategori pangan. Kategori pangan yang mengiklankan pangan tidak memenuhi ketentuan lebih banyak dibandingkan yang memenuhi ketentuan ditemukan pada kategori produk kelapa dan hasil olahnya, minuman serbuk, minuman ringan, jem
54.30% 45.70%
MK TMK
dan sejenisnya, ikan dan hasil olahannya, daging dan hasil olahannya, minuman sereal, makanan diet khusus, serta makanan bayi dan anak.
64% 36% 0% 100% 59% 41% 4% 96% 30% 70% 40% 60% 100% 0% 20% 80% 67% 33% 38% 62% 0% 100% 25% 75% 71% 29% 93% 7% 63% 37% 49%51% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% % k es e s uai a n t e rhad ap per u ndan g-u ndan gan
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI Kategori pangan
Sebaran kategori pangan berdasarkan kesesuaian terhadap peraturan perundang-undangan
MK TMK
Gambar 3. Sebaran kategori pangan berdasarkan kesesuaian terhadap
peraturan perundang-undangan
4.4. Sebaran Iklan Pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan yang Berlaku
Dari jumlah iklan pangan yang diiklankan pada media cetak, dari 425 iklan pangan yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku (TMK) berdasarkan kategori pangan adalah sebagai berikut : kategori coklat, kopi, teh (0,94%), kategori kelapa dan hasil olahnya (0,71%), kategori minyak dan lemak (3,76%), kategori minuman serbuk (5,88%), kategori minuman ringan (13,41%), kategori jem dan sejenisnya (2,12%) kategori air minum dalam kemasan (0%), kategori ikan dan hasil olahnya (1.88%), kategori gula,madu dan kembang gula (0,47%), kategori daging dan hasil olahnya (1,18%), kategori minuman sereal (2,82%), kategori makanan diet khusus (0,71%), kategori tepung dan hasil olahnya (1,88%), kategori bumbu dan rempah(1,88%) , kategori susu dan hasil olahnya (11,76%) serta kategori makanan bayi dan anak (50,59%). Pelanggaran iklan pangan terhadap ketentuan yang berlaku paling banyak dilakukan oleh kategori makanan bayi dan anak sebesar 50,59%, minuman ringan sebesar 13,41% dan susu dan hasil olahnya sebesar 11,76%.
4.5. Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Pelanggaran Iklan
Gambat 4 memperlihatkan pelanggaran iklan berdasarkan 5 kategori pelanggaran berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kategori pelanggaran yang paling mendominasi adalah iklan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan, yaitu 72.86%. Pelanggaran iklan terendah ditemukan pada ketegori II, yaitu iklan yang berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan), yaitu sebesar 5.24%.
72.86% 5.24% 5.71% 4.05% 12.14% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% F reku e n si I II III IV V Kategori pelanggaran
Gambar 4. Frekuensi Pelanggaran Iklan Pangan berdasarkan
kategori pelanggarannya
4.5.1 Kategori Pelanggaran I : Iklan pangan yang mencantumkan kete-rangan tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan.
Kategori pelanggaran I diuraikan lagi dalam sub-kategori pelanggaran, yaitu mencantumkan kata "jauh lebih" dan pernyataan tersebut tidak terukur; mencantumkan kata "sehat", "cerdas", "pintar" yang terkait dengan sebab dan akibat dari pengkonsumsi pangan yang diiklankan; mencantumkan kata "aman",
"tidak berbahaya", "tidak mengandung risiko" atau "tidak efek samping" tanpa keterangan yang lengkap; mencantumkan keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan, mencantumkan kata-kata higienis, sanitasi, CPPB, dan lain-lain yang sudah merupakan keharusan dalam proses produksi pangan, mencantumkan keterangan-keterangan yang harus mendapatkan pembuktian secara ilmiah, mencantumkan kata-kata, gambar dan memberikan janji/jaminan, mencantumkan kalimat "tanpa bahan pengawet", mencantumkan keterangan-keterangan lain yang dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan.
Pada kajian ini sebaran pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan keterangan
yang tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan (Kategori Pelanggaran I).
Sub kategori pelanggaran Jumlah %
1. Mencantumkan kata "jauh lebih" dan pernyataan tersebut tidak
terukur 2 0.65
2. Mencantumkan kata "sehat", "cerdas", "pintar" yang terkait dengan sebab dan akibat dari pengkonsumsi pangan yang diiklankan.
12 3.92 3. Mencantumkan kata "aman", "tidak berbahaya", "tidak
mengandung risiko" atau "tidak efek samping" tanpa keterangan yang lengkap.
1 0.33 4. Mencantumkan keterangan atau pernyataan bahwa pangan
tersebut sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan.
1 0.33 5. Mencantumkan kata-kata higienis, sanitasi,CPPB, dan lain-lain
yang sudah merupakan keharusan dalam proses produksi pangan 9 2.94
6. Mencantumkan keterangan-keterangan yang harus mendapatkan
pembuktian secara ilmiah 135 44.11
7. Mencantumkan kata-kata, gambar dan memberikan
janji/jaminan 14 4.58
8. Mencantumkan kalimat "tanpa bahan pengawet" 8 2.61 9. Mencantumkan keterangan-keterangan lain yang dapat
menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan
mendapatkan pembuktian secara ilmiah sebanyak (44.11%), dan mencantumkan klaim/keterangan yang dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan sebanyak (40,52%). Pelanggaran yang relatif rendah terdapat pada pencantuman kata "aman", "tidak berbahaya", "tidak mengandung risiko" atau "tidak efek samping" tanpa keterangan yang lengkap (0.33%) dan pencantuman keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan (0,33%).
Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, pelanggaran yang tinggi untuk kategori pelanggaran yang mencantumkan keterangan-keterangan yang seharusnya mendapatkan pembuktian secara ilmiah adalah makanan bayi dan anak (77.78%). Pelanggaran lainnya untuk kategori ini ditemukan pada minuman ringan (0.74%), minuman serbuk (1,48%) dan susu dan hasil olahnya (20%).
Jenis-jenis pelanggaran yang ditemukan berdasarkan kategori di atas dapat dilihat pada Tabel 3. Kategori makanan bayi dan anak (jenis pangan susu pertumbuhan dan makanan bayi) banyak melanggar dalam mengiklankan produknya. Misalnya, pencantuman klaim zat gizi DHA dimana fungsi zat gizi tersebut untuk membantu perkembangan otak perlu dibuktikan secara ilmiah. Untuk kategori minuman ringan (jenis pangan minuman fermentasi) klaim yang dilanggar terkait dengan penambahan probiotik yang diklaim dapat menyebabkan usus menjadi sehat. Pada kategori minuman serbuk, klaim pelanggaran iklan terkait dengan peranan suatu zat yang dapat membantu proses pelepasan energi untuk berpikir dan bermain, sedangkan pada kategori susu dan hasil olahannya (jenis pangan susu ibu hamil dan menyusui) adalah klaim dari zat gizi DHA dan
prebiotik FOS yang dapat mendukung perkembangan otak dan fisik bayi sejak dalam
Tabel 3. Contoh pelanggaran yang termasuk kategori
mencantumkanketerangan-keterangan yang harus mendapatkan pembuktian secara ilmiah.
No. Kategori
pangan Jenis pangan Narasi pada iklan
1.
Makanan bayi dan anak
Makanan bayi
X makanan bayi yang mengandung DHA dan omega 3&6 untuk membantu perkembangan
otaknya. Prebiotik FOS dapat membantu mem-pertahankan fungsi saluran cerna. Vitamin
dan mineral, zat besi dapat membantu
mencegah dan mengatasi anemia defisiensi zat besi. 2. Makanan bayi dan anak Susu pertumbuhan
DHA dan omega 3 untuk membantu
perkembangan otaknya
3.
Susu dan hasil olahnya
Susu ibu hamil dan menyusui
Susu untuk ibu hamil dan menyusui dengan gizi seimbang untuk membantu si kecil tumbuh
cemerlang. Kandungan DHA dan prebiotik
FOS-nya mendukung perkembangan otak dan
fisik buah hati sejak masih dalam kandungan.
4. Minuman serbuk
Minuman serbuk
Membantu proses pelepasan energi untuk
berpikir dan juga bermain
5. Minuman ringan
Minuman
fermentasi Minum X setiap hari, usus sehat sepanjang hari
Jenis iklan produk pangan yang melakukan pelanggaran karena mencantumkan keterangan-keterangan yang dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan terhadap pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan adalah ikan dan hasil olahannya (2,42%), kelapa dan hasil olahnya (0.81%), makanan bayi dan anak (69.35%), minuman ringan (8.06%), minuman sereal (3.23%), minyak dan lemak (3.23%), susu dan hasil olahannya (10.48%), serta tepung dan hasil olahannya (2.42%). Kategori makanan bayi dan anak (jenis pangan susu pertumbuhan) paling banyak melakukan pelanggaran karena mencantumkan keterangan yang dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan. Misalnya klaim bahwa dengan mengkonsumsi produk tersebut dapat mendukung daya tahan tubuh atau dapat mengatasi kekurangan nutrisi apabila anak susah makan serta dapat membantu dalam proses belajar. Untuk kategori susu dan hasil olahannya pelanggaran yang terjadi adalah mencantumkan keterangan bahwa dengan mengkonsumsi produk tersebut dapat menjadi anak menjadi juara.
Tabel 4. Contoh pelanggaran yang termasuk kategori mencantumkan
keterangan-keterangan lain yang dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan
No Kategori
pangan Jenis pangan Narasi dalam iklan
1. Makanan bayi dan anak
Susu
pertumbuhan
Si kecil bisa bereksplotasi sesukanya jika daya tahan tubuhnya optimal. Berikan nutrisi terbaik yang mengandung rangkaian nutrisi lengkap dan seimbang dalam jumlah tepat yang saling berkaitan untuk mendukung sistem daya tahan
tubuh
2. Ikan dan hasil
olahnya Sardines
Membuat nutrisi ikan Sardines segar terjaga
utuh, hingga saat disajikan.
3.
Makanan bayi dan anak
Susu
pertumbuhan
Kini dilengkapi prebiotik, kolin dan
mikronutrien untuk membantu mengoptimalkan setiap tahap perkembangan dan proses belajar. 4. Susu dan
hasil olahnya
Susu ibu hamil dan menyusui
Mengandung gizi seimbang yang dibutuhkan sang buah hati untuk tumbuh cemerlang
menjadi juara.
Kategori pangan yang melakukan pelanggaran mencantumkan kata-kata, gambar dan memberikan janji/jaminan adalah minuman ringan (92.86%) dan makanan diet khusus (7.14%). Kategori minuman paling banyak melakukan pelanggaran dengan memberikan janji jaminan kepada konsumen mengenai fungsi produk tersebut untuk kesehatan (Tabel 5).
Tabel 5. Contoh pelanggaran yang termasuk kategori mencantumkan kata-kata,
gambar dan memberikan janji/jaminan
No Kategori pangan
Jenis
pangan Narasi dalam
1. Makanan diet khusus
Makanan diet khusus
Buktikan efektifnya yang dilengkapi Phase 2
technology untuk membantu mengurangi penyerapan karbohidrat hingga 66%. Dengan satu mangkuk mie yang Anda nikmati pun hanya terserap 1/3 nya 2. Minuman
ringan
Minuman fermentasi
Buktikan manfaatnya untuk kesehatan pencernaan dan kelancaran BAB dalam 3 hari atau uang Anda kembali. Mencantumkan testimoni.
Kategori pangan yang melakukan pelanggaran mencantumkan kata-kata higienis adalah kategori ikan dan hasil olahnya (74%), makanan bayi (12%) serta jem dan sejenisnya (14%) (Tabel 6). Kata tersebut tidak perlu ditampilkan dalam iklan karena hal tersebut sudah merupakan suatu keharusan dalam proses
Tabel 6. Contoh pelanggaran yang termasuk kategori mencantumkan kata-kata
higienis, sanitasi,CPPB, dan lain-lain yang sudah merupakan keharusan dalam proses produksi pangan
No Kategori
pangan Jenis pangan Narasi dalam iklan
1. Makanan bayi
dan anak Susu pertumbuhan
Kini ada cara baru memenuhi kebutuhan nutrisi buah hati di mana saja kapan saja. Morinaga Chil Kid Platinum Stick Pack, inovasi terbaru dari Morinaga Chil Kid Platinum. Praktis dan higienis, tinggal tuang untuk setiap kali pemakaiannya di mana saja dan kapan saja.
2. Jem dan
sejenisnya Jelly
My jelly nata decoco terbuat dari rumput laut yang diolah secara higienis dan modern, mengandung serat alami atau dietary fibre yang sangat berperan penting dalam membantu sistem pencernaan tubuh manusia, sehingga salah satu manfaatnya juga dapat mencegah
3. Ikan dan hasil
olahnya Sardines
Makanan kaleng yang diproses dengan higienis, berisi bahan-bahan segar bergizi tinggi. Terbuat dari ikan sardine segar, serta bahan alami pilihan lainnya.
Kategori pangan yang melakukan pelanggaran mencantumkan kalimat "tanpa bahan pengawet" adalah minuman ringan (87.50%), serta ikan dan hasil olahnya (12.5%) (Tabel 7).
Tabel 7. Contoh pelanggaran yang termasuk kategori mencantumkan kalimat "tanpa bahan pengawet"
No Kategori
pangan Jenis pangan Narasi dalam iklan
1. Minuman ringan Minuman buah Mencantumkan klaim tanpa bahan pengawet
2. Minuman ringan Minuman teh Mencantumkan klaim tanpa bahan pengawet
3. Minuman ringan Minuman
Isotonik
Mencantumkan klaim tdk mgd pengawet, pemanis buatan
4. Ikan dan hasil
olahnya Sardines
Fakta-fakta Sardines C : Terbuat dari 100% ikan sardine segar dan bahan alami lainnya, seperti tomat, cabai dan lain sebagainya; 6 jam setelah ditangkap, ikan langsung
dikalengkan; Dikemas secara higienis dengan dua kali pemasakan; Tidak
No Kategori
pangan Jenis pangan Narasi dalam iklan
5. Minuman ringan Minuman
Isotonik
Vitazone Isotonik Bervitamin. Praktis gantikan Cairan Tubuh dan Vitamin yang hilang saat berpuasa. 6 Vitamin penting + 5 Elekrolit tubuh.
Advanced Sterilizing Technology. Tanpa bahan pengawet.
4.5.2. Kategori pelanggaran II : Mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan
Kategori pelanggaran mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan, diuraikan dalam sub-kategori pelanggaran berikut: mencantumkan kata non-kolesterol, mencantumkan gambar buah, sayuran dan daging dalam mengiklankan produk yang bukan berasal dari buah/sayuran dan daging, mencantumkan kata "alami", mencantumkan kata "segar", mencantumkan kata "murni", mencantumkan kata "dibuat dari “, mencantumkan kata "dibuat dengan", mencantumkan tekonologi pangan. Jenis pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan keterangan
tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan (Kategori Pelanggaran II)
Sub kategori pelanggaran Jumlah %
1. Mencantumkan kata "murni" (hanya boleh digunakan untuk bahan atau produk yang tidak ditambahkan
19 86.36% 2. Mencantumkan teknologi pangan (teknologi pangan
tidak boleh diiklankan atau disangkut pautkan dengan iklan kecuali teknologi tersebut termasuk dalam kelompok jenis pangan dalam kategori pangan.
3 13.64%
Dari Tabel 8 tersebut terlihat bahwa kategori pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan yaitu mencantumkan kata "murni" (86.36%) dan yang mencantumkan teknologi pangan (13.64%).