• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap nilai perusahaan, mengacu pada teori sinyal (Signalling Theory) yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap nilai perusahaan, mengacu pada teori sinyal (Signalling Theory) yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

12 2.1 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam menjelaskan pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan, mengacu pada teori sinyal (Signalling Theory) yang merupakan tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan untuk memberikan petunjuk kepada para investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap prospek perusahaan. Teori ini memiliki makna informasi maupun sinyal untuk memprediksi keadaan perusahaan dimasa yang akan datang, pemberian sinyal mengenai kinerja keuangan diharapkan dapat menarik para investor untuk berinvestasi pada perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan sebagai alat analisis. Analisis laporan keuangan terdiri dari beberapa rasio keuangan, apabila hasil analisis laporan keuangan menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, maka investor akan tertarik untuk membeli saham perusahaan di pasar modal (Brigham dan Houston, 2011).

Signalling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempuyai dorongan

untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Perusahaan terdorong untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor dan kreditor). Informasi yang kurang bagi pihak luar mengenai perusahaan meyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan harga yang rendauntuk perusahaan.

(2)

Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar (Zaenal Arifin, 2005).

Signalling theory erat kaitanya dengan ketersedian informasi. Laporan

keuangan yang merupakan informasi dari perusahaan untuk pihak eksternal (investor) dapat digunakan untuk membuat keputusan investasi, karena analisis terhadap laporan keuangan mengambarkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Analisis terhadap laporan keuangan terdiri dari beberapa rasio keuangan, apabila hasil analisis laporan keuangan menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang baik maka investor akan tertarik untuk membeli saham perusahaan di pasar modal, semakin tinggi permintaan yang dilakukan oleh investor dengan terus membeli saham dikarenakan kinerja perusahaan yang baik maka harga saham perusahaan tersebut cenderung akan naik (Kretarto, 2001). Harga saham yang cenderung mengalami peningkatan akan mencerminkan nilai perusahaan mengalami kenaikan (Ari Afzal dan Abdul Rohman, 2012), oleh karena itu hubungan teori sinyal dengan kinerja keuangan dan nilai perusahaan yaitu apabila kinerja keuangan mengalami peningkatan yang kemudian akan menaikan nilai perusahaan, maka dapat menunjukkan bahwa prospek perusahaan yang positif, hal ini dapat dijadikan sinyal bagi para investor untuk melakukan investasi karena prospek perusahaan yang positif.

2.1.1 Kinerja Keuangan

Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“, yaitu kualifikasi dan efisiensi serta efektifitas perusahaan dalam pengoperasian bisnis

(3)

selama periode akuntansi, dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi dan Halim, 2012). Penilaian kinerja merupakan penentuan efektivitas operasional, organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik (Mulyadi, 2001).

Kinerja keuangan merupakan prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut (Sawir 2005). Kinerja keuangan menentukan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Penentuan ukuran tersebut merupakan suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada (Sucipto, 2003).

Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat diketahui melalui analisis terhadap laporan keuangan yang mencakup pembandingan kinerja suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama dan evaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu (Brigham dan Houston, 2010). Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilian yang fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan (Munawir, 2010).

(4)

Berikut akan dijelaskan mengenai rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan perusahaan.

2.1.1.1 Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan penulisan kembali data akuntansi kedalam bentuk perbandingan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan (Keown, Jhom, J.Wiliam, David, 2011), sedangakan menurut Horne dan Wachowicz (2012) Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dengan cara membagi suatu angka dengan angka lainnya yang mempunyai hubungan relevan dan signifikan.

Rasio keuangan yang sering digunakan dalam dunia bisnis adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas, rasio aktifitas, rasio pasar, dan rasio pertumbuhan (Harahap, 2004). Penelitian ini hanya tiga rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan yaitu: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Tiga rasio tersebut dipilih oleh peneliti, karena menurut Hrahap (2004) dan Fahmi (2013) dari beberapa macam rasio yang telah dikemukakan rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas merupakan rasio yang paling dominan bagi investor untuk melihat kondisi kinerja keuangan perusahaan.

2.1.1.1.1 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas (liquidy ratio) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur apakah suatu perusahaan likuid, jika perusahaan mampu memenuhi kewajibannya tepat waktu berarti perusahaan tersebut likuid, sedangkan jika perusahaan tidak mampu

(5)

memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut ilikuid. Rasio ini membandingkan liabilitas jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (atau lancar) yang tersedia untuk memenuhi liabilitas tersebut (Horne dan Wachowicz, 2012). Likuiditas perusahaan ditunjukan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga piutang dagangdan persediaan (Agus Sartono, 2010).

Irham Fahmi (2013) menyatakan rasio likuiditas secara umum ada 2 (dua) yaitu Current Ratio, dan Quick Ratio. Rasio likuiditas dalam penelitian ini diukur menggunakan Current Ratio (CR). Rasio lancar atau Curent Ratio merupakan salah satu dari rasio likuiditas yang paling umum dan sering digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, karena rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tuntutan dari kreditor jangka pendek yang dipenuhi oleh aktiva dan diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang, oleh karena itu rasio ini biasanya dianggap sebagai tanda kekuatan atau kelemahan finansial perusahaan, sehingga kreditur dapat mengetahui berapa banyak hutang jangka pendek perusahaan yang dapat dipenuhi dengan menjual semua aset lancar perusahaan dalam waktu yang paling singkat atau kurang dari setahun (Weston dan Copeland, 2001).

Kieso dan warfield (2011:693) menyatakan Current Ratio (CR) adalah: “the current ratio is the ratio of total current assets to total current liabilities. The ratio is frequently expresses as a coverge of so many times. Sometimes it is called the working capital ratio, because working capital is the excess of current assets over current liabilities”

(6)

Subramanyam dan J. Wild (2010) mengatakan alasan rasio lancar digunakan sebagai ukuran likuiditas karena mencakup kemampuannya untuk mengukur: 1.) Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Jumlah (kelipatan) aset lancar yang lebih tinggi dibandingkan kewajiban lancar menunjukkan kemungkinan yang besar akan kemampuan membayar kewajiban tersebut; 2.) Penyangga kerugian. Penyangga kerugian yang tinggi menunjukkan risiko yang rendah. Rasio lancar memperlihatkan tingkat keamanan yang tersedia untuk menutup penurunan nilai aset lancar non-kas pada saat aset tersebut dilepas atau dilikuidasi; 3.) Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat keamanan terhadap ketidakpastian dan kejutan atas arus kas perusahaan. Ketidakpastian dan kejutan seperti pemogokan dan kerugian luar biasa yang dapat membahayakan arus kas secara sementara dan tidak terduga. Rumus dari Current Ratio (CR) menurut (Horne dan Wachowicz, 2012) adalah:

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 X 100%

Perusahaan-perusahaan relatif menetapkan sendiri pedoman Current Ratio, namun dalam praktiknya rasio lancar dengan standar 200% (2:1) sudah

dianggap sebagai ukuran yang cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Current Ratio menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka

pendek atau kemampuan perushaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Current Ratio yang tinggi menunjukkan posisi para kreditur baik, karena terdapat

kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan akan dapat dibayar pada waktunya. Current Ratio yang terlalu tinggi dianggap tidak baik, karena dapat mengindikasikan penimbunan kas, banyaknya piutang yang tidak tertagih dan

(7)

penumpukan persediaan, namun Current Ratio yang rendah relatif lebih riskan menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar secara efektif (Irham Fahmi, 2013).

2.1.1.1.2 Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilias merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh kewajiban atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh ekuitas. Setiap penggunaan utang oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap rasio dan pengembalian. Rasio ini dapat digunakan untuk melihat seberapa risiko keuangan perusahaan (Harahap, 2004). Menurut Kasmir (2010) rasio solvabilitas terdiri dari Debt to Total Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER).

Rasio solvabilitas dalam penelitian ini diukur menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) yang merupakan salah satu ratio yang penting bagi investor, karena

Debt to Equity Ratio menunjukkan perbandingan jumlah hutang dengan modal

sendiri serta mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan semua utang (Hanafi dan Halim, 2012). Hutang merupakan salah satu aspek yang menjadi dasar penilaian bagi investor untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan.

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan imbangan antara hutang yang

dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Perusahaan yang memiliki DER yang tinggi menunjukkan proporsi hutang lebih tinggi dibandingkan modalnya. Perusahaan sebaiknya tidak boleh memiliki hutang melibihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi, untuk pendekatan konservatif besarnya hutang

(8)

maksimal sama dengan modal sendiri, artinya Debt to Equity maksimal 100% (Sutrisno, 2012). Rumus dari DER menurut Githman dan Joehnk (2005) adalah: DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠′ 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 X 100%

Shareholder’s Equity merupakan modal sendiri yang diperoleh dari total aset

dikurangi total utang (Irham Fahmi, 2013)

Nilai DER yang semakin tinggi menunjukkan komposisi utang semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga dampaknya adalah semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (Ang, 2010). Menurut Brighman dan Houston (2010) perusahaan yang memiliki DER yang rendah memiliki risiko kerugian yang kecil ketika keadaan ekonomi mengalami penurunan, ketika ekonomi membaik kesempatan untuk memperoleh laba juga rendah, sebaliknya perusahaan memiliki DER yang tinggi memiliki risiko kerugian yang tinggi saat perekonomian menurun, tetapi apabila dalam keadaan baik perusahaan memiliki peluang memperoleh laba yang lebih besar. Perusahaan yang memiliki laba yang lebih tinggi mampu membayar dividen pemegang saham lebih tinggi, sehingga berkaitan dengan laba perlembar saham yang akan naik karena utang yang lebih tinggi, maka solvabilitas dapat menaikan harga saham. DER tidak memiliki batasan atau ukuran aman bagi suatu perusahaan, namun untuk konservatif biasanya DER lebih dari 66% (2:3) sudah diangap beresiko (Irham Fahmi, 2013), namun Kasmir (2015) menyatakan bahwa batas maksimum DER untuk industri adalah 90%.

(9)

2.1.1.1.3 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan, hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir, 2010). Harahap (2004) menyatakan bahwa rasio profitabilitas mengambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada seperti penjualan, kas, modal dan sebagainya. Rasio profitabilitas terdiri dari Gros Profit Margin, Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) (Kasmir, 2010).

Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diukur menggunakan Return on Equity (ROE) yang merupakan rasio untuk mengukur laba bersih setelah pajak

dengan modal sendiri (Kasmir, 2010). Rasio ini menunjukkan kemampuan suatu perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Irham Fahmi, 2013). ROE berguna untuk mengetahui return yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap modal dari pemilik. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor dalam menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2010). ROE yang semakin tinggi dinilai baik, karena posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian sebaliknya (Gumanti, 2011). ROE membantu para shareholder dalam memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari dana yang diinvestasikan. Rumus dari ROE menurut Sutrisno (2012) adalah:

(10)

ROE =EAT (𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥)

Modal Sendiri X 100%

Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi memberikan sinyal positif bagi investor sehingga tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi. Investor yang inggin menanamkan modalanya akan memilih salah satu diantara banyak jenis saham, sehingga investor akan memperhatikan profitabilitas perusahaan yang tinggi. Profitabilitas dapat dihitung oleh unsur-unsur neraca dan laporan laba rugi, sehingga investor dapat mengetahui perusahaan mana yang paling produktif dilihat dari segi Return on Equity (ROE) (Samsul, 2015).

2.1.2 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan didefenisikan sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Berbagai kebijakan yang diambil oleh manajemen dalam upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik dan para pemegang saham yang tercermin pada harga saham (Brigham & Houston, 2010). Pengertian nilai perusahaan menurut Sartono (2010:487) adalah sebagai berikut :

“Nilai Perusahaan adalah nilai jual sebuah perusahaan sebagai suatu bisnis yang sedang beroperasi. Adanya kelebihan nilai jual diatas nilai likuidasi adalah nilai dari organisasi manajemen yang menjalankan perusahaan itu”.

(11)

Menurut Harmono (2011:233):

“Nilai Perusahaan adalah kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran pasar modal yang merefleksikan penilaian masyarakat terhadap kinerja perusahaan”.

Nilai perusahaan dapat menunjukkan nilai aset yang dimiliki perusahaan seperti surat-surat berharga. Saham merupakan salah satu aset berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan (Harjito & Martono, 2011). Nilai Perusahaan go public selain menunjukkan nilai seluruh aktiva, juga tercermin dari nilai pasar atau

harga sahamnya, sehingga semakin tinggi harga saham mencerminkan tingginya nilai perusahaan (Afzal, 2012).

Nilai perusahaan merupakan presepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang terikat erat dengan harga sahamnya. Harga saham yang tinggi membut nilai perusahaan juga tinggi, dan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kinerja perusahaan dan prospek perusahaan dimasa mendatang . Harga saham yang digunakan umumnya mengacu pada harga penutupan (closing price), dan merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangakan di pasar (Fakhruddin dan Hadianto, 2001).

Nilai Perusahaan dapat diukur menggunakan rasio penilaian perusahaan terdiri dari Price Earning Ratio (PER), Price to Book Balue (PBV), dan Tobin’s Q (Weston & Copelan, 2004). Nilai perusahaan dalam penelitian ini akan diukur mengunakan PBV dikarenakan adanya teori yang menjelaskan bahwa PBV mengukur penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dan organisasi perusahaan sebagai perusahaan yang terus tumbuh (going concern). Nilai buku

(12)

saham mencerminkan nilai historis dan aktiva perusahaan. Perusahaan yang dikelola dengan baik dan beroperasi secara efisien dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dari pada nilai buku sahamnya (Sudana, 2011). Brigham dan Houston (2010) menyatakan nilai PBV dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

PBV =Harga pasar perlembar saham Nilai buku saham

Menurut Harmono (2011) nilai buku saham dapat diperoleh dari: Nilai buku saham = Jumlah Ekuitas

Jumlah lembar saham yang beredar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Pengaruh Likuiditas terhadap Nilai perusahaan

Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu (Horne & Wachowicz, 2012). Likuiditas yang tinggi dapat menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi fluktuasi bisnis, hal tersebut memberikan sinyal kepada investor untuk berinvestasi pada perusahaan sehingga permintaan saham perusahaan akan meningkat dan kemudian harganya naik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga saham suatu perusahaan, sehingga harga saham yang meningkat akan menaikkan nilai perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007)..

Rasio likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Current Ratio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban

lancar dengan menggunakan aktiva lancar tepat pada waktunya. Nilai Cuurent Ratio yang semakin tinggi menandakan semakin likuid sebuah perusahaan.

(13)

tersedia bagi perusahaan untuk membiayai operasi dan investasinya, sehingga persepsi investor pada kinerja perusahaan akan meningkat dan selanjutnya berpengaruh pada nilai perusahaan (Asnawi dan Chandra, 2010), hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Faishal Kahfi, dkk (2018) memperoleh hasil bahwa Current Ratio (CR) berpengaruh signifikan positif terhadap nilai perusahaan, hasil serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Fika Rahmdany (2015). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diambil hipotesis:

H1 : Likuiditas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan

2.2.2 Pengaruh Solvabilitas terhadap Nilai Perusahaan

Investor dapat menilai prospek perusahaan melalui rasio solvabilitas. Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER), rasio ini berguna untuk menilai utang dengan ekuitas (Kasmir, 2010).

Perusahaan yang memiliki DER yang terlalu tinggi akan merugikan perusahaan tersebut, karena perusahaan akan menanggung biaya modal yang besar sehingga laba yang diperoleh akan habis untuk membayar biaya modal tersebut (Brigham dan Houston, 2010). Nilai DER yang tinggi tidak akan menguntungkan, karena risiko yang ditanggung oleh suatu perusahaan akan semakin besar atas kegagalan yang mungkin terjadi (Kasmir, 2010). Perusahaan yang menghadapi risiko yang besar akan membuat investor juga menghadapi resiko tersebut, sehingga investor akan memilih perusahaan dengan risiko yang kecil (Brigham dan Houston, 2010). Nilai DER yang tinggi akan menurunkan harga saham, karena investor akan

(14)

menghargai saham perusahaan yang memiliki risiko yang tinggi dengan harga yang rendah. Harga saham yang rendah pada akhirnya akan menurunkan nilai perusahaan, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh P. Purwanto dan J. Agustin (2017) yang memperoleh hasil bahwa DER berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai perusahaan, akan tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Tauke, dkk (2017) dan Dompak Pasaribu (2017) memperoleh hasil bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan dan adanya perbedaan tersebut, maka dapat diambil hipotesis:

H2 : Solvabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

2.2.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan efisiensi dan efektifitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Profitabilitas yang tinggi akan memberikan sinyal positif bagi investor bahwa perusahaan berada dalam kondisi menguntungkan, sehingga menjadi daya tarik investor untuk memiliki saham perusahaan. Permintaan saham yang tinggi oleh investor akan membuat nilai saham semakin meningkat dari nilai yang tercatat pada neraca perusahaan, sehingga nilai perusahaan akan meningkat (Kasmir, 2010).

Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Equity (ROE), karena ROE merupakan rasio yang memperlihatkan kemampuan

(15)

2011), serta berguna untuk mengetahui return yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap modal dari pemilik (Kasmir, 2010). ROE suatu perusahaan yang semakin tinggi akan menandakan semakin besar tingkat keuntungan yang dihasilkan perusahaan. ROE yang meningkat menunjukkan adanya kenaikan laba yang akan meningkatkan return, sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut. Harga saham suatu perusahaan akan meningkat apabila di pasar modal banyak investor membeli saham perusahaan tersebut. Meningkatnya harga saham mengambarkan adanya peningkatan terhadap nilai perusahaan, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Süleyman Serdar Karaca (2012), Kenetth Marangu (2014) dan samosir (2017) yang memperoleh hasil bahwa Return on Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil hipotesis: H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

2.2.4 Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan.

Investor akan melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap kinerja suatu perusahaan dan prospek perusahaan di masa mendatang sebelum menanamkan modalnya di suatu perusahaan, hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko yang terjadi dalam berinvestasi. Investor akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang tinggi. Perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang tinggi menggambarkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik.

(16)

Investor dapat melihat kinerja keuangan suatu perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan perusahaan yang baik akan menjadi daya tarik bagi investor dan nantinya akan meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Fahmi (2013) ada tiga rasio keuangan yang paling dominan bagi investor yang dijadikan rujukan untuk melihat kondisi kinerja keuangan suatu perusahaan, yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas, oleh karena itu dapat diambil hipotesis:

H4 : Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai

Perusahaan

Gambar 2.1

Paradigma Konseptual Penelitian 2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian keterkaitan likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan yang mengacu pada kerangka pemikiran, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Likuiditas (Current Ratio) (X1)

Solvabilitas (Debt to Equity Rato) (X2) Profitabilitas (Return on Equity) (X3) Nilai Perusahaan (Price to Book Value)

(17)

H1 : Likuiditas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

H2 : Solvabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

H4 : Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas berpengaruh terhadap

Referensi

Dokumen terkait

baik kinerja keuangan suatu perusahaan, maka semakin tinggi minat investor. untuk berinvestasi dengan harapan investor akan memperoleh return

Subramayam (2017) kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan mengelola laporan – laporan keuangan dengan menggunakan perhitungan rasio – rasio, lalu hasil dari

Aktiva Pajak Tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai konsekuensi pajak yang ditangguhkan akibat adanya perbedaan temporer atau sementara antara laba keuangan

Menurut Kasmir (2008:104) Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan

Apabila hasil analisis laporan keuangan menunjukkan kinerja perusahaan baik, menunjukan nilai saham yang tinggi, maka investor akan tertarik untuk membeli saham

a) Laporan keuangan merupakan alat ukur untuk menilai kesehatan perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis atau

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Kinerja keuangan dilihat dari rasio Likuiditas menunjukan bahwa perusahaan memiliki kinerja cukup baik dalam melunasi kewajiban

Rasio likuiditas yang jelek dalam jangka panjang akan mempengaruhi leverage perusahaan.Rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang baik dalam