BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Energi adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang sukar dibuktikan tetapi dapat dirasakan adanya. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja (energy is the capability for doing work). Menurut hukum termodinamika pertama, energi bersifat kekal. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat di konversi dari satu bentuk energi satu ke energi yang lain (Astu Pudjanarsa., 2012).
Pengetahuan dasar tentang termodinamika, perpindahan panas dan mekanika fluida sangat membantu sebagai konsep dasar akan dipakai dalam pemahaman prinsip-prinsip dasar kerja mesin- mesin industri. Hukum kekekalan energi adalah salah satu dari hukum-hukum kekekalan yang meliputi energi kinetik dan energi potensial. Fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan diri dengan bentuk wadah tempatnya. Bila berada dalam keseimbangan, fluida tidak dapat menahan gaya tangensial dan gaya geser. Semua fluida memiliki suatu derajat komprebilitas dan memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk (Hermawan., 1993).
2.2 ASAS BERNOULLI
Untuk fluida yang tak termampatkan secara sempurna (incompressible), yang mengalir dalam arus kontinu, energi total tiap partikel adalah tetap sama jika dianggap aliran itu tanpa gesekan (frictionless).
Secara matematis dinyatakan:
𝑧 +𝜌.𝑔𝑝 +𝑉2𝑔2 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (2.1)
Perhatikan Gambar 2.1 Untuk aliran fluida yang mengalir pada kedua titik, A dan B berlaku hukum teorema Bernoulli, yaitu sebagai berikut:
𝑍𝐴 +𝑝𝐴 𝛾 + 𝑣𝐴2 2𝑔 = 𝑍𝐵 + 𝑝𝐵 𝛾 + 𝑣𝐵2 2𝑔 (2.2)
Gambar 2.1 Penampang melintang aliran fluida dalam teorema Bernoulli Sumber: K.S.Y Klaas, 2009
Pada uraian tentang persamaan Bernoulli yang dimodifikasi untuk aplikasi pada instalasi pompa, terlihat bahwa persamaan Bernoulli dalam bentuk energi "head" terdiri dari empat bagian yaitu head elevasi, head kecepatan, head tekanan, dan head kerugian (gesekan aliran). Persamaan Bernoulli dalam bentuk energi head:
(𝑧1− 𝑧2+𝑣12 2.𝑔 − 𝑣22 2.𝑔)+( 𝑝1 𝛾.𝑔− 𝑝2 𝛾.𝑔)+𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 (2.3) 𝐻𝑝𝑜𝑚𝑝𝑎 = (𝛥𝑧 + 𝛥2.𝑔𝑣2 + 𝛥𝛾.𝑔𝑝)+𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 dimana:
𝛥𝑧 = ℎ𝑧= head elevasi perbedaan sisi masuk air dan sisi keluar (m)
𝛥2.𝑔𝑣2 = ℎ𝑣 = kecepatan sisi masuk dan keluar (m)
𝛥 𝑝
𝛾.𝑔 = ℎ𝑝 = head sisi tekan masuk dan ke sisi keluar (m) 𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 = head kerugian (m)
Gambar 2.2 Head statis total
Gambar 2.3 Head statis buang ujung terbenam Sumber: Sunyoto et al., 2008
Gambar 2.4 Head statis ujung mengambang Sumber: Sunyoto et al., 2008
2.3 PERSAMAAN KONTINUITAS
Persamaan kontinuitas adalah persamaan yang menghubungkan kecepatan fluida dalam dari satu tempat ke tempat lain. Menurut persamaan kontinuitas, perkalian antara luas penampang dan kecepatan fluida pada setiap titik sepanjang tabung aliran adalah konstan.
Rumus: 𝐴1.𝑉1 = 𝐴2 .𝑉2= Q (2.4) dimana:
A = luas penampang (m²)
V = kecepatan aliran di tiap penampang (m/s²) Q = debit aliran ( m³/s)
Gambar 2.5 Persamaan kontinuitas Sumber: K.S.Y Klaas, 2009
Pada prinsipnya energi fluida mempunyai tiga bentuk energi, yaitu: Tinggi energi potensial
Tinggi energi ini didasarkan pada ketinggian fluida atas bidang pembanding. Jadi fluida tersebut mempunyai energi sebesar z karena posisinya.
Energi potensial = w.z (N/m )
Energi potensial per unit berat = z dengan satuan m Tinggi energi kinetik
Tinggi energi kinetik ini adalah satu ukuran energi kinetik yang terkandung dalam satuan bobot fluida yang disebabkan oleh kecepatannya dan dinyatakan dalam persamaan (V²/2g). Tinggi energi tekan
Tinggi energi ini adalah energi yang terkandung oleh fluida akibat tekanan dan sama dengan P/ɣ. Jadi tinggi energi (head) total yang terkandung dalam satu aliran fluida, sesuai teori Bernoulli adalah jumlah ketiga energi tersebut, yaitu:
𝑍1+ 𝑉²
2𝑔 + 𝑝
𝛾+ 𝒽 = 𝐶 (2.5) Tekanan fluida pada suatu titik didapatkan dengan persamaan berikut:
𝑃 = 𝜌𝑔ℎ (2.6) dimana:
𝑝 = tekanan (N/m²)
𝜌 = rapat massa fluida (kg/ m³)
𝑔 = percepatan grafitasi (m/s²)
ℎ = ketinggian terhadap bidang tinjau (m) 2.4 HEAD TOTAL POMPA
Hal ini disebutkan juga dengan tinggi teoritis. Pada kenyataanya tinggi kerja pompa selalu lebih besar dari tinggi teoritis ini di sebabkan adanya rugi-rugi pada saluran. Sehingga tinggi kerja pompa atau head total pompa adalah jumlah tinggi energi keseluruh ditambah dengan tinggi rugi-rugi sepanjang saluran, seperti yang diperlihatkan pada gambar:
Gambar 2.6 Head total Pompa Sumber: Sularso, 2006
𝐻 = ℎ𝑎+ ∆ℎ𝑝+ ℎ𝑙+ 𝑉²
2𝑔 (2.7) dimana:
H= Head total pompa (m)
ℎ𝑎= Head statis total (m)
Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air sisi keluar dan sisi isap tandanya (+) dipakai apabila sisi air luar lebih tinggi dari pada sisi isap.
∆ℎ𝑝 : Perbedaan tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m)
∆ℎ𝑝 =𝑃𝑑𝑡 − 𝑃 𝑠𝑡 𝜌. 𝑔
dimana:
𝑃𝑑𝑡= tekanan saat fluida keluar dari pompa (N/m²) 𝑃𝑠𝑡= tekanan saat fluida masuk ke pompa (N/m²)
𝑔 = grafitasi (m/s²)
ℎ𝑙= kerugian-kerugian (m)
𝑉 = kecepatan aliran (m/s²)
Head total pompa salah satunya dipengaruhi oleh berbagai kerugian pada sistem pemipaan yaitu gesekan dalam pipa, katup, belokan, sambungan, reduser dll. Untuk menentukan head total yang harus disediakan pompa perlu menghitung terlebih dahulu kerugian-kerugian
pada instalasi. Dimana kerugian tersebut akan dijumlahkan untuk mengetahui kerugian head yang terjadi dalam instalasi.
Kerugian Hambatan
Hambatan (losses) aliran fluida terjadi pada instalasi pompa mulai dari sisi masuk sampai sisi keluar yang berupa gesekan-gesekan di sepanjang isntalasi. Hambatan itu terjadi pada pipa lurus, perubahan penampang pipa, dan pada sambungan-sambungan pipa, yang menimbulkan rugi-rugi kecepatan aliran fluida sehingga menurunkan effisiensi pompa. 2.4.1 Head kerugian gesek dalam pipa lurus (loses mayor)
Aliran fluida cair yang mengalir di dalam pipa adalah fluida viskos sehingga faktor gesekan fluida dengan dinding pipa tidak dapat diabaikan, untuk menghitung kerugian gesek dapat menggunakan perumusan sebagai berikut:
ℎ𝑓 = 𝜆𝐿
𝐷 𝑉2
2𝑔 (2.8)
dimana :
𝜆 = koefisien gesek pipa (m) 𝑉 = kecepatan fluida (m/s²) 𝐿 = panjang pipa (m)
𝐷 = diameter pipa (m) 𝑔 = grafitasi (m/s²)
Perhitungan kerugian gesek di dalam pipa dipengarui oleh pola aliran, untuk aliran laminar dan turbulen akan menghasilkan nilai koefesian yang berbeda, hal ini karena karakteristik dari aliran tersebut. Adapun perumusan yang dipakai adalah sebagai berikut: Bilangan Reynold (𝑅𝑒)
dimana:
V = kecepatan fluida (m/s²) D = diameter pipa (m) ν = viskosita (m/s³)
dari bilangan Reynold (𝑅𝑒) tersebut koefisien gesek (λ) dapat diperoleh dari diagram Moody dengan mengetahui jenis aliran fluida, dimana jenis fluida adalah:
- Aliran laminar yaitu aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan-lapisan, atau lamina-lamina dengan satu lapisan luncur secara lancar sehingga aliran ini di tentukan 𝑅𝑒 < 2300
- Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke turbulen, sehingga aliran ini ditentukan 2300 < 𝑅𝑒< 4000
- Aliran turbulen dimana pergerakan dari partikel-partikel tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan,yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu fluida ke fluida yang lain secara besar maka aliran ini ditentukan 𝑅𝑒 > 4000
(I) Untuk aliran laminar koefisien gesek (λ) adalah:
𝜆 =64𝑅
𝑒 (2.10) (II) Formula Darcy
Dengan cara Darcy,koefisien kerugian gesek (λ) dapat dihitung menggunakan rumus yaitu:
𝜆 = 0.020 +0,0005𝐷 (2.11)
dimana:
D = diameter dalam pipa (m) Hambatan pada pipa lurus (hf )
ℎ𝑓 = 𝑓2𝑔𝑉2 (2.12)
dimana:
f = koefisien kerugian
2.4.2 Perubahan penampang pipa (Loses minor)
Hambatan pada perubahan penampang (ℎ𝑓)
ℎ𝑚 = 𝑘𝑚(𝑣𝑡−𝑣𝑖)2
2𝑔 (2.13) dimana:
𝑣 = kecepatan fluida (m/s²)
𝑔 = grafitasi (m/s²)
𝑓 = koefisien gesek (akibat perubahan penampang pipa)
Harga koefisien gesek dengan berbagai bentuk perubahan penampang dapat di tunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Koefisien gesek / loss coenficient (CL) penyempitan tiba-tiba. Sumber: K.S.Y Klaas, 2009
𝐷2/𝐷1 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 𝐾𝑚 0,50 0,45 0,42 0,39 0,36 0,33 0,28 0,22 0,15 0,06 0,00
2.4.3 Sambungan-sambungan pipa ( Loses minor) Hambatan pada sambungan Pipa (ℎ𝑓)
dimana:
𝑓 = koefisien gesek (akibat perubahan penampang pipa) = (0.31 + 1,847(2𝑅𝐷)3.5)(𝛳
90)
0.5 (2.15) dimana:
d = diameter dalam pipa (m)
R = jari-jari lengkung sumbu belokan (m) ө = sudut belokan (º)
V= kecepatan fluida (m/s²) g = gravitasi (m/s²)
2.4.4 Total loses
Total loses merupakan total system pemipaan dapat di hitung dengan rumus:
ℎ𝑡𝑜𝑡 = ℎ𝑓 + ℎ𝑚 (2.16) dimana:
ℎ𝑡 =head loses total (m)
ℎ𝑓 =total mayor loses (m)
ℎ𝑚 =total minor loses (m)
2.5 NETTO POSITIVE SUCTION HEAD (NSPH)
Pada rangkaian pemipaan dan pengoperasian pompa maka kavitasi biasanya terjadi bila tekanan suatu aliran fluida turun sampai di bawah tekanan uap jenuhnya. Jadi untuk menghindari kavitasi harus diusahakan agar seluruh bagian dari aliran pompa tidak ada yang mempunyai tekanan statis lebih rendah dari tekanan uap jenuh fluida pada temperatur yang bersangkutan. Sehubungan dengan ini maka didefinisikan suatu tinggi isap positif netto suction head(NPSH), yang dipakai untuk keamanan pompa terhadap kavitasi.
2.5.1 NPSH yang Tersedia
NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki oleh fluida pada sisi isap pompa, yaitu tekanan mutlak pada sisi isap pompa dikurangi dengan tekanan uap jenuh fluida pada tempat tersebut.
Dalam hal pompa menghisap fluida dari tempat terbuka, maka besarnya NPSH yang tersedia adalah: ℎ𝑠𝑣 =𝑝𝑎 𝛾 + 𝑝𝑣 𝛾 ℎ𝑠 − ℎ𝑙𝑠 (2.17) dimana: ℎ𝑠𝑣= NPSH yang tersedia (m) 𝑝𝑎 = tekanan atmosfir 10,3332275 N/m²
𝑝𝑣= tekanan uap jenuh 4,325 N/m² γ = berat fluida persatuan volume (N/m³)
ℎ𝑠 = tinggi isap statis (m)
ℎ𝑙𝑠= kerugian pada pipa isap (m)
Gambar 2.7 Koefisien Kavitasi Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006
2.5.2 NPSH yang Diperlukan
NPSH yang diperlukan besarnya berbeda atau pompa dimana NPSH berubah menurut kapasitas dan putarannya. Agar pompa dapat bekerjasama tanpa mengalami kavitasi, maka harus dipenuhi persyaratan berikut:
NPSH yang tersedia > NPSH yang diperlukan.
NPSH yang diperlukan biasanya diperoleh dari data pabrik, namun untuk penaksiran secara kasar, dapat diperhitungkan dengan:
α = 𝐻𝑣𝑠𝑛
𝐻𝑛 (2.18)
dimana:
α = konstata kavitasi
𝐻𝑠𝑣𝑛 = NPSH yang diperlukan pada titik effisiensi maksimum 𝐻𝑛 = head total pada pompa titik effisiensi maksimum
2.6 KAVITASI
Bila tekanan turun pada sembarang titik di dalam pompa turun menjadi lebih rendah dari tekanan uap pada temperatur cairnya. Cairan itu akan menguap dan membentuk suatu rongga uap. Gelembung-gelembung akan mengalir bersama-sama dengan aliran sampai pada daerah yang mempunyai tekanan lebih tinggi dimana gelembung-gelembung itu akan mengecil lagi secara tiba-tiba, yang akan mengakibatkan tekanan yang besar pada dinding didekatnya, fenomena ini yang disebut kavitasi. Masuknya cairan secara tiba-tiba ke dalam ruangan yang terjadi akibat pengecilan gelembung-gelembung, uap tadi akan menyebabkan kerusakan mekanis, yang kadang –kadang dapat menyebabkan terjadinya karosi, yaitu terjadinya lubang-lubang.
Sifat-sifat lain yang terjadi akibat kavitasi dapat berupa bunyi ketukan yang kuat dan akan mengakibatkan getaran pada bagian pompa. Energi yang dibutuhkan untuk
melakukan percepatan pada fluida untuk mendapatkan kecepatan yang tinggi dalam pengisian yang tiba-tiba ada ruangan kosong adalah merupakan kerugian, dengan demikian kavitas selalu diikuti oleh penurunan effisisnsi.
2.7 PERHITUNGAN DAYA POMPA
Dari instalasi pengujian pompa ini dapat diketahui besarnya daya hydrolis yang dibangkitkan dan daya motor penggerak yang diperlukan untuk menggerakkannya, sehingga besarnya efesiensi dari pompa dan efesiensi sistem instalasi pengujian pompa dapat diketahui. Besarnya daya dan besarnya efesiensi tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya Pompa
Daya adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah zat cair. Daya dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝑃 =𝑄.𝐻.𝜌
367 .𝑛 (𝑤𝑎𝑡𝑡) atau 𝑃 = 𝑄.𝐻.𝜌
270 ..𝑛 HP (2.19) dimana:
P = daya hydrolis (watt) Q = kapasitas (m³/jam) H = head total pompa (m) ρ = berat jenis fluida (kg/m³) η = Effisiensi %
367 =Faktorv konversi satuan daya 270 =Faktor konversi satuan daya
2.8 MENENTUKAN DIAMETER PIPA
Untuk menentukan diameter pipa harus berdasarkan laju aliran puncak, karena diameter pipa dan kecepatan aliran merupakan dua parameter yang selalu ada dalam sitem pemipaan. Untuk menentukan diameter pipa digunakan persamaan sebagai berikut:
𝐷 = 3,9 .𝑄0,45. 𝜌0,13 (2.20) dimana:
D = diameter dalam pipa (m) Q = kapasitas aliran (m³/s)
𝜌 =berat jenis fluida (kN/m³)
𝑣 =𝑄𝐴 = 1𝑄 4𝜋𝐷²
(2.21) v = kecepatan air pada sisi isap (m/s²)
g = gravitasi (m/s²) 2.9 SISTEM PEMIPAAN
Pemipaan meliputi pipa, flange, fitting, pembautan, gasket, valve, dan bagian-bagian dari komponen pemipaan lainnya. Ini juga termasuk gantungan pipa dan suport dan item lainnya yang diperlukan untuk mencegah tekanan dan tegangan berlebih dari komponen-komponen yang bertekanan. Spesifikasi material baja yang digunakan tergantung pada komposisi kimiawi, kekuatan material, dan toleransi pipa dalam industri dan manufaktur.
Kriteria – kriteria dibawah ini dapat digunakan dalam pemilihan material untuk pipa: - Mechanical properties, termasuk ketahanan untuk menahan static load, dynamic
load, dan elastisitas dalam proses manufaktur
- Weld ability, kemudahan dan kekuatan material pipa dalam proses pengelasan - Corrotion resistance, kemampuan material dalam menahan korosi.
- Cost, berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan per satuan ukuran material. - Availability, terkait dengan ketersediaan dan suplai material pada pasaran, sebagai
pertimbangan untuk volume cadangan dan biaya. Macam-macam dan jenis bahan material pipa:
- Pipa besi(Piping Cast Iron)
- Pipa tembaga (Copper Piping)
- Pipa plastik (Plastic Pipe)
- pipa beton(Concrete Pipe)
Diameter Nominal (DN) juga merupakan penanda ukuran pipa berdimensi dalam satuan metrik, yang dikembangkan oleh Organisasi Standar Internasional (ISO). Hal ini menunjukkan ukuran pipa standar bila diikuti dengan jumlah penunjukan ukuran tertentu.
Tabel 2.2 Pipe size designators : NPS and DN Sumber: Asme B36.10M
2.9.1 Sambungan
Sambungan (fitting) diperlukan untuk mengubah arah baik 45° maupun 90° dan melakukan percabangan maupun merubah diameter aliran. Sambungan tersebut antara lain:
Elbow 90 º
Untuk membuat percabangan 90 º dari pipa utama
Gambar 2.8 Elbow 90° Sumber: www.idpipe.com
Reducer
Reducer adalah komponen dalam pipa yang mengurangi ukuran pipa dari yang lebih besar untuk ke yang lebih kecil (dalam diameter). Panjang pengurangan biasanya sama dengan rata-rata diameter pipa yang lebih besar dan lebih kecil. Ada dua jenis reducer yaitu, concentric reducer dan eccentric reducer.
Gambar 2.9 Reducer Consentric Sumber: www.idpipe.com
Union
Sambungan union hampir mirip dengann sambungan kopling, kecuali disainya dibuat untuk memungkinkan kecepatan aliran fluida dan mempermudah dalam hal perawatan sistem pemipaan.
Gambar 2.10 Union Sumber: www.idpipe.com 2.9.2 Jenis-Jenis Flange
Weldneck Flange
Flange ini dilas melingkar ke dalam sistem di lehernya yang berarti bahwa integritas daerah butt welded yang dilas dapat dengan mudah diperiksa oleh radiografi. Lubang dari kedua pipa dan flange sesuai, yang mengurangi turbulensi dan erosi di dalam pipa. Oleh karena itu flange tipe ini digunakan di tempat-tempat kritikal.
Gambar 2.11 Weldneck flange Sumber: www.idpipe.com
Blind flang flange ini digunakan untuk menutup jalur pipa, katup dan pompa, juga dapat digunakan sebagai penutup inspeksi. Flange ini sering kali disebut sebagai blanking flange.
Gambar 2.12 Blind Flange Sumber: www.idpipe.com Threaded flange
Flange ini berulir, digunakan untuk menghubungkan komponen lainya yang berulir yang bekerja pada tekanan rendah, pada penggunaan yang tidak kritikal. Pengelasan tidak diperlukan.
Gambar 2.13 Threaded Flange Sumber: www.idpipe.com
2.9.3 Katup (Valve)
Katup atau valve, adalah sebuah alat untuk mengatur aliran suatu fluida dengan menutup, membuka atau menghambat sebagian dari jalannya aliran. Bebeberapa macam katup (valve) yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
Gate valve
Bentuk penyekatnya adalah piringan, atau sering disebut wedge, yang digerakkan ke atas bawah untuk membuka dan menutup. Biasa digunakan untuk posisi buka atau tutup sempurna dan tidak disarankan untuk posisi sebagian terbuka.
.
Gambar 2.14 Gate valve Sumber: www.idpipe.com
Ball valve
Bentuk penyekatnya berbentuk bola yang mempunyai lubang menerobos ditengahnya.
Gambar 2.15 Ball valve Sumber: www.idpipe.com
Check valve
Check valve adalah alat yang digunakan untuk membuat aliran fluida hanya mengalir ke satu arah saja atau agar tidak terjadi reversed flow/back flow. tidak menggunakan handel untuk mengatur aliran, tapi menggunakan gravitasi dan tekanan dari aliran fluida itu sendiri. Karena fungsinya yang dapat mencegah aliran balik (backflow)
Gambar 2.16 Chek valve Sumber: www.idpipe.com
2.9.4 Saringan (Strainer)
Alat penyaring ini digunakan pada jalur pipa guna menyaring kotoran pada aliran baik berupa padat cair atau gas sehingga aliran yg akan diproses atau hasil proses lebih baik mutunya.
Gambar 2.17 Saringan (strainer) Sumber: http://chawqnoors.blogspot.com/
2.10 PENGERTIAN POMPA
Pompa adalah suatu mesin yang digunakan untuk memindahkan suatu fluida dari suatu tempat ke tempat lain, melalui suatu media saluran (pipa) dengan cara menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan secara kontinyu. Pompa beroprasi dengan mengadakan perbedaan tekanan antara bagian masuk dan bagian keluar. Dengan kata lain pompa berfungsi mengubah tenaga dari suatu tenaga (penggerak) menjadi tenaga tekanan fluida, dimana tenaga ini dibutuhkan untuk mengalirkan fluida dan mengatasi hambatan yang ada sepanjang saluran pengalir.
Gambar 2.18 Instalasi pompa Sumber: Sunyoto, et.al., 2008
Pada pompa akan terjadi perubahan dari dari energi mekanik menjadi energi fluida. Pada mesin-mesin hidrolik termasuk pompa, energi fluida ini disebut head atau energi persatuan berat zat cair. Ada tiga bentuk head yang mengalami perubahan yaitu head tekan, kecepatan dan potensial.
2.10.1 Prinsip Kerja Pompa
Pada pompa terdapat sudu-sudu impeler yang berfungsi sebagai tempat terjadi proses konversi energi dari energi mekanik putaran mejadi energi fluida head. Impeler dipasang pada poros pompa yang berhubungan dengan motor pengerak, biasanya motor listrik atau motor bakar poros pompa akan berputar apabila penggeraknya berputar. Karena poros pompa berputar impeler dengan sudu-sudu impeler berputar, zat cair yang ada di dalamnya akan ikut berputar sehingga tekanan dan kecepatanya naik dan terlempar dari tengah pompa ke saluran yang berbentuk volut atau spiral kemudian ke luar melalui nosel.
(Gambar2.19 Prinsip kerja pompa) Sumber: Sunyoto,et.al., 2008 2.10.2 Klasifikasi Pompa
Menurut bentuk aliran impeler
Pompa sentrifugal diklasifkasikan menjadi tiga, yaitu impeler aliran radial, impeler aliran axial dan impeler aliran radial dan axial. Pompa radial mempunyai konstruksi yang mengakibatkan zat cair ke luar dari impeler tegak lurus dengan poros pompa.
Sedangkan untuk pompa axial, arah aliran akan sejajar dengan poros pompa, dan pompa aliran campuran arah aliran berbetuk kerucut mengikuti bentuk impelernya
Aliran radial Aliran aksial Aliran campuran Gambar 2.20 Aliran Impeler
Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006
Klasifikasi pompa menurut rumah pompa
Menurut bentuk rumah pompa, pompa dengan rumah berbentuk volut disebut dengan pompa volut, sedangkan rumah dengan difuser disebut pompa difuser.
Gambar 2.21 Klasifikasi pompa menurut rumah pompa Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006
Klasifikasi pompa berdasarkan jumlah hisapan.
- Pompa hisapan tunggal: Banyak dipakai karena konstruksinya sederhana. Permasalahan pada pompa ini yaitu gaya aksial yang timbul dari sisi hisap, dapat di atasi dengan menambah ruang pengimbang, sehingga tidak perlu lagi menggunakan bantalan aksial yang besar.
- Pompa hisapan ganda: Konstruksi pompa ini terdiri dua impeller saling membelakangi dan zat cair masuk dari kedua sisi impeler, dengan konstruksi seperti itu, permasalahan gaya aksial tidak muncul karena saling mengimbangi. Debit zat cair ke luar dua kali dari debit zat cair yang masuk lewat dua sisi impeler. Pompa jenis ini juga dapat beropersi pada putaran yang tinggi. Untuk aliran masuk yang lebih dari dua, prinsip kerjanya sama dengan yang dua aliran masuk.
Gambar 2.22 Klasifikasi pompa berdasarkan jumlah aliran Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006
Klasifikasi pompa menurut bentuk impeler - Impeler terbuka (Open Type Impeller)
Dimana baling baling itu bebas, tidak ada penahan di sisi depan atau belakangnya - Impeler setengah terbuka (Semi Open Type Impeller)
- Impeler tertutup (Closed Type Impeller)
Dimana baling baling berada di Antara dua disk (penutup), dan biasanya di cor menjadi satu bagian.
1). Impeler Tertutup 2). Impeler Setengah terbuka 3). Impeler Terbuka Gambar 2.23 Bentuk impeler
Sumber: www.idpipe.com Menurut Posisi Porosnya
Klasifikasi menurut porosnya dapat dibedakan atas poros vertikal dan poros horizontal seperti pada gambar berikut ini:
- Pompa vertikal
Pompa ini mempunyai poros dengan posisi tegak.
Gambar 2.24 Poros pompa vertikal Sumber: Sularso& Haruo Tahara, 2006
- Pompa horizontal
Pompa ini mempunyai poros dengan posisi mendatar, untuk lebih jelasnya lihat gambar.
Gambar 2.25 Poros pompa horisontal Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006 Klasifikasi menurut jumlah tingkat
Dibedakan atas:
- Pompa satu tingkat (single stange)
Pompa ini hanya mempunyai satu impeler. Head total yang ditimbulkan hanya berasal dari satu impeler, sehingga relative rendah.
Gambar 2.26 Pompa satu tingkat Sumber: Sularso& Haruo Tahara, 2006
Pompa bertingkat banyak
Pompa ini menggunakan beberapa tingkat impeler yang dipasang secara berderet (seri) pada satu poros. zat cair yang keluar dari impeller pertama dimasukkan ke impeler berikutnya dan seterusnya hingga impeler terakhir. Head totalnya merupakan jumlah dari head yang ditimbulkan oleh masing-masing impeler sehingga relatif tinggi.
Gambar 2.27 Pompa bertingkat banyak Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006 2.10.3 Alternatif Pemilihan Pompa
Secara garis besar, pompa terdiri dari pompa sentrifugal dan pompa torak. Pompa sentrifugal tergolong pompa yang paling sering dan banyak digunakan. Pemilihan pompa untuk mengalirkan fluida ini didasarkan pada sifat itu sendiri dan kondisi yang diinginkan. Alternatif pemilihan pompa berdasarkan dari hasil analisa lapangan, maka pompa sentrifugal lebih banyak mempunyai keuntungan dari pada pompa torak.
Prinsip kerja pompa sentrifugal
Prinsip kerjanya yakni mengubah energi mekanis alat penggerak menjadi energi kinetis fluida (kecepatan) kemudian fluida diarahkan ke saluran buang dengan memakai tekanan
(energi kinetis sebagian fluida diubah menjadi energi tekanan) dengan menggunakan impeller yang berputar di dalam casing. Casing tersebut dihubungkan dengan saluran hisap (suction) dan saluran tekan (discharge), untuk menjaga agar di dalam casing selalu terisi dengan cairan sehingga saluran hisap harus dilengkapi dengan katup kaki (foot valve).
Dengan cara demikian, pompa sentrifugal akan dapat memindahkan atau memompakan fluida ketempat- tempat yang lebih jauh atau lebih tinggi, jadi dalam hal ini pompa menambahkan energi pada fluida sehingga energi yang terkandung menjadi lebih besar.
Gambar 2.28 Aliran fluida di dalam pompa sentrifuga Sumber: Sularso & Haruo Tahara, 2006
2.10.4 Kontruksi Pompa Sentrifugal
Komponen utama pompa sentrifugal:
Gambar 2.29 Komponen pompa sentrifugal Sumber: Sunyoto, et al., 2008
Tabel 2.3 Nomor rangkaian bagian-bagian pompa Sumber: Sunyoto, et al., 2008
No Nama bagian No Nama bagian No Nama bagian
011 Rumah 101 Impeler 201 Rumah bantalan
009 Tutup rumah 105 Mur impeler 202 Tutup bantalan 020 Cincin penyekat 111 Poros 221 Bantalan bola 023 Cincin perapat 112-1 Selubung 229 Penopang 031 Penekan paking 121-1 Pasak 719 Penyangga
033 Paking 121-2 Pasak
122 Cincin pelempar 131 Kopling
1. Rumah pompa
Rumah pompa pada pompa sentrifugal berfungsi untuk menampung fluida yang keluar dari impeler.
2. Poros
Fungsinya untuk mentransmisikan momen torsi dan motor penggerak ke impeler selama pompa bekerja
3. Kopling
Kopling digunakan untuk memindahkan gerak putar dan torsi dari motor penggerak ke motor pompa yang akan digerakkan. Dengan adanya kopling ketidak lurusan poros pompa dan poros motor listrik dapat diatur.
4. Bantalan
Untuk menjaga poros tetap lurus akibat adanya gaya radial dan aksial ketika pompa bekerja.
5. Dudukan pompa
Berfungsi untuk mendukung bagian pompa dan tempat duduk pompa terhadap pondasi.
6. Ring penahan aus
Cincin penahan aus digunakan untuk mencegah kebocoran pada celah antara impeler dan rumah pompa..
7. Impeller
Impeller berfungsi untuk mengarahkan air dan memutar fluida agar timbul gaya sentrifugal. Agar dapat diperoleh efisiensi yang tinggi, permukaan impeller harus dibuat sehalus mungkin,baik dalam saluran pada sudu-sudu maupun pada bagian luar impeller.
8. Seal / Paking
Fungsinya mencegah fluida keluar melalui poros dan menahan udara mengalir ke dalam pompa.