• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengelolaan "generasi y" di industri perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi pengelolaan "generasi y" di industri perbankan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)1 PENDAHULUAN Latar Belakang Data kajian Bank Indonesia (BI) memberikan gambaran bahwa perekonomian Indonesia pada Tahun 2013 menunjukkan kinerja yang baik. Konsumsi dan investasi masih tumbuh cukup kuat, meskipun sedikit termoderasi dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini didukung oleh stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan yang tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid ini tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di bawah 5%. BI meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kinerja perekonomian nasional (Bank Indonesia 2013). Berangkat dari optimisme kondisi makro perekenomian Indonesia dan secara khusus pada stabilnya kinerja sistem Perbankan nasional, maka good corporate governance (GCG) menjadi kondisi sine qua non untuk memertahankan momentum keberhasilan sistem tersebut. BI menetapkan GCG sebagai pilar ke-empat dari enam pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu menciptakan GCG dalam rangka memerkuat kondisi internal perbankan nasional. Melalui kerangka GCG ini, salah satu aspek yang menjadi titik utama perbaikan adalah kapabilitas para Bankir, dalam hal ini adalah core banking skills yang masih di bawah international best practices. Selain itu, sejalan dengan prinsip GCG, tantangan peningkatan pengelolaan manajemen dan operasional perbankan tidak hanya menyangkut kapabilitas banking services tapi juga terkait dengan upaya peningkatan pemahaman dan apresiasi terhadap pentingnya internal control dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip prudensial, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan tingkat perlindungan nasabah. Adanya kebutuhan profesionalisme dalam pengelolaan manajemen dan operasional Perbankan untuk mendukung sistem perbankan nasional yang kuat, maka industri perbankan memerlukan Bankir yang tangguh dalam mengelola perusahaan. Kompetensi profesi para Bankir menjadi sebuah standard yang diwajibkan bagi para calon pemimpin perbankan. Seiring dengan itu, kualifikasi dan definisi kompetensi pun menjadi sebuah perdebatan. Kompetensi diasosiasikan dengan keberhasilan membukukan laba bagi perusahaan ataupun dalam tolok ukur finansial lainnya. Kompetensi juga dikaitkan dengan kemampuan managerial lain yaitu kemampuan untuk memimpin, baik dalam masa transisi dan turbulensi maupun dalam kondisi normal lainnya. Pada kenyataanya, keberhasilan finansial menjadi tolok ukur utama yang dipakai untuk menilai keberhasilan seorang pemimpin, terutama dalam industri perbankan. Perdebatan akademis muncul untuk merumuskan hubungan antara perilaku dan gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan finansial sebuah perusahaan. Perdebatan tetap dibangun untuk mendapatkan kongruensi dengan teori-teori dan model kepemimpinan yang ada. Walaupun penelitian-penelitian terdahulu belum mendapatkan korelasi statistik yang signifikan antara kepemimpinan (gaya kepemimpinan) dengan produktivitas atau financial performance, namun beberapa inferensi dari hasil penelitian tersebut tetap sejalan dengan teori, yang menunjukkan.

(2) 2 pemahaman yang seragam bahwa faktor kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan perusahaan (Walters 2007, Dillahunty 2006, Mwendia 2006, Jackson 2008, Hancott 2005). Dalam upaya untuk membangun industri Perbankan yang stabil, maka prinsip GCG yang disyaratkan dalam API memiliki implikasi jangka panjang. Prinsip GCG khususnya terkait kompetensi profesional harus dapat diturunkan kepada para penerus atau Generasi berikutnya. Mengubah budaya perusahaan dengan mengikuti prinsipprinsip GCG tidak dapat menjamin bahwa Generasi yang akan datang dapat memiliki kompetensi pengelolaan finansial dan kompetensi managerial. Dibutuhkan sebuah sistem yang kuat yang dapat mendukung tujuan ini. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa para calon pemimpin Perbankan ini mendapat pendidikan dan pelatihan yang mendukung pada pencapaian kompetensi yang diharapkan. Manajemen suksesi (succession management/SM) dijadikan strategi perusahaan untuk menghadapi tantangan ini. Pentingnya pengelolaan suksesi ini dapat dilihat dari definisi SM yaitu deliberate and systematic effort by an organization to ensure leadership continuity in key positions, retain and develop intellectual knowledge capital for the future and encourage individual advancement” (Rothwell 2001). Program-program pengembangan kepemimpinan (leadership development/LD) menjadi ujung tombak strategi manajemen suksesi untuk pencapaian kompetensi yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya, mekanisme program LD menjadi kompleks dengan adanya dinamika dalam dunia kerja yang terimbas oleh karena adanya perubahan yang drastis dalam lingkungan ekonomi dan bisnis yang memberikan pengaruh dalam tatanan organisasi atau perusahaan, khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia. Sebuah studi yang dilakukan oleh PriceWaterHouseCooper (2008) tentang masa depan pengelolaan karyawan (people management) di Tahun 2020, menegaskan adanya beberapa tajuk utama yang akan mewarnai agenda bisnis di masa depan, yaitu: (a) talent crisis, (b) ageing workforce in the western world, (c) increase in global worker mobility, dan (d) hal-hal terkait dengan organizational and cultural issue yang muncul sebagai dampak langsung perubahan dekade ini. Hasil studi tersebut menegaskan bahwa pengelolan sumber daya manusia (SDM) menjadi tantangan terbesar dalam bisnis. Talent crisis yang disebutkan dalam studi secara khusus menyorot munculnya Generasi Y dalam angkatan kerja. Terhadap isu ini, para praktisi SDM di Amerika Serikat (AS) dan Eropa telah mengembangkan pendekatan-pendekatan yang secara khusus dibuat untuk Generasi ini (Espinoza et al. 2010; Sujansky dan Reed 2009; Tulgan 2009; Erickson 2008), dan bahkan perusahaan mulai memertimbangkan pendekatan ini menjadi model recruitment, development dan retention. Diskusi demografis untuk memetakan Generasi ini masih terus berkembang terutama dalam upaya untuk mendefinisikan Generasi ini. Di Indonesia, mengenal Generasi Y adalah sebuah tantangan tersendiri karena studi tentang generasi ini sangat terbatas atau bahkan dapat dikatakan sangat jarang literatur terkait dengan generasi ini, khususnya untuk mengkaji karakteristik ataupun persepsi dari Generasi ini (Budiman 2008). Beberapa hasil penelitian memberikan gambaran identitas terhadap keberadaan Generasi Y yaitu dengan mendefinisikan Generasi Y sebagai Generasi yang efisien dan efektif dalam penggunaan waktu dan memiliki keinginan untuk membuat perbedaan atau menentang status quo (Dorsey 2010). Generasi Y juga dikenal sebagai Generasi yang sangat ekpresif, percaya diri namun kurang memiliki komitmen, tidak tertarik pada hal-hal yang rinci serta memiliki pandangan yang berbeda terhadap beberapa norma-norma umum dalam dunia kerja Oleh karena memiliki kemampuan yang tinggi,.

(3) 3 Generasi Y cenderung berpikir bahwa mereka akan mampu bersaing di perusahaan lain sehingga tidak ada keterikatan emosional atau loyalitas terhadap perusahaannya sebagaimana angkatan kerja sebelumnya (Espinoza et al. 2010; Sujansky dan Reed 2009; Tulgan 2009; Erickson 2008). Tulgan (2009) merinci lebih jauh tentang ciri umum yang dimiliki oleh Generasi Y yang membedakan mereka dengan angkatan kerja lain, yaitu: (a) High expectations of self – atau selalu bertujuan untuk bekerja lebih cepat dibandingkan dengan yang lain; (b) High expectations of employers – atau menginginkan pemimpin yang memiliki kredibilitas dan profesional dalam bidangnya; (c) Ongoing learning – atau menantang diri mereka dalam hal upaya untuk mendapatkan pengetahuan baru dengan cara yang kreatif dan memanfaatkan berbagai sumber; (d) Immediate responsibility – atau selalu ingin untuk menciptakan dampak yang besar bahkan pada hari pertama kerja; dan (e) Goal oriented – atau menginginkan tantangan dengan target waktu yang jelas sehingga mereka dapat mengerjakannya dengan segera dan mendapatkan tantangan dalam hal yang baru. Keberadaan Generasi Y di Indonesia sebenarnya telah dikenal bahkan telah dimanfaatkan oleh para marketer sebagai sebuah segmen pasar yang potensial baik dalam industri teknologi informatika maupun finansial/Perbankan (Rugimbana 2007; Budiman 2008). Pemanfaatan generasi ini sebagai sebuah pasar yang potensial karena adanya karakteristik-karakteristik unik yang dimiliki oleh generasi ini yaitu daya beli (Cui et al 2003; Stevens et al 2003; Walburg dan Pokrywczynski 2001), economic of size atau jumlah generasi dalam sebuah komunitas baik dalam negara maju maupun berkembang (Braunstein dan Zhang 2005; Greene 2003; Cheng 2001; Martin dan Bush 2000), dan adanya kemungkinan untuk menjadi pelangan setia atau seumur hidup/lifetime customers (Walburg dan Pokrywczynski 2001; Braunstain dan Zhang 2005) Hal yang kontras terjadi dalam bidang SDM ketika keberadaan Generasi Y sebagai sebuah angkatan kerja, khususnya dalam industri Perbankan di Indonesia belum mendapat perhatian khusus. Ada beberapa kemungkinan yang membuat kebijakan SDM di perusahaan masih menggunakan pola pengembangan yang sama, antara lain: belum tersedianya informasi tentang Generasi Y itu sendiri baik kajian akademis SDM maupun psikologi, belum adanya keyakinan bahwa karakteristik ataupun sistem nilai (values) yang dimiliki Generasi Y berbeda atau bahkan masih menganggap bahwa talent crisis ini bukan merupakan sebuah dimensi isu yang memiliki prioritas urgensi untuk waktu sekarang. Anantatmula (2012) menyarankan pentingnya melihat isu ini dari sisi kesenjangan generasi (generation gap) yang muncul karena kurangnya pemahaman akan keberadaan generasi ini. Dampaknya secara langsung berpengaruh pada kontribusi generasi dalam lingkungan kerja sehingga diperlukan strategi yang sesuai dengan perilaku, nilai dan etika kerja Gen-Y (Lindquist 2008; Jamrog 2002; Zopiatis et al. 2012). Kesenjangan generasi inilah yang mendorong perlunya dilakukan penelitian mengenai Generasi Y dalam industri Perbankan terkait dalam upaya untuk membangun sebuah strategi pengelolaan Gen-Y untuk memastikan adanya mekanisme manajemen suksesi yang dapat menjamin stabilitas industri Perbankan nasional. Dalam upaya tersebut, maka faktor-faktor interinsik terkait dengan keberadaan generasi ini perlu diperhitungkan, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang ekspektasi dari generasi terkait dengan karir sehingga strategi yang dibangun lebih.

(4) 4 aplikatif (Keenan dan Newton 1984; Lowe dan Schellenberg 2002; Jamrog 2002; Hurst dan Good 2009). Perumusan Masalah Ketiadaan definisi mengenai karakteristik dan ciri-ciri dominan Gen-Y di Indonesia merupakan titik awal permasalahan yang dihadapi oleh industri Perbankan dalam upayanya untuk menentukan strategi pengelolaan. Untuk itu perlu dilakukan upaya membangun pemahaman keberadaan Gen-Y, termasuk ciri-ciri dominan yang dimiliki oleh Gen-Y Indonesia dibanding dengan Gen-Y di belahan dunia lain. Pemahaman ini perlu untuk menjawab tantangan tentang pengelolaan Gen-Y. Tantangan dan permasalahan yang ada dapat dirumuskan dalam pertanyaan manajerial sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik Gen-Y di Indonesia? 2. Bagaimana ciri-ciri dominan Gen-Y terkait dengan budaya kerja? 3. Bagaimana implikasi pengelolaan Gen-Y dalam Perbankan? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Merumuskan Gen-Y di Indonesia; 2. Menganalisis ciri-ciri dominan yang merupakan kekhasan Gen-Y dalam upaya membangun strategi pengelolaan, khususnya yang berada di industri Perbankan; dan 3. Membangun rekomendasi aplikatif tentang strategi pengelolaan Gen-Y yang efektif bagi manajemen Perbankan. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat yaitu pertama, bagi praktisi SDM dan eksekutif Perbankan, penelitian ini dapat memberikan masukan dan saran yang aplikatif namun berbasis akademik sehingga dapat digunakan dalam mengelola Generasi Y dalam industri Perbankan. Rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi pengelolaan yang didasarkan pada inferensi terhadap persepsi Generasi Y. Kedua bagi akademisi khususnya di bidang ilmu manajemen SDM, penelitian ini dapat memerkaya khasanah literatur dengan memasukkan obyek baru dalam sebuah aspek penelitian, yaitu Generasi Y. Ketiga terkait penggunaan pendekatan sistem secara holistik dalam penelitian ini sebagai sebuah alternatif metode penelitian yang relatif baru dapat memberikan masukan bagi para peneliti untuk dikembangkan lebih lanjut dalam menjawab masalah-masalah yang kompleks, dinamis dan probabilistik.. Ruang Lingkup Penelitian Cakupan penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Penelitian ini bukan merupakan sebuah upaya untuk membangun teori kepemimpinan yang baru, sehingga penelitian ini tidak bersifat longitudinal, melainkan didasarkan pada gambaran persepsi Generasi Y saat penelitian ini dilaksanakan. Mengingat dinamika dari Generasi Y yang sangat tinggi, maka beberapa penyesuaian mungkin diperlukan bagi sub-Generasi Y atau Generasi Y.

(5) 5 pada industri lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat eksploratori dalam upayanya untuk menemukan model yang tepat yaitu untuk mencari what work for Generation Y sehingga penelitian ini menggunakan paradigma pragmatism. Pragmatism diartikan sebagai sebuah dekonstruksi paradigma, yang tidak lagi semata-mata memisahkan konsep truth vs. reality namun memfokuskan pada sesuatu yang real, yang dapat bekerja (applicable) pada kondisi sebenarnya (what work). Mixed-methods atau penggabungan dua model penelitian adalah upaya pragmatism untuk tidak dikotakkan dalam dikotomi perang paradigma, sehingga peran peneliti untuk melakukan inferesi dan interpretasi hasil penelitian menjadi lebih utama daripada dikotomik metode. 2. Penelitian ini tidak ditujukan untuk melakukan tahap seleksi dan rekrutmen karyawan, namun untuk mengembangkan strategi pengelolaan yang dibangun dari inferensi terhadap teori-teori kepemimpinan. 3. Rekomendasi yang dibangun bersifat general dan tidak sepesifik terhadap high performance, sehingga aplikatif untuk pengelolaan Generasi Y di industri Perbankan secara umum. 4. Asumsi lain yang dibangun dalam penelitian ini adalah bahwa proses seleksi, rekrutmen dan performance appraisal yang dilakukan oleh divisi SDM telah berjalan sesuai dengan ekspektasi perusahaan, sehingga Generasi Y yang akan diikutkan dalam program pengembangan kepemimpinan ini adalah mereka yang secara kualitas akademis telah memenuhi persyaratan internal yang ditetapkan oleh manajemen. Kontribusi Kebaruan Penelitian (Novelty) Disertasi ini memberikan dua kebaruan yaitu (a) dalam hal objek penelitian, dengan memasukkan variable Generasi Y terutama dengan menggunakan teori kepemimpinan sebagai pintu masuk untuk pengembangan strategi, dan (b) dalam metode penelitian, yaitu penggunaan pendekatan sistem dengan menggunakan teknik analisis kebijakan untuk membangun strategi SDM..

(6) Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Motif lainnya pembukaan koloni di Australia, menurut para sejarawan lainnya adalah sebagai “naval supply and maritime base” hal ini dikaitkan dengan “swing to the

(1) Penghapusan barang milik daerah dari daftar barang pengguna dan atau kuasa pengguna dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan

Perbaikan yang sebaiknya dilakukan adalah dengan memberikan perabotan ruang yang memiliki koefisien serap bunyi yang lebih besar, sehingga waktu

Maksud penelitian mengumpulkan data dan berbagai informasi terkait dengan pengaruh Kewajiban Hukum KAP dan Reputasi KAP terhadap Hasil Opini Audit Pada Kantor

Tanaman ini dapat pula dibuat untuk tingtur dimana adalah sediaan cair yang dibuat Tanaman ini dapat pula dibuat untuk tingtur dimana adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara

Dari penjelasan sebelumnya maka disimpulkan bahwa potensi perempuan perlu dikembangkan terutama dalam kegiatan produktif, seperti beternak cacing tanah yang cukup profitabel

Perjuangan ini juga perlu ditempatkan dalam konteks historis yang lebih luas karena masalah yang ingin ditangani tidak lain adalah warisan dari masa kolonial yang