• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Hukum Atas Pengubahan Sistem Transfer Dana yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Bank Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Hukum Atas Pengubahan Sistem Transfer Dana yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Bank Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Chapter III V"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PELAKSANAAN HUKUM TRANSFER DANA DI INDONESIA

A.Prosedur Transfer Dana Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011

Pelaksanaan transaksi transfer dana melibatkan beberapa pihak, sehingga

penerbitan perintah transfer dana dikembalikan kepada masing-masing pihak

sebagai berikut :63

1. Penerbitan perintah transfer dana oleh pengirim asal

Perintah transfer dana harus memuat sekurang-kurangnya informasi

mengenai:64

a. Identitas pengirim asal, sekurang-kurangnya meliputi nama dan nomor

rekening atau apabila pengirim asal tidak memiliki rekening pada

penyelenggara pengirim asal, identitas tersebut meliputi

sekurang-kurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Identitas tersebut dapat diteruskan kepada penerima jika redapat

permintaan dari pengirim asal kepada penyelenggara pengirim asal untuk

meneruskan informasi tersebut kepada penerima karena dalam hal perintah

transfer dana pengirim asal boleh mencantumkan berita atau pesan65

63

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Pasal 8 Ayat (1).

64

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Pasal 8 Ayat (1).

65

Yang dimaksud dengan “berita atau pesan” antara lain keterangan mengenai peruntukan dana yang ditransfer. (Penjelasan Pasal 8 Ayat (6) UUTD).

di

(2)

asal. Apabila transfer dana dilaksanakan dari dan ke luar negeri maka

pelaksanaannya tunduk pada PBI.

b. Identitas penerima, sekurang-kurangnya meliputi nama dan nomor rekening

atau apabila penerima tidak memiliki rekening pada penyelenggara

penerima akhir, identitas tersebut meliputi sekurang-kurangnya nama dan

alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Identitas penyelenggara penerima akhir yang dapat dicantumkan dalam

perintah transfer dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara

tunai oleh penerima.

d. Jumlah dana dan jenis mata uang yang di transfer.

e. Tanggal perintah transfer dana, dan

f. Informasi lain yang menuntut peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan transfer dana66 wajib dicantumkan dalam perintah transfer dana.

Pengirim asal wajib mengisi informasi secara lengkap kecuali untuk

perintah transfer dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai

oleh penerima. Apabila pengirim asal tidak melaksanakan kewajibannya maka

penyelenggara pengirim asal berhak untuk tidak melaksanakan perintah transfer

dana yang wajib pula diberitahukan kepada pengirim asal alasan pembatalannya

paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah

transfer dana dari pengirim asal. Jangka waktu pemberitahuan tersebut dapat

dikecualikan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara pengirim asal dan

66

(3)

pengirim asal karena pengirim asal dapat mencantumkan tanggal pelaksanaan

dalam perintah transfer dana berdasarkan kesepakatan dengan penyelenggara

pengirim asal. Akan tetapi kesepakatan tersebut dapat terjadi hanya apabila

penyelenggara pengirim asal menyediakan fasilitas perintah transfer dana titipan

yang pelaksanaannya dilakukan kemudian.67 Dalam hal tanggal pelaksanaan telah disepakati, penyelenggara pengirim asal melaksanakan perintah transfer dana pada

tanggal pelaksanaan.68

Pengirim asal berhak mendapatkan informasi dari penyelenggara pengirim

asal mengenai perkiraan jangka waktu pelaksanaan transfer dana. Jangka waktu

yang diberikan sesuai dengan praktik yang umum yang berlaku di dalam kegiatan

transfer dana dan perkiraan lamanya waktu tersebut tidak mengikat penyelenggara

pengirim asal.69

67

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 9.

68

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 10.

69

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 11.

Pengirim asal dalam perintah transfer dana dapat mencantumkan

tanggal pembayaran sepanjang tidak ditentukan lebih awal dari tanggal

diterimanya perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir. Apabila

hal tersebut disetujui, maka penyelenggara pengirim asal menjamin dana dapat

dibayarkan kepada penerima sesuai dengan tanggal pembayaran yang tercantum

dalam perintah transfer dana. Apabila tanggal pembayaran tersebut jatuh pada hari

(4)

berikutnya.70 Kemudian perintah transfer dana dianggap telah diterbitkan oleh pengirim asal apabila perintah transfer dana telah dikirim oleh pengirim asal dan

diterima oleh penyelenggara pengirim asal.71

2. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara pengirim

a. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh bank pengirim asal

Penyelenggara pengirim asal melaksanakan perintah transfer dana sesuai

dengan isi perintah transfer dana yang diterima dari pengirim asal dengan

memperhatikan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lain72 dan wajib memperhatikan perjanjian antara pengirim asal dan penyelenggara pengirim

asal.73

Penyelenggara pengirim asal dapat melakukan pengaksepan terhadap perintah

transfer dana apabila memenuhi persyaratan:

Dalam hal dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai,

penyelenggara pengirim asal dapat meneliti kewenangan pengirim asal atas dana

yang akan ditransfer, kecuali diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.

74

1) Perintah transfer dana memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 Ayat (1), kecuali informasi identitas penyelenggara penerima

akhir bagi transfer dana diserahkan secara tunai;

2) Tersedia dana yang cukup75

70

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kesatu, Pasal 12 Ayat (3).

71

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kesatu, Pasal 13.

72

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan lain” antara lain peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 14 Ayat (1) UUTD).

73

Yang dimaksud dengan “perjanjian antara pengirim asal dengan penyelenggara pengirim asal” antara lain berupa perjanjian pengiriman uang. (Penjelasan Pasal 14 Ayat (2) UUTD).

74

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Pasal 15, Paragraf 1, Ayat (1).

(5)

3) Penyelenggara pengirim asal telah melakukan autentifikasi;dan

4) Perintah transfer dana telah memenuhi peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan transfer dana.76

Penyelenggara pengirim asal hanya dapat menolak melakukan pengaksepan

perintah transfer dana atas dasar alasan yang wajar.77 Apabila penyelenggara pengirim asal melakukan pengaksepan, pengaksepan tersebut wajib dilakukan

dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya perintah

transfer dana dari pengirim asal. Penyimpangan terhadap waktu pengaksepan

tersebut hanya dapat dilakukan apabila terdapat :78

1) Alasan yang wajar dan paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya

setelah diterimanya perintah transfer dana; atau

2) Kesepakatan tentang waktu pengaksepan antara penyelenggara pengirim

asal dan pengirim asal yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi

penyelenggara pengirim asal.

75

Yang dimaksud dengan “tersedia dana yang cukup” adalah dana dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan perintah transfer dana yang telah disetorkan secara tunai oleh pengirim asal atau telah tersedia dalam rekening pengirim asal di penyelenggara pengirim asal, termasuk fasilitas yang cerukan atau kredit lain. (Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) huruf (b)).

76

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana” antara lain peraturan menegenai pembatasan transaksi rupiah dan valuta asing. (Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) huruf (d)).

77

Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana antara lain penyelenggara pengirim asal tidak sanggup melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan tanggal pembayaran atau penyelenggara pengirim asal tidak dapat menggunakan jasa penyelenggara penerus yang telah ditunjuk oleh pengirim asal. (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 15 Ayat (2)).

78

(6)

Apabila persyaratan pengaksepan tersebut sudah terpenuhi, penyelenggara

pengirim asal dianggap telah melakukan pengaksepan jika melakukan kegiatan

sebagai berikut :79

1) Melakukan pendebitan rekening pengirim asal;

2) Menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan

perintah transfer dana yang diterima dari pengirim asal;

3) Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada pengirim asal melalui

media yang disepakati antara pengirim asal dan penyelenggara pengirim asal.

Penyelenggara pengirim asal dianggap telah melakukan pengaksepan

apabila telah menerima perintah transfer dana dan tidak memberikan penolakan

dalam waktu 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah tanggal perintah transfer dana

diterima. Apabila penyelenggara pengirim asal melakukan lebih dari satu

kegiatan, maka saat pengaksepan terhitung sejak kegiatan pengaksepan yang

dilakukan lebih dahulu. Pelaksanaan pendebitan rekening wajib dilakukan pada

tanggal yang sama dengan tanggal penerbitan perintah transfer dana oleh

penyelengara pengirim asal. Apabila pelaksanaan pendebitan rekening pengirim

asal oleh penyelenggara pengirim asal dilakukan lebih awal dari tanggal

penerbitan perintah transfer dana, penyelenggara pengirim asal wajib membayar

jasa, bunga, atau kompensasi kepada pengirim asal terhitung sejak tanggal

pendebitan rekening pengirim asal sampai dengan tanggal penerbitan perintah

79

(7)

transfer dana.80

Perintah transfer dana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (1) huruf (b)

telah diterbitkan apabila perintah transfer dana telah dikirim oleh penyelenggara

pengirim asal kepada penyelenggara penerima dan telah diterima oleh

penyelenggara penerima, baik secara langsung maupun melalui sistem transfer

dana.81 Akan tetapi penyelenggara pengirim asal dapat pula menolak melakukan pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat hari

kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim

asal, kecuali diperjanjikan lain. Penolakan tersebut wajib diberitahukan oleh

penyelenggara pengirim asal beserta alasannya kepada pengirim asal pada tanggal

yang sama dengan tanggal penolakan pengaksepan. Apabila penyelenggara

pengirim asal tidak melaksanakan perintah transfer dana setelah

melakukanpengaksepan, penyelenggara pengirim asal wajib membayar jasa,

bunga, atau kompensasi kepada pengirim asal yang dihitung sejak tanggal

pengaksepan sampai dengan tanggal pengembalian dana.82

Penyelenggara pengirim asal yang telah melakukan pengaksepan perintah

transfer dana bertanggung jawab kepada pengirim asal atas terlaksananya perintah

transfer dana sampai dengan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir

sesuai denga ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

80

Dalam ketentuan ini kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dimaksudkan untuk menegaskan hak pengirim asal yang rekeningnya telah didebit oleh penyelenggara pengirim asal, sementara penyelenggara pengirim asal belum menerbitkan perintah transfer dana kepada penyelenggara penerima. (Penjelasan Pasal 17 Ayat (5) UUTD).

81

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 18.

82

(8)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab penyelenggara

pengirim asal sehingga penyelenggara pengirim asal tidak dibebani tanggung

jawab di luar ketetuan yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan

pelaksanaannya.83

Penyelenggara pengirim asal yang telah melakukan pengaksepan peritah

transfer dana tetap bertanggung jawab melaksanakan perintah transfer dana

walaupun terjadi keadaan sebagai berikut :84

1) Bencana alam, keadaan bahaya, huru-hara, konflik bersenjata, dan/atau

keadaan darurat lain yang diterapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah

atau lokasi penyelenggara pengirim asal yang sedang melaksanakan transfer

dana;

2) Kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau non-elektronik yang

berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan perintah transfer dana yang tidak

dapat dikontrol pleh penyelenggara pengirim asal;

3) Kegagalan sistem kliring atau sistem transfer dana; atau

4) Hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.85

Penyelenggara pengirim asal yang ridak melakukan perintah transfer dana

dalam keadaan seperti yang disebutkan diatas padahal telah dilakukan

pengaksepan tetap berkewajiban membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada

83

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 20.

84

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 2 Ayat (1).

85

(9)

pengirim asal atas dan yang seharusnya ditransfer.86 Dalam keadaan seperti yang disebutkan diatas penyelenggara pengirim asal harus memberitahukan dan

melakukan tindak lanjut penanganan perintah transfer dana kepada pengirim

asal.87 Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan melalui surat atau sarana tertulis lain kepada pengirim asal atau media cetak. Dalam hal pemberitahuan tersebut

dilakukan melalui media cetak yang mempunyai oplah terbesar di setiap wilayah

tempat penyelenggara dan/atau kantor penyelenggara yang tidak dapat beroperasi

tersebut berada.88

Pelaksanaan perintah transfer dana tidak dilanjutkan oleh penyelenggara

pengirim asal jika terdapat perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak

yang berwenang dari Negara asal atau Negara tertuju yang melarang perintah

transfer dana89 dan dana transfer diperlakukan sesuai dengan perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang tersebut.90 Dalam keadaan seperti ini, penyelenggara pengirim asal harus memberitahukannya kepada

pengirim asal pada hari yang sama atau paling lambat pada hari kerja

berikutnya.91

86

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 21 Ayat (2).

87

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 22.

88

Penjelasan Pasal 22 UUTD.

89

Perintah, penetapan, putusan, atau keputusan, dari pihak yang berwenang dari suatu Negara yang melarang pelaksanaan perintah transfer dana antara lain dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 23 Ayat (1) UUTD).

90

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 23.

91

(10)

Penyelenggara pengirim asal dalam melaksanakan perintah transfer dana

dapat menggunakan jasa penyelenggara penerus.92 Dalam hal penggunaan jasa penyelenggara penerus ditetapkan oleh penyelenggara pengirim asal dan

penyelenggara penerus tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana karena

dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit,

penyelenggara pengirim asal wajib menerbitkan perintah transfer dana baru atas

beban penyelenggara pengirim asal tanpa menunggu pengembalian dana dari

penyelenggara penerus yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha

atau dinyatakan pailit.93 Kewajiban penerbitan perintah transfer dana baru merupakan konsekuensi dari tanggung jawab yang timbul dari hubungan hukum

antara penyelenggara pengirim asal dan pengirim asal untuk mengirimkan dana

kepada penerima sesuai dengan perintah transfer dana dari pengirim asal.94

Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan

besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

Ayat (5), Pasal 19 Ayat (3), da Pasal 21 Ayat (2) serta tata cara pemberitahuan

dan penanganan perintah transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan

Pasal 24 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.95

b. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerus

92

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 25.

93

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 26.

94

Penjelasan Pasal 26 UUTD.

95

(11)

Ketentuan yang diatur dalam hal pelaksanaan perintah transfer dana dan

pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh

penyelenggara penerus seperti disebutkan pada Pasal 14 sampai Pasal 27

undang-undang ini juga berlaku dalam pelaksanaan perintah oleh penyelenggara penerus

dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim

asal atau penyelenggara penerus sebelumnya96 kecuali ditentukan lain dalam paragraf khusus mengenai pelaksanaan ini.97 Penyelenggara penerus melaksanakan perintah transfer dana jika telah tersedia dana yang cukup pada

salah satu rekening sebagai berikut :98

1) Rekening penyelenggara penerus di penyelenggara pengirim;

2) Rekening penyelenggara pengirim di penyelenggara penerus;

3) Rekening penyelenggara penerus di penyelenggara lain;99 4) Rekening penyelenggara penerus di Bank Sentral.

Apabila penyelenggara penerus menerima perintah transfer dana tidak pada

tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya dana pada rekening seperti

dimaksud diatas, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17,

pengaksepan perintah transfer dana dilakukan oleh penyelenggara penerus tanggal

yang lebih akhir di antara kedua tanggal tersebut.100

96

Penyesuaian penyambutan pengirim asal menjadi penyelenggara penerus sebelumnya diperlukan apabila penyelenggara pengirim asal menggunakan lebih dari satu penyelenggara penerus. (Penjelasan Pasal 28 UUTD).

97

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 28.

98

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 29.

99

Yang dimaksud dengan “Penyelenggara lain” adalah penyelenggara selain bank sentral yang memelihara rekening penyelenggara penerus. (Penjelasan Pasal 29 huruf (C) UUTD).

100

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 30.

(12)

lebih akhir dimaksudkan agar penyelenggara penerus telah memiliki informasi

yang cukup untuk meneruskan perintah transfer dana dan telah menerimadana

untuk ditransfer penyelenggara penerus yang telah melakukan pengaksepan

perinrtah transfer dana bertanggung jawab kepada penyelenggara pengirim

sebelumnya atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengasepan

oleh penyelenggara penerima akhir sesuai dengan ketentua dalam undang-undang

ini dan peraturan pelaksanaannya.101 Pembatasan tanggung jawab penyelenggara penerus dimaksudkan agar peyelenggara penerus tidak dibebani tanggung jawab

di luar ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan

pelaksanaannya.102

c. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir

Pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan

pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir dilakukan

sesuai dengan pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan

pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara pengirim asal sesuai

dengan Pasal 14 sampai Pasal 27 dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal

menjadi penyelenggara pengirim atau penyelenggara penerus103 kecuali ditentukan lain oleh undang-undang ini.104

101

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 31.

102

Penjelasan Pasal 31 UUTD.

103

Yang dimaksud dengan “penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus” adalah perubahan posisi para pihak, yaitu penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus berposisi sebagai pengirim asal. (Penjelasan Pasal 32 UUTD).

104

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 32.

(13)

melaksanakan perintah transfer dana jika telah tersedia dana yang cukup pada

salah satu rekening sebagai berikut :105

1) Rekening penyelenggara penerima akhir di penyelenggara pengirim;

2) Rekening penyelenggara pengirim di penyelenggara penerima akhir;

3) Rekening penyelenggara penerima akhir di penyelenggara lain;106 4) Rekening penyelenggara penerima akhir di Bank Sentral.

atau

Apabila penyelenggara penerima akhir menerima perintag transfer dana

tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya dana pada rekening

seperti dimaksud dalam Pasal 33, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan

Pasal 17, perintah pengaksepan transfer dana dilaksanakan oleh penyelenggara

penerima akhir pada tanggal yang lebih akhir diantara keua tanggal tersebut.

Dalam hal perintah mencantumkan tanggal pembayaran dan tanggal pembayaran

tersebut lebih akhir dari tanggal pengaksepan, nilai dana yang dibayarkan dihitung

sesuai dengan tanggal valuta pada saat pengaksepan.107

105

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 201 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 33.

106

Yang dimaksud dengan “penyelenggara lain” adalah penyelenggara selain bank sentral yang memelihara rekening penyelenggara penerima akhir. (Penjelasan Pasal 33 huruf (c) UUTD).

107

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 34.

hal ini disebabkan

kewajiban penyelenggara muncul pada saat penyelenggara melakukan

pengaksepan. Penyelenggara penerima akhir yang telah melakukan pengaksepan

perintah transfer dana bertanggung jawab kepada penyelenggara pengirim

(14)

sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan

pelaksanaannya.108

Pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir

wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal

diterimanya perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya.109 Penyelenggara penerima akhir telah melakukan pengaksepan perintah transfer

dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan

sebagai berikut :110

1) Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada penyelenggara pengirim

sebelumnya;

2) Melakukan pendebitan rekening penyelenggara pengirim sebelumnya pada

penyelenggara penerima akhir;

3) Mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima;111

4) Menerima perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya dan

antarpenyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim tersebut telah

terdapat perjanjian bahwa setiap perintah transfer dana yang diterima dari

108

Terlaksananya perintah transfer dana untuk kepentingan penerima ditandai dengan dilakukannya salah satu kegiatan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir sebagaimana diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab penyelenggara penerima akhir sehingga penyelenggara penerima akhir tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya. (Penjelasan Pasal 35 UUTD).

109

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (1).

110

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (2).

111

(15)

penyelenggara pengirim akan dilaksanakan oleh penyelenggara penerima

akhir;

5) Mengkredit rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; atau

6) Mengirimkan pemberitahuan kepada penerima bahwa penerima mempunyai

hak untuk mengambil dana hasil transfer.

Apabila penyelenggara penerima akhir melakukan lebih dari satu kegiatan

seperti disebutkan di atas, saat pengaksepan terhitung sejak dilakukan

pengaksepan yang lebih dulu terjadi.112 Penyelenggara penerima akhir dianggap telah melakukan pengaksepan apabila penyelenggara penerima akhir tidak

melakukan salah satu kegiatan seperti disebutkan di atas pada hari kerja

berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer daa dan dana dari

penyelenggara pengirim sebelumnya.113 Ketentuan ini dapat dikecualikan jika terdapat kesepakatan antara penyelenggara penerima akhir dan penyelenggara

pengirim asal atau penyelenggara penerus tentang waktu pengaksepan yang

terekam dan/atau tercatat dalam administrasi penyelenggara penerima akhir.114

112

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (3).

113

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (4).

114

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (5).

Apabila penyelenggara penerima akhir dibekukan kegiatan usahanya atau dicabut

izin usaha atau dinyatakan pailit sebelum melakukan salah satu kegiatan

pengaksepan seperti yang dijelaskan sebelumya, tetapi perintah transfer dana dan

(16)

kekeliruan transfer dari penyelenggara pengirim , penyelenggara penerima akhir

dianggap telah melakukan pengaksepan atas perintah transfer dana.115

Dana hasil transfer yang harus diambil secara tunai oleh penerima, tapi

belum diambil dalam jangka waktu tertentu setelah pemberitahuan seperti

tercantum dalam Pasal 36 Ayat (2) huruf f, penyelenggara penerima akhir

memberitahukan kembali sebanyak 2 (dua) kali kepada penerima dalam jangka

waku yang wajar. Setelah diberitahukan sebanyak 3 (tiga) kali tidak diambil oleh

penerima, dana tersebut dikembalikan kepada penyelenggara pengirim asal untuk

diserahkan kembali kepada pengirim asal. Apabila pengirim asal tidak diketahui

keberadaannya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, dana hasil transfer tersebut

diserahkan oleh penyelenggara pengirim asal kepada Balai Harta Peninggalan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan116

Penyelenggara penerima akhir dapat menolak melakukan pengaksepan

berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat pada hari kerja

berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari penyelenggara

pengirim sebelumnya, kecuali diperjanjikan lain. .

117

Alasan yang wajar untuk

menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana antara lain :118

1) Perintah transfer dana bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

2) Penyelenggara penerima akhir tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana

sesuai dengan tanggal pembayaran;

115

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (6).

116

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 37.

117

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (1).

118

(17)

3) Terdapat perbedaan nomor rekening dan nama rekening penerima;

4) Perintah transfer dana diterima oleh penyelenggara penerima akhir mendekati

berakhirnya jam operasional penyelenggara penerima akhir untuk

melaksanakan perintah transfer dana pada hari yang sama.

Penolakan beserta alasannya diberitahukan kepada pnyelenggara pengirim

sebelumnya pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan pengaksepan.119 Pemberitahuan pada tanggal yang sama tidak berlaku jika terdapat informasi yang

cukup mengenai identitas penyelenggara pengirim sebelumnya.120 Apabila penyelenggara penerima akhir tidak melaksanakan perintah transfer dana setelah

melakukan pengaksepan, penyelenggara penerima akhir wajib membayar jasa,

bunga, atau kompensasi oleh penyelenggara pengirim sebelumnya untuk

diteruskan kepada pengirim asal.121 Kewajiban pembayaran tersebut dikecualikan jika penyelenggara penerima akhir tidak melaksanakan perintah transfer dana

karena perintah UU.122 Ketentuan mengenai tata cara pengaksepan dan penetapan jangka waktu pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37

serta tata cara pembayaran, perhitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga,

atau kompensasi seperti disebutkan dalam Pasal 38 Ayat (4) diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia.123

119

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (2).

120

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (3).

121

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (4).

122

Yang dimaksud dengan “UU” antara lain UU yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 38 Ayat (5) UUTD).

123

(18)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan transaksi

transfer dana di dalam UUTD sudah diatur secara jelas mulai dari pengirim

sampai diterimanya dana oleh penerima.

B.Prosedur Transfer Dana Melalui Bank Di Indonesia Menurut Peraturan

Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana

Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 ini

merupakan tindak lanjut dari amanat dalam undang-undang nomor 3 tahun 2011

tentang transfer dana. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh pengirim asal,

penyelenggara penerus, penyelenggara penerima akhir dilakukan sesuai ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana dan peraturan

perundang-undangan terkait.124

Pada Bab III Bagian Kedua Pasal 10 Ayat (1) PBI No.14/23/PBI/2012

mengatur tentang bagaimana pelaksanaan perintah transfer dana jika dalam Penyelenggara pengirim yang telah melakukan

pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada pemberi perintah

transfer dana atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan

pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir. Tanggung jawab penyelenggara

pengirim atas terlaksananya perintah transfer dana dilakukan sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai kegiatan transfer dana

dan peraturan pelaksanaannya. tanggung jawab penyelenggara pengirim antara

lain mencakup penyediaan dan penyampaian informasi kepada pengirim

sebelumnya mengenai status pelaksanaan perintah transfer dana.

124

(19)

keadaan memaksa. Dalam pelaksanaan perintah transfer dana dalam keadaan

memaksa, penyelenggara pengirim yang telah melakukan pengaksepan perintah

transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tetap bertanggung

jawab untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana walaupun terjadi keadaan

sebagai berikut:

a. bencana alam, keadaan bahaya125, huru-hara126, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang ditetapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah

atau lokasi Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah

Transfer Dana127

b. kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang

berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang

tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim ;

128

c. kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana ;

129

d. hal-hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

;

130 .

125

Yang dimaksud dengan ”keadaan bahaya” adalah keadaan bahaya yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah.

126

Yang dimaksud dengan ”huru-hara” termasuk pertikaian antarkelompok masyarakat yang mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional Penyelenggara.

127

Yang dimaksud dengan “Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana” adalah kantor Penyelenggara yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. Dalam hal Penyeleng-gara tersebut memiliki sistem komputerisasi yang mengintegrasikan seluruh sistem

128

Yang dimaksud dengan “kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau non-elektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim” antara lain kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran dan sambaran petir.

129

Yang dimaksud dengan “kegagalan sistem kliring atau sistem transfer dana” adalah kegagalan yang mengakibatkan sistem kliring atau sistem transfer dana secara keseluruhan tidak dapat dijalankan atau dioperasikan dengan baik, termasuk seluruh sistem pendukung dan sistem cadangan atau sistem pengganti.

130

(20)

C.Perbandingan Prosedur Transfer Dana Di Indonesia Menurut

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana

Perbandingan prosedur transfer dana antara Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2011 dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 sebenarnya

tidak terlalu jauh berbeda, kedua aturan ini sama-sama mengatur tentang kegiatan

transfer dana. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 merupakan

tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer

dana. Adapun materi utama yang diatur dalam PBI ini adalah mengenai:

a. Perizinan penyelenggaraan transfer dana;

b. Pelaksanaan transfer dana;

c. Transfer dana yang ditujukan untuk diterima secara tunai;

d. Jasa, bunga, atau kompensasi;

e. Biaya transfer dana;

f. Pemantauan; dan

g. Sanksi.

Dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 mengenai

penyelenggaraan transfer dana, kegiatan transfer dana atau pengiriman uang terus

berkembang di masyarakat. Kegiatan ini sangat beragam, dimulai dari layanan

non bank, kemudian berkembang dengan layanan kedatangan pengguna jasa ke

kantor bank, sampai akhirnya dilakukan sendiri kegiatan transfernya tanpa harus

datang ke kantor bank atau non bank, seperti lewat ATM, internet banking atau

(21)

berkembang dan dimanfaatkan untuk semua kepentingan yang diinginkan oleh

pengguna jasa, seperti pembayaran uang sekolah, tagihan listrik, tagihan telepon,

pembayaran transaksi bisnis dan bahkan untuk kepentingan sosial. Beberapa hal

lain yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia ini adalah mengenai

penyelenggara, persyaratan untuk memperoleh izin sebagai penyelenggara

ditetapkan antara lain terkait dengan keamanan sistem, permodalan, integritas

pengurus, pengelolaan resiko, dan/atau kesiapan sarana prasarana. Selain itu,

sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Transfer Dana dalam

ketentuan ini juga diatur lebih rinci mengenai pelaksanaan perintah transfer dana

dalam keadaan memaksa, kekeliruan pelaksanaan transfer dana, tata cara

(22)

BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM ATAS PENGUBAHAN SISTEM

TRANSFER DANA

Di dalam sistem pembayaran terdapat perangkat hukum yang mencakup

undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait.Termasuk pula aturan main

berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank, antarbank dan nasabah,

antarbank dan bank sentral, dan lain-lain.Peranan perangkat hukum ini sangat

penting untuk menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran.131

Jika melihat kompleksitas permasalahan dan luasnya materi yang diatur,

pengaturan kegiatan transfer dana tidak cukup hanya dituangkan dalam ketentuan

yang lebih rendah dari undang-undang. Selain itu pengaturan tentang alat bukti

dan aspek pemidanaan dalam kegiatan transfer dana menuntut kepastian agar hal

tersebut dapat diterapkan secara tegas oleh seluruh pihak dan otoritas tekait, baik

dalam penyelesaian perselisihan maupun tindak pidana dalam kegiatan transfer

dana. Kemajuan teknologi yang semakin pesat dewasa ini membawa konsekuensi

bahwa persoalan yang dihadapi nasabah juga semakin kompleks, demikian pula di

Indonesia.Terlebih baru-baru ini banyak persoalan perbankan yang merugikan

nasabah, bahkan hal itu dilakukan oleh pegawai bank tersebut.Untuk itu, nasabah

bank sebagai konsumen perbankan patut dilindungi hak dan

kepentingannya.Perlindungan hukum kepada nasabah perbankan pada dasarnya

131

(23)

timbul karena kurangnya pengelolaan bank secara baik, disebabkan oleh tidak

efektifnya pemberian dan pengawasan kredit, sistem manajemen yang diterapkan

mendukung operasi bank, yang mengakibatkan bank tersebut sulit untuk

melakukan operasinya.132

Nasabah bank, sebagai konsumen yang menggunakan jasa bank, terkadang

memang sering diabaikan haknya. Bahkan menurut Munir Fuady, bahwa dalam

sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah sebagai konsumen dibiarkan

sendiri terlunta-lunta tanpa suatu perlindungan hukum yang predictable dan

reasonable.Padahal nasabah merupakan pihak yang penting dalam kaitannya

dengan bank, namun persoalan terkait keberpihakan hukum terhadap nasabah

menjadi masalah yang terus-menerus tak bertepi.133Namun dalam setiap permasalahan yang terjadi perlu ditentukan siapa yang bertanggung jawab

sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabahnya.Masalah tanggung jawab

perdata atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi dalam bank dapat dihubungkan

dengan kepengurusan bank.Pengurus bank bertindak mewakili badan hukum bank

tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan.Dengan demikian

tanggung jawab pengurus ada dua (2), yakni tanggung jawab pribadi dan

tanggung jawab pengurus.Apabila pengurus bertindak di luar kewenangan yang

telah ditentukan, maka tanggung jawab pribadi yang ada. Namun bila ia bertindak

dalam pelaksanaan dan wewenang yang tertuang dalam anggaran dasar

perusahaan maka hal itu merupakan tanggung jawab perusahaan.134

132

Lukman Santoso AZ, Op. cit, hlm. 113.

133Ibid

., hlm. 112.

134Ibid

., hlm. 116.

Alas hukum

(24)

kepentingan bank sendiri mempunyai alas hukum/dasar hukum dalam sistem

perundang-undangan Indonesia. Dasar hukum tersebut bersumber dari

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :135 1. Ketentuan di Bidang Perbankan

Ketentuan di bidang perbankan bersumber dari Undang-Undang perbankan

Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998. Undang-Undang perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 kebetulan tidak mengubah Pasal

6 huruf (e ), sehingga Pasal 6 huruf (e) tersebut masih tetap berlaku. Pasal 6 huruf

(e) tersebut berbunyi sebagai berikut :

Usaha bank umum meliputi :

memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabah.

Dari ketentuan Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas dan lugas ditentukan

bahwa memang suatu bank umum dapat melakukan suatu transfer uang.

Kemudian, ketentuan tersebut mendapat penjabarannya dalam berbagai

perundang-undangan lainnya di bidang perbankan.136 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Sebenarnya kitab undang-undang hukum dagang tidak mengatur secara

spesifik tentang transfer uang via bank ini, baik terhadap transfer dengan warkat

(paper based). Hanya saja, karena transfer dana tersebut dapat dilakukan juga

dengan penggunaan surat berharga sebagai sarana pemindahannya, seperti dengan

135

Munir Fuady, Op. cit, hlm. 126.

136Ibid

(25)

cek atau wesel, maka ketentuan tentang surat berharga dari Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang ditarik untuk berlaku buat transfer dana seperti itu. Dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang dikenal beberapa macam surat berharga, yaitu

sebagai berikut :

a.)Penganturan tentang Surat Wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

b.)Pengaturan tentang Surat Sanggup, dalam Pasal 174 sampai dengan Pasal 177

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

c.)Pengaturan tentang Cek dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229 d dari Kitab

Undang-Undag Hukum Dagang.

d.)Pengaturan tentang Kuitansi dan Promes atas Unjuk dalam Pasal 229 e sampai

dengan Pasal 229 k dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Dengan demikan, sejauh yang menyangkut dengan transfer uang via bank

yang menggunakan surat-surat berharga tersebut berlaku ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang, khusus mengenai aspek surat berharganya.137 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Selain dari ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas, maka Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang berbagai aspek hukum yang

berkenaan dengan transfer uang via bank, khususnya yang berkenaan dengan

aspek-aspek hukum kontrak. Sebab, suatu transfer uang via bank, baik untuk

kepentingan nasabah maupun transfer uang untuk kepentingan bank sendiri

137Ibid

(26)

diawali dengan suatu kontrak. Dalam hubungannya dengan transfer uang via

bank, perlu dipisahkan dulu antara kontrak-kontrak sebagai berikut :

a.)Kontrak antara nasabah pengirim dengan nasabah penerima.

b.)Kontrak antara nasabah pengirim dengan bank pengirim.

c.)Kontrak antara nasabah penerima dengan bank pembayar (dalam hal credit

transfer).

d.)Kontrak antara bank pengirim dengan bank pembayar.

e.)Kontrak antara bank pengirim dengan bank koresponden.

f.)Kontrak antara bank koresponden dengan bank pembayar.138

Sebagai upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah, tentu bank sebagai

pelaku usaha harus memberikan layanan penyelesaian dan infrastruktur atas

berbagai keluhan dan pengaduan nasabah.Media penyelesaian ini juga harus

memenuhi standar waktu dan pelayanan, artinya dapat berlaku secara efektif dan

efisien. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan Indonesia dalam

upaya memenuhi standar tersebut juga telah memprioritaskan program-program

terkait perlindungan nasabah, termasuk penanganan pengaduan nasabah,

transparansi informasi produk perbankan, dan pembentukan lembaga mediasi

perbankan independen.

A.Pengubahan Sistem Transfer Dana Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara

Bank Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011

Tanggung jawab adalah mengenai kewajiban untuk menebus (mengganti)

terhadap apa yang telah dilakukannya yang menimbulkan kerugian. Dasar

138Ibid

(27)

pertanggungjawaban adalah kewajiban membayar ganti rugi atas tindakan yang

menimbulkan kerugian, dan kewajiban untuk melaksankan janji yang telah

dibuat.Pertanggungjawaban harus didasarkan atas suatu perbuatan, dan itu harus

perbuatan kealpaan atau kelalaian.Artinya, pertanggungjawaban atas gugatan

hukum yang timbul dalam konteks hubungan antara nasabah dan bank dapat

berupa wanprestasi (kealpaan) atau perbuatan melawan hukum.

Pengubahan perintah transfer dana merupakan salah satu cara pihak bank

untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengubahan transfer dana hanya

dapat dilakukan oleh penyelenggara pengirim jika terjadi kesalahan/kekeliruan

yang diatur dalam Bab V Bagian Kedua dengan memperhatikan prinsip

kehati-hatian.139Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya dalam arti harus selalu

konsisten dalam melaksanakan perturan perundang-undangan di bidang perbankan

berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik.140 Perubahan perintah transfer dana dilakukan oleh penyelenggara penerima mempunyai waktu yang cukup141 untuk melaksanakan perubahan dan/atau penyelenggara penerima akhir belum

melakukan langkah-langkah pengaksepan.142

139

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Tranfer Dana, Pasal 46 Ayat (1).

140

Hermansyah, Op. cit, hlm. 135.

141

Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan situasional antara lain terkait dengan sistem transfer dana yang digunakan untuk melaksanakan perintah transfer dana.(Penjelasan Pasal 46 Ayat (2)).

142

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer 46 Ayat (2).

Penyelenggara penerima akhir telah

melakukan pengaksepan perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim

(28)

a. Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada penyelenggara pengirim

sebelumnya;

b. Melakukan pendebitan rekening penyelenggara pengirim sebelumnya pada

penyelenggara penerima akhir;

c. Mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima;143

d. Menerima perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya dan

antara penyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim tersebut

telah terdapat perjanjian bahwa setiap perintah transfer dana yang diterima dari

penyelenggara pengirim akan dilaksanakan oleh penyelenggara penerima

akhir;

e. Mengkredit rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; atau

f. Mengirimkan pemberitahuan kepada penerima bahwa penerima mempunyai

hak untuk mengambil dana hasil transfer.144

B.Pertanggung Jawaban Bank Bila Terjadi kesalahan Dalam Transfer Uang

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011

Sebagai langkah awal untuk pemikiran kritis dalam konteks elektronik,

patut dilayangkan suatu pertanyaan manakah yang lebih autentik secara teknis.

Dalam pemahaman kekuatan pembuktian yang paling lemah, suatu informasi

elektronik adalah bernilai secara hukum karena secara fungsional keberadaannya

adalah sepadan atau setara dengan suatu informasi yang tertulis di atas kertas,

sebagaimana telah diamanatkan dalam UNCITRAL tentang nilai hukum dari

143

Yang dimaksud dengan “mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima” adalah menyediakan dana pada rekening tertentu di penyelenggara penerima akhir untuk dibayarkan secara tunai kepada penerima.(Penjelasan Pasal 36 Ayat (2) huruf (c)).

144

(29)

suatu rekaman elektronik (legal value of electronic records) karena memenuhi

unsur-unsur tertulis (writing), bertanda tangan (signed), dan asli (original).145

Peristiwa resiko operasional yang dihadapi oleh perbankan tidak lepas dari

dua faktor penting yaitu:

Tanggung jawab timbul dari perikatan, baik yang berasal dari

undang-undang maupun dari perjanjian.Dengan adanya perjanjian, timbul hak dan

kewajiban pada masing-masing pihak.Mereka bertanggung jawab atas segala

akibat yang ditimbulkan dari perjanjian yang telah dibuat. Pertanggungjawaban

atas gugatan hukum yang timbul dalam konteks hubungan antaara nasabah dan

bank dapat berupa wanprestasi(kealpaan) atau perbuatan melawan hukum.

146

a. Frekuensi; seberapa penting suatu peristiwa terjadi

b. Dampak; seberapa besar jumlah kerugian yang timbul akibat peristiwa

yang terjadi

Dalam mengkaji peristiwa resiko operasional, sedikitnya dapat dibagi

menjadi lima kategori besar sebagai berikut:147

a) Risiko proses internal (internal process risk);

b) Risiko manusia (people risk);

c) Risiko sistem (systems risk);

d) Risiko eksternal (external risk);

e) Risiko hukum (legal risk).

145

Dr. Edmon Makarim, “Notaris & Transaksi Elektronik (Edisi Kedua)”, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Perkasa, 2013), hlm. 23.

146

Ferry N. Idroes Sugiarto, “Manajemen Risiko Perbankan”, (Yogyakarta, Graha Ilmu 2006), hlm. 133.

147Ibid

(30)

Adapun penjelasan lima kategori besar peristiwa risiko operasional adalah

sebagai berikut:

a)Risiko proses internal (internal process risk)

Risiko ini didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan kegagalan dari

suatu proses Bank atau prosedur. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, karyawan

mengikuti prosedur kerja yang telah ditentukan. Risiko proses internal

termasuk:148

(a) Kesalahan, ketidaklengkapan, dan ketidaktepatan dokumentasi;

(b) Kurang pengawasan;

(c) Kesalhan pemasaran;

(d) Kesalahan penjualan;

(e) Praktek pencucian uang;

(f) Kesalahan atau ketidaktepatan pelaporan;

(g) Prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi;

(h) Kesalahan transaksi.

b) Risiko sumber daya manusia (people risk)

Risiko ini berhubungan dengan karyawan dari suatu bank atau lebih

tepatnya adalah oknum karyawan bank.

c) Risiko sistem (system risk)

Risiko sistem adalah risiko yang berhubungan dengan penggunaan sistem

dan teknologi.Saat ini semua bank sangat mengandalkan pada teknologi dan

148Ibid

(31)

sistem untuk membantu aktivitas sehari-hari.Ketergantungan ini telah

menimbulkan risiko operasional. Peristiwa risiko sistem disebabkan oleh:149 (a) Kerusakan hingga kehilangan data;

(b) Kesalahan dalam proses memasukkan data;

(c) Ketidakcukupan dalam pengawasan pekerjaan terkait dengan sistem;

(d) Kesalahan dalam proses program;

(e) Ketergantungan pada teknologi dan sangat percaya terhadap sistem

internal tanpa adanya evaluasi;

(f) Gangguan pelayanan akibat kegagalan sistem, baik kegagalan sebagian

atau keseluruhan;

(g) Masalah sistem keamanan seperti, virus computer dan hacking;

(h) Ketidaksesuaian sistem;

(i) Penggunaan teknologi baru yang belum teruji.

Saat ini ketergantungan bank pada teknologi bisa sampai pada keadaan

tahap dimana apabila komputer bank mengalami kerusakan maka bank tidak dapat

melanjutkan kegiatan hingga sistem komputer kembali berjalan lancar.

d) Risiko ekternal (external risk)

Risiko ekternal berhubungan dengan peristiwa yang terjadi yang berada

diluar kekuasaan langsung dari bank. Beberapa peristiwa eksternal yang dapat

menimbulkan risiko pada bank adalah:150 (a) Bencana alam;

(b) Terorisme;

149Ibid

., hlm.138.

150Ibid

(32)

(c) Pemogokan masal, unjuk rasa dan kerusuhan;

(d) Resesi dan krisis ekonomi;

(e) Krisis politik, sengekta antar Negara dan perang.

e) Risiko hukum (legal risk)

Risiko hukum adalah risiko yang berasal dari ketidakpastian tindakan

hukum atau ketidakpastian dalam menginterpretasikan atau mengimplikasikan

kontrak, hukum atau peraturan.Risiko hukum memiliki dua aspek. Aspek pertama

yang berasal dari ketidakpastian yang bersumber pada tuntutan hukum yang

dilakukan oleh stakeholder terhadap bank, aspek kedua adalah ketidakpastian

legislasi, interpretasi, dan proses pengadilan. Manajemen risiko terhadap risiko

hukum yang dapat dilakukan adalah:151

(a)Isolasi kerugian dan proteksi terhadap aktiva;

(b)Mengurangi risiko hukum, selalu mengevaluasikan status transaksi,

kontrak, dan persetujuan yang telah diberikan sebagaimana kesiapan

untuk memenuhinya;

(c)Standarisasi dan dokumentasi sistem dan prosedur;

(d)Proaktif dalam mengikuti perkembangan peraturan.

Menurut ketentuan Pasal 246 KUHD, pertanggungan adalah perjanjian

dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima

premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,

151Ibid

(33)

kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin

dideritanya akibat dari suatu evenemen.152

Tanggung jawab akibat wanprestasi biasanya karena dari salah satu pihak

tidak memenuhi kewajibannya. R. Subekti, mengemukakan bahwa wanprestasi

(kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam :153 1) Tidak melakukan apa yang disanggupi kan dilakukan.

2) Melaksanakan yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

3) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4) Melakukan hal yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Kelalaian harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan

(sommatie) oleh juru sita di pengadilan atau cukup surat tercatat atau kawat,

supaya tidak mudah dimungkiri oleh siberutang sebagaimana diatur dalam pasal

1238 KUHPer, dan peringatan tersebut harus tertulis.154

- Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten) atau,

Berdasarkan ketentuan

Pasal 1243 KUHper, maka penggantian kerugian dapat dituntut menurut kitab

undang-undang, yaitu berupa:

- Kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang

(schaden),

- Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat

seandainya si berutang tidak lalai.

152

Prof Abdulkadir Muhammad, SH, Pengantar Hukum Pertanggungan, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 7.

153

Lukman Santoso AZ, Op.cit, hlm. 78.

154Ibid

(34)

Tuntutan atas wanprestasi hanya dapat dilakukan ketika terjadi hubungan

kontraktual antara kedua belah pihak.Namun, jika tidak ada hubungan

kontraktual, dapat dilakukan upaya lain, yakni melalui lembaga perlindungan

konsumen atau mediasi perbankan melalui BI. Selanjutnya akan dibahas apakah

perbuatan melawan hukum dapat dikenakan pada bank yang telah merugikan

nasabahnya. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata.Pasal tersebut berbunyi “tiap perbuatan melanggar hukum, yang

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut.”Dalam suatu

perjanjian juga dapat timbul suatu keadaan yng disebut Overmacht (keadaan

memaksa). Akibat dari overmachtadalah :

1. Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1245 KUHperdata).

2. Resiko tidak beralih kepada debitur.

3. Kreditor tidak memiliki hak untuk menuntut pemenuhan prestasi. Artinya

bahwa overmacht adalah suatu resiko dari suatu perjanjian.

Selama ini, kasus yang sering terjadi adalah kesengajaan atau

ketidaksengajaan bank yang menginapkan dana yang di transfer nasabah.

Bank-bank yang sengaja melakukan itu umumnya menggunakan dana nasabah untuk

melakukan placement (penempatan) di money market (pasar uang) dengan tujuan

memetik bunga. Sementara, bank-bank yang tidak sengaja menginapkan dana

yang di transfer nasabah, umunya disebabkan teknologi yang tertinggal dan

kualitas sumber daya manusia yang belum memadai. Tanggung jawab bank dalam

(35)

kesalahan atau keterlambatan dalam hal transfer dana elektronik yang disebabkan

oleh kesalahan hardware atau software dari komputer.155Karena banyak penggunaan alat elektronik dalam suatu transfer dana (secara elektronik), maka ini

ternyata jauh lebih rentan terhadap kesalahan atau penipuan dibandingkan dengan

transfer dana dengan warkat (paper based). Dalam kenyataannya, berbagai

kesalahan dapat terjadi dalam hubungan dengan transfer dana secara elektronik

ini. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut :156 1. Penipuan (fraud)

Penipuan sering dilakukan dengan modus operandi sebagai berikut :

a. Penipuan oleh Pegawai bank yang tidak jujur.

b. Penipuan oleh Pegawai dari nasabah pelaku transfer.

c. Penyalahgunaan Customer-Activated Terminals.

d. Penipuan dalam penggunaan mechine-readable instruction yang disediakan

oleh nasabah pengirim transfer.

e. Penipuan karena adanya intersepsi, alterasi atau diberikannya pesan palsu

(fales message).

2. Kesalahan (errors)

Kesalahan (errors) dalam hubungan dengan transfer dana secara elektronik

sering terjadi dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Kesalahan dalam penggunaan komputer.

b. Belum adanya standar buku mengenai pengiriman messages, sehingga kerap

menimbulkan kesalahan-kesalahan.

156

(36)

c. Prosedur transfer yang belum ada standarnya.

d. Pesan-pesan yang telah dilakukan recreasi kembali.

e. Kegagalan komputer dan kesalahan dari software.

Untuk mengamankan terhadap tindakan-tindakan yang mengakibatkan

terjadinya penipuan atau kesalahan dalam sistem transfer uang via bank, tersedia

beberapa upaya pegamanan. Harapannya adalah agar terwujudnya suatu sistem

transfer yang bebas dari penipuan (fraud free electronic funds transfer) bebas dari

kesalahan (error free electronic funds transfer) atau sistem transfer yang lebih

aman dan efisien. Beberapa langkah pengamanan transfer tersebut, antara lain

adalah sebagai berikut157

1. Usaha dari bank yang bersangkutan. :

Bank yang ikut dalam proses transfer, baik bank pengirim, bank pembayar

atau bank koresponden, akan memainkan peranan yang penting dalam hal

mencegah terjadinya penipuan atau kesalahan dalam suatu transfer dana via bank.

Karena itu, berbagai sistem pengamanan mesti dilakukan oleh bank yang

bersangkutan. Langkah-langkah pengamanan tersebut antara lain adalah sebagai

berikut :

a. Penempatan pegawai yang capable dan jujur.

b. Penempatan dan pengawasan terhadap hardware dan software dari

komputer dan alat telekomunikasi lainnya secara rutin.

c. Pemakaian test key yang baik.

d. Standarisasi terhadap komunikasi dan istilah yang dipakai.

157Ibid

(37)

e. Segera melakukan perbaikan manakala ada kekeliruan yang diberitahukan

oleh pihak nasabah.

2. Usaha secara internasional.

Usaha-usaha secara internasional juga dilakukan untuk mengamankan

praktek transfer dana, khususnya transfer dana secara elektronik. Usaha-usaha

secara internasional ini diprakarsai oleh organisasi atau komunitas perbankan

internasional. Memang usaha mereka itu terutama ditujukan terhadap transfer

uang secara internasional, tetapi banyak juga manfaat yang diambil oleh banyak

Negara untuk menerapkan sistem pengamanan tersebut ke dalam sistem transfer

uang secara domestik secara mutatis mutandis. Di antara tindakan pengamanan

yang dilakukan organisasi internasional adalah upaya yang dilakukan oleh

Banking Comitte (TC 68) dari The International Standard Organization (ISO),

Sehingga disebut dengan ISO TC 68, yang menyediakan :

a. Format-format yang sering digunakan dalam international funds transfer.

b. Penyediaan test key.

c. Penentuan technical characteristic dari kartu dengan stripmagnet.

d. Penentuan spesifikasi dari pertukaran messages untuk kartu kredit atau kartu

debit.

e. Keterlibatan pihak nasabah pengirim transfer.

Pihak nasabah juga dapat terlibat untuk mengetahui apakah terjadi penipuan

atau kekeliruan yang berhubungan dengan transfer dana, misalnya yang ada

hubungan dengan rekeningnya di bank tersebut. Masalahnya, jika ada pengiriman

(38)

nasabah untuk meneliti dengan seksama isi laporan tersebut, dan apakah ada

kewajiban bagi nasabah untuk melaporkan ketimpangan yang terjadi di dalam

transfer dana tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai teori dalam ilmu

hukum perbankan, yaitu sebagai berikut: 158

1. Teori yang menyatakan bahwa ada kewajiban bagi nasabah untuk memeriksa

adanya ketimpangan dalam rekeningnya dan wajib memberitahukan kepada

bank tentang ketimpangan tersebut dalam suatu waktu yang pantas. Jika tidak

diberitahukan, maka statement of account tersebut telah dianggap benar.

2. Teori yang menyatakan bahwa laporan rekening periodical sudah

menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari rekening tersebut kecuali jika

pihak nasabah dapat membuktikan sebaliknya. Jadi, kewajiban pembuktian ada

pada nasabah.

3. Jika pihak nasabah tidak memeriksa statement of account yang dikirim

kepadanya secara periodical, maka dia ikut memberikan contributory

negligence terhadap kekeliruan penipuan tersebut.

4. Teori yang menyatakan bahwa sama sekali tidak ada kewajiban bagi nasabah

untuk memeriksa dan memberitahukan kepada bank seandainya dia tahu telah

terjadi ketimpangan tersebut. Hal tersebut semata-mata kewajiban bank selaku

pihak propesional.

Di samping itu, tentang siapakah yang harus bertanggung jawab seandainya

terjadi kekeliruan/penipuan dalam hal transfer dana lewat bank sangat bergantung

dari kasus-perkasus dengan pengalaman dan penerapan hukum yang berbeda-beda

158Ibid

(39)

dari suatu Negara ke Negara lainnya. Ada beberapa teori hukum untuk

menentukan siapakah yang bertanggung jawab secara hukum terhadap

kekeliruan/penipuan tersebut yaitu sebagai berikut :159

a. Dalam melaksanakan transaksi transfer uang, termasuk dalam memilih alat

kirim yang cocok, selaku lembaga bisnis,bank memiliki kewajiban untuk

berhati-hati (reasonable care). Jika dia secara hukum dianggap lengah, maka

bank tersebuut harus bertanggung jawab.

b. Dimungkinkan diberikan pembebasan tanggung jawab (disclaimer) kepada

bank jika terjadi penipuan/kekeliruan dan hal mana harus ditemukan dengan

tegas dalam kontrak yang tertulis.

Dalam hal terjadinya kerugian karena kesalahan dalam hal transfer dana

elektronik, jika terjadi kerugian bagi pihak pengirim atau pihak yang menerima

pengiriman, adalah tidak gampang untuk mengetahui siapakah yang harus

bertanggung jawab secara hukum. Apalagi jika banyak pihak yang terlibat dalam

mata rantai transfer dana tersebut. Para pihak yang terlibat, misalnya pihak bank

pengirim, bank penerima, reimbursement bank, electronic funds transfer network,

public telecommunications carriers, private data telecommunications services,

electronics clearing house, dan lain-lain. Tentunya, Ukuran utama tentang siapa

yang mesti bertanggung jawab adalah siapa di antara pihak tersebut telah

melakukan kesalahan sehingga menimbulkan kerugian yang bersangkutan.

Manakala ada keterlambatan, kehilangan atau kerugian lainnya sementara tidak

ada satu pihak-pun yang terlibat yang telah mengkontribusi kesalahannya, maka

159Ibid

(40)

adalah reasonable jika yang harus memikul resiko adalah pihak pengirim, karena

pada prinsipnya pihak pengirim yang berinisiatif untuk melakukan transfer dana

dan untuk kepentingan dialah pada prinsipnya transfer dana ini dilakukan.

Selanjutnya, diantara para pihak yang terlibat dalam proses transfer dana, maka

pihak bank pengirim yang paling mungkin dimintakan pertanggungjawaban

secara hukum dengan alasan yuridis sebagai berikut:

f. Sebab, pihak bank pengirimlah yang menempati posisi paling baik untuk

menentukan dengan sistem apa dana ditransfer, dan dengan siapa dia akan

berurusan, dan kurir mana yang dipilih untuk mengirim dana tersebut.

g. Di samping itu, pihak bank pengirim akan lebih memikul tanggung jawab

hukum manakala ada ketentuan atau under-standing tersurat atau tersirat

bahwa pihak bank pengirim bertanggung jawab terhadap pelaksanaan transfer

yang patut untuk seluruh proses pengiriman tersebut.

h. Apalagi di Negara-negara yang menganut ajaran bahwa pengiriman uang

adalah semacam “titipan” oleh pihak pengirim kepada bank pengirim agar dana

tersebut dikirim seperti yang diinginkan oleh pihak pengirim, di mana untuk

jasa tersebut, bank mendapatkan imbalan tertentu.160

Disamping itu, pihak Electronic funds transfer network, Public

telecommuni-cations carriers, Private data telecommunciations services, dan

Electronic clearing house, dapat membatasi tanggung jawabnya dengan membuat

kontrak dengan pihak mana dia berhubungan secara hukum. Pada umumnya

160Ibid

(41)

pembatasan tanggung jawab tersebut dapat diterima dalam banyak sistem hukum

yang ada.Akan tetapi, bagaimanapu juga, apalagi jika ada kesalahan dari salah

satu pihak, maka tidak sepantasnya pihak pengirim yang mesti memikul kerugian.

Karena itu, dalam hal tersebut mesti ada pihak yang bertanggung jawab secara

hukum dengan alasan bahwa dewasa ini pihak-pihak seperti Electronic funds

transfer network, Public telecommunications carriers, Private data

telecommunciations services, dan Electronic clearing house sudah merupakan

bagian yang integral dari keseluruhan sistem perbankan.161

Sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi haruslah dilakukan pemantauan

terlebih dahulu. Pemantauan terhadap penyelenggaraan transfer dana oleh

penyelenggara dilakukan oleh bank Indonesia.162Dalam melakukan kegiatan pemantauan, bank Indonesia telah berkoordinasi dengan otoritas pengawas

terkait.163 Pemantauan oleh bank Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu pemantauan langsung dan/atau pemantauan tidak langsung.164 Pemantauan langsung dilakukan oleh bank Indonesia melalui pemeriksaan berkala dan/atau

setiap waktu apabila diperlukan165, sedangkan pemantauan tidak langsung dilakukan melalui penelitian terhadap laporan, keterangan, dan penjelasan

penyelenggaraan transfer dana.166

161Ibid

., hlm. 143.

162

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (1).

163

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (2).

164

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (3).

165

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (4).

166

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (5).

(42)

untuk dan atas nama bank Indonesia dalam melaksanakan pemantauan167 dan pihak lain yang melaksanakan pemantauan wajib merahasiakan keterangan dan

data yang diperoleh dalam pemantauan.168

Penyelenggara wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan

penyelenggaraan transfer dana kepada bank Indonesia.169

a. Teguran tertulis;

Dalam hal

penyelenggara tidak memenuhi kewajiban dalam pemantauan maka bank

Indonesia berwenang mengenakan sanksi administrative berupa:

b. Denda administratif;

c. Pembekuan sementara kegiatan usaha transfer dana; atau

d. Pencabutan izin kegiatan usaha transfer dana.170

Sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Pasal 54 tentang

keterlambatan dan kekeliruan transfer dana serta bagaimana tanggung jawab

penyelenggara penerima jika terjadi kekeliruan. Setiap penyelenggara yang

terlambat melaksanakan perintah transfer dana bertanggung jawab dengan

membayar jasa, bunga, atau kompensasi atas keterlambatan tersebut kepada

penerima (pada prinsipnya pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau

kompensasi keterlambatan adalah penerima).171

167

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (6).

168

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 72 Ayat (7).

169

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 73.

170

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab X, Pasal 74.

171

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab V, Bagian Kesatu, Pasal 54 Ayat (1).

Ketentuan mengenai tata cara

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan pada saraf fasialis di meatus akustikus internus (karena tumor), di telinga tengah (karena infeksi atau operasi), di kanalis fasialis (perineuritis,

pengiriman pesan melalui jaringan Internet. Pada penelitian tersebut digunakan media gambar sebagai cover. Hasil penelitian tersebut adalah sebuah aplikasi

Statistik dan indikator yang dirinci menurut jenis kelamin dan kelompok umur adalah alat yang sangat penting sebagai bahan masukan dalam perencanaan, penyusunan kebijakan

1) Untuk Peneliti, dapat memperluas wawasan tentang cara pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan Concrete- Representational-Abstarct (CRA) dan diharapkan

Puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisa

Bank Mandiri KCP Jkt Gatot

peristiwa dan fakta yang diduga sebagai tindak pidana tersimpan secara baik dalam Arsip..  Ada potensi suatu peristiwa dan

Dengan beragamnya materi karya sastra yang ditampilkan dalam pengajaran sastra, yaitu puisi, drama, novel, dan cerpen, semen- tara waktu yang diberikan tidak memadai,