1 Rabu , 3 Desember 2014
Home » SmCetak » Antara Kesantunan dan Keakraban
Antara Kesantunan dan Keakraban
Oleh Jumanto
3 Desember 2014 1:00 WIB Category: SmCetak, Wacana A+ / A-
BULAN Bahasa Indonesia sudah berlalu, namun gagasan ini pantang menyerah untuk tidak bergulir. Tujuan pengajaran Bahasa Indonesia sejak Soempah Pemoeda 1928, yang kemudian dielaborasi melalui kurikulum demi kurikulum adalah untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar, dan bukan benar dan baik.
Namun, apa yang terjadi? Selama ini, elaborasi hanya diarahkan pada formalisme atau benar secara gramatikal, bukan pada fungsionalisme atau baik secara interpersonal. Formalisme adalah masalah linguistik, sementara fungsionalisme adalah masalah pragmatik.
Esensi dari berbahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya elaborasi aspek-aspek pragmatik, yaitu yang sesuai dengan teori tindak tutur dan teori kesantunan sebagai bagian dari tindak manusia (Human Acts, Mey; 1998) sehari-hari, dan yang mempertimbangkan dengan cerdas faktor kuasa dan solidaritas yang ada dalam diri petutur (Brown dan Gilman; 1968).
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang memiliki karakter, yaitu kemampuan, kualitas, dan validitas sehingga mampu berfungsi sebagai sarana komunikasi. Selain itu, memiliki kualitas yang membedakannya dari bahasa lain, dan efektif dalam formalitas yang tepat.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar harus bisa berfungsi sebagai sarana komunikasi, baik secara interpersonal maupun secara sosial, yang harus mempertimbangkan para penuturnya. Bahasa Indonesia yang baik dan benar juga memiliki validitas, yaitu efektivitas dalam formalitas secara tepat.
Formalitas mengacu ke perhatian tinggi atas kaidah, bentuk, dan konvensi, sebagai lawan dari informalitas. Dengan konteks ini, Bahasa Indonesia harus mencakupi bentuk formal dan informal. Bentuk formal adalah bentuk tinggi (atau variasi tinggi) dan bentuk informal adalah bentuk rendah (atau variasi rendah).
2 Dengan demikian Bahasa Indonesia yang baik dan benar, memiliki variasi tinggi dan rendah, yang memenuhi tuntutan interaksi verbal dari anggota masyarakat Indonesia, dalam situasi diglosia.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar terdiri atas dua varian, yaitu bahasa tinggi atau bahasa santun (distant language) dan bahasa rendah atau bahasa akrab (close language).
Bahasa Indonesia santun mengacu ke tuturan formal (contoh: ’’Saya mengucapkan terima kasih, Bapak’’ ), tak langsung (’’Pendapat Bapak baik tapi mohon dapat dipertimbangkan lagi’’), dan nonliteral (’’kamar kecil’’). Adapun Bahasa Indonesia akrab mengacu ke tuturan informal (contoh: ’’Makasih, ya’’), langsung (’’Aku nggak setuju dengan kamu’’), dan literal (’’WC’’atau ’’toilet’’’).
Bahasa Indonesia santun (formal, tak langsung, dan nonliteral) dituturkan secara lengkap, panjang, dan hati-hati, dengan topik-topik yang aman dan umum (misal: keluarga, pekerjaan, olahraga, cuaca, dan sebagainya).
Bahasa Indonesia akrab (informal, langsung, dan literal) mencakupi tuturan yang disingkat (contoh: ’’Tks, ya’’), slang (’’’Gue banget!’’), dibolak-balik (’’Kamsia( h) ya/
Makasih, ya’’), digonta-ganti (’’Thanks, ya’’), sumpah-serapah (’’’’Sialan, lu’’) serta menggunakan topik apa saja, baik yang pribadi maupun rahasia (termasuk politik, agama, ras, pornografi, tabu, gosip, bagian tubuh yang tersembunyi, dan sebagainya).
Ketidaksantunan terjadi ketika Bahasa Indonesia akrab (termasuk topiknya) digunakan dalam situasi santun/formal (terjadi situasi kasar atau rude situations), atau ketika Bahasa Indonesia santun (terutama bentuknya) digunakan dalam situasi akrab/informal (terjadi situasi canggung atau awkward situations).
Pengajaran Bahasa Indonesia selama ini hanya diarahkan pada aspek formal (benar secara gramatikal) atau hanya untuk kesantunan sehingga siswa ’’mencari sendiri’’aspek informal untuk keakraban dari media massa, dari tembok-tembok kota, dan bahkan dari ucapan-ucapan preman dalam arti luas. Kemudian menggunakannya dalam interaksi verbal kepada siapa saja, termasuk kepada penutur superior, orang yang seharusnya mereka hormati dengan bahasa santun. Ini berbahaya.
Tetapi mereka tidak keliru karena belum diberitahu. Bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menjadikan bangsa Indonesia mampu berbahasa Indonesia santun (distant language) dan berbahasa Indonesia akrab (close language) karena mereka memahami kepada siapa mereka berbahasa, bentuk apa yang tepat digunakan, dan topik apa yang boleh dan tidak boleh digunakan untuk berbahasa Indonesia kepada penutur tertentu atau dalam situasi tertentu.
3