27
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung
Barat. Kecamatan Cililin secara geografis terletak di selatan kabupaten Bandung
Barat, sedangkan letak astronomi berada pada koordinat 107°28'3,6" - 107°29'2,8"
BT dan 7°3'7,3" - 7°3'30,6" LS (Peta RBI lembar Cililin, Ciakar, dan Pasirjambu
Tahun 1999). Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Cililin yaitu:
Sebelah Utara : Kecamatan Batujajar
Sebelah Timur : Kabupaten Bandung
Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung
Sebelah Barat : Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Sindangkerta
Lokasi penelitian ini mencakup 11 desa yang terdapat di Kecamatan Cililin.
Informasi mengenai desa dan letak astronomi lokasi penelitian dapat dilihat pada
tabel 3.1, sedangkan infomasi mengenai letak spasial lokasi penelitian dapat
dilihat pada gambar 3.1
Tabel 3.1 Lokasi Penelitian
No Desa Letak Astronomi
Bujur Timur Lintang Selatan
1 Karyamukti 107°28 11 7°1 51,45
2 Nangerang 107°27 56,14 7°1 11,93
3 Mukapayung 107°26 22,02 6°59 10,61
4 Rancapanggung 107°25 33,56 6°59 19,76
5 Bongas 107°25 9,11 6°57 26,38
6 Batulayang 107°26 29,67 6°57 28,12
7 Cililin 107°27 29,00 6°57 5,86
8 Karang Tanjung 107°27 56,08 6°56 53,24
9 Kidang Pananjung 107°28 56,59 6°58 54,30
10 Budiharja 107°26 36,22 6°56 21,37
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Metode Penelitian
Fathoni, A (2006, hlm. 99) mengemukakan bahwa metode penelitian “cara kerja yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian”. Berdasarkan pendapat tersebut maka, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksploratif. Tika, M. (2005, hlm. 5) mengemukakan bahwa metode eksploratif “suatu metode yang mencari hubungan gejala-gejala sosial atau fisik untuk mengetahui hubungan tersebut”.
Dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan metode eksploratif
karena bertujuan untuk mencari faktor penyebab atau hal-hal yang mempengaruhi
terjadi potensi longsor di Kecamatan Cililin, dan mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menganalisi potensi bencana longsor. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
langsung dari lapangan yang mencakup data penyebab longsor, antara lain
mengenai faktor kemiringan lereng, faktor tanah (tekstur tanah, struktur tanah dan
kedalaman efektif tanah), dan penggunaan lahan. Data yang diperoleh dari
lapangan merupakan hasil eksploratif yang berhubungan dengan potensi longsor
yang dicari dan dianalisis dalam penelitian ini, sehingga metode eksploratif
dianggap metode yang paling cocok untuk digunakan. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi-instansi yang terkait yang mencakup data-data
kependudukan, curah hujan, geologi dan peta-peta yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Sugiyono. (2009, hlm. 90) mengemukakan bahwa populasi merupakan “wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan Tika, M (2005, hlm. 24) mengemukakan bahwa
Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau
tidak terbatas. Himpunan individu atau objek yang terbatas adalah himpunan
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sedangkan himpunan individu atau objek yang tidak terbatas merupakan
himpunan individu atau objek yang sulit diketahui jumlahnya walaupun batas
wilayahnya sudah diketahui.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa populasi
adalah variabel yang ditentukan oleh peneliti untuk dijadikan sebagai objek
penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini
adalah wilayah administratif Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat yang
terdiri dari 11 desa yang dapat diliha pada tabel 3.2 mengenai luas wilayah
perdesa di Kecamatan Cililin
Tabel 3.2 Luas wilayah Perdesa di Kecamatan Cililin Tahun 2014
No Desa Luas Desa
Sumber : Kecamatan Cililin dalam Angka, 2015
Berdasarkan data jumlah populasi yang terdapat pada tabel 3.2, diperoleh
kesimpulan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah wilayah administratif
Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari 11 desa dengan
total luas wilayah 5.276,1 Ha. Sedangkan yang menjadi populasi manusia dalam
penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada di Kecamatan Cililin yaitu
sebanyak 85.711 orang. Dapat dilihat di tabel 3.2
2. Sampel
Tika, M. (2005, hlm. 24) mengemukakan bahwa “sampel merupakan sebagian dari objek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi”.
maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa sampel adalah bagian dari populasi
yang dapat mewakili populasi untuk diteliti. Pengambilan sampel menggunakan
teknik sampeling stratified samping yaitu penarikan sampel dengan cara berstrata
untuk mengidentifikasi potensi bencana longsor lahan di Kecamatan Cililin,
Kabupaten Bandung Barat.
Caranya dengan menumpangsusunkan tiga peta yaitu terdiri dari peta
kemiringan lereng, jenis tanah, dan peta penggunaan lahan sehingga menghasilkan
peta satuan lahan. Hasil dari peta satuan lahan kita akan mengambil setiap satu
jenis satuan lahan sehingga menghasilkan 62 sampel jensi satuan lahan untuk
mendapatkan potensi longsor lahan yang akan dihitung melalui teknik penskoran
dan pembobotan. Pengampilan sampel dilakukan dengan metode stratified radom
sampling berdasarkan peta satuan lahan, yang kemudian dilakukan observasi
lapangan. Informasi mengenai peta satuan lahan dapat dilihat pada gambar 3.2,
sedangkan informasi karakteristik sampel satuan lahan dapat dilihat pada tabel
3.3.
Tabel 3.3 Unit Satuan Lahan
No Unit Satuan Lahan
Kemiringan
Lereng Jenis Tanah Penggunaan Lahan
1 IAAT Datar Aluvial Area Terbangun
9 IPAT Datar Posdolik Merah Kuning Area Terbangun 10 IPK Datar Posdolik Merah Kuning Kebun
11 IPS Datar Posdolik Merah Kuning Sawah
12 IILAT Landai Latosol Area Terbangun
13 IILH Landai Latosol Hutan
14 IILK Landai Latosol Kebun
15 IILS Landai Latosol Sawah
16 IILSB Landai Latosol Semak Belukar
17 IIPAT Landai Posdolik Merah Kuning Area Terbangun 18 IIPH Landai Posdolik Merah Kuning Hutan
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 20 IIPS Landai Posdolik Merah Kuning Sawah
21 IIPSB Landai Posdolik Merah Kuning Semak Belukar 22 IIAAT Landai Aluvial Area Terbangun
23 IIAH Landai Aluvial Hutan
Lanjutan tabel 3.3 unit satuan lahan
No Unit Satuan Lahan
Kemiringan
Lereng Jenis Tanah Penggunaan Lahan
24 IIAK Landai Aluvial Kebun
37 IIIPAT Agak Curam Posdolik Merah Kuning Area Terbangun 38 IIIPH Agak Curam Posdolik Merah Kuning Hutan
39 IIIPK Agak Curam Posdolik Merah Kuning Kebun 40 IIIPS Agak Curam Posdolik Merah Kuning Sawah
41 IIIPSB Agak Curam Posdolik Merah Kuning Semak Belukar
42 IVAAT Curam Aluvial Area Terbangun
52 IVPAT Curam Posdolik Merah Kuning Area Terbangun
53 IVPH Curam Posdolik Merah Kuning Hutan 54 IVPK Curam Posdolik Merah Kuning Kebun 55 IVPS Curam Posdolik Merah Kuning Sawah
56 IVPSB Curam Posdolik Merah Kuning Semak Belukar
57 VAK Sangat Curam Aluvial Kebun
59 VLK Sangat Curam Latosol Kebun
60 VLS Sangat Curam Latosol Sawah
61 VLSB Sangat Curam Latosol Semak Belukar
62 VPH Sangat Curam Posdolik Merah Kuning Hutan
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Variabel Penelitian
Sugiyono. (2009, hlm. 39) mengemukakan bahwa variabel penelitian merupakan “suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya”.
Jadi, variabel penelitian adalah objek kajian yang kita amati berdasarkan
berbagai penilaian sehingga ada pembatasan kajian yang menjadi titik pusat.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel
terikat.
Fathoni, A. (2006, hlm.115) mengemukakan bahwa “variabel bebas
merupakan variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
Adapun variabel bebas meliputi parameter penyebab terjadinya longsor
sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu potensi bencana longsor.
Terkait dengan hal-hal yang perlu dianalisis dalam menentukan daerah potensi
bencana longsor di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat yaitu dapat di
lihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Variabel Penelitian Potensi Bencana Longsor Variabel Bebas
Potensi Bencana Longsor di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat
Sumber : Hasil Penelitian, 2016
E. Pendekatan Geografi yang Digunakan
Pendekatan geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
organisme hidup dengan lingkungan”. Sumaatmadja, N. (1988, hlm.82) mengemukakan bahwa “pendekatan ekologi adalah suatu metodologi untuk mendekati, menelaah, dan menganalisis sesuatu gejala atau sesatu masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip ekologi”
Berdasarkan pengertian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa
pendekatan kelingkungan atau ekologi merupakan pendekatan yang ada
keterkaitan antara gejala atau masalah manusia dengan lingkungannya. Dalam
penelitian ini Pendekatan kelingkungan atau ekologi digunakan untuk
menganalisis penyebaran potensi longsor dan keterkaitan antara manusia dengan
lingkungannya sehingga dapat disimpulkan sebaran tingkat potensi bencana
longsor di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat.
F. Definisi Operasional
Pedoman penulisan karya ilmiah (2013, hlm. 23) “definisi operasional adalah rumusan untuk setiap variabel harus melahirkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti kemudian akan dijabarkan dalam instrumen penelitian”. Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan pengidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologi (Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007).
2. Potensi bencana
Bahaya atau ancaman (hazard) adalah suatu situasi atau kejadian atau
peristiwa yang mempunyai potensi yang dapat menimbulkan kerusakan,
kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (BARKORNAS PB, 2007).
3. Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
(BARKORNAS PB, 2007). Potensi longsor dapat diketahui dari berbagai faktor
diantaranya sebagai berikut:
a. Faktor Curah hujan
Faktor curah hujan yang menjadi indikator untuk menentukan daerah potensi
longsor yaitu curah hujan rata-rata yang tinggi diatas 2500 mm/tahun atau curah
hujan kurang dari 70 mm perjam tetapi berlangsung terus menerus hingga
beberapa hari selanjutnya, sehingga mengakibatkan air tanah menjadi jenuh dan
terakumulasi di bagian dasar lereng yang menimbulkan gerakan lateral (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007).
b. Faktor Batuan (Geologis)
Faktor batuan yang menjadi indikator untuk menentukan daerah potensi
longsor yaitudaerah yang memiliki batuan dasarnya yang lebih padat dan kedap,
seperti andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu lempung (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007).
c. Faktor Kemiringan lereng
Faktor kemiringan lereng yang menjadi indikator untuk menentukan daerah
potensi longsor yaitu daerah yang memiliki lereng yang terjal, lereng yang sering
muncul rembesan air atau mata air (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
22/PRT/M/2007).
d. Faktor Tanah
Faktor tanah yang menjadi indikator untuk menentukan daerah potensi
longsor yaitu tanah yang bersifat gembur dan mudah meloloskan air, tanah
residual atau tanah hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 meter
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007).
e. Faktor penggunaan lahan
Faktor penggunaan lahan yang menjadi indikator untuk menentukan daerah
potensi longsor yaitu daerah lereng yang ditanami oleh jenis tanaman yang tidak
tepat seperti hutan pinus, tanaman berakar serabut (persawahan dan perladangan),
melakukan pemotongan lereng tanpa memperhatikan dan memperhitungkan
struktur lapisan tanah atau batuan pada lereng serta analisis kestabilan lereng
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ikan yang mengakibatkan rembesan air kolam kedalam lereng, dan sistem
drainase yang tidak memadai (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
22/PRT/M/2007).
f. Faktor penduduk
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 menjelaskan bahwa
aktifitas manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya potensi longsor yaitu
pembangunan konstruksi dengan berat beban melampui batas.
G. Instrumen Penelitian 1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk menentukan koordinat di
lapangan.
b. Bor tanah, digunakan untuk mengebor tanah
c. Label, untuk memberi nama sampel tanah
d. Plastik, untuk menyimpan sampel tanah
e. Meter lipat, untuk mengukur kedalaman efektif tanah
f. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan kondisi di lapangan
yang berupa hasil foto di lapangan.
g. Komputer dengan spesifikasi intel core 3, Harddisk 500 GB, 14,0”, RAM 2
GB, DVD RW, dan CPU 1,9 GHz digunakan untuk menjalankan software
sebagai alat menyusun laporan dan alat analisis.
h. Software ArcGIS 10.2, digunakan untuk memetakan data yang dibutuhkan
dalam bentuk akhir sebuah peta.
i. Carrymap observer versi android, membatu dilapangan untuk menentukan
posisi kita dipeta dengan menggunakan bantuan gps dari telepon genggam.
j. Pedoman observasi lapangan.
2. Bahan
Adapun bahan yang diperlukan untuk melakukan analisis potensi bencana
a. Peta rupa bumi Indonesia 1:25.000 lembar 222 Cililin, Lembar
1208-554 Pasirjambu dan Lembar 1208-221 Ciakar
b. Peta geologi lembar Bandung, lembar Cianjur dan lembar Sindangbarang.
c. Peta kemiringan lereng Kabupaten Bandung Barat
d. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat
e. Peta tanah Kabupaten Bandung Barat
f. Data curah hujan tahun 2005-2010
g. Data kejadian bencana Kabupaten Bandung Barat
h. Data kependudukan Kecamatan Cililin tahun 2015
i. Data monografi Kecamtan Cililin tahun 2015
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian potensi bencana longsor di Kecamatan Cililin meliputi
beberapa tahapan, diantaranya:
1. Memilih masalah
2. Studi pendahuluan
3. Indentifikasi masalah
4. Memilih metode penelitian
5. Menentukan variabel
6. Menentukan sampel penelitian
7. Menentukan dan menyusun instrumen
8. Mengumpulkan data
9. Analisis data
10. Menarik kesimpulan
11. Menyusun laporan
I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menganalisi dan menjawab
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan, studi litelatur, dan
studi dokumentasi, dapat dilihat sebagai berikut:
1. Observasi Lapangan
Tika, M. (2005, hlm. 44) mengemukakan bahwa “observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhada gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian.
Observasi lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data
primer yang aktual dan langsung dari objek penelitian untuk mengamati kondisi
fisik pada lokasi kajian. Data yang didapatkan dengan melalui obersavi lapangan
diantaranya yaitu faktor kemiringan lereng, faktor tanah (tekstur tanah, struktur
tanah dan kedalaman efektif tanah).
2. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan buku, jurnal, artikel, peta serta
data sekunder yang terkait dengan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Data-data sekunder yang dikumpulkan yaitu dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pengumpulan Data Sekunder Berdasarkan Bentuk dan Sumber Data
No Jenis Data Cara memperoleh data
1 Curah hujan Diperoleh dari Dinas Pengelola Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat dalam unit data berupa Kecamatan tahun 2005-2015
2 Peta Penggunaan lahan Diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Bandung Barat dalam bentuk data SHP dengan skala 1:25.000
3 Peta Jenis Tanah
4 Peta Satuan Batuan (Geologi)
Diperoleh dari badan geologi Provinsi Jawa Barat dalam bentuk data softfile
5 SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)
Diperoleh dari data publikasi The CGIAR Consortium for Spatial Information (CGIAR-CSI) dalam bentuk data citra.
6 Kepadatan penduduk Diperoleh dari data publikasi BPS tahun 2015 dengan unit data berupa desa atau kelurahan Sumber: Hasil penelitian, 2016
3. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen
dokumentasi yang digunkan dalam penelitian ini yaitu foto-foto wilayah kajian
dan laporan kejadian bencana longsor di Kecamatan Cililin.
J. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
tumpang susun (overlay) dengan metode penskoran dan pembobotan.
Menganalisis pembobotan dan penskoran merupakan teknik analisis data
kuantitatif yang digunakan untuk nilai pada masing-masing wilayah dengan
beberapa parameter yang telah ditetapkan menjadi indikator penelitian.
1. Teknik Tumpang Susun (Overlay)
Teknik analisis tumpang susun merupakan suatu teknik analisis yang
menggunakan aplikasi Arcgis. Teknik ini bertujuan untuk menggabungkan semua
peta parameter yang menjadi indikator penyebab dan pemicu longsor, setelah
ditumpang susunkan maka hasilnya akan berupa peta potensi bencana longsor di
Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat.
2. Teknik Pembobotan dan Penskoran
Sholahuddin, M. (2015, hlm.3) mengemukakan bahwa “metode skoring merupakan suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap masing-masing value parameter untuk menentukan tingkat kemampuannya”. Sedangkan metode bobot yang digunakan adalah sebagai nilai pembeda dari setiap indikator, penilaian ini
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan atau telah ada pedomannya untuk
dijadikan rujukan atau arahan. Pembobotan dan penskoran pada setiap parameter
pada penelitian ini diantaranya parameter longsor dan data penduduk.
Potensi bencana longsor dalam penelitian ini berupa faktor penyebab, pemicu
terjadinya longsor dan data penduduk. Parameter yang digunakan dalam faktor
penyebab dan pemicu terjadinya longsor yaitu faktor curah hujan, kemiringan
lereng, penggunaan lahan, geologi dan tanah sedangkan data penduduk yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kepadatan penduduk, untuk
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pembobotan disusun atas dasar pemahaman yang dikutip dari Gunadi, S. dkk
(2004, hlm. 195) bahwa longsor terjadi karena adanya faktor penyebab dan faktor
pemicu. Faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran adalah gaya gravitasi
yang bekerja pada massa tanah atau batuan. Besarnya pengaruh gaya gravitasi
terhadap massa tanah/batuan ditentukan oleh sudut lereng. oleh karena itu lereng
diberikan pembobotan lebih besar dibandingkan faktor lainnya. Faktor pemicu
dibagi menjadi dua yaitu faktor yang bersifat dinamik dan faktor yang bersifat
statis. Faktor yang bersifat dinamis diberi bobot lebih besar dibandingkan dengan
faktor statis dikarenakan kejadian longsor selalu dipicu oleh adanya perubahan
gaya/energi akibat perubahan faktor yang yang bersifat dinamis. Faktor dinamis
meliputi curah hujan, dan penggunaan lahan. Faktor curah hujan memiliki bobot
lebih besar dibandingkan penggunaan lahan dikarenakan curah hujan dapat
mempengaruhi perubahan besar beban masa batuan dan atau tanah secara relatif
lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan lahan.
Faktor-faktor yang bersifat statis dikelompok menjadi dua kelompok, yaitu
faktor tanah dan batuan. Faktor batuan di beri bobot yang lebih besar
dibandingkan dengan faktor tanah karena batuan merupakan alas daripada tanah.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada batuan secara otomatis mempengaruhi
kestabilan tanah yang menumpang diatasnya, sedangkan perubahan-perubahan
yang terjadi ditanah belum tentu berpengaruh terhadap batuan yang ada
dibawahnya. Pemberian bobot dan skor setiap parameter dapat dilihat pada tabel
3.6.
Tabel 3.6 Parameter Pembobotan dan Penskoran Potensi Longsor
No Jenis Faktor Parameter Bobot (B)
Skor
(S) B*S
Min Maks Min Maks
1 Faktor penyebab Kemiringan
Jumlah 24 120
Sumber: Gunadi, S. 2004
a. Kemiringan Lereng
Faktor kemiringan lereng mempunyai pengaruh sangat besar terhadap tanah
longsor, kemiringan lereng merupakan faktor penyebab terjadinya longsor. Gunadi, S. dkk. (2004, hlm.195) mengemukakan bahwa “besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap massa tanah/batuan ditentukan oleh sudut lereng”. Semakin miring suatu daerah, maka daerah tersebut mempunyai potensi yang lebih besar
terjadinya longsor. Klasifikasi kemiringan lereng dalam bentuk % terbagi menjadi
lima kelas klasifikasi yaitu kelas I-V yang meliputi datar, landai, agak curam,
curam hingga sangat curam. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.7.
Tabel 3.7 Klasifikasi Skor dan Bobot Berdasarkan Kemiringan Lereng
No Kemiringan Lereng (%) Kelas Lereng Bobot (B)
Faktor curah hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya longsor.
curah hujan yang menyebabkan terjadnya longsor yaitu durasi yang lama dengan
intensitas curah hujan yang tinggi, atau sama halanya dengan intensitas curah
hujan yang tinggi dengan durasi waktu yang relatif sebentar, itu lebih berpotensi
dibadingkan dengan intensitas curah hujan dengan relatif kecil dengan durasi
waktu yang lama. Curah hujan diklasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi
yaitu, sangat rendah, rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.8.
Tabel 3.8 Klasifikasi Skor dan Bobot Berdasarkan Curah Hujan
No Intensitas Curah hujan
(mm/tahun) Klasifikasi kelas
Bobot (B)
Skor
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1 1000-1500 Sangat rendah
5,6
Faktor penggunaan lahan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi air
tanah, hal ini akan mempengaruhi kondisi tanah dan batuan yang pada akhirnya
juga akan mempengaruhi keseimbangan lereng. Penggunaan lahan bersifat
mempertinggi atau menekan terjadinya longsor, karena bentuk penggunaan lahan
yang kurang sesuai akan menjadi pemicu atau mempertinggi terjadinya longsor.
Pemberian skor pada penggunaan lahan hutan, semak belukar dan kebun lebih
kecil dibandingkan dengan pemukiman dan sawah, atas dasar karena sawah dan
pemukiman lebih memicu terjadinya potensi longsor daripada jenis penggunaan
lahan yang lainnya. Sawah diberikan skor lebih besar dibandingkan pemukiman
karena sawah dapat mengakibatkan tanah menjadi mudah jenuh. Apabila sawah
tersebut berada di lereng yang curam maka potensi terjadinya longsor lebih besar
dibandingkan dengan pemukiman. Penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi
lima kelas klasifikasi, untuk bobot dan skor setiap klasifikasi kelasnya dapat di
lihat pada tabel 3.9.
Tabel 3.9 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Penggunaan Lahan
No Kriteria Penggunaan
Sumber : Gunadi, S. 2004 dan Effendi, A. 2008
d. Geologi
Geologi merupakan alas untuk tanah dan penggunaan lahan lainnya, apabila
batuan yang dibawahnya terganggu maka secara otomatis mempengaruhi
kestabilan tanah yang menumpang diatasnya. Faktor geologi diklasifikasikan
sedimen, batuan vulkanik, dan batuan sedimen dan batuan vulkanik. Untuk bobot
dan skor setiap klasifikasi kelas dapat di lihat pada tabel 3.10.
Tabel 3.10 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Geologi
No Kriteria Geologi Klasifikasi kelas Bobot (B)
Skor
(S) B*S 1 Batuan Aluvial Sangat rendah
4,2
Sumber : Gunadi, S. 2004 dan Mukti, A. 2012.
e. Faktor Tanah
Arsyad, S. (1989, hlm. 133) mengemukakan bahwa faktor tanah yang
mempunyai kepekaan dalam erosi yaitu: (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengahancur
agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Berdasarkan
pendapat tersebut maka faktor tanah yang dikaji dalam penelitian ini adalah
tekstur tanah, struktur tanah dan kedalaman efektif. Penjelasannya dapat dilihat
sebagai berikut:
1) Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukan kasar halusnya tanah, tekstur tanah. Yang
dipengaruhi oleh tiga komponen utama yaitu lempung (clay), debu (silt) dan pasir
(sand). Perbandingan tiga komponen tersebut dalam tanah. Darmawijaya, I. (1997, hlm.163) mengemukakan bahwa “tekstur tanah berperan dalam menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan
kemampuan pengikat air oleh tanah, serta mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air”. Tektur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi, untuk bobot dan skor setiap kelas klasifikasi tekstur tanah dapat di lihat pada tabel 3.11.
Tabel 3.11 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Tekstur Tanah
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5 Kasar Sangat tinggi 5 1,8
Sumber: Gunadi, S. 2004
2) Struktur Tanah
Darmawijaya, I. (1997, hlm. 171) mengemukakan bahwa “struktur tanah
sangat mempengaruhi sifat dan keadaan tanah seperti gerakan air, lalu lintas panas, dan aerasi.” Struktur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi diantaranya remah, granuler, blok atau gumpal bersudut dan gumpal membulat,
plat, masif dan prismatik. Klasifikasi skor dan bobot untuk struktur tanah dapat di
lihat pada tabel 3.12.
Tabel 3.12 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Struktur Tanah
No Struktur Tanah Klasifikasi kelas Bobot (B)
Skor
(S) B*S
1 Prismatik Sangat rendah
0,54
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh
akar tanaman (Hardjowigeno, S. 2010, Hlm.57). kedalaman efektif tidak di
tentukan oleh lapisan solum tanah melainkan persebaran akar di dalam tanah.
Kedalaman efektif di klasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi, dari yang
sangat tipis, hingga sangat tebal. Dapat dilihat pada tabel 3.13 untuk mengetahui
skor dan bobot kedalaman efektif dapat dilihat pada tabel 3.13.
Tabel 3.13. Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Kedalaman Efektif
No Kedalaman Efektif Klasifikasi kelas Bobot (B)
Cara untuk menentukan tingkat potensi bencana longsor dapat di hitung
melalui persamaan sebagai berikut:
Nilai interval kelas :
Ni
Nmaks –Nmin nkelas
=
Ni =
− 4
5
Ni
=
19,2Keterangan
Ni : Nilai interval
Nmaks : Nilai Maksimum
Nmin : Nilai Minimum
n kelas : Jumlah kelas
Maka tingkat potensi longsor dapat dilihat pada tabel 3.15
Tabel 3.14 Klasifikasi Skor dan Bobot Berdasarkan Tingkat Potensi Longsor
No Tingkat Potensi Skor Total
1 Sangat Rendah 24-43,2
2 Rendah 43,2-62,4
3 Menengah 62,4-81,6
4 Tinggi 81,6-100,8
5 Sangat Tinggi 100,8-120
Ade Rika Siti Fauziyah, 2016
ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
K. Alur Penelitian
Peta Potensi
Bencana
Longsor Lahan Kepadatan Penduduk
Overlay
Pengambilan Sampel
Pemberian Skor dan Bobot pada Peta Parameter
Overlay
Persiapan Pengumpulan data
Peta Satuan Lahan
Curah Hujan Geologi Kemiringan Lereng Penggunaan Lahan Jenis Tanah
Peta Potensi Longsor Lahan Overlay