• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Bisnis Dalam Prespektif Al Qur an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Bisnis Dalam Prespektif Al Qur an"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Etika Bisnis Dalam Prespektif Al-Qur’an: Upaya Membangun Bisnis Yang Islami Untuk Menghadapi Tantangan Bisnis Di Masa Depan

Haris Hidayatulloh

Prodi AS, Fakultas Agama Islam, Unipdu Jombang Email:haris_hd@ymail.com

Abstrak

Bisnis merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidak heran jika Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah memberi tuntunan dalam bidang usaha. Bisnis selama ini, dikesankan sebagai usaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, bahkan harus ditempuh dengan cara kotor dan tidak etis. Etika bisnis sangat penting untuk dikemukakan dalam era globalilasasi yang seringkali mengabaikan nilai-nilai moral dan etika. Karena itu, Islam menekankan agar aktifitas bisnis manusia dimaksudkan tidak semata-mata sebagai alat pemuas keinginan tetapi lebih pada upaya pencarian kehidupan berkeseimbangan disertai prilaku positif bukan destruktif. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji etika bisnis dari sudut pandang al-qur’an dalam upaya membangun bisnis yang Islami untuk menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Kesimpulannya Bisnis dalam al-Qur’an disebut sebagai aktivitas yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran

Abstract

Business is something very important in human life. No wonder Islam is rooted in the Qur'an and Sunnah provide guidance in the field of business. Business over the years, suggested as a business for profit as much as possible, even to go to the dirty and unethical manner. Business ethics is essential to put forward in the era globalilasasi often ignores moral values and ethics. Thus, Islam emphasizes that human business activity is not solely intended as a means of satisfying the desire, but rather on the search for life berkeseimbangan with a positive attitude rather than destructive. This paper aims to examine business ethics from the perspective of the Qur'an in an effort to build an Islamic business to business challenges in the future. Business in the conclusion of the Koran called the activity that is at once immaterial material. A business is worth, if it meets the material and spiritual needs in a balanced, contains no falsehood, destruction and injustice. But it contains the value of unity, balance, free will, accountability, truth, virtue and honesty

Keywords: Ehtics, Business,

PENDAHULUAN

(2)

manusia. Betapapun peredaran perekonomian lancar dengan laju ekonomi tinggi dan tingkat inflasi rendah, namun jika tidak diimbangi dengan nilai-nilai luhur itu, maka pada titik tertentu akan tercipta kondisi yang membawa malapetaka baik langsung atau jangka panjang. Karena itu, Islam menekankan agar aktifitas bisnis manusia dimaksudkan tidak semata-mata sebagai alat pemuas keinginan (al-syahwat), tetapi lebih pada upaya pencarian kehidupan berkeseimbangan dunia-akhirat disertai prilaku positif bukan destruktif. Sementara itu pada sisi yang lain perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah berjalan cepat dalam dunianya sendiri, yang seringkali berjauhan dengan nilai-nilai moralitas dan agama. Sehingga dalam pelaksanaannya dipenuhi oleh praktek- praktek mal-bisnis. Oleh karena itu diperlukan adanya etika dalam berbisnis. Yang dimaksud praktek mal-bisnis dalam pengertian ini adalah mencakup semua perbuatan bisnis yang tidak baik, jelek, membawa akibat kerugian, maupun melanggar hukum. (Suwantoro 1990:20). Padahal al-Qur’an sebagai sumber nilai, telah memberikan nilai-nilai prinsipil untuk mengenali perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai al-Qur’an khususnya dalam bidang bisnis. Pada mulanya etika bisnis muncul ketika kegiatan bisnis tidak luput dari sorotan etika. Menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, merupakan contoh- contoh konkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Dari fenomena-fenomena itulah etika bisnis mendapat perhatian yang intensif hingga menjadi bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri. (George, 1986: 43). Menurut sementara pihak, problem etika bisnis terletak pada kesangsian apakah moralitas mempunyai tempat dalam kegiatan bisnis (Keraf, 1997: 49.) Bagi kalangan ini bisnis adalah kegiatan manusia yang bertujuan mencari laba semata-mata. Bisnis telah ada dalam sistem dan struktur dunianya yang baku untuk mencari pemenuhan hidup. Sementara, etika merupakan disiplin ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar atau salah, yang baik atau buruk, sehingga dianggap tidak seiring dengan sistem dan struktur bisnis (Rahardjo,1995:2). Kesangsian-kesangsian inilah yang melahirkan mitos bisnis amoral

PEMBAHASAN A. Etika dan Bisnis Dalam Islam

Al-Qur’an dari sudut pandang isinya, lebih banyak membahas tema-tema tentang kehidupan manusia baik pada tataran individual maupun kolektivitas. Hal ini dibuktikan bahwa, tema pertama dan tema terakhir dalam al- Qur’an adalah mengenai perilaku manusia (Rahman, 1992: 59). Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan (Sonny Keraf, 1991: 14). Dalam pemahaman umum, etika selalu dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang baik, yang berlaku pada diri sendiri, dan pada masyarakat. Dalam pengertian yang lain, etika diartikan sebagai sistem atau kode yang dianut (Dahlan Yacub,2001:154). Terminologi lain yang dekat dengan pengertian etika, adalah moralitas. Term ini berasal dari bahasa Latin mos, dan bentuk jamaknya mores, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Walaupun terminologi ini berasal dari dua bahasa yang berbeda, kedua-duanya memiliki titik temu, yaitu adat kebiasaan yang baik yang harus dijunjung tinggi oleh individu atau masyarakat. Oleh karena itu, individu atau kelompok masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai tersebut dapat dikatakan tidak beretika atau tidak bermoral. Dalam bahasa Arab, kata etika atau moralitas disebut al-khuluq dan jamaknya al-akhlaq , yang berarti usaha manusia untuk membiasakan diri dengan adat istiadat yang baik, mulia dan utama (Al-Raghib,tt:159) Terminologi al-khuluq itu sendiri berasal dari kata dasar al-khalq, yang berarti menciptakan (Lewis,tt: 520). Dengan demikian seseorang dikatakan berakhlak atau bermoral yang baik, karena ia membiasakan diri dengan adat istiadat yang baik, yang seakan-akan ia dilahirkan dan diciptakan dalam keadaan demikian.

(3)

segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah- istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual-beli, untung-rugi dan sebagai- nya (al-Taubah, 9: 111). Dari sudut pandang terminologis tentang bisnis, al-Qur’an mempunyai terma- terma yang mewakili apa yang dimaksud dengan bisnis. Diantaranya Terma-terma itu adalah al- tijarah, al-bai’u, tadayantum, dan isytara. Terma tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan, perniagaan, atti- jariyy wal mutjariyy; mengenai perdagangan atau perniagaaan (al-Munawwir, 1984: 139). Dalam penggunaan terma-terma di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat al-Baqarah: 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum. Yang menarik dalam pengertian- pengertian ini, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing adalah bahwa pengertian perniagaan tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang bersifat material, tetapi kebanyakan dari pengertian perniagaan lebih tertuju kepada hal yang bersifat immaterial-kualitatif. Yang memperlihatkan makna perniagaan dalam konteks material misalnya disebutkan dalam Qur’an surat al-Taubah: 24, an-Nur: 37, al-Jumu’ah: 11. Adapun perniagaan dalam konteks material sekaligus immaterial terlihat pada pemahaman tijarah dalam beberapa ayat Al-Qur’an yaitu dalam surat Fatir: 29. Demikian pula terma al-bai’ digunakan al-Qur’an, dalam pengertian jual beli yang halal, dan larangan untuk memperoleh atau mengembangkan harta benda dengan jalan riba. (al-Baqarah: 275).

Adapun terma baya’tum, bibai’ikum,(al-Taubah 9:111) dan tabaya’tum (al- Baqarah: 282), digunakan dalam pengertian jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak harus dilakukan dengan ketelitian dan dipersaksikan dalam pengertian dengan cara terbuka dan dengan tulisan. Jual beli di sini tidak hanya berarti jual beli sebagai aspek bisnis tetapi juga jual beli antara manusia dan Allah yaitu ketika manusia melakukan jihad di jalan Allah, mati syahid, menepati perjanjian dengan Allah, maka Allah membeli diri dan harta orang mukmin dengan syurga. Jual beli yang demikian dijanjikan oleh Allah dengan syurga dan disebut kemenangan yang besar. Uraian di atas menjelaskan bahwa, pertama, al-Qur’an memberikan tuntunan bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat, melainkan mencari keuntungan yang hakiki baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya. Kedua, Keuntungan bisnis menurut al-Qur’an bukan semata- mata bersifat material tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih mengutamakan hal yang bersifat immaterial atau kualitas. Ketiga, bahwa bisnis bukan semata- mata berhubungan dengan manusia tetapi juga berhubungan dengan Allah.

B. Prinsip Berperilaku Yang Bertentangan Dengan Nilai Etis Dalam Dunia Bisnis Menurut al-Qur’an

(4)

larangan bisnis yang dilakukan dengan proses kebatilan. Pada ayat ketiga, yaitu dalam surat an-Nisa: 160-161; al-bathil disebutkan dalam konteks kezhaliman kaum Yahudi yang suka melakukan riba dan memakan harta orang lain dengan jalan batil. Pada ayat keempat disebutkan bahwa kebatilan dalam bisnis telah banyak dilakukan baik dengan menghalang-halangi dari jalan Allah, menimbun harta atau tidak mengeluarkan infak (al-Taubah (9): 34). Di sinilah posisi strategisnya etika bisnis, untuk menjaga pengelolaan dan pengembangan harta benda yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dari jalan kebatilan. Kedua dari praktek mal bisnis adalah al-fasad. Terma ini disebut 48 kali dalam al-Qur’an. Dalam penggunaannya terma al-fasad kebanyakan mempunyai pengertian kebinasaan, kerusakan, membuat kerusakan, kekacauan di muka bumi, mengadakan kerusakan di muka bumi. Misalnya dalam Dalam (surat Hud: 85) ditegaskan bahwa mengurangi takaran dan timbangan merupakan kedzaliman. Demikian pula dalam surat (al-A’raf: 85) atau (al- Baqarah: 205) ditegaskan tentang perintah menyempurnakan takaran dan timbangan disandingkan dengan larangan mengadakan kerusakan atau kedzaliman di muka bumi. Di tempat lain pada surat ( al-Maidah: 32) menyatakan bagaimana besar dan luasnya akibat yang ditimbulkan oleh suatu kezaliman.

Dari ayat-ayat di atas dapat diambil pemahaman bahwa perbuatan yang mengakibatkan kerusakan atau kebinasaan, walaupun kelihatannya sedikit dianggap oleh al-Qur’an sebagai kerusakan yang banyak. Mengurangi hak atas suatu barang (komoditas) yang didapat atau diproses dengan menggunakan media takaran atau timbangan dinilai al-Qur’an seperti telah membuat kerusakan di muka bumi. Ketiga, dari praktek mal bisnis adalah Azh-zulm terambil dari kata dasar zh-l-m bermakna, meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan, tindakan sewenang-wenang, kegelapan (Munawwir, 1984: 946-947). Dalam konteks hubungan kemanusiaan, al-Qur’an pada beberapa tempat menyatakan kandungan makna kezhaliman sebagai landasan praktek yang berlawanan dengan nilai-nilai etika, termasuk dalam mal bisnis. Dalam (al-Baqarah: 279) mengatakan, bahwa kita seharusnya tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya oleh pihak lain. Dengan demikian dari pemahaman bathil, al-fasad dan az-zalim di atas dihubungkan dengan pengertian hakikat bisnis, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu landasan praktek mal bisnis adalah setiap praktek bisnis yang mengandung unsur kebatilan, kerusakan dan kezaliman baik sedikit maupun banyak, tersembunyi maupun terang-terangan. Dapat menimbulkan kerugian secara material maupun immateri baik bagi si pelaku, pihak lain maupun masyarakat. Dapat menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan. Menimbulkan akibat-akibat moral maupun akibat hukum yang mengikutinya, baik menurut hukum agama maupun hukum positif. Namun demikian penilaian terhadap suatu praktek mal bisnis tidak disyaratkan adanya tiga. landasan kebatilan, kerusakan dan kezhaliman sekaligus, melainkan adanya salah satu dari ketiga landasan di atas secara otomatis telah memasukan suatu aktivitas maupun entitas bisnis ke dalam kategori praktek mal bisnis.

C. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Al-Qur’an 1. Kesatuan (unity)

Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama,ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal,membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam (Naqvi, 1993: 50-51).

2. Keseimbangan (keadilan)

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis,Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah:8. Keseimbangan atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan keseimbangan yang harmonis. (Beekun, 1997: 23.) Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.

(5)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Sampai pada tingakat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas untuk memberi arahan dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di mukabumi (Qal-Baqarah, 2:30). Berdasarkan prinsip kehendak bebas ini, manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian termasuk menepati janji atau mengingkarinya. Tentu saja seorang muslim yang percaya kepada kehendak Allah akan memuliakan semua janji yang dibuatnya. (Beekun,1997: 24).

4. Pertanggungjawaban

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal mustahil, lantaran tidak menuntut tanggung jawab. Menurut Al-Ghozali, konsep adil meliputi hal bukan hanya equilibrium tapi juga keadilan dan pemerataan. Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung jawabkan tindakannya. Allah menekankan konsep tanggung jawab moral tindakan manusia, (Q.S. 4:123-124).) Karena itu menurut Sayyid Qutub prinsip pertanggungjawaban Islam adalah pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara person dan keluarga, individu dan sosial antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. (Beekun, 1997: 103)

5. Kebenaran: Kebajikan dan Kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Adapun kebajikan adalah sikap ihsan,yang merupakan tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain (Beekun, 1997: 28). Dalam al-Qur’an prinsip kebenaran yang mengandung kebajikan dan kejujuran dapat diambil dari penegasan keharusan menunaikan atau memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis.Termasuk ke dalam kebajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan dan keramahtamahan. Kesukarelaan dalam pengertian, sikap suka-rela antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian bisnis. Hal ini ditekankan untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan hubungan serta cinta mencintai antar mitra bisnis. Adapun kejujuran adalah sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun. Sikap ini dalam khazanah Islam dapat dimaknai dengan amanah. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. Dari sikap kebenaran, kebajikan dan kejujuran demikian maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan persaudaraan, dan kemitraan yang saling menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan.

D. Upaya Mewujudkan Etika Bisnis Untuk Membangun Bisnis Yang Islami Untuk Menghadapi Tantangan Bisnis Dimasa Depan

(6)

spiritual telah dapat terpenuhi secara seimbang. Dengan pandangan kesatuan bisnis dan etika, pemahaman atas prinsip-prinsip etika Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran. dengan demikian etika bisnis dapat dilaksanakan oleh siapapun. kedua, yang patut dipertimbang- kan dalam upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan tentnag bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif- etik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai al-Qur’an, agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat. Atau dalam kategori pengembangan ilmu pengetahuan modern harus dikembangkan dalam pola pikir abductive pluralistic (Abdullah, 2000: 88-94).

KESIMPULAN

Upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu

1. Suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis. Bisnis baik sebagai aktivitas yang dilakukan oleh individual, organisasi atau perusahaan, bukan semata-mata bersifat duniawi semata. Akan tetapi sebagai aktivitas yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Sehingga dengan ketiga prinsip landasan praktek mal bisnis diatas, dapat dijadikan tolok ukur apakah suatu bisnis termasuk ke dalam wilayah yang bertentangan dengan etika bisnis atau tidak.

2. Diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif-etik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai al-Qur’an, agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Dr. H. Baso Amri, M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan apresiasi pada penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asfahani, Al-Raghib, tt. Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr. Al-Maraghi, Mustafa.1998, . Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra.

As-Sahdr, M. Baqir, 1993. Sejarah dalam Persfektif al-Qur’an, sebuah anali-sis, Jakarta: Pustaka Hidayah.

Beekun, Rafiq Issa, 1997. Islamic Business Ethict, Virginia: International In- stitute of Islamic Thought.

George, Ricard T De, 1986. Business Ethics, New Jersey: Prentice Hall, Engle- wood Cliffs. Keraf, A.Sonny, 1998. Etika Bisnis, Jakarta, Kanisius.

Ma’luf, Lewis, tt. al-Munjid , Beirut: Dar al-Katholikiyah.

Munawwir, Ahmad Warson. 1984, Kamus al- Munawwir, Yogyakarta: PP Krapyak.

Naqvi, Syed Nawab, 1993. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis, diterjemahkan oleh Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan.

Rahardjo, Dawam, 1990. Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta : Tiara Wacana. Rahman, Fazlur, 1992. Membangkitkan Kembali Visi al-Qur’an: Sebuah catatan Otobiograif,

Jurnal Hikmah No IV juli Oktober

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang

Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Kepulauan Sula, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Dan Sekitarnya. Jual Tepung Tapioka ke Nusa

Berdasarkan pengujian rata-rata tinggi badan mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2013 dengan menggunakan Independent Sample T-Test, dapat disimpulkan bahwa varian

Kajian ini menghuraikan aspek Teknologi Maklumat dan Komunikasi (ICT) dalam kehidupan insan dan integrasi konsep dualiti (konvensional dan Islam) dalam merealisasikan objektif

[r]

H ubungan Tingkat Pendidikan I bu H amil dengan Pemahaman tentang Pelayanan Kebidanan. Dari hasil uji hipotesis

bakar bensin melalui pipa kapiler bersirip transversal di dalam upper tank radiator dan variasi putaran mesin akan cenderung menurunkan kadar gas buang CO dan