ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN
DALAM PENGEMBANGAN UMKM
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
RINGKASAN EXECUTIVE
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM
dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi
krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang
relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena
mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau
pinjaman dari luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar,
perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata
uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya
diIndonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan
dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru
pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank
perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga
yang dikenakan pada peminjam adalah sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas,
kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta
unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit
Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011
adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih
mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang
diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam
pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan
sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya
Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam
membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi, Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit
diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi
bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta
pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia
(BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani
(PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim
KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS
dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit
lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan
analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut.
Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
yang akan diangkat dalam analisis ini, Bagaimana peran lembaga pembiayaan
dalam pengembangan UMKM dan Kebijakan apa yang dapat mendukung
pengembangan UMKM
ISU KEBIJAKAN
a. Kontribusi UMKM sebesar 57,48% terhadap PDB dan juga proporsi UMKM
sebesar 99,99% (Kemenkop, 2013) dari jumlah pelaku usaha menunjukkan
eksistensi UMKM dalam menunjang perekonomian negara Indonesia.
b. UMKM sektor perdagangan menempati urutan kedua setelah sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berdasarkan kontribusi
yang diberikan, UMKM sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap
PDB paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun
demikian, dalam pengembangan usahanya, UMKM sektor perdagangan
menghadapi beberapa kendala terutama masalah permodalan.
c. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan bagi UMKM telah
banyak digulirkan antara lain program kredit usaha rakyat (KUR) yang
merupakan manifestasi dari MOU berbagai instansi dan juga program BI
yaitu kewajiban bagi bank untuk menggulirkan kredit usaha kecil sebesar
20% dari total kredit pada tahun 2018.
d. Program-program pembiayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah
Jumlah UMKM yang mendapat bantuan pembiayaan misalnya KUR baru
menyentuh 9.417.349 UMKM atau 16,66% dari total pelaku UMKM
(www.komite-kur.com). UMKM yang tidak menggunakan fasilitas kredit tersebut menggunakan modal sendiri dalam struktur pemodalannya. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan akses dari UMKM dan sulitnya UMKM
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
e. Bagi UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan juga menghadapi masalah
baru dalam hal pengelolaan keuangan. Keterbatasan pengetahuan mengenai
pembukuan dan tidak adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan
keuangan usaha membuat kredit yang diterima tidak dapat dimanfaatkan
secara optimal. Selain itu juga kurangnya inovasi dan kreatifitas membuat
UMKM sektor perdagangan kalah bersaing dengan pasar modern.
PERMASALAHAN: PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM
PENGEMBANGAN UMKM
a. Kebijakan pemerintah baik melalui nota kesepahaman dengan berbagai
instansi yang kemudian dikenal dengan program KUR atau melalui peraturan
Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 telah menunjukkan perhatian pemerintah
untuk memberikan solusi kepada UMKM terkait dengan masalah permodalan
dengan menjalankan peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber
pembiayaan bagi UMKM
b. Namun kenyataannya, program inipun tidak mudah dilaksanakan baik oleh
UMKM maupun oleh lembaga pembiayaan. UMKM merasa kesulitan untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pembiayaan terutama
dalam hal pembukuan dan agunan. Demikian juga lembaga pembiayaan
menemukan kesulitan UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai
untuk menghindari adanya kredit bermasalah.
c. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum
dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga
pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan
lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan
jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan
masih besar.
d. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan
kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya
kesulitan pembayaran.
e. Dalam hal pembayaran kredit/pinjaman, lembaga pembiayaan telah
melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih
agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola” dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga
pembiayaan baik bank maupun non bank.
f. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga
serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah
atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga
pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan
secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.
g. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga
atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi
lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi
kecil.
h. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM
untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk
mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi
mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat
usaha.
i. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat
penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan.
Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk
membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai.
j. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan
yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan
aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM
yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.
k. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan
pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif.
Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak
terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji,
l. Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan
peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM
yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya
pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian
besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan
pribadi dengan usaha.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
a. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan
maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang
eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya
koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki
core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan
linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya.
b. Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan
bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada
UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran.
c. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan
lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM,
sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini
dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan
usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean
pada tahun 2015
d. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari
lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara
periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga
laporan analisis “Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM”
dapat diselesaikan.
Analisis ini dilakukan berdasarkan Peran Usaha Mikro Kecil dan
Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian
suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun
1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan
dibandingkan perusahaan besar. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan
dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan
suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang
sangat
Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri . Disadari bahwa laporan ini masih terdapat
berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun
data-data yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti
mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu
terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan dibidang
sarana dan lembaga perdangangan.
Jakarta, November 2013
DAFTAR ISI
RINGKASAN EXECUTIVE ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... vi
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 3
1.5. Outcome Penelitian ... 3
1.6. Sistematika Laporan ... 3
BAB II TINJAUAN LITERATUR ... 5
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan ... 5
2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 ... 5
2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009 ... 6
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM ... 7
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM ... 8
2.4. Perkembangan UMKM di Indonesia ... 14
2.5. Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM ... 20
2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1. Kerangka Pemikiran ... 24
3.2. Pendekatan Penelitian ... 25
3.3. Jenis Penelitian ... 26
3.4. Jenis Data dan Sumber Data ... 26
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 27
3.6. Populasi dan Sampel ... 28
3.7. Teknik Analisis Data ... 29
3.8. Operasionalisasi Konsep ... 31
BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM ... 33
PENGEMBANGAN UMKM ... 33
4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM
Melalui Lembaga Pembiayaan ... 33
4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui Lembaga Pembiayaan Bank ... 33
4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM ... 36
4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank ... 36
4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta ... 45
4.3.1. Karakteristik Responden UMKM ... 46
4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan ... 49
4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan . 49 4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 77
5.1. Kesimpulan ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional ………. 9
Tabel 2.2 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD ……….. 10
Tabel 2.3 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR ……… 11
Tabel 2.4 Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi ………. 12
Tabel 2.5 Realisasi KUR Menurut Propinsi ……….. 13
Tabel 2.6 Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ……… 15 Tabel 2.7 Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ………. 17 Tabel 2.8 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ……… 18 Tabel 2.9 Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah) ……….. 19 Tabel 2.10 Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan UMKM ………... 21 Tabel 2.11 Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan UMKM ………...
Tabel 4.8 Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang Lain ……….. 71 Tabel 4.9 Mengikutsertakan dalam pameran ………... 72
Tabel 4.10 Menyediakan Tempat Usaha ……… 72
Tabel 4.11 Pendampingan Berinovasi ………. 73
Tabel 4.12 Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan ………. 75
Tabel 4.13 Pelatihan dan Pendampingan ……….. 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha ………. 39
Gambar 4.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ……….. 39
Gambar 4.3 Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank ………... 40
Gambar 4.4 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi ………... 40
Gambar 4.5 Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek ……….. 41
Gambar 4.6 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha ... 42
Gambar 4.7 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan 42 Gambar 4.8 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank ………. 43
Gambar 4.9 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi ………. 43
Gambar 4.10 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek ………… 44
Gambar 4.11 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha .. 45
Gambar 4.12 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan 45 Gambar 4.13 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank ………. 46
Gambar 4.14 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi ………. 46
Gambar 4.15 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek ………… 47
Gambar 4.16 Omzet Responden Per Bulan ……….. 50
Gambar 4.17 Lama Usaha ……… 51
Gambar 4.18 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan ……….. 52
Gambar 4.19 Sumber Dana Usaha ……….. 53
Gambar 4.20 Lembaga Pembiayaan yang Digunakan ………. 54
Gambar 4.21 Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan ……….. 55
Gambar 4.22 Agunan ………. 56
Gambar 4.23 Jaminan ………. 57
Gambar 4.24 Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun ……… 58
Gambar 4.25 Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil ………. 58
Gambar 4.26 Tujuan Pinjaman ………. 60
Gambar 4.27 Pembayaran Pinjaman ……….. 61
Gambar 4.28 Kesulitan Pembayaran ……… 62
Gambar 4.29 Sumber Informasi ……… 62
BAB I
PENDAHULUAN
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM
dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi
krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang
relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena
mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau
pinjaman darI luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar,
perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata
uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya di
Indonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan
dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru
pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank
perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga
yang dikenakan pada peminjam adalah sangat-sangat tinggi dan mencekik leher.
Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta
unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit
Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011
adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih
mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang
diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam
pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan
sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya
diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam
membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas
diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi
bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta
pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia
(BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani
(PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim
KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS
dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit
lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan
analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut
Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu:
a. Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM
b. Kebijakan apa yang dapat mendukung pengembangan UMKM
1.2. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM.
b. Memberikan rekomendasi program pengembangan UMKM
1.3. Output Penelitian
a. Informasi mengenai peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM
b. Rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu DI Yogyakarta dan Jawa Barat.
Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian
merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Adapun ruang
lingkup penelitian meliputi:
a. Analisis kebijakan pembiayaan UMKM dari pemerintah pusat dan provinsi
b. Survei UMKM pada sektor perdagangan yang sedang memiliki pinjaman di
daerah penelitian
c. Wawancara mendalam lembaga pembiayaan dan pengelola pasar di daerah
penelitian
1.5. Outcome Penelitian
Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya lembaga pembiayaan
yang dapat mendukung pengembangan UMKM di bidang perdagangan.
1.6. Sistematika Laporan
Sistematika laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang berisi:
BAB I : PENDAHULUAN
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran 3.2. Pendekatan Penelitian 3.3. Jenis Penelitian
BAB IV : ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM
4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan
4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM
4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta
BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988
Lembaga pembiayaan adalah : badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Sistem lembaga keuangan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) lembaga keuangan bank
sesuai UU No. 14 Tahun 1967, bank adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain guna meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
2) lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan
yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan
jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam
masyarakat guna membiayai investasi perusahaan.
Bidang usaha yang termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank
antara lain adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana,
lembaga pembiayaan. lembaga pembiayaan termasuk dalam
Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB).
3) Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga
Pembiayaan;
Kegiatan lembaga pembiayaan meliputi antara lain bidang usaha:
1) sewa guna usaha;
2) modal ventura;
3) perdagangan surat berharga
4) anjak piutang;
5) usaha kartu kredit;
Keenam kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh ketiga bentuk
lembaga pembiyaan di atas.
2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan
untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,Pembiayaan
Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.
Lembaga Pembiayaan meliputi:
1) Perusahaan Pembiayaan;
2) Perusahaan Modal Ventura; dan
3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:
1) Sewa Guna Usaha;
2) Anjak Piutang
3) Usaha Kartu Kredit; dan/atau
4) Pembiayaan Konsumen
Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan
mikro (microfinance) atau bisa disebut juga lembaga pembiayaan adalah
lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans),
pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money
transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil
(insurance to poor and low-income households and their
microenterprises). Sedangkan bentuk Lembaga pembiayaan UMKM
dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2)
lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3)
sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
Lembaga Pembiayaan di Indonesia menurut Bank Indonesia
dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non
bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD
(Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi
simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit
masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan
ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun
BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat
persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional,
pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
Peran lembaga pembiayaan:
1) sebagai sumber alternatif pembiayaan,
2) menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk
berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi.
Bantuan Teknis dari BI bagi Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan
UMKM:
1) Penelitian
2) Pelatihan
3) Penyediaan informasi
4) Fasilitasi
Bank Umum wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Jumlah
Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ditetapkan paling
rendah 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau
Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan. Pencapaian rasio
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dihitung pada setiap akhir tahun. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada dilakukan secara bertahap,
sebagai berikut:
1) Tahun 2013: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan
dalam Rencana Bisnis Bank;
2) Tahun 2014: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan
dalam Rencana Bisnis Bank;
3) Tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
4) Tahun 2016: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 10% (sepuluh persen);
5) Tahun 2017: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 15% (lima belas persen);
6) Tahun 2018 dan seterusnya: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM
terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh
persen).
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM
Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM terjadi seiring dengan
perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses
sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu
berkembangnya lembaga pembiayaan ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya
yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses
sumber-sumber pembiayaan.
Walaupun biaya atas dana pinjaman dari lembaga pembiyaan lebih tinggi
sedikit dari tingkat bunga perbankan, lembaga pembiayaan memberikan
kelebihan misalnya berupa tiadanya jaminan/agunan seperti yang dipersyaratkan
oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis lembaga, pinjaman didasarkan
pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal
oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman
yang fleksibel yang juga sering disesuaikan dengan cash flow peminjam.
Jenis lembaga pembiayaan lebih banyak didominasi oleh Unit Simpan
Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi
oleh perbankan yaitu BRI Unit dan BPR.
Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh perbankan
khususnya BRI lewat program KUR. Sampai bulan Agustus 2013 , bank nasional
yang menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia
(BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara
(BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia
Syariah (BNI Syariah). Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total
plafond mencapai Rp. 77,5 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR
di sektor mikro yang masing-masing plafondnya sebesar Rp. 15,6 triliun dan Rp.
168,5 juta/debitur dan Rp. 7,3 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing
3,4% dan 1,9%.
Selain BRI , Bank BNI juga melakukan pembiayaan UMKM dengan total
plafond sebesar Rp. 14,08 triliun, debiturnya sebanyak 223.884 UMK, dengan
rata-rata kredit Rp. 62,89 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,9%. Sedangkan
Bank Mandiri dengan total plafond sebesar Rp. 12,4 triliun, debiturnya sebanyak
244.993 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 50,9 juta/debitur serta nilai NPL
sebesar 4,5%. Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan plafond Rp. 4 triliun,
BSM dengan plafond Rp. 3,3 triliun, Bank Bukopin dengan plafond 1,74 triliun
dan BNI Syariah dengan plafond Rp. 129.849 miliar.
Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR
oleh bank pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 3,7%. Bank BTN
merupakan Bank Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR
yaitu sebesar 12,4% dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,9%. Diharapkan
pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada bank yang masih di atas 5% bisa
turun sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran.
Tabel 2.1
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional (31 Agustus 2013)
151.704. Rata-rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 79,1 juta. Bank Jatim
dan Bank Jabar Banten merupakan BPD yang menyalurkan KUR terbesar sekitar
Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan KUR
masing-masing sebesar Rp. 1,329 triliun dan Rp 332,740 miliar. Sampai bulan Agustus
2013 NPL yang terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 7,9%,
sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang
tinggi tersebut.
Tabel 2.2
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD (31 Agustus 2013)
2013 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL
masing-masing dibawah 5%. Penambahan Bank Pelaksana diharapkan dapat
mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible namun
belum bankable.
masih didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran disektor ini mencapai
Rp. 71,694 triliun dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 6,171 juta debitur.
Sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank
pelaksana yaitu sebesar Rp. 20,67 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,37
juta debitur. Sektor perdagangan menjadi sektor yang paling banyak
memanfaatkan dana KUR karena jumlah UMKM sektor perdagangan jumlahnya
cukup besar dan kemampuan untuk mengembalian pinjaman pada UMKM sektor
perdagangan inti juga sangat baik. Sektor pertanian juga menjadi sektor yang
cukup banyak mendapat dana KUR. Ini membuktikan bahwa kedua sektor
Tabel 2.4
Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di Pulau
Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan plafond masing-masing
Rp. 19,4 triliun dan Rp. 18,9 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi
terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan adanya
BPD dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa. Terkonsentrasinya
penyerapan KUR di pulau Jawa tidak dapat dipungkiri karena factor jumlah
penduduk yang cukup besar, juga dikarenakan banyak UMKM yang tumbuh dan
berkembang di Pulau Jawa. Iklim usaha yang kompetitif di Jawa membuat pelaku
Tabel 2.5
Sementara itu, Lembaga penyaluran dana pinjaman yang dikelola oleh
Kantor Kementrian Koperasi dan UKM yang berada dibawah LPDB (Lembaga
Penyalur Dana Bergulir) – UMKM juga cukup banyak menyalurkan dana bergulir
kepada UMKM melalui koperasi-koperasi yang dibentuk oleh UMKM itu sendiri.
LPDB-UMKM merupakan satuan kerja Kementerian Koperasi dan UKM yang
koperasi dan UKM sejak awal tahun 2008 hingga 24 Oktober 2013 sebesar Rp
3,9 triliun kepada 501.427 UMKM melalui 2.671 mitra di seluruh Indonesia.
Target penyaluran dana bergulir tahun 2013 sebesar Rp 1,9 triliun kepada
109.157 UMKM melalui 768 mitra dan sampai dengan tanggal 24 Oktober 2013
telah terealisasi sebesar Rp 1.2 triliun kepada 140.661 UMKM melalui 852 mitra,
sementara yang sedang dalam proses pencairan mencapai Rp 321 miliar.
Disisi lain, lembaga pembiayaan juga banyak dimanfaatkan oleh UMKM
untuk mengembangkan usahanya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BMT,
Modal Ventura, dan lain sebagainya. Tapi pembiayaan yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pembiayaan tersebut tidak terlalu besar. Pembiayaan UMKM
masih banyak dilakukan oleh Lembaga Keuangan Perbankan. Hampir 80 persen
pembiayaan UMKM dilakukan oleh lembaga keuangan perbankan. Dari hasil
pengamatan di lokasi penelitan terlihat bahwa perbankan seperti Bank BRI, Bank
Mandiri, Bank BNI, Bank Danaman dan bank-bank lainya bersaing dengan
lembaga pembiayaan non bank untuk menarik nasabah UMKM. Bahkan BPR
yang dulu banyak nasabah yang antri untuk meminjam dana untuk pengembangan usahanya, sekarang ini harus “jemput bola” karena persaingan untuk menarik nasabah UMKM semakin kompetitf.
2.4. Perkembangan UMKM di Indonesia
Perkembangan Produk Domestik Bruto dari UMKM selamat 3 tahun
terakhir menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari kantor Kementrian
Koperasi dan UMKM pada tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar
57,94 persen (tabel 2.6). Tahun 2009, kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar
56,53 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM masih
menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan memberikan
kontribudi PDB lebih besar daripada usaha besar, bahkan dalam 3 tahun
terakhir menunjukkan peningkatan kontribusinya terhadap PDB jika dibandingkan
dengan usaha besar yang terus mengalami penurunan.
Berdasarkan kontribusi secara sektoral, tidak dapat dipungkiri bahwa
sektor pertanian dan perdagangan menjadi tulang punggung bagi UMKM dimana
kedua sektor tersebut memberikan kontribusi yang paling besar dalam
pembentukan PDB. Besarnya kontribusi kedua sektor tersebut cukup beralasan
karena jika dilihat dari karakteristik dan jumlah UMKM yang ada di Indonesia,
lainnya yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor
industri. Berkembangnya sektor industri dipicu oleh berkembangnya sektor
pariwisata yang menyebabkan industri kecil dan menengah ikut berkembang.
Permintaan produk-produk kerajinan UMKM meningkat dipasaran baik untuk
pasar domestic maupun pasar internasional.
Satu hal yang harus menjadi perhatian adalah meskipun kontribusi sektor
pertanian dan turunannya masih cukup besar, tapi ada kecenderungan
kontribusinya menurun setiap tahunnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
pergeseran peran sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan
tersisier. Gejala ini menjadi hal yang biasa untuk sebuah negara yang sedang
berkembang yang tumbuh untuk menjadi negara yang maju.
Tabel 2.6
Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011
(Trilyun rupiah)
Sektor Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Pangsa (%)
2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011
Kondisi seperti diatas bisa dilihat dari tabel 2.7 dibawah ini, bahwa jumlah
UMKM sektor pertanian paling banyak dibandingkan dengan UMKM sektor
lainnya. Hampir 50% UMKM yang ada merupakan UMKM sektor pertanian,
sedangkan sektor perdagangan sekitar 29 persen. Meskipun jumlah UMKM
sektor pertanian jauh labih banyak daripada sektor perdagangan, tapi dalam hal
poenciptaan PDB, UMKM sektor perdangan lebih banyak daripada sektor
pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM sektor perdagangan mampu
menciptakan nilai tambah yang lebih besar daripada UMKM sektor pertanian.
Dari tabel 2.7 di bawah ini, hampir 99 persen usaha yang ada di
Indonesia merupakan UMKM, sedangkan hanya sekitar 1 persen merupakan
usaha besar. Tapi jika dilihat dari penciptaan PDB nya ternyata usaha besar
relatife lebih besar daipada UMKM. Ini bisa dilihat dengan hanya 1 persen, usaha
besar mampun menciptakan PDB sekitar 42 persen, sedangkan UMKM yang
jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu memberikan kontribusi PDB sekitar
58 persen. Ini menunjukkkan bahwa sebenarnya UMKM sendiri masih
mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk meningkatkan
Tabel 2.7
Jumlah UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor
Ekonomi Unit Persentase
2009 2010 2011 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 26,369,299 26,685,710 26,967,963 49.971 49.575 48.845
UB 528 524 754 0.001 0.001 0.001
Perdagangan UMKM 15,533,964 15,910,964 15,918,251 29.438 29.559 28.831
UB 1,303 1,351 1,195 0.002 0.003 0.002
7.
Pengangkutan UMKM 3,408,343 3,487,691 3,799,460 6.459 6.479 6.882
UB 346 363 447 0.001 0.001 0.001
Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012
Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap
tenaga kerja jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap
tenaga kerja sekitar 97 persen dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar
hanya mamp;u menyerap tenaga kerja 3 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa
UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengatasi
pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM tersebut tidak terlepas
dari besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan dan industri yang
merupakan tiga sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor pertanian menjadi
persen pada tahun 2011, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja
sekitar 21 persen, dan sektor industri menyerap tenaga kerja sekitar 11,3 persen.
Berdasarkan penciptaan investasi, pada tahun 2011 UMKM mampu
menciptakan investasi lebih besar dari pada usaha besar meskipun tidak terlalu
besar perbedaannya. Ini menjadi hal yang membanggakan karena pada tahun
tahun sebelumya usaha besar mampu menciptakan investasi lebih besar dari
UMKM. Meski jika dianalisis lebih dalam, ternyata usaha besar dengan hanya
Tabel 2.8
Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor Ekonomi Unit Persentase
2009 2010 2011 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 42,560,349 85,129,370 43,081,018 43.040 42.804 41.181
UB
469,150 479,898 592,243 0.474 0.241 0.566 2.
Pertambangan UMKM 1,046,418 2,185,727 1,343,488 1.058 1.099 1.284
UB 93,077 119,268 139,985 0.094 0.060 0.134
3. Industri UMKM 11,037,496 21,672,804 11,877,631 11.162 10.897 11.354 UB 1,577,944 1,656,837 1,471,635 1.596 0.833 1.407 4.LGA UMKM 140,149.000 241,805.000 169,324.000 0.142 0.122 0.162
UB 69,292 82,534 118,449 0.070 0.041 0.113
5. Bangunan UMKM 4,447,683 8,959,049 5,379,986 4.498 4.505 5.143
UB 163,012 162,959 184,852 0.165 0.082 0.177
6. Perdagangan UMKM 21,734,462 45,277,463 22,108,306 21.979 22.766 21.133
UB 102,306 110,317 139,985 0.103 0.055 0.134
7.
Pengangkutan UMKM 5,867,732 12,160,549 7,067,798 5.934 6.114 6.756
sekitar 1 persen jumlah usahanya ternyata mampu menciptakan investasi sekitar
49 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu
menciptakan investasi sebesar 51 persen. Ini menunjukkan bahwa usaha besar
merupakan usaha yang cenderung padat modal, sedangkan UMKM merupakan
usaha yang cenderung padat karya.
Investasi pada usaha besar lebih banyak di sektor pertambangan,
industri, LGA, keuangan juga sektor pengankuktan dan jasa-jasa. Untuk UMKM,
investasi lebih banyak di sektor pertanian, perdaganganm pengangkutan,
keuangan dan jasa-jasa.
Tabel 2.9
Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah)
Sektor Ekonomi 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 31.291.773 35.220.766 36.220.476
UB 16.364.962 19.084.277 19.130.346
2.
Pertambangan UMKM 2.015.532 2.421.623 2.474.554
UB 43.028.540 52.624.512 28.095.307
3. Industri UMKM 82.276.924 90.154.286 131.256.593 UB 134.546.938 157.586.561 157.829.395 4.LGA UMKM 5.058.514 6.513.398 6.807.290 UB 131.166.289 151.497.733 153.321.959
5. Bangunan UMKM 11.516.987 14.144.619 14.660.874
UB 11.295.063 13.878.150 14.477.825
6. Perdagangan UMKM 164.964.536 13.878.150 209.682.786
UB 45.897.778 202.317.470 59.252.877
7.
Pengangkutan UMKM 224.436.884 274.393.393 282.355.256 UB 199.956.484 239.813.789 243.330.259 8. Keuangan UMKM 125.658.367 155.248.420 158.388.009
UB 143.662.008 183.394.173 190.950.013 9. Jasa - Jasa UMKM 134.137.436 146.703.481 150.359.365 UB 81.227.818 121.325.445 124.128.063 Jumlah UKM 781.356.953 927.117.456 992.205.203
2.5. Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM
Selain berbagai peluang pembiayaan seperti dijelaskan diatas, pada
kenyataannya perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala
baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang
kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan,
yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR
sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas
karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank
Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan
terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS)
Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan
pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah
pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang
berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non
pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi
lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal
dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga
mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan
dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan
dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa
mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang
signifikan dalam mendukung perkembangan UKM. Kondisi infrastruktur dan
kelembagaan lembaga pembiayaan UMKM secara ringkas terlihat dalam Tabel
Tabel 2.10
Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan UMKM
Regulator Bank Indonesia Menteri Koperasi
& UKM Tidak ada
Pembinaan Bank Indonesia Menteri Koperasi
& UKM Tidak ada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
Selain masalah eksternal di atas, LKM juga dihadapkan masalah internal
yang menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Masalah
pertama menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana, sebagian
besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih bergantung sedikit
banyaknya anggota atau besaran modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam
mengelola usaha sebagian besar masih terbatas, sehingga dalam jangka
panjang akan mempengaruhi perkembangan usaha LKM bahkan dapat
menghambat. Ringkasan permasalahan LKM disajikan pada tabel 2.11 di bawah
Tabel 2.11
Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan
UMKM
perdagangan Masih terbatas Masih terbatas
Kemampuan Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for
2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM
Untuk mendorong perkembangan UMKM supaya bisa tumbuh dan
berkembang dan menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia,
pemerintah Indonesia sudah banyak mengambil kebijakan baik melalui sektor
perbankan ataupun melalui instansi terkait. Selain berbagai peluang diatas,
perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan
internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi
eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain
mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari
lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada
ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga
pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya
karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan
pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah
pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang
berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non
pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi
lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal
dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga
mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan
dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan
dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa
mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Modal merupakan salah satu kunci penting dalam melakukan kegiatan
bisnis, tanpa adanya modal yang cukup, maka bisnis tidak dapat berjalan dengan
baik. Bahkan terkadang kecukupan modal merupakan syarat mutlak bagi sebuah
bisnis – baik bisnis besar maupun kecil – agar dapat memperoleh hasil seperti
yang diinginkan. Demikian halnya dengan usaha kecil, menengah dan mikro
(UMKM), untuk dapat membangun, menjalankan dan mengembangkan
usahanya, UMKM memerlukan modal tertentu. Masalah permodalan memang
merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi masalah ini kerapkali muncul
bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan usaha yang dilakukan.
Untuk mencukupi modal yang dibutuhkan, pemerintah melalui program
kerjanya berupaya membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang
berpihak pada UMKM. Kebijakan tersebut dibuat dengan tujuan memberi
kesempatan kepada UMKM untuk dapat bertahan dan mengembangkan
usahanya. Pemberian modal melalui pemerintah diberikan dalam bentuk
pinjaman lunak (soft loan) bagi UMKM. Pemerintah bekerja sama dengan seluruh
instansi keuangan seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non
bank, perusahaan BUMN, lembaga swadaya masyarakat dan koperasi,
membuka kesempatan bagi UMKM untuk meminjam dengan bunga yang rendah.
Wujud dari keseriusan pemerintah menangani permasalahan ini adalah dengan
mewajibkan setiap bank umum untuk memberikan kredit modal kerja pada
UMKM minimal sebesar 20% dari total pembiayaan bank tersebut. Program ini
akan dijalan secara bertahap hingga tahun 2018. Demikian halnya dengan
perusahaan BUMN yang wajib menganggarkan program pembinaan lingkungan
minimal 2% dari laba bersih.
Program untuk membantu UMKM dalam hal permodalan tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat seperti
koperasi simpan pinjam, LSM microfinance, dan sebagainya. Banyaknya
lembaga yang memberikan pembiayaan kepada UMKM seharusnya dapat
menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan UMKM seputar permodalan
atau pembiayaan. Tetapi, pembiayaan yang diperoleh dari lembaga pembiayan
menjalankan dan mengembangkan usahanya. Untuk itu tetap diperlukan peranan
lembaga pembiayaan selain sebagai sarana penyedia dana, juga sebagai
fasilitator usaha misalnya dalam bidang manajemen, pasar dan pemasaran serta
keuangan. Peranan sebagai sarana penyedia dana, akan lebih mudah dijalankan
bila dibandingkan dengan peran sebagai fasilitator bagi UMKM. Untuk itu
kegiatan ini akan melihat bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam
mengembangkan UMKM.
3.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, modal dan teknik
yang terintegrasi dalam rangka pengumpulan dan analisis data. Pendekatan
penelitian merupakan cara peneliti melihat dan mempelajari suatu gejala atau
realitas yang didasarkan pada asumsi dasar dari ilmu sosial (Neuman, 2000).
Kegiatan analisis ini menggunakan pendekatan metode gabungan (mixed
method). Mixed method merupakan metode yang menggabungkan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif di dalam penelitian. Penggunaan pendekatan ini untuk
melihat peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UKM secara
keseluruhan, yang tidak mungkin didapat jika hanya menggunakan pendekatan
kuantitatif murni atau pendekatan kualitatif murni. Mixed method dapat
mengurangi bias yang terdapat pada satu pendekatan dengan menggunakan
pendekatan lainnya (Cresswell, 2003:15). Hasil yang didapat dengan
menggunakan satu pendekatan dapat membantu untuk mengembangkan atau
memberikan informasi tambahan pada pendekatan lainnya, dengan demikian
diharapkan hasil yang didapatkan mendekati kondisi yang sebenarnya.
Prosedur yang digunakan dalam pendekatan ini adalah concurrent
procedures (prosedur bersamaan). Peneliti menggabungkan data kualitatif dan
kuantitatif untuk mendapatkan analisis secara komprehensif. Dalam hal ini
peneliti melakukan pengumpulan data secara bersamaan dan menyatukan
informasi yang didapat dalam suatu intepretasi secara holistik (Cresswell,
2003:16). Penelitian kuantitatif untuk menjelaskan peran lembaga pembiayaan
dalam pengembangan usaha yang dimilikinya berdasarkan sudut pandang
UMKM. Sehingga diharapkan bagaimana peran lembaga pembiayaan saat ini
dan peran lembaga pembiayaan yang diharapkan oleh UMKM.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM dari sudut pandang pemerintah
Kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberikan informasi secara
komprehensif mengenai peran lembaga pembiayaan yang diharapkan dapat
mengoptimalkan peran itu sendiri.
3.3. Jenis Penelitian
Neuman (2000) mengatakan jenis penelitian dapat dilihat dari tiga aspek
yaitu aspek tujuan, manfaat, dimensi waktu. Jika dilihat dari aspek tujuan,
penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
menyajikan gambaran yang detil dari suatu situasi, fenomena sosial atau
hubungan. Hasil yang diharapkan dalam penelitian deskriptif adalah gambaran
yang detil dari unit analisis.
Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran
lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Selain itu, penelitian ini
akan menguraikan permasalahan yang timbul baik dari UMKM, lembaga
pembiayaan dan pemerintah (dinas dan pengelola tempat perdagangan) terkait
dengan optimalisasi peran lembaga pembiayaan.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian terapan
karena mencoba menyelesaikan masalah tertentu secara spesifik. Penelitian
terapan bertujuan untuk dapat memecahkan masalah dan menghasilkan
rekomendasi bagi masalah-masalah tertentu (Neuman, 2000).
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian yang dilakukan merupakan cross
sectional research, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu dan
hanya mengambil satu bagian dari fenomena (gejala) sosial pada satu waktu
tertentu (Neuman, 2000). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 yang
mengambil lokasi di Bandung dan Yogyakarta. Peneliti tidak melakukan
penelitian lain di waktu yang berbeda di tempat yang berbeda untuk
diperbandingkan.
3.4. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan sumber dan sifat.
Berdasarkan sumber, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya. Sumber data primer adalah:
b. Pemerintah Daerah yang meliputi:
1) Dinas Perindagkop & UMKM Provinsi dan Kota
2) Pengelola Pasar
c. Lembaga Pembiayaan
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dan data telah diolah dari berbagai sumber (Sekaran, 2000). Sumber data
sekunder adalah:
a. Jurnal dan laporan penelitian
b. Peraturan perundang-undangan
c. Kota Dalam Angka 2011
d. Laporan Kredit UMKM BI 2012 – triwulan I 2013,
e. Laporan kegiatan PKBL Kementerian BUMN, dan lain-lain.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM, pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan dua cara, yaitu:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Pengumpulan data sekunder ini
dilakukan melalui buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet,
peraturan perundang-undangan dan lainya. Peneliti akan melakukan reviu
terhadap data sekunder yang diperoleh kemudian diolah sehingga
memberikan informasi yang menyeluruh terkait peran yang seharusnya
dilakukan, belum dilakukan, telah dilakukan dan akan dilakukan oleh
lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan
cara:
1) Survei
Survei dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan
informasi dari para UMKM yang telah mendapatkan bantuan
pembiayaan dari lembaga pembiayaan. Survei ini dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner kepada para UMKM di lokasi
self-administered questionnaires. Tipe kuesioner ini meminta
responden untuk menjawab sendiri kuesioner yang diberikan oleh
peneliti. Kuesioner terdiri dari empat bagian yang terdiri empat
bagian. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner merupakan
urutan pertanyaan yang berasal dari operasionalisasi konsep.
Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tertutup (
close-ended question) dan pertanyaan terbuka (open-ended question).
2) Wawancara Mendalam
Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan menggunakan
wawancara mendalam. Teknik ini digunakan untuk
mengeksplorasi informasi yang terkait dengan peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Wawancara
mendalam dilakukan pada pemangku kepentingan dari instansi
terkait. Informan yang akan diwawancara adalah :
a) UMKM di bidang perdagangan yang telah menerima
yang berada di lokasi penelitian. Populasi merupakan keseluruhan kelompok
orang, peristiwa atau hal-hal menarik yang ingin diteliti dan dibuat kesimpulan
oleh peneliti (Sekaran, 2011). Populasi penelitian ini adalah UMKM dan lembaga
pembiayaan di lokasi penelitian. Dengan memperhitungkan keterbatasan yang
dimiliki dalam penelitian ini terkait dengan waktu, pendanaan dan tenaga, maka
dianggap perlu untuk mengambil sampel yang merupakan representasi dari
populasi. Sampel adalah sebagian subset dari populasi. Sampel terdiri atas
sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan mempelajari sampel,
peneliti dapat menarik kesimpulan yang akan digeneralisasikan untuk populasi
yang diminati (Sekaran, 2011). Untuk unit analisis UMKM, Penelitian ini akan
mengambil 30 UMKM dari setiap lokasi penelitian yang terdiri dari 30% dari
jumlah sampel adalah pedagang grosir dan 70% dari jumlah sampel adalah
Oleh karena tidak adanya kerangka sampel dalam penelitian ini, maka
pemilihan responden UMKM menggunakan convenience sampling (Cooper,
2011). Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dan murah digunakan
oleh para peneliti untuk melakukan penelitian. Peneliti bebas menentukan
responden yang akan diminta untuk mengisi kuesioner.
Untuk unit analisis lembaga pembiayaan, penelitian akan mengambil
sampel 1 lembaga dari setiap jenis lembaga pembiayaan yang terdapat di lokasi
penelitian. Pengambilan 1 sampel ini dianggap merepresentasikan populasi
lembaga pembiayaan yang terdapat pada lokasi penelitian.
3.7. Teknik Analisis Data
Data primer dan sekunder yang sudah terkumpul, secara simultan akan
dianalisis sebagai berikut:
a. Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Analisis data kuesioner dilakukan dengan:
1) Analisis statistik deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan data
yang telah terkumpul. Analisis data awal dilakukan dengan
menggolongkan, mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga
muda dibaca dan diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut
biasanya dapat berupa tabel frekuensi, grafik dan teks. Dalam
penelitian ini, analisis statistik deskriptif akan memberikan uraian
mengenai identitas responden dan bagaimana penilaian responden
terhadap peran lembaga pembiayaan sebagai sarana penyedia dana
dan fasilitator. Hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman statistik yang
menunjukkan identitas atau karakteristik responden dan (2)
rangkuman yang menunjukkan ukuran pemusatan yang merupakan
penilaian responden terhadap pertanyaan yang diajukan.
2) Uji validitas dan realibilitas
Data primer yang diperoleh melalui kuesioner perlu dilakukan
pengujian (pre-test), karena seringkali data tersebut tidak sesuai
dengan yang diinginkan. Dari pengujian data ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas data yang hendak diolah dan dianalisis.
Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas.
mana saja yang tidak signifikan, dan kemudian akan dihilangkan dari
pertanyaan dalam kuesioner. Uji validitas pada penelitian ini
menggunakan uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai r min
0,500.
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi suatu indikator, sedangkan
validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk
menjelaskan arti variabel yang sedang diteliti. Suatu perangkat ukur
dapat konsisten, namun tidak tepat. Tatapi, agar sebuah perangkat
ukur dapat dianggap tepat, ia selalu harus konsisten. Kaitan antara
validitas dan reliabilitas adalah: (1) perangkat ukur yang reliabel
belum tentu valid, (2) perangkat ukur yang valid sudah tentu reliabel,
dan (3) perangkat ukur yang tidak reliabel sudah tentu tidak valid
(Neuman, 2000). Uji realibilitas dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran alpha cronbach dengan nilai minimum sebesar 0,600.
b. Sedangkan untuk wawancara mendalam, akan dilakukan analisis data
sebagai berikut:
1) Analisis transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian
dikategorisasikan dalam rangka penyederhanaan informasi yang
didapat. Kemudian dilakukan penyimpulan sementara yang akan
digabungkan dengan informasi lainnya. Analisis ini digunakan
sebagai informasi tambahan yang melengkapi informasi yang
diperoleh dari kuesioner.
2) Untuk menguji validitas dari data yang didapatkan, digunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi dilakukan untuk memeriksa keabsahan
data dengan melakukan pemeriksaan kembali antara satu sumber
dengan sumber lainnya.
c. Reviu kebijakan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu
analisis uang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang
diperoleh dan disusun sistematis kemudian ditarik kesimpulan. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu
cara berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum
d. Hasil dari analisis kuesioner, wawancara mendalam dan reviu kebijakan
kemudian diintegrasikan menjadi suatu informasi yang komprehensif yang
menggambarkan peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM. Berdasarkan hasil ini kemudian disusun rekomendasi yang
bertujuam untuk mengoptimalkan peran lembaga pembiayaan yang ada.
3.8. Operasionalisasi Konsep
Konsep dalam penelitian ini adalah peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM. Konsep ini kemudian diturunkan menjadi empat variabel
yang akan diukur dan diobservasi dalam penelitian ini yaitu sarana penyedia
dana, fasilitator manajemen, fasilitator pasar dan pemasaran dan fasilitator
keuangan. Operasionalisasi dari konsep dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Konsep
Variabel Pengertian No Indikator Skala
Sarana
1 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan Nominal
2 Sumber Modal Nominal
3 Sumber-sumber Pembiayaan Nominal
4 Faktor yang mempengaruhi
pemilihan sumber pembiayaan Nominal
5 Agunan Nominal
6 Jangka Waktu Pinjaman Nominal
7 Suku bunga Pinjaman Nominal
8 Penggunaan Pinjaman Nominal
9 Pembayaran Pinjaman Nominal
10 Kesulitan dalam Pengembalian
Pinjaman Ordinal
11 Akses informasi Ordinal
Fasilitator Fasilitator