• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pneumonia Nosokomial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pneumonia Nosokomial"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

E.N Keliat, Alwinsyah Abidin, Nursyamsiah Lubis

Divisi Pulmonologi Alergi dan Imunologi

Fakultas Kedokteran USU/ RS H. Adam Malik Medan

PENDAHULUAN

Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal

yang disebabkan oleh Str. Pneumonia daan atipikal yang disebabkan kuman atipik

seperti halnya M. pneumonia. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti

H. influenza, S. aureus dan bakteri Gram negatif memberikan sindrom klinik yang

identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumonia, dan bakteri lain dan virus dapat

menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M. pneumonia.

Sebaliknya Legionella spp. Dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang

bervariasi luas. Karena itu istilah tersebut tidak lagi digunakan. 1

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia

yang terjadi di rumah sakit-Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok

pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) dan yang didapat

di pusat perawatan kesehatan (PPK). 1, 2, 3

DEFINISI

Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau

lebih setelah dirawat di RS, baik diruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak

sedang memakai ventilator. 1,2

Pneumonia berhubungan ventilator (PBV) adalah pneumonia yang terjadi >48

jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. 1,2

EPIDEMIOLOGI Insidens

Pneumonia nosokomial merupakan penyebab infeksi nosokomial terbanyak

kedua di Amerika serikat dengan angka kematian dan kecacatan yang tinggi. 1,2,4 Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN di ruangan umum, yaitu dijumpai

pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi

(2)

pada saat awal masuk ke ICU. 1

Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke

rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20 kali pada pasien yang memakai alat bantu

napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka

kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang

dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10 kali dibandingkan dengan

pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan

meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan

meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa

lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari. 2

Sebuah penelitian oleh Chung,Song, Kim dkk pada tahun 2011 menunjukkan

Mortalitas 30 hari akibat PBV dijumpai lebih tinggi dibandingkan PN dengan

insidensi di yang dilaporkan di Indonesia dibandingkan dengan Negara tetangga

seperti malaysia atau singapura tidak berbeda jauh (tabel 1) 3 Tabel 1. Insiden PN dan PBV dinegara Asia 3

PATOGENESIS

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas)

inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu

sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari

pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empiris, rencana terapi secara empiris

serta prognosis dari pasien.1,4

(3)

komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah.

Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah

(Gambar 1) yaitu :

1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus

neurologis dan usia 
lanjut

2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan

pasien

3. Hematogenik

4. Penyebaran langsung 
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi

aspirasi mempunyai risiko mengalami pneumonia nosokomial. 2,3,4

Patogen yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring,

kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen

yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. PN terjadi akibat proses infeksi bila

patogen yang masuk saluran nafas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi

setelah dapat melewati hambaran mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan

mekanik (epitel silia dan mucus), humoral (antibodi dan komplemen) dan selular

(lekosit, polinuklir, makrofag, limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi terjadi akibat

adanya berbagai faktor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit

penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan

tindakan invasif pada saluran pernafasan. 1,2

Gambar 1. Patofisologi Pneumonia

(4)

tidak bisa dirubah yaitu berkaitan dengan inang (seks pria, penyakit paru kronik, atau

gagal organ jamak), dan terkait tindakan yang diberikan (intubasi atau selang

nasogastrik). Pada faktor yang dapat dirubah dapat dilakukan upaya berupa

mengontrol infeksi, desinfeksi dengan alkohol, pengawasan patogen resisten

(multidrug resistant-MDR), penghentian dini pemakaianalat invasif, dan pengaturan

tatacara pemakaian antibiotik. Faktor risiko kritis adalah ventilasi mekanik >48 jam di

ICU, skor APACHE, adanya ARDS (acute respiratory distress syndrome). 1,2,3,5,6

PN dan PBV onset dini terjadi dalam 4 hari pertama masuk RS, biasanya

disebabkan oleh patogen MDR yang berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas yang

tinggi. Faktor risiko terjadinya infeksi pada PBV dapat dilihat pada tabel 1. 1,2

Tabel 2. Faktor risiko infeksi pathogen multiresisten yang menyebabkan PN, PBV,

PPK . 1,2,4

Tabel 2. Faktor risiko terinfeksi patogen multiresisten yang menyebabkan PN, PBV, PPK 1

Terapi dalam 90 hari sebelumnya

Perawatan RS dalam 5 hari atau lebih

Frekuensi tinggi kuman resisten antibiotic di RS atau lingkungan pasien

Faktor risiko PPK:

 Rawat di RS 2 hari atau lebih dalam 90 hari terakhir

 Berdiam di rumah jompo

Etiologi tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko jenis

patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia. Hal ini dapat dilihat

pada tabel 3.1,5

Tabel 3. Faktor risiko utama untuk

(5)

Patogen Faktor risiko

Staphylococcus aureus

Methicillin resisten S. aureus

Koma, cedera kepala, influenza,

pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal

Ps. aeruginosa  Pernah dapat antibiotic, ventilator

>2 hari

Acinobacter spp Antibiotik sebelum onset pneumonia dan

ventilasi mekanik

DIAGNOSIS

Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian

terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit,

dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab

infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat (tabel

6). Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang

berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,

pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.1,5,6

Anamnesis. Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi : a. Evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK (H.

influenza), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram

(6)

carinii, CMV, Legionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius

(Staphylococcus). b. Bedakan lokasi infeksi: PK (Streptococcus pneumonia, H.

influanze, M. pnemoniae), rumah jompo, PN (Straphyllococcus aureus), Gram

negative. c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S.

Pneumoniae). d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae).1,5,6,7

Pemeriksaan fisis. Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyakit/patogenitas kuman

dan tingkat berat penyakit: a). Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S.

pneumoniae, Streptococcus spp, Staphyloccus. Pneumonia virus ditandai dengan

mialga, malaise, batuk kering dan nonproduktif; b). Awitan lebih insidious dan ringan

pada orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang patogen/oportunistik,

misalnya; Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur; c).

Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bias didapatkan berupa demam, sesak

napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara

pernapasan bronkial). Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumpai pada PK yang

sekunder (didahului penyakit dasar paru) ataupun PN. Dapat diperoleh bentuk

manifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumo toraks.

Pada pasien PN atau dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh

hipoksia; d). Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.1,6,7,

Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiologis. Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkhogram (airspace disease) misalnya

oleh Streptococcus pneumoniae, bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara

lain Staphylococcus, virus atau mikroplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial

disease) oleh virus dan mikroplasma.1,6,7,

Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif

untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana

saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau

amyloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau

bakteriemia.1,6,7,8

Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi

anaerob, Gram negatif atau amyloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering

ditimbulkan S. pneumonia. Dapat juga oleh kuman anaerob, S. pyogenes, E. coli dan

(7)

P.pseudomallei.1,6,7,8

Pembentukan kista terdapat pada pneumonia nekrotikans/supurativa, abses dan

fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman S. aureus, K. pneumonia

dan kuman-kuman anaerob (Streptococcus anaerob, Bacteroides, Fusobacterium).

Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi

sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses.

Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena

resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.1

Pemeriksaan laboratorium. Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikroplasma atau

pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadinya respons leukosit, orangtua atau

lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi

kuman Gram negative atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan

kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.1,6,7,8

Pemeriksaan bakteriologis. Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakoentesis, bronkoskopi, atau

biopsy. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin,

Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai

PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan

pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.1,2,5,6,7

Pemeriksaan khusus. Titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostic bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah

dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien PN/PK

yang dirawat inap perlu diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.1,8,9

KRITERIA PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Kriteria pneumonia nosokomial. Mengingat gambaran PN yang tidak khas dan

berbeda dari PK, maka untuk diagnosis PN digunakan kriteria diagnosis PN yang

diajukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), USA, seperti terlihat pada tabel 4.1, 2,10

(8)

PENATALAKSANAAN

Pemberian antibiotik segera, sesuai dan adekuat dapat menurunkan angka

mortalitas. Pada studi yang dilaporkan oelh Stanley Fiel pada tahun 2001

menunjukkan bahwa pasien PN yang mendapatkan antibiotik yang sesuai memiliki

angka survival 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mendapat

antibiotik.7,8

Strategi terapi pada PN berdasarkan keadaan klinik dan bakteriologik pasien

seperti tercantum pada gambar 2. Terapi empirik diberikan berdasarkan pertimbangan

onset dini dengan ada/tidak adanya faktor risiko untuk patogen resisten jamak (tabel 5

,6) atau lambat ≥ 5 hari dan adanya faktor risiko patogen MDR, diberikan terapi

empirik awal dengan terapi AB spektrum luas (tabel 7). Pasien diberikan terapi

empirik didasarkan kepada risiko infeksi MDR dan gram negatif dalam bentuk

kombinasi, dan monoterapi bila tidak ada risiko MDR. Hal ini untuk mencegah

terjadinya resistensi patogen pada saat terapi terhadap P. Aeruginosa, dan pada saat

memberikan sefalosporin gen ke-3 terhadap Enterobakter. Diberikan terapi jangka

pendek dalam 7 hari bila didapat respons yang baik, dan penyebabnya bukan P.

(9)

Gambar 2. Algoritme penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial, PAPDI,2,9,10

Faktor antibiotik. Tidak mungkin mendapatkan 1 jenis antibiotik yang ampuh

untuk semua jenis kuman. Karena itu penting dipahami berbagai aspek tentang AB

untuk efisiensi pemakaian AB. Secara praktis dipilih AB yang ampuh dan secara

empirik telah terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman

penyebab yang paling mungkin pada pneumonia atau bentuk lain ISNBA berdasarkan

data antibiogram mikrobiologi dalam 6-12 bulan terakhir. Efektivitas AB tergantung

pada kepekaan kuman terhadap AB ini, penetrasinya ke tempat lesi infeksi, toksisitas,

interaksi dengan obat lain dan reaksi pasien misalnya alergi atau intoleransi.1,7,8

Faktor farmakologis. Farmakokinetik AB mempertimbangkan proses

bakterisidal dengan Kadar Hambat Minimal (MIC) yang sama dengan Kadar

Bakterisidal Minimal (KBM), dan bakteriostatik dengan KBM yang jauh lebih tinggi

daripada KHM. Untuk mencapai efektivitas optimal, obat yang tergolong mempunyai

sifat dose dependent (misalnya sefalosporin) perlu diberikan dalam 3-4 pemberian/hari sedangkan golongan concentration dependent (misalnya aminoglikosida, kuinolon) cukup 1-2 kali sehari namun dengan dosis yang lebih

(10)

infeksi di jaringan dan keampuhannya AB hingga obat ini ampuh untuk dipakai

terhadap patogen penyebab. Obat dengan kadar intraselular yang tinggi seperti

makrolid akan lebih efektif dalam membunuh kuman intraselular. AB dengan

Cmax/MIC Rasio >8-10, atau AUC: MIC Ratio yang semakin >25 semakin efektif dan

bila AUC:MIC Ratio di atas 100, akan dapat menekan terjadinya perkembangan

resistensi patogen. Hal ini penting terutama pada pengobatan pasien dengan

imunokompromais. 1,7,8,9

Cara pemilihan AB

Pilihan AB dapat berupa: a. AB tunggal. Dipilih yang paling cocok diberikan kepada

pasien PK yang asalnya sehat dan gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh tipe

kuman tertentu yang sensitif; b. Kombinasi AB. Diberikan dengan maksud untuk

mencakup spectrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas

spectrum, dan pada infeksi jamak. Bila perlu diusahakan pula perbaikan penetrasi

obat, misalnya drainase sputum pada bronkiektasis terinfeksi. Bila telah didapat hasil

kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk

memberikan AB yang lebih terarah atau monoterapi.1,7,8,9

AB yang diberikan adalah AB dengan spektrum luas, yang kemudian sesuai

dengan hasil kultur dirubah menjadi AB spektrum sempit. Lama pemberian terapi

ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriemi, beratnya

penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan

selama 7-10 hari. Untuk infeksi M. pneumonia dan C. pneumonia selama 10-14 hari

atau lebih.1,2,7,8,9

Bila belum ada respons yang baik dalam 72 jam (terjadi pada 10% pasien),

lakukan evaluasi terhadap adanya kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi

atau penyakitnya bukan pneumonia. Reevaluasi ditujukan kepada faktor predisposisi

dan terjadinya infeksi. 1,2,9,10

Tabel 5. Terapi empirik awal onset dini tanpa faktor risiko untuk patogen resisten

(11)

Tabel 6. Terapi empirik awal onset dini dengan faktor risiko untuk patogen resisten

jamak 1,9,10

Tabel 7. Terapi empirik awal onset lanjut dengan terapi AB spektrum luas untuk

patogen MDR 1,9,10

Pada umumnya spektrum aktivitas AB apapun tidak mencakup semua kuman

penting yang biasa menjadi penyebab PN, kecuali sefpirom dan karbapenem.

Sefpirom merupakan sefalosporin generasi ke-4 yang spektrumnya mencakup

sebagian besar kuman penyebab infeksi nosocomial di ruangan umum.ICU termasuk

(12)

sefalosporin lain dan karbapenern, sefpirom kurang aktif terhadap Methicillin

Resistant Staphylococcud Aureus (MRSA). Untuk MRSA yang diperkirakan terjadi

pada 20% dari infeksi Straphylococcus dapat dipergunakan vankomisin atau

linezolid.1,10,11

Pada PN dengan imunitas yang normal terapi AB biasanya diberikan selama 2

minggu, dapat diperpanjang bila terdapat gangguan daya tahan tubuh. Pasien ini

biasanya menyelesaikan terapi AB parenteral di RS dan tidak ada kesempatan untuk

dilakukan pengalihan obat (switch theraphy) kepada bentuk oral.1,10,11

Modifikasi AB perlu dilakukan bila telah terdapat hasil bakteriologik dari bahan

sputum atau darah. Respons terhadap AB di evaluasi dalam 72 jam. Kegagalan terapi

dapat disebabkan kesalahan diagnosis, kesalahsangkaan patogen, atau komplikasi.

Kesalahan diagnosis karena terdapat penyakit lain berupa atelectasis, emboli paru,

ARDS, penyakit dasar neoplasma. Patogen penyebab mungkin berupa MDR (bakteri,

mikobakteri, virus, jamur) atau karena salah terapi misalnya dosis yang tak adekuat

atau cara pemberian yang salah. Komplikasi yang mungkin terjadi misalnya

empyema, abses paru, superinfeksi atau demam akibat obat (drug fever). Dapat juga

karena faktor inang berupa respons imun yang menurun, obstruksi saluran napas.1,9,10 Bila telah ada hasil kultur, AB dimodifikasi bila didapatkan kuman yang

resisten yang tidak tercakup dalam spectrum AB yang sering diberikan, atau

sebaliknya dipakai AB dengan spectrum yang lebih sempit atau lebih ringan bila Ps.

Aeruginosa dan Asinobakter tidak ditemukan.1,9,10

Meminimalkan Resistensi Patogen

Secara teoritis pemilihan AB berdasarkan farmakodinamik akan meningkatkan

eradikasi kuman dengan demikian membatasi timbulnya resistensi patogen.

Pencegahan resistensi AB berdasarkan tes DNA merupakan cara yang memberikan

harapan. Di samping itu perlu dilaksanakan program penelitian dan pengawasan

resistensi patogen terhadap AB.1,9,10

Terapi suportif. 1). Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi

95-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah; 2). Humidifikasi dengan nebulizer

untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian

bronkodilator bila terdapat bronkospasme; 3). Fisioterapi dada untuk pengeluaran

dahak, khususnya anjuran untuk batuh dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish

(13)

setengah duduk untuk melancarkan pernafasan; 4). Pengaturan cairan. Keutuhan

kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitive terhadap

pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada

pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal

ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan; 5).

Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak

bermanfaat pada keadaan renjatan septik; 6). Pertimbangkan obat inotropik seperti

dobutamin atau dopamine kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi

gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal; 7). Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi

dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah: a). Hipoksemia persisten

meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakan masker. Konsentrasi O2

yang tinggi menyebabkan penurunan kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi.

Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan

menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah; b). Gagal napas yang ditandai oleh

peningkatan CO2 didapat asidosis, henti napas, retensi sputum yang sulit diatasi

secara konservatif. 8). Drainase empyema bila ada; 9). Bila terdapat gagal napas,

diberikan nutrisi yang cukup kalori terutama didapatkan dari lemak (50%), hingga

dapat dihindari produksi CO2 yang berlebihan.1,9,10

KOMPLIKASI

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia

pneumokokkus dengan bakteriemi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis,

arthritis, endocarditis, pericarditis, peritonitis dan empyema. Terkadang dijumpai

komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bias dijumpai yang memperlambat resolusi

gambaran radiologi baru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau

infark paru, dan infark miokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain berupa acute respiratory distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial.1,2,9,10

PENCEGAHAN

Pencegahan PN ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan

infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan tehnik isolasi dan praktek

(14)

tinggi dan penyakit dasar yang dapat berakibat fatal perlu diberikan terapi

pencegahan. Terdapat berbagai faktor terjadinya PN. Dari berbagai risiko tersebut

beberapa faktor penting tidak bisa dikoreksi. Beberapa faktor dapat dikoreksi untuk

mengurangi terjadinya PN, yaitu antara lain dengan pembatasan pemakaian selang

nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotektif sebagai pengganti

antagonis H2 dan antasida. (Tabel 8) 1,2,9,10

Tabel 8. Rekomendasi dalam pengobatan faktor risiko yang dapat diubah. 1,2,9,10

PROGNOSIS

Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bias mencapai 70% bila

temasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian

biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zul Dahlan. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: FK-UI, Edisi ke-5,

Interna Publishing, 2014; Bab 238, hal. 1608-19.

2. Kalil AC, Metersky ML, et al. Management of Adults with hospital-acquired

and ventilator-associated pneumonia: 2016 Clinical Practice Guidelines by

the Infectious Disease Society of America and the American Thoracic Society.

Clinical Infectious Disease. 2015. P 1-51

3. Chung RD, Song JH, et al. High prevalence of multidrug-resistant

(16)

4. Stanley fiel. Guidelines and critical pathways for severe hospital-acquired

pneumonia. 2001. CHEST:119;2. p412-418

5. Lionel AM, Wunderink RG. Pneumonia. Harrison's Principles of Internal

Medicine 18th ed Manual of Medicine, The McGraw-Hill Companies,

2013, Chapter 162, p.803-15

6. Kollef MH, Shorr Andrew, et al. Epidemiology and Outcomes of

Health-care-associated pneumonia. 2005. CHEST;128:6. P 3855-61

7. Song JH. Treatment recommendations of hospital-acquired pneumonia in

Asian countries: first consensus report by the Asian HAP working group.

2008. AJIC ;36:4. pS83-92

8. Shorr AF, Zilberberg MD. Validation of a clinical score for assessing the risk

of resistant pathogens in patients with pneumonia presenting to the emergency

departement. 2012. CID 2012:54. P193-197

9. American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with

hospital-acquired, ventilator-associated, and healthcare-associated pneumonia.

Am J Respir Crit Care Med; 171 p.388-416

10.Kieninger AN, Lipsett PA. Hospital-Acquired pneumonia: Pathophysiology,

Gambar

Tabel 1. Insiden PN dan PBV dinegara Asia 3
Gambar 1. Patofisologi Pneumonia
Gambar 2. Algoritme penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial, PAPDI,2,9,10
Tabel 6. Terapi empirik awal onset dini  dengan faktor risiko untuk patogen resisten

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

belajar lebih giat ketika mendapatkan prestasi belajar yang rendah peserta didik membangun kemauan untuk belajar lebih giat ketika mendapatkan prestasi belajar yang rendah

Kedua, tradisi ruwatan anak tunggal ialah sebuah ritual atau upacara adat yang termasuk dalam warisan nenek moyang dan dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa

Untuk membandingkan ketiga Indikator multikolinearitas keseluruhan, dan indikator individu dilakukan simulasi komparasi, adapun tujuan dan penggunaan simulasi ini adalah

Dari hasil pengujian permeabilitas di atas maka dapat dibuat grafik berdasarkan nilai koefisien rata-rata permeabilitas yang didapat dari 3 sampel tiap variasi komposisi

Presipitasi mineral bijih sebagai komponen utama atau minor dari batuan beku, seperti endapan intan pada kimberlit, REE pada karbonatit di Zimbabwe Separasi

Skop kajian yang kedua ialah usaha memahami fenomena sosial berkenaan Orang Asli dari aspek budaya, pemikiran dan persepsi yang perlu untuk diteliti bagi membangunkan

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang merupakan penelitian ilmiah sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Pada penelitian