• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dibedakan menjadi dua yaitu ISPA atas dan bawah.Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis

akut,rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis. Sedangkan infeksi saluran pernapasan

akut bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan infeksi bekteri sekunder. Yang termasuk dalam penggolongan ini adalah bronchitis akut, bronchitis kronis, bronciolitis dan pneumonia aspirasi (Nelson, 2002).

2.1.1. Jenis-jenis ISPA

Penyakit ISPA meyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas melalui hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan aksesoris seperti sinur, rongga telinga tengah dan pleura. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yangkni antara lain:

a. Infeksi merupakan masukan kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

(2)

c. Infeksi akut yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ditentukan untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Penyakit ISPA secara anatomis menckup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran pernapasan. (Widoyono, 2008).

2.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi

Berdasarkan loksi anatomi ISPA digolongkan dalam dua golongan yaitu: a. Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA).

Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) adalah infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring seperti pilek, sinusitis, otitis media (infeksi pada telinga tengah), haringitis (infeksi pada tengorokan). Infeksi saluran pernapasan atas digolongkan kedalam penyakit bukan pneumoni.

b. Infeksi saluran pernafan bawah akut (ISPbA)

Infeksi saluran pernafan bawah akut (ISPbA) adalah infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglottis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran napas seperti epiglotitis, laryngitis,

laryngotrachitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia (Widoyono, 2008).

2.1.3. Etiologi ISPA

(3)

staphylococcus aureus dan haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain

influenza, adenovirus, dan sitomegalovirus. Jamur yang bias menyababkan ISPA

antara lain aspergillus sp, candida albicarns,dan histoplasma. Sedangkan aspirasi lain yang juga dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap kenderaan bermotor, Bahan Bakar Minyak (BBM) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-bijian (Widoyono, 2008).

2.1.4. Gejala ISPA

Gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut: a. Gejala ISPA Ringan

Seseorang balita dinyatakan menajdi ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: batuk, serak yaitu anak bersuara parau pada waktu mengelurkan suara (padawaktu berbicara atau menangis), pilek yaitu mengelaurkan lender atau ingus dari hidung, panas atau demam apa bila suhu badan lebih dari 37 derajat selsius.

b. Gejala ISPA Sedang

(4)

menyerupai bercak campak. e). telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. f). pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

c. Gejala ISPA Berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagi berikut: a). Bibir atau kulit membiru b). anak tidak sadar atau kesadaran menurun. c). pernapasan berbunyi seperti mengorok dan atau tampak gelisah. d). Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernapas. e). Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. f). Tengorokan berwarna merah. (Depkes RI, 1996).

2.1.5. Cara Penularan ISPA

Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar pada penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum. (Depkes RI, 1996).

2.1.6. Patogenesis ISPA

Saluran pernapsan dari hidung sampai bronchus dilapisi oleh membran

mukosa besilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan

(5)

pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lembat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan makrofage disaluran pernapasan. Akibat dari dau hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan (Mukono, 2008).

2.2. Epidemiologi

2.2.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena system pertahanan tubuhnya blum kuat. Apabila didalam sutu rumah angota kelaurga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat (WHO, 2002). Dalam setahun seorang anak rata-rata mengalami 3-6 kali penyakit ISPA (Depkes RI, 2010). Di Indonesia ISPA menempati urutan pertama penyabab kematian pada kelompok bayi dan balita. Berdasarkan data Survai Kesehatan Nasional 2001 menunjukan bahwa proporsi ISPA sebagai penyebab kematian bayi adalah 27,6% sedangkan proporsi ISPA sebagai penyebab kematian anak balita 22,8%. (Depkes RI,2002).

(6)

Kalimatan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat) pada tahun 1993 diketahui bahwa jumlah angka kesakitan tertinggi karena ISPA,yaitu 2,9 /1000 balita. Selama kurun watu 2000-2002 jumlah kasus ISPA terlihat berfluktuasi. Pada tahun 2000 terdapat 30,1% kasus, pada tahun 2001 menjadi 22,6% kasus dan pada tahun 2002 menjadi 22,1% kasus ISPA (Depkes RI, 2005).

Menyusui hanya ASI saja pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3% tahun 2010, menjadi 30,2% tahun 2013, demikina juga inisiasi menyusu dini < 1 jam meningkat dari 29,3% tahun 2010 menjadi 34,5% pada tahun 2013. Prepalensi gizi kurang pada balita BB/U <-2SD memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% tahun 2007 menurun menjadi 17,9% pada tahun 2010, kemudian meningkat lagi menajdi 19,6% pada tahun 2013. Beberapa provinsi seperti Bangka Belitung, Kalimatan Timur, Kalimatan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukan kecenderungan menurun dan terdapat dua provinsi yang prevalinsinya sangat tinggi >30% adalah provinsi Nusa Tengga Timur dan diikuti Papua Barat dan terdapat dua provinsi yang prevalansinya <15% yaitu Provinsi Balidan DKI Jakarta (Riskesdas, 2013).

2.3. Sosioekonomi

2.3.1. Pendapatan Keluarga

(7)

rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah segala bentuk pengahasilan atau penerimaan yang nyata dari seluruh anggota keluarga yang memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsistem. Pendapatan formal, informal dan subsistem yang dimaksud dalam konsep diatas dijelaskan sebagai berikut:

a. Pendapatan formal adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil pekerjaan pokok. b. Pendapatan informal adalah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan di luar

pekerjaan pokok.

c. Pendapatan subsistem yaitu pendapatan yang diproleh dari sektor produksi yang dinilai dengan uang. jadi yang dimasud dengan penda[atan kelaurga adalah seluruh pengahasilan yang diperoleh dari semua anggota keluarga yang berkerja.

Badan Pusat Stastistik (2008) membedakan pendapatan menjadi 4 golongan adalah :

a. Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,- per bulan

b. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp.2.500.000,- s/d Rp. 3.500.000,- per bulan

(8)

d. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000,. Penelitian yang dilakuakn oleh Anom S., Soedjajadi K (2006), pendapatan merupakan salah satu wujud dari sumber daya, merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Uji statistik yamg telah dilakukan menunjukkan ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian pendapatan keluarga merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang mempunyai pendapatan kurang sebesar 0,24 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga anak Balita yang berpendapatan tinggi.

2.3.2. Pekerjaan

Menurut Suroto (1992) Pekerjaan adalah setiap kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa bagi diri atau orang lain, baik orang yang melakukan dibayar atau tidak. Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa bagi diri sendiri atau orang lain dalam kurun waktu tertentu. Setiap kegiatan manusia yang menghasilkan barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu dapat dimaknai sebagai pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat menghasilkan imbalan atau bayaran. Sekumpulan atau sekelompok tugas dan tanggung jawab yang akan, sedang, dan telah dikerjakan oleh tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu.

(9)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pekerjaaan merupakan kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri maupun orang lain dalam kurun waktu tertentu untuk mendapatkan penghasilan berupa uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu kegiatan yang dianggap sebagai pekerjaan harus sesuai dengan nilai sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat serta dapat dipertanggungjawabkan dalam kurun waktu yang telah ditentukan oleh pihak yang bekerja. Imbalan yang akan diperoleh dari suatu pekerjaan disesuaikan dengan perttanggungjawaban yang telah diberikan oleh individu. Jadi semakin besar tanggung jawab yang diemban oleh seorang individu maka semakin besar pula penghasilan yang akn dia peroleh. Pekerjaan dapat berpengaruh pada pembentukan perilaku individu dan pengalaman pekerjaan yang diperoleh dapat membantu dia dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

Dalam penelitian ini jenis-jenis pekerjaan akan lebih dipersempit lagi menjadi pekerjaan sebagai buruh, pertanian, tenaga penjualan barang/jasa, dan Pegawai Negeri (PNS). Hal ini bertujuan agar diperoleh hasil yang lebih mendalam.

Hasil penelitian Annisa (2013) terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan perilaku pencegahan ISPA pada balita (p=0,013) Ibu yang tidak bekerja cenderung akan memiliki perilaku pencegahan lebih baik dibandingkan ibu yang bekerja.

2.3.3. Pendidikan

(10)

Dasar, Menengah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi adalah:

a. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

b. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

c. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang berbentuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

d. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

e. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

(11)

atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan (Notoatmojo, 2003). Hasil penelitaian yang di lakukan oleh Annisa Firdausia (2013) menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pencegahan ISPA pada balita (p=0,001).

Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang ISPA. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan penyakittermasuk ISPA sehingga sulit menerima informasi baru di bidang penyakit. Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan dan informasi penyakit yang mana dengan pendidikan tersebut diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat. (Suharjo, 1992).

2.4. Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh (Supariasa, 2012).

(12)

Menurut Soekirman (2000) faktor penyebab terjadinya gizi kurang ada dua, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.

a. Penyebab Langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi pangan dan penyakit infeksi, kedua penyebab tersebut saling berpengaruh dengan demikian timbulnya gizi kurang, tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya penyakit infeksi terutama infeksi saluran pernafasan akut.

b. Tidak langsung 1. Pola Asuh gizi

Pola asuh gizi merupakan praktik dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Psikologi

Psikologi seseorang dapat mempengaruhi pola makan. Makan yang berlebihan atau kekurangan dapat terjadi sebagai respons dari kesepian, berduka atau depresi dan dapat juga merupakan respons terhadap rangsangan dari luar seperti iklan makanan.

3. Genetik

(13)

4. Pelayanan kesehatan

Faktor penyebab tidak langsung yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan berat badan anak, sarana lain seperti keberadaan posyandu dan puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit. (Soekirman,

2000).

2.4.1. Kriteria Penilaian Status Gizi Anak

Menurut Supariasa (2012) untuk menentukan keriteria penilaian status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Standar deviasi unit (Z-skor) digunakan untuk meneliti dan memantau pertumbuhan serta mengetahui klasifikasi status gizi. Rumus perhitungan Z-Skor adalah sebagai berikut :

Z – skor =

Nilai simpang baku rujukan

Nilai Individu subjek – Nilai median baku rujukan

Kategori dan ambang batas status gizi anak menurut Kemenkes.RI, (2011). adalah

sebagai mana terdapat pada table dibawah ini:

Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status gizi Ambang Batas (Z Score) BB/U

Anak umur 0 – 60 bulan

Gizi buruk <-3 SD

(14)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

Indeks Kategori Status gizi Ambang Batas (Z Score)

2.4.2. Cara Penilaian Status Gizi Anak

Menurut Supariasa (2012), penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:

a. Antropometri

(15)

jumlah air dalam tubuh. Dalam antropometri gizi digunakan indeks antropometri sebagai dasar penilaian status gizi, beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda (Supariasa, 2012).

Diantara bermacam – macam indeks antropometri, BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan sejak tahun 1972. Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot.

b. Klinis

(16)

c. Biokimia

Penilaian satus gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. digunakan dalam metode ini untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan secara faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

d. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.digunakan umumnya dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk (1996) didapatkan hasil bahwa status gizi kurang pada anak balita mempunyai risiko untuk terkena ISPA 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang bergizi baik. Sejalan dengan penelitian Roslina (2010) bahwa anak balita yang gizinya kurang mempunyai resiko 6,5 kali menderita ISPA dibandingkan anak balita yang gizi baik.

2.5. Status Imunisasi

(17)

tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes, 2005). Mengapa seseorang harus di Imunisasi agar kebal terhadap penyakit, karena bila tidak diimunisasi, mempermudah terserang penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi. Adapun jadwal pemberian dan jenis imunisasi menurut sebagai berikut:

Tebel 2.2. Pemberian dan Jenis Imunisasi

Umur Bayi Jenis Imunisasi

0-7 Hari HB0

1 Bulan BCG, Polio 1

2 Bulan DPT/HB 1, Polio 2

3 Bulan DPT/HB 2, Polio 3

4 Bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 Bulan Campak

Sumber : Kemenkes RI, (2010)

Hasil penelitian yang dilakukan Rosalina (2010) menunjukan bahwa anak balita yang imunisasi tidak lengkap mempunyai resiko sebesar 6,1 kali menderita ISPA dibandingkan dengan anak balita yang tidak di imunisasi lengkap sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Marhamah (2012) menemukan bahwa statsus imunisasi berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak balita dengan (p 0.04).

2.6. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

(18)

melindungi bayi dari berbagai penyakit. Kandungankandungan tersebut tidak terdapat dalam susu formula, selain itu asupan apapun selain ASI sulit dicerna oleh bayi, sehingga justru akan membahayakan kesehatannya. (Depkes, 2002)

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif adalah air susu ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. Air susu ibu eksklusif yang selanjutnya disebut ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.

a. Keuntungan Menyusui

1. Membantu ikatan batin antara ibu dengan bayi.

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih mendengar detak jantung sang ibu yang telah dikenalnya sejak dalam kandungan.

(19)

3. Melindungi kesehatan ibu.

Menyusui dapat mengurangi risiko pendarahan setelah melahirkan, karena pada saat menyusui kadar oksitosin yang berguna juga untuk penutupan pembuluh darah sehingga pendarahan lebih cepat berhenti. Selain itu dapat mengurangi anemia, mengecilkan rahim, lebih cepat langsing, dan mengurangi risiko menderita kanker payudara & indung telur.

4. Biayanya lebih rendah daripada pemberian asupan buatan, apalagi susu formula.

Dengan memberi ASI Eksklusif, berarti tidak ada pengeluaran untuk membeli susu formula selama 6 bulan, bahkan sampai 2 tahun. Selain itu karena bayi akan lebih jarang sakit, maka pengeluaran untuk ke dokter atau ke rumah sakit juga akan berkurang.

5. Meningkatkan kecerdasan anak.

Dengan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal. Halini karena selain sebagai nutrien yang ideal, dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan dengan kabutuhan bayi. ASI juga mengandung nutrien khusus yang diperlukan otak.

6. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi.

(20)

bayi belum mampu memproduksi banyak zat kekebalan, maka ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit.

7. Mekanisme Produksi ASI 1. Hormon Prolaktin

(21)

yang diproduksi. Jika bayi berhenti menyusui, maka payudara juga akan berhenti memproduksi ASI.

2. Hormon Oksitosin

Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak juga mengeluarkan hormon

Oksitosin selain hormon Prolaktin. Hormon Oksitosin diproduksi lebih cepat

daripada Prolaktin. Hormon ini juga masuk ke dalam aliran darah menuju payudara. Di payudara, hormon Oksitosin ini merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi. Kontraksi ini menyebabkan ASI hasil produksi sel-sel pembuat susu terdorong mengalir melalui saluran ASI menuju puting. Kadang-kadang, bahkan ASI mengalir hingga keluar payudara ketika bayi sedang tidak menyusu. Proses mengalirnya ASI ini disebut sebagai reflex pelepasan ASI. (Depkes,2008).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Galuh (2003), menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI secara eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA dalam 1 bulan terakhir (p value <0,05). Dan hasil penelitain Musfardi, (2010) menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI tidak eksklusif memiliki Rasio

Odds 1,69 kali (95%CI. 1,02-2,80) untuk mengalami kejadian ISPA

(22)

2.7. Landasan Teori

Menurut John Gordon bahwa timbulnya suatu penyakit dipengaruhi oleh adanya pengaruh faktor penjamu, agent dan lingkungan. Agent suatu penyakit meliputi agent biologis dan non biologis misalnya agent fisik, kimia. Faktor host adalah faktor-faktor instrinstik yang dapat mempengaruhi kerentanan penjamu terhadap faktor agent. Sedangkan faktor lingkungan adalah elemen-elemen ekstrintik yang dapat mempengaruhi keterpaparan penamu terhadap faktor agent.

Gambar 2.1. Neraca Keseimbangan Model terjadinya Gangguan Kesehatan atau Penyakit Termasuk Didalamnya Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan faktor resiko yang meningkatkan kejadian ISPA yang akan di jelaskan sebagai berikut:

a. Host (Penjamu) adalah manusia yang keberadaanya dipenagruhi oleh umur, jenis

kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status ASI, status imunisasi dan vitamin A.

b. Agent adalah faktorpenyebab penyakit tersebut meliputi bakteri, virus, parasit.

c. Environment (Lingkungan) adalah faktor diluar penderita yang akan

mempengaruhi keberadaan host terdiri dari lingkungan yaitu bakteri, virus, parasit, ventilasi dan kepadatan hunian kamar.

(23)

Konsep tersebut di atas adalah suatu konsep yang dinamis setiap perubahan dari ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambahnya atau berkurangnya kejadian suatu penyakit. Untuk itu guna menurunkan kesakitan atau kejadaian ISPA maka diruskan suatu upaya pemberantasan penyakit dengan pendekatan terhadap faktor resiko yang berhubungan melalui kerjasama dengan program imunisasi, program bina kesehatan balita, program bina gizi masyarakat dan program penyehatan lingkungan (Depkes RI.2001).

Untuk lebih jelasnya tentang faktor-faktor yang mempenagruhi terjadinya penyakit ISPA pada anak balita dapat dilihat pada skema berikut ini.

Gambar 2.2. Kerangka Teori Menurut Depkes RI 2001, Dewi 2012, Widodo 2008

• Pencemaran udara dalam rumah

• Ventilasi

Faktor Agent

• Virus

• Bakteri

(24)

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep skematis yang dikemukan oleh Unicef (1998) dan Depkes RI (2000) yang telah dijelelaskan diatas maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Indevenden Variabel Dependen

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Sosioekonomi

- Pendapatan Keluarga - Pendidikan Ibu - Pekerjaan Ibu

Status Gizi Anak umur 1-2 Tahun Penyakit ISPA pada

Gambar

Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi Anak
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Gambar 2.1. Neraca Keseimbangan Model terjadinya Gangguan Kesehatan atau Penyakit  Termasuk Didalamnya Kejadian ISPA
Gambar 2.2. Kerangka Teori Menurut Depkes RI 2001, Dewi 2012,  Widodo 2008
+2

Referensi

Dokumen terkait

XORP dapat juga berjalan pada sistem virtual dengan menggunakan perangkat lunak virtualisasi populer seperti Vmware dan Xen, dimana XORP dapat berbagi perangkat keras x86

[r]

[r]

berjumlah 6 siswa, siswa yang mendapat nilai dalam kategori kurang berjumlah 9 siswa, dan kategori sangat kurang berjumlah 1 siswa. Hasil belajar yang dicapai

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) yang membuka rekrutmen CPNS Tahun Anggaran (TA) 2017 terus bersinergi menyelesaikan proses pengangkatan CPNS sesuai

Kelompok Kerja Pengadaan Barang/Jasa Teknologi Informasi dilingkungan Badan Kepegawaian Negara Tahun Anggaran 2017 akan melaksanakan Seleksi Sederhana dengan pascakualifikasi

Layanan informasi tentang bakat yang diberikan kepada peserta didik kelas VIII MTsN 1 Kecamatan Tanah Pinoh Kabupaten Melawi dikatakan sangat baik, dengan persentase

(iv) Saya mengesahkan hanya satu tuntutan sahaja yang saya kemukakan