• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak Menggunakan Data Urin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan pepaya adalah sebagai berikut (MEDA, 2012).

Kingdom/kerajaan : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Cistales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L.

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Pepaya merupakan tanaman herba yang memiliki batang tegak, berongga di

bagian tengah, berbuku-buku, biasanya tidak bercabang dan tingginya dapat

mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar dan helaiannya

menyerupai telapak tangan manausia, apabila daun pepaya tersebut dilipat menjadi

dua bagian persis di tengah, akan tampak bahwa daun pepaya tersebut simetris.

Tangkai daunnya panjang dan berongga. Sistem perakaran tanaman pepaya berupa

akar tunggang dan akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua arah pada

kedalaman 1 m atau lebih dan menyebar sekitar 60 cm-150 cm atau lebih dari pusat

(2)

2.1.3 Kandungan Kimia

Hampir seluruh bagian tanaman pepaya memiliki kandungan kimia yang

berkhasiat bagi kesehatan. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloida

karpaina, pseudokarpaina, glikosida, karposida dan saponin. Buah pepaya yang

matang kaya akan kandungan vitamin dan mineral. Getah pepaya mengandung

papain, kemopain, lisosim, lipase, glutamin dan siklotransferase. Sementara itu,

bunga pepaya mengandung beta karoten, pektin, d-galaktosa, 1-arabinosa, papain,

papayotimin dan vitokinose (Mangan, 2008). Bunga pepaya memiliki karakteristik

rasa yang pahit sama seperti daunnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan alkaloid

carpein. Selain mengandung senyawa alkaloid carpein, bunga pepaya juga

diketahui mengandung tanin, steroid, flavanoid, triterpenoid, serat alami dan juga

karbohidrat. Berdasarkan uji klinis, ternyata senyawa yang terdapat dalam bunga

pepaya ini sangat ampuh melumpuhkan pengaruh radikal bebas di dalam tubuh

manusia dan juga membersihkan darah (Anonim).

2.1.4 Khasiat tumbuhan

Bunga Pepaya Jantan berkhasiat untuk mengobati kanker (Tietze dan

Soetrisno, 2003) selain itu juga berkhasiat mengobati borok/luka, menurunkan

tekanan darah tinggi (antihipertensi), pembekuan darah, penyakit kuning, dan

bronkitis. Sedangkan kulit batang berkhasiat mengatasi sakit gigi. Biji berkhasiat

untuk menenangkan jantung, bronkus dan otot. Getah segar digunakan untuk luka

bakar, daun memiliki khasiat sebagai antipertensi, mengobati gula darah rendah

(hipoglikemia), pembersihan darah, mengatasi menstruasi yang tidak teratur dan

(3)

mengobati berbagai jenis parasit di dalam usus, penyakit kuning, nyeri ginjal dan

pendarahan (Tietze dan Soetrisno, 2003).

2.2 Natrium Diklofenak

Rumus Struktur

Gambar 2.1 Rumus struktur natrium diklofenak Rumus molekul : C14H10Cl2NO2

Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid) Na

Berat Molekul : 318,13

Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa

(USP 30, 2007).

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak

larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol

metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8.

Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Diklofenak adalah

golongan obat non steroid dengan aktivitas anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik.

Diklofenak menginhibisi sintesis prostaglandin didalam jaringan tubuh dengan

(4)

[PGHS-1] dan-2 [PGHS-2]), telah diidentifikasikan dengan mengkatalis/memecah

formasi/bentuk dari prostaglandin didalam jalur asam arakidonat (Gerald, 2008).

Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat.

Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisme lintas

pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam,

diklofenak diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh

lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual,

gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat

ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan

tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis

(Gerald, 2008).

Diklofenak dimetabolisme secara cepat di hati. Diklofenak mengalami

hidroksilasi, diikuti konjugasi dengan asam glukoronat, amida taurin, asam sulfat

dan ligan biogenik lain. Konjugasi dari unchanged drug

Diklofenak dieksresikan melalui urin dan feses dengan jumlah minimal

yang dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (

juga terjadi. Hidroksilasi

dari cincin aromatik diklorofenil menghasilkan 4-hidroksidiklofenak dan

3-hidroksidiklofenak. Konjugasi dengan asam glukoronat dan taurin biasanya terjadi

pada gugus karboksil dari cincin fenil asetat dan konjugasi dengan asam sulfat

terjadi pada gugus 4 hidroksil dari cincin aromatik diklorofenil. 3 dan atau

4-hidroksi diklofenak dapat melalui 4-0. Metilasi membentuk 3-4-hidroksi-4-metoksi

diklofenak (Gerald, 2008).

unchanged). Eksresi melalui feses

(5)

melalui empedu, sementara metabolit terhidroksilasi dieksresi melalui urin (Gerald,

2008).

2.3 Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan

tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Tan dan

Rahardja, 2002).

2.3.1 Absorpsi

Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari

permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ ke aliran darah atau

ke dalam sistem pembuluh limfe. Absorbsi kebanyakan obat terjadi secara pasif

melalui difusi. Pada pemberian obat peroral, obat harus mengalami disolusi atau

pemecahan obat, setelah itu obat harus stabil di lingkungan lambung dan

interstinum dan selanjutnya mengalami proses difusi di membran mukosa

gastrointestinal menuju vena porta hepatika (Mutscler, 1999).

2.3.2 Distribusi

Setelah obat diserap dari dalam usus menuju ke aliran darah, obat akan

diikat oleh protein darah dan akan dilepaskan sedikit demi sedikit ke plasma dalam

bentuk bebas menuju target kerja (target sel) (Tan dan Rahardja, 2002).

Setelah molekul zat aktif masuk ke dalam peredaran darah, maka

selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh. Tahap

penyebaran ini sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap

(6)

dengan komposisi biokimia serta keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu

perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya (Aiache,1993).

2.3.3 Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur

kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini

molekul obat diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan

kurang larut dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,

pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan

dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif atau

lebih aktif (Mutscler, 1999).

Tujuan metabolisme obat adalah untuk :

a. menghasilkan energi dan pertahanan tubuh.

b. peruraian menjadi bentuk yang lebih sederhana.

c. membentuk molekul kompleks.

d. konversi senyawa lebih polar, larut dalam air dan menjadi bentuk terionisasi

sehingga mudah dieliminasi (Ritschel, 1980).

Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim yang

dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu pada inhibisi enzim,

biotransformasi obat diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat,

menimbulkan efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Obat yang digunakan secara

oral akan melalui hepar sebelum masuk ke dalam darah menuju daerah lain dari

(7)

terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi

bentuk metabolitnya (Hinz, 2005).

Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu Reaksi Fase I dan

Reaksi Fase II. Reaksi Fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan

dealkilasi. Metabolitnya bisa lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak

dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi Fase

II berupa konjugasi yaitu reaksi penggabungan suatu obat dengan senyawa asing,

setelah diaktivasi dengan senyawa tubuh sendiri. Metabolitnya umumnya lebih larut

dalam air dan mudah diekskresikan (Mutschler, 1999).

2.3.4 Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh

ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa

metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi ada pula

beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui

pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tan dan Rahardja, 2002).

Setiap manusia mempunyai 2 ginjal dan berfungsi untuk memindahkan

semua zat yang bersifat toksik terhadap badan manusia dan aliran darah. Zat-zat ini

diubah dan masuk ke dalam urin yang berarti dikeluarkan dari badan. Eliminasi

obat melalui ginjal (klierens ginjal) merupakan kejadian yang kompleks, dan

mengakibatkan terjadinya beberapa proses yaitu:

a. filtrasi glomerulli

Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang

(8)

obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi disana. Obat yang

terikat protein plasma tetap tinggal dalam aliran darah , hanya obat yang ada

di air plasma yang tersaring.

b. sekresi tubuli aktif

Sebagian besar obat akan direabsorpsi kembali dan masuk ke dalam aliran

darah. Tetapi bila obat yang berupa asam berada di dalam filtrat glomerulli

yang alkalis, sebagian besar obat akan terionisasi dan sukar larut dalam lipid

dan obat akan disekresikan lebih besar dibanding dengan yang direabsorpsi.

Banyak obat diangkut melalui tubuli proksimal secara aktif ke dalam urin

yang ada di tubuli dan disebut sekresi tubuli aktif.

c. reabsorpsi pasif

Reabsorpsi merupakan faktor yang paling penting dalam kontrol

penanganan obat oleh ginjal. Reabsorpsi kebanyakan obat merupakan

proses pasif. Akibat reabsorpsi air, obat mengumpul dalam filtrat

glomerulli. Bila obat tidak direabsorpsi maupun diekskresi, kadar obat di

dalam urin akan jauh lebih besar dibanding obat yang tidak terikat dalam

plasma (anief, 1993).

2.4 Parameter Farmakokinetika Ekskresi Urin Kumulatif Obat

Dalam farmakokinetik, urin dapat digunakan sebagai salah satu objek

pemeriksaan selain plasma darah, untuk penentuan beberapa parameter

farmakokinetik. Data eksresi obat lewat urin dapat dipakai untuk memperkirakan

bioavailabilitas. Agar dapat diperkirakan yang sahih, obat harus dieksresi dengan

(9)

lengkap. Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin secara langsung

berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi (Shargel, 2005).

Jumlah obat total yang masih dapat ditemukan kembali dalam urin pada

waktu tak terhingga “Ae∞

Jumlah obat yang diekskresikan tiap sampel urin yaitu “Ae

”, dapat ditentukan melalui jumlah urin yang

dikumpulkan selama 7 sampai 10 kali waktu paruh. Penentuan parameter

Farmakokinetika terhadap metabolit dan obat tak berubah yang dieliminasi melalui

ginjal dan dilakukan dengan pengambilan sampel urin pada waktu “T ” dengan

volume urin “ V “ dan konsentrasi obat dalam urin “Cu” tiap sampel.

i

Ae

”, ditentukan dengan

mengalikan nilai Cu dan V, sebagaimana terlihat pada persamaan 2. 1

i

Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan sampai dengan waktu tak terhingga

“Ae

= Cu x V ... (2.1)

Ae

, ditentukan dengan menjumlahkan nilai Ae hasil penentuan dari persamaan

2.1, dapat dilihat pada persamaan 2.2

= ���

�=1 ... (2.2)

K

el

Laju ekskresi obat dari sampel yang diambil dilambangkan dengan “K

=

��(��∞−��3)−��⁡(��∞−��5)

ditentukan yaitu dengan persamaan 2.4

Nilai konstanta laju metabolisme “ Km” dapat ditentukan yaitu dengan

(10)

K

m

=

K

el

+

K

Nilai fraksi obat yang dieliminasi “ F

u

el

F

” dapat ditentukan yaitu dengan persamaan

2.6

el =

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan

metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat

yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu

rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun

sampai separuhnya.. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek.

Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali

oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon, 2008).

��∞

� ... (2.6)

Waktu paruh eliminasi “t1/2 eliminasi ” dapat ditentukan dengan persamaan 2.7

t1/2 eliminasi =

(Ritschel, 1980). 0,693

Gambar

Gambar 2.1 Rumus struktur natrium diklofenak

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Peserta yang dinyatakan lulus tahap administrasi dapat segera mengambil Nomor Ujian Tahap-II di RSUD Bagas Waras Kab. Klaten mulai sejak diumumkan sampai dengan hari Jum'at

Pada hari ini Senin tanggal Tujuh bulan Juli tahun Dua Ribu Empat Belas kami Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas

Berdasarkan Surat Penetapan Hasil Kualifikasi Nomor : 07/pokja 12-PKT-17/VII/14 penyedia jasa Konsultansi calon peserta seleksi sederhana pekerjaan Pengawasan Perbaikan

[r]

Copy Surat ijin usaha pada bidang usahanya yang dikeluarkan oleh Instansi Pemerintah berwenang yang masih berlaku berupa Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Usaha

Demikian atas perhatian dan partisipasinya diucapkan terima kasih. Pahlawan No.12

Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran. 2014 yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Bina Marga Provinsi

“Pertuturan Pada Upacara Tujuh Bulan atau Tingkeban dalam Adat Jawa di Desa Sukarame Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhanbatu Utara”.. Fakultas