BAB II
PENGATURAN PILKADA DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN SETELAH AMANDEMEN UUD NRI 1945 DI
INDONESIA
A. Pemilihan Kepala Daerah Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen
Dari teori dan praktik yang berkembang selama ini memperlihatkan bahwa
UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis yang tertinggi dalam negara (the
higher law of the land). Sebagai hukum dasar tertulis yang tertinggi dalam negara,
UUD 1945 menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat
maupun di daerah. Sehubungan dengan itu, UUD 1945 memuat apapun
menggariskan tentang pembagian kekuasaan baik secara vertikal maupun
horizontal.40
Untuk memahami secara utuh amanat konstitusi tentang pemilihan kepala
daerah perlu terlebih dahulu memahami posisi daerah dalam pandangan.
Undang-undang dasar memberikan arah yang jelas tentang posisi daerah itu. Pasal 18
UUD 1945, menegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang”. Inti dari pasal 18 tersebut adalah dalam
negara Indonesia terdapat pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut
terdiri atas daerah besar dan kecil.
40
Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun
undang-undang tentang desentralisasi teritorial harus memandang dan mengingat
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, yang menurut
ketentuan pasal 18 UUD 1945 adalah bahwa dasar permusyawaratan juga
diadakan pada tingkat daerah. Dengan demikian, permusyawaratan/ perwakilan
tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat pusat, melainkan juga pada
pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, pasal 18 UUD 1945 menentukan
bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan kecil harus
dijalankan melalui permusyawaratan atau harus mempunyai badan perwakilan.
Dalam susunan kata atau kalimat pasal 18 tidak terdapat keterangan atau petunjuk
yang memungkinkan pengecualian dari prinsip atau dasar permusyawaratan
perwakilan itu.41
Hatta42 menafsirkan dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam
daerah-daerah yang bersifat istimewa bagian kalimat yang akhir ini dalam
undang-undang dasar, menyatakan bahwa hak melakukan pemerintahan sendiri
bagi segenap bagian rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia. Diakui bahwa
tiap-tiap bagian untuk menentukan diri sendiri dalam lingkungan yang satu,
supaya hidup jiwa rakyat seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan
masyarakat dalam segala golongan untuk kesejahteraan Republik Indonesia dan
kemakmuran penduduknya.”
41Ni’matul Huda,
Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 283-284.
42
Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam
sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat
alasan bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut pasal
18 UUD 1945 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi.43
B. Pemilihan kepala daerah dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
Sistem pilkada dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu Pemilukada dan
pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD. Faktor utama yang membedakan kedua
metoda tersebut adalah bagaimana partisipasi politik rakyat dilaksanakan atau
diwujudkan. Tepatnya adalah metoda penggunaan suara yang berbeda. Pilkada
yang tidak memberi ruang bagi rakyat untuk menggunakan hak pilih aktif, yakni
hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, dapat disebut dengan pilkada tak
langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat
atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota DPRD. Dalam sistem
pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat, kedaulatan atau suara
rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik Presiden maupun Menteri
Dalam Negeri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh DPRD, kedaulatan rakyat
atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota DPRD. Sebaliknya pemilukada
selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih aktif. Seluruh warga asal
memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai kepala
daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut implementasi demokrasi
43Ni’matul Huda,
partisipatoris, sedangkan pilkada tak langsung adalah implementasi demokrasi
elitis.44
Dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan
tidak berlaku lagi. Perubahan yang paling signifikan yang terdapat dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai pemilihan Kepala Daerah melalui
pemilukada. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini terdiri dari 240 pasal, dari
240 pasal tersebut, 63 pasal di antaranya mengatur tentang pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui pemilukada, yaitu pasal 56 sampai
dengan pasal 119. Pemilukada merupakan perwujudan kedaulatan rakyat seperti
yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.45 Melalui pemilukada
ekspresi nyata kedaulatan rakyat lebih terjamin dibanding mekanisme lainnya.
Pemilukada juga merupakan pelaksanaan dari jaminan konstitusi terhadap
hak-hak rakyat, terutama hak-hak rakyat untuk turut serta dalam pemerintahan. Dalam
UUD NRI 1945 hak ini dijamin pada pasal 27 ayat (1), pasal 28C ayat (2), dan
dalam pasal 28D ayat (3).46
Dalam rangka mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sesuai
tuntutan reformasi dan amandemen UUD 1945, undang-undang ini menganut
44
Joko Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistemdan Problema Penerapannya di Indonesia, Pustaka Pelajar dan LP3M Universitas Wahid Hasyim, Jakarta, 2005, hal. 209.
45
Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945; kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang.
46
sistem pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui pemilukada
dengan memilih calon secara berpasangan. Calon diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik.47 Asas yang digunakan dalam pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah sama dengan asas pemilu sebagaimana diatur
dalam undang-undang pemilu, yaitu asas langsung, umum, bebas dan rahasia
(luber), serta jujur dan adil (jurdil).
Dihapusnya kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dalam
Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi alasan pemilihan Kepala Daerah
melalui pemilukada. Hal ini dapat dibacakan dalam Undang Undang Nomor 32
Tahun 2004 bagian penjelasan angka 4, yang isinya sebagai berikut;
“Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis. Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam Undang-Undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Kepala daerah dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, dan perangkat daerah”
Semangat dilaksanakannya pemilukada adalah koreksi terhadap pemilihan
kepala daerah sebelumnya yang dilakukan oleh DPRD, menjadi demokrasi yang
berakar langsung pada rakyat. Oleh karena itu, keputusan politik untuk
menyelenggrakan pemilukada adalah langkah strategis dalam rangka memperluas,
memperdalam, dan meningkatkan kuallitas demokrasi. Hal ini juga sejalan dengan
47
semangat otonomi yaitu terhadap aspirasi dan inisiatif masyarakat daerah untuk
menentukan nasibnya.48
Cara paling efektif untuk membedakan pemilukada dan pemilihan Kepala
Daerah melalui DPRD adalah dengan melihat tahapan-tahapan kegiatan yang
digunakan. Dalam pilkada melalui DPRD, partisipasi rakyat dalam
tahapan-tahapan kegiatan sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Rakyat
ditempatkan sebagai penonton proses pilkada yang hanya melibatkan elit. Rakyat
sekadar menjadi objek politik, misalnya kasus dukung mendukung. Penonjolan
peran dan partisipasi terletak pada elit politik, baik Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah atau pejabat pusat. Dalam pilkada langsung, keterlibatan rakyat dalam
tahapan-tahapan kegiatansangat terlihat jelas dan terbuka lebar. Rakyat
merupakan subjek politik. Mereka menjadi pemilih, penyelenggara, pemantau dan
bahkan pengawas. Oleh sebab itu, dalam pilkada langsung, selalu ada tahapan
kegiatan pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara,
dan sebagainya.49
Mengacu kepada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tahapan
pemilukada dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi:50
1. DPRD memberitahukan kepada Kepala Daerah maupun KPUD daerah
setempat mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah
48
Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 42.
49
Joko Prihatmoko, Op. Cit., hal. 210. 50
2. Dengan adanya pemberitahuan dimaksud Kepala Daerah berkewajiban
untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah
kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD
3. KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana
penyelenggaraan pemilukada yang meliputi penetapan tata cara dan
jadwl tahapan pemilukada, membentuk Panitiia Pemilihan Kecamatan
(PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan
pendaftaran pemantau.
4. DPRD membentuk Panitia Pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri
dari Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers, dan Tokoh
Masyarakat.
Sedangkan tahapan pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih,
pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang
pemungutan suara, perhitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih serta
pengusulan pasangan calon terpilih. Dari enam kegiatan tahap pelaksanaan
tersebut, keterlibatan atau partisipasi masyarakat sebagai pemilih dan pemantau
terlihat dalam penetapan daftar pemilih, kampanye, pencalonan, pemungutan
suara, dan penghitungan suara. Hal itulah yang mencirikan bahwa pilkada
berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan pilkada langsung.
Namun persyaratan pilkada langsung akan lebih lengkap, dalam pengertian warga
tahap pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah
serta penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih.
Keterlibatan tersebut tidak hanya menjadi calon, namun juga mengawasi proses
yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Mantan Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf berpendapat bahwa pemilukada
sebagai sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat (civic education). Pemilukada
menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan
dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya
meilih pemimpin yang benar sesuai dengan hati nuraninya. Lebih jauh M. Ma’ruf
berpendapat bahwa pemilukada sebagai sarana untuk memperkuat otonomi
daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh
pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam
pemilukada, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi
daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.51
Pemilukada membuka ruang partisipasi politik rakyat untuk mewujudkan
kedaulatan dalam menentukan pemimpin di daerah. Tujuan ideal pemilukada
adalah terpilihnya Kepala Daerah yang terpercaya, memiliki kemampuan,
kepribadian dan moral yang baik. Idealnya, Kepala Daerah terpilih adalah
orang-orang yang berkenan di hati rakyat, dikenal dan mengenal daerah, serta memiliki
ikatan emosional kuat terhadap rakyat daerah. Selain itu, pemilukada juga
semacam ajang atau arena pelatihan pemimpin dalam rangka menyediakan stok
51M. Ma’ruf dalam Suharizal,
pemimpin untuk tingkatan lebih tinggi dengan ini pemilukada dalam Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 menganut sistem pemilihan “dua putaran” dengan
ketentuan sebagaimana diatur pada pasal 107 dengan isi sebagai berikut:52
1. Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
memperoleh sura lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah
ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
2. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
suaran sah, pasangan calon yang memperoleh suara terbesar dinyatakan
sebagai pasangan calon terpilih.
3. Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana
dimaksud pada ayat(2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang
perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan
berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
4. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi,
atau tidak ada yang mencapai 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang
pertama dan pemenang kedua.
5. Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti
pemilihan putaran kedua.
52
6. Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan
kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
7. Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan
wilayah perolehan suara yang lebih luas.
8. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh
suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon
terpilih.
Dengan sistem dua putaran ini akan memberikan ruang yang lebih lagi
mencari pemimpin yang benar-benar dipilih oleh mayoritas rakyat itu sendiri, agar
sistem pemilihan ini semakin mencerminkan kedaultan rakyat dan demokrasi.
Ketika suara yang didapat salah satu pasangan calon lebih dari 50% (lima puluh
persen) berarti lebih dari setengah pemilih yang tetap yaitu rakyat dalam sauatu
daerah telah mayoritas memilih pasangan calon tersebut.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD)53 provinsi, kabupaten, dan kota telah diberikan
kewenangan sebagai penyelenggara pemilukada. KPUD yang dimaksudkan dalam
Undang Undang 32 Tahun adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD. Hal ini dengan pertimbangan bahwa KPUD adalah lembaga independen
yang ada di daerah yang telah mempunyai pengalaman dalam melaksanakan
53
pemilihan secara langsung (DPR, DPD, DPRD, dan Pilpres), sehingga tidak perlu
dibentuk lagi lembaga baru sebagai pelaksana pemilukada. Selain itu dengan
pertimbangan efisiensi, sarana dan prasarana pemilu yang masih dapat
dipergunakan lagi.54 Kewenangan KPUD Provinsi, Kabupaten dan Kota dibatasi
sampai dengan penetapan calon terpilih dengan berita acara yang selanjutnya
KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada
pemerintah guna mendapatkan pengesahan. Ketentuan ini diatur dalam Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 bagian penjelasan pada sub bagian I penjelasan
umum yang bunyi nya sebagai berikut:
“Melalui undang-undang ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. KPUD yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Untuk itu, tidak perlu dibentuk dan ditetapkan KPUD dan keanggotaannya yang baru. Agar penyelenggaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan Berita Acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan”
C. Pemilihan kepala daerah dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2014
Dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada tanggal 2 Oktober 2014 oleh
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia pada saat itu Amir Syamsudin
melahirkan banyak sekali pro dan kontra karena pada intinya Undang Undang ini
menetapkan bahwa Kepala Daerah baik itu Gubernur dan Bupati/Walikota dipilih
54
melalui DPRD. Bisa dilihat dari isi Undang-undang ini pasal 3 ayat (1)55 dan ayat
(2)56. Kata demokrastis pada ayat 1 berartikan sesuai dengan kedaulatan rakyat.
Tapi masih menimbulkan kontra yang seolah-olah ketika Kepala Daerah dipilih
oleh DPRD berarti telah membunuh prinsip demokrasi.
Lauddin Marsuni, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andi
Djemma Palopo Sulawesi Selatan mengatakan, pemilihan kepala daerah melalui
DPRD itu bertentang dengan UUD NRI 1945 yang menganut paham pemilihan
langsung. Berdasarkan argumentasi konstitusional melalui pendekatan ilmu
hukum dengan menggunakan penafsiran sistematis, terlihat UUD NRI 1945
menganut paham pemilukada. UUD NRI 1945 dalam penafsirannya terlihat
pemilihan secara langsung untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
pemilihan langsung anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD), pemilihan
langsung Kepala Daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) serta pemilihan
langsung kepala desa. Lebih lanjut Lauddin Marsuni mengatakan pemilihan
Kepala Daerah melalui DPRD sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun
2014 yang disetujui dalam rapat paripurna DPR RI, merupakan suatu yang
inkonstitusional atau bertentangan dengan alinea IV Pembukaan UUD NRI 1945,
Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI 1945. Secara teoritis kedaulatan
rakyat bermakna kekuasaan yang dimiliki oleh individu warga negara RI dalam
hal penentuan pemerintahan negara dan bersifat tunggal, absolut, tertinggi, tidak
terbagi-bagi dan tidak diwakilkan. Ia mengemukakan, kata demokratis
55
Pasal 3 ayat (1) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014; Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas bebas, terbuka, jujur, dan adil.
56
sebagaimana tercantum pada Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI 1945 secara sistematis
dan gramatikal adalah merupakan turunan dan penjabaran dari kata kedaulatan
rakyat, yakni suatu bentuk atau mekanisme dalam sistem pemerintahan negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat. Dengan adanya UU Pilkada ini
sama dengan menghilangkan dan mencabut hak konstitusional warga negara
Indonesia. Warga negara kehilangan hak dalam Pilkada untuk dipilih menjadi
Kepala Daerah maupun hak untuk memilih karena kedua hak tersebut telah
dirampas oleh DPR RI dan diserahkan ke DPRD.57 Pernyataan ini berbeda
dengan yang disampaikan oleh Hamdan Zoelva58“Makna demokratis di sini tidak
harus dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh
DPRD yang anggota-anggotanya juga hasil pemilihan demokratis melalui
pemilu”. Dari perbedaan dua pendapat ini dapat kita lihat adanya pro dan kontra ketika UU ini diundangkan, meskipun pada akhirnya presiden Susilo Bambang
Yodhoyono mengeluarkan perpu Nomor 1 Tahun 2014 sebagai pengganti UU ini.
Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD dapat kita lihat mekanismenya
sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014. Pemilihan Kepala Daerah
oleh DPRD diselenggarakan melalui dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi;59
57
Lauddin Marsuni (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andi Djemma Palopo Sulawesi Selatan) dalam situs berita http://www.antaranews.com/berita/455836/pilkada-tak-langsung-dinilai-bertentangan-uud diakses tanggal 23 April 2015
58
https://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/03/15/tinjauan-konstitusi-pemilihan-kepala-daerah/
59
a. penyusunan program, kegiatan, dan jadwal Pemilihan
b. pengumuman pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati,
dan bakal calon walikota;
c. pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati, dan bakal calon
walikota;
d. penelitian persyaratan administratif bakal calon gubernur, bakal calon
bupati, dan bakal calon walikota; dan
e. uji publik
tahap pelaksanaan meliputi;60
a. penyampaian visi dan misi;
b. pemungutan dan penghitungan suara; dan
c. penetapan hasil pemilihan.
Dalam Undang Unang Nomor 22 Tahun 2014 ini, diatur pula peserta
pemilih yang akan memilih Kepala Daerah di DPRD. Yang menjadi peserta
pemilihan adalah calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota yang diusulkan
oleh fraksi atau gabungan fraksi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota
dan/atau calon perseorangan dan juga anggota DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota yang diusulkan sebagai calon gubernur, calon bupati dan calon
walikota mempunyai hak untuk memilih.61 Untuk menjadi Kepala Daerah,
seorang bakal calon Kepala Daerah harus juga memiliki ayarat-syarat tertentu
agar dapat menjadi seorang calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Walikota.
60
Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 61
Syarat utama adalah seorang warga Negara Indonesia dan dengan persyaratan lain
sebagai berikut;62
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. telah mengikuti uji publik;
e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan 25
(dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan calon walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun.
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memiliki laporan pajak
pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai gubernur, bupati, dan/atau walikota
selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
o. berhenti dari jabatannya bagi gubernur, bupati, dan walikota yang
mencalonkan diri di daerah lain.
p. tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat
walikota;
q. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
r. memberitahukan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, dan walikota
kepada Pimpinan DPR, DPD, atau DPRD bagi anggota DPR, DPD, atau DPRD;
s. mengundurkan diri sebagai anggota TNI/Polri dan PNS sejak
mendaftarkan diri sebagai calon.
t. berhenti dari jabatan pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah; dan
u. tidak berstatus sebagai anggota Panlih gubernur, bupati, dan walikota
62
Sama halnya dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008.
Dalam UU ini juga diatur mengenai syarat perseorangan untuk menjadi
Kepala Daerah. Ada jumlah tertentu pendukungnya untuk dijadikan calon Kepala
Daerah. Jumlah tersebut berbeda antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Berikut
pengaturannya dalam bentuk tabel;
No. Daerah Pilkada Syarat atau besaran dukungan
1. Provinsi 1. Provinsi dengan jumlah
penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa harus
didukung sekurang kurangnya
6,5% (enam koma lima persen);
2. Provinsi dengan jumlah
penduduk lebih dari 2.000.000
(dua juta) sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus
didukung sekurang-kurangnya
5% (lima persen);
3. Provinsi dengan jumlah
penduduk lebih dari 6.000.000
(enam juta) sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa
sekurang-kurangnya 4% (empat persen);
4. Provinsi dengan jumlah
penduduk lebih dari 12.000.000
(dua belas juta) jiwa harus
didukung sekurang-kurangnya
3% (tiga persen).
5. Jumlah dukungan harus tersebar
di lebih dari 50% (lima puluh
persen) jumlah Kabupaten/Kota
di Provinsi
2. Kabupaten/kota 1. Kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh
ribu) jiwa harus didukung
sekurang- kurangnya 6,5% (enam
koma lima persen);
2. kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk lebih dari 250.000 (dua
ratus lima puluh ribu) sampai
dengan 500.000 (lima ratus ribu)
jiwa harus didukung
sekurang-kurangnya 5% (lima persen);
penduduk lebih dari 500.000
(lima ratus ribu) sampai dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung sekurang-kurangnya
4% (empat persen);
4. kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk lebih dari 1.000.000
(satu juta) jiwa harus didukung
sekurang-kurangnya 3% (tiga
persen).
5. Jumlah dukungan harus tersebar
di lebih dari 50% (lima puluh
persen) jumlah kecamatan di
Kabupaten/Kota.
Sumber : diolah dari pasal 14 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014
Dukungan harus dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan
fotokopi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-El) atau surat keterangan tanda
penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dukungan diberikan
kepada satu calon perseorangan saja tidak lebih.63
63
Dalam hal pemungutan suara, penghitungan suara, dan penetapan hasil
pemungutan suara dalam pemilihan dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD
Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Pemungutan suara dilaksanakan 1 (satu) hari
setelah penyampaian visi dan misi.64 Pemungutan suara dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD Provinsi dan DPRD
kabupaten/kota.65
Setiap anggota DPRD dalam memberikan suaranya untuk menentukan
Kepala Daerah hanya kepada 1 (satu) calon gubernur, calon bupati, dan calon
walikota dan dilakukan dengan cara berdiri.66
Penghitungan suara dilakukan oleh Panlih setelah pemungutan suara
dinyatakan selesai. Penghitungan suara ini dilakukan dengan cara yang
memungkinkan saksi setiap calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota
dapat menyaksikan secara jelas penghitungan suara. Berdasarkan penghitungan
suara, Panlih menetapkan calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota
terpilih yang memperoleh suara terbanyak. Dalam hal hasil penghitungan suara
terdapat jumlah suara yang sama, untuk menentukan calon gubernur, calon bupati,
dan calon walikota terpilih dilakukan pemungutan suara ulang paling lambat 2
(dua) jam sejak hasil penghitungan suara putaran pertama diumumkan.Dalam hal
hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih terdapat
jumlah suara yang sama, dilakukan kembali pemungutan suara ulang paling
lambat 2 (dua) jam sejak hasil penghitungan suara putaran kedua
diumumkan.Dalam hal masih terdapat perolehan sama sebagaimana dimaksud
64
Pasal 28 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 65
Pasal 29 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 66
pada ayat (3), pemenang ditentukan dengan mengkonversi perolehan suara hasil
pemilihan umum dari masing-masing anggota DPRD yang memilih. Hasil
perolehan suara dituangkan dalam Berita Acara. Hasil Pemilihan yang
ditandatangani oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) anggota Panlih dan saksi yang
hadir. Apabila berita acara pemilihan tidak ditandatangani tanpa adanya
alasan dan pengajuan keberatan secara jelas, tidak mengurangi keabsahan berita
acara pemilihan. Berdasarkan berita acara pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), penetapan calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota terpilih
dituangkan dalam Keputusan DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Berita
acara dan/atau Keputusan DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota
ditembuskan kepada Menteri untuk pemilihan gubernur dan kepada gubernur
untuk pemilihan bupati dan walikota. Dalam hal terjadi pelanggaran hukum pada
proses Pemilihan, penyelesaiannya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.67
Pengesahan calon gubernur diusulkan dengan surat pimpinan DPRD
provinsi kepada Presiden melalui Menteri paling lambat 3 (tiga) hari setelah
keputusan DPRD provinsi tentang penetapan calon gubernur. Pengesahan calon
bupati, dan calon walikota diusulkan dengan surat pimpinan DPRD
kabupaten/kota kepada Menteri melalui gubernur paling lambat 3 (tiga) hari
setelah keputusan DPRD kabupaten/kota tentang penetapan calon bupati dan
calon walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan dokumen administratif
67
seluruh tahapan dalam pemilihan. Menteri meneruskan usulan pengesahan calon
gubernur terpilih kepada Presiden paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima
usulan dari DPRD Provinsi. Gubernur meneruskan usulan pengesahan calon
bupati dan walikota terpilih kepada Menteri paling lama 3 (tiga) hari setelah
menerima usulan DPRD kabupaten/kota. Dalam hal Gubernur dan/atau pimpinan
DPRD provinsi tidak menyampaikan usulan pengesahan, Menteri menindaklanjuti
pengesahan gubernur kepada Presiden berdasarkan pada berita acara dan/atau
keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Dalam hal
Bupati/Walikota dan/atau pimpinan DPRD kabupaten/kota tidak menyampaikan
usulan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur
menindaklanjuti pengesahan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota
kepada Menteri berdasarkan pada berita acara dan/atau keputusan DPRD
kabupaten/kota.68
Dalam menjalankan roda pemerintahan,Gubernur, Bupati, dan Walikota
dibantu oleh Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota.69 Untuk
menjadi seorang wakil Kepala Daerah pun dibutuhkan beberapa syarat dalam UU
ini. Selain warga negara Republik Indonesia, syarat lain harus dipenuhi agar
dapat ditetapkan menjadi calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota adalah sebagai berikut:70
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah Pusat;
68
Pasal 34 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 69
Pasal 44 ayat 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 70
c. berpendidikan paling kurang sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang
pelayanan publik;
e. calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota yang
berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) dengan golongan kepangkatan sekurang-kurangnya IV/c untuk calon wakil gubernur, dan golongan kepangkatan sekurang-kurangnya IV/b untuk calon wakil bupati /wakil walikota dan pernah atau sedang menduduki jabatan eselon II/a untuk calon wakil gubernur dan eselon II/b untuk calon wakil bupati dan calon wakil walikota;
f. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon wakil gubernur
dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon wakil bupati/walikota;
g. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan menyeluruh dari tim dokter Daerah;
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun;
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan laporan pajak pribadi;
n. tidak memiliki konflik kepentingan dengan gubernur, bupati, dan walikota
tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah dan ke samping dengan gubernur, bupati, dan walikota;
o. calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota yang
berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai kepegawaian;
p. calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota yang
berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) menyerahkan surat pernyataan mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil (PNS) sejak pendaftaran; dan
q. menyerahkan daftar riwayat hidup
Dalam UU ini juga diatur mengenai syarat perseorangan untuk menjadi
Daerah. Jumlah tersebut berbeda antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Berikut
pengaturannya dalam bentuk tabel;
No. Daerah Pilkada Syarat atau besaran dukungan
1. Provinsi 1. Daerah provinsi dengan jumlah
penduduk sampai dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa tidak
memiliki wakil gubernur
2. Daerah provinsi dengan jumlah
penduduk di atas 1.000.000
(satu juta) jiwa sampai dengan
3.000.000 (tiga juta) jiwa
memiliki 1 (satu) wakil
gubernur;
3. Daerah provinsi dengan jumlah
penduduk di atas 3.000.000 (tiga
juta) sampai dengan 10.000.000
(sepuluh juta) juta jiwa dapat
memiliki 2 (dua) wakil
gubernur;
4. Daerah provinsi dengan jumlah
penduduk di atas 10.000.000
(sepuluh juta) jiwa dapat
gubernur.
2. Kabupaten/kota 1. Kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
100.000 (seratus ribu) jiwa
tidak memiliki wakil
bupati/walikota;
2. Kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk di atas 100.000
(seratus ribu) jiwa sampai
dengan 250.000 (dua ratus
lima puluh ribu) jiwa memiliki
1 (satu) wakil bupati/walikota;
3. Kabupaten/kota dengan
jumlah penduduk di atas
250.000 (dua ratus lima puluh
ribu) jiwa dapat memiliki 2
(dua) wakil bupati/walikota.
Sumber : diolah dari pasal 45 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014
Pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota dilaksanakan
paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelantikan gubernur, bupati, dan walikota.
Masa jabatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota berakhir
wakil bupati, dan wakil walikota berasal dari pegawai negeri sipil atau
non-pegawai negeri sipil.71
Wakil gubernur diangkat oleh Presiden berdasarkan usulan gubernur
melalui Menteri. Wakil bupati dan wakil walikota diangkat oleh Menteri
berdasarkan usulan bupati/walikota melalui gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat. Wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota), diusulkan paling lambat
lama 15 (lima belas) hari setelah pelantikan gubernur, bupati, dan walikota.
Gubernur, bupati, dan walikota wajib mengusulkan calon wakil gubernur, calon
wakil bupati, dan calon wakil walikota.72
Wakil gubernur dilantik oleh gubernur. Wakil bupati dilantik oleh bupati
dan wakil walikota dilantik oleh walikota.Dalam hal wakil gubernur, wakil bupati,
dan wakil walikota tidak dilantik, wakil gubernur dilantik oleh Menteri dan wakil
bupati dan wakil walikota dilantik oleh gubernur. Dalam hal wakil bupati dan
wakil walikota tidak, wakil bupati dan wakil walikota dilantik oleh Menteri.73
D. Pengaturan pemilihan kepala daerah dalam undang-undang nomor 1
tahun 2015
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor Tahun 2014 Menjadi Undang
Undang diundangkan pada tanggal 2 Februari 2015 oleh Menteri Hukum dan Hak
Azasi Manusia Yasonna H. Laoly di Jakarta. Kita dapat melihat landasan dasar
dikeluarkannya Undang-undang ini dalam bagian menimbang, yaitu:
71
Pasal 47 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014 72
Pasal 48 Undang Nomor 1 Tahun 2015 73
a. bahwa untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota;
b. bahwa kedaulatan rakyat dan demokrasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu ditegaskan dengan pelaksanaan pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap
melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan
pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan
kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses
pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan serta
kegentingan yang memaksa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138/PUU-VII/2009;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang
Dapat kita lihat pada hurud c dikatakan bahwa Undang Undang Nomor
22 Tahun 2014 mendapat penolakan dari masyarakat luas sehingga Undang
Undang ini dibuat untuk pengesahan Peraturan Perundang Undangan Nomor 1
Tahun 2014 yang dikeluarkan Oleh Presiden Susilo Bambang Yodhoyono pada
saat itu. Dengan ditetapkan nya peraturan perundangan tersebut menjadi
undang-undang, maka undang-undang ini lah yang menjadi peraturan mengenai pemilihan
kepala daerah di Indonesia.
Jika di lihat dari isi peraturan perundang-undang ini, sangat bertolak
belakang dari isi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014, dalam perpu yang
ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015, pemilihan kepala daerah
dilakukan langsung oleh rakyat tidak melalui DPRD seperti yang terdiatur dalam
Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014.
Dalam UU ini keberadaan Pemilukada sebagai sistem pemilihan Kepala
Daerah dapat dilihat pada pasal 1 angka 1 yang isinya “Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur,
Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis”. Tidak terdapat banyak
perbedaan dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Karena pada khusus
nya UU ini condong dalam mengembalikan kedaulatan ketangan rakyat dan
memberikan kembali hak konstitusional rakyat untuk ikut serta memilih dan