• Tidak ada hasil yang ditemukan

Esensi Pemaknaan Kata “Demokratis” Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indoneisa Pasca Perubahan UUD NRI 1945 (Studi Konstitusional Terhadap Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Esensi Pemaknaan Kata “Demokratis” Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indoneisa Pasca Perubahan UUD NRI 1945 (Studi Konstitusional Terhadap Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PILKADA DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN SETELAH AMANDEMEN UUD NRI 1945 DI

INDONESIA

A. Pemilihan Kepala Daerah Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen

Dari teori dan praktik yang berkembang selama ini memperlihatkan bahwa

UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis yang tertinggi dalam negara (the

higher law of the land). Sebagai hukum dasar tertulis yang tertinggi dalam negara,

UUD 1945 menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat

maupun di daerah. Sehubungan dengan itu, UUD 1945 memuat apapun

menggariskan tentang pembagian kekuasaan baik secara vertikal maupun

horizontal.40

Untuk memahami secara utuh amanat konstitusi tentang pemilihan kepala

daerah perlu terlebih dahulu memahami posisi daerah dalam pandangan.

Undang-undang dasar memberikan arah yang jelas tentang posisi daerah itu. Pasal 18

UUD 1945, menegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota

yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah

yang diatur dengan undang-undang”. Inti dari pasal 18 tersebut adalah dalam

negara Indonesia terdapat pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut

terdiri atas daerah besar dan kecil.

40

(2)

Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun

undang-undang tentang desentralisasi teritorial harus memandang dan mengingat

dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, yang menurut

ketentuan pasal 18 UUD 1945 adalah bahwa dasar permusyawaratan juga

diadakan pada tingkat daerah. Dengan demikian, permusyawaratan/ perwakilan

tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat pusat, melainkan juga pada

pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, pasal 18 UUD 1945 menentukan

bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan kecil harus

dijalankan melalui permusyawaratan atau harus mempunyai badan perwakilan.

Dalam susunan kata atau kalimat pasal 18 tidak terdapat keterangan atau petunjuk

yang memungkinkan pengecualian dari prinsip atau dasar permusyawaratan

perwakilan itu.41

Hatta42 menafsirkan dengan memandang dan mengingat dasar

permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam

daerah-daerah yang bersifat istimewa bagian kalimat yang akhir ini dalam

undang-undang dasar, menyatakan bahwa hak melakukan pemerintahan sendiri

bagi segenap bagian rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia. Diakui bahwa

tiap-tiap bagian untuk menentukan diri sendiri dalam lingkungan yang satu,

supaya hidup jiwa rakyat seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan

masyarakat dalam segala golongan untuk kesejahteraan Republik Indonesia dan

kemakmuran penduduknya.”

41Ni’matul Huda,

Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 283-284.

42

(3)

Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam

sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat

alasan bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut pasal

18 UUD 1945 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi.43

B. Pemilihan kepala daerah dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004

Sistem pilkada dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu Pemilukada dan

pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD. Faktor utama yang membedakan kedua

metoda tersebut adalah bagaimana partisipasi politik rakyat dilaksanakan atau

diwujudkan. Tepatnya adalah metoda penggunaan suara yang berbeda. Pilkada

yang tidak memberi ruang bagi rakyat untuk menggunakan hak pilih aktif, yakni

hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, dapat disebut dengan pilkada tak

langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat

atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota DPRD. Dalam sistem

pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat, kedaulatan atau suara

rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik Presiden maupun Menteri

Dalam Negeri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh DPRD, kedaulatan rakyat

atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota DPRD. Sebaliknya pemilukada

selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih aktif. Seluruh warga asal

memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai kepala

daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut implementasi demokrasi

43Ni’matul Huda,

(4)

partisipatoris, sedangkan pilkada tak langsung adalah implementasi demokrasi

elitis.44

Dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan

tidak berlaku lagi. Perubahan yang paling signifikan yang terdapat dalam

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai pemilihan Kepala Daerah melalui

pemilukada. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini terdiri dari 240 pasal, dari

240 pasal tersebut, 63 pasal di antaranya mengatur tentang pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui pemilukada, yaitu pasal 56 sampai

dengan pasal 119. Pemilukada merupakan perwujudan kedaulatan rakyat seperti

yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.45 Melalui pemilukada

ekspresi nyata kedaulatan rakyat lebih terjamin dibanding mekanisme lainnya.

Pemilukada juga merupakan pelaksanaan dari jaminan konstitusi terhadap

hak-hak rakyat, terutama hak-hak rakyat untuk turut serta dalam pemerintahan. Dalam

UUD NRI 1945 hak ini dijamin pada pasal 27 ayat (1), pasal 28C ayat (2), dan

dalam pasal 28D ayat (3).46

Dalam rangka mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sesuai

tuntutan reformasi dan amandemen UUD 1945, undang-undang ini menganut

44

Joko Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistemdan Problema Penerapannya di Indonesia, Pustaka Pelajar dan LP3M Universitas Wahid Hasyim, Jakarta, 2005, hal. 209.

45

Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945; kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang.

46

(5)

sistem pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui pemilukada

dengan memilih calon secara berpasangan. Calon diusulkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik.47 Asas yang digunakan dalam pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah sama dengan asas pemilu sebagaimana diatur

dalam undang-undang pemilu, yaitu asas langsung, umum, bebas dan rahasia

(luber), serta jujur dan adil (jurdil).

Dihapusnya kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dalam

Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi alasan pemilihan Kepala Daerah

melalui pemilukada. Hal ini dapat dibacakan dalam Undang Undang Nomor 32

Tahun 2004 bagian penjelasan angka 4, yang isinya sebagai berikut;

“Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis. Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam Undang-Undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Kepala daerah dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, dan perangkat daerah”

Semangat dilaksanakannya pemilukada adalah koreksi terhadap pemilihan

kepala daerah sebelumnya yang dilakukan oleh DPRD, menjadi demokrasi yang

berakar langsung pada rakyat. Oleh karena itu, keputusan politik untuk

menyelenggrakan pemilukada adalah langkah strategis dalam rangka memperluas,

memperdalam, dan meningkatkan kuallitas demokrasi. Hal ini juga sejalan dengan

47

(6)

semangat otonomi yaitu terhadap aspirasi dan inisiatif masyarakat daerah untuk

menentukan nasibnya.48

Cara paling efektif untuk membedakan pemilukada dan pemilihan Kepala

Daerah melalui DPRD adalah dengan melihat tahapan-tahapan kegiatan yang

digunakan. Dalam pilkada melalui DPRD, partisipasi rakyat dalam

tahapan-tahapan kegiatan sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Rakyat

ditempatkan sebagai penonton proses pilkada yang hanya melibatkan elit. Rakyat

sekadar menjadi objek politik, misalnya kasus dukung mendukung. Penonjolan

peran dan partisipasi terletak pada elit politik, baik Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah atau pejabat pusat. Dalam pilkada langsung, keterlibatan rakyat dalam

tahapan-tahapan kegiatansangat terlihat jelas dan terbuka lebar. Rakyat

merupakan subjek politik. Mereka menjadi pemilih, penyelenggara, pemantau dan

bahkan pengawas. Oleh sebab itu, dalam pilkada langsung, selalu ada tahapan

kegiatan pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara,

dan sebagainya.49

Mengacu kepada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tahapan

pemilukada dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap

pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi:50

1. DPRD memberitahukan kepada Kepala Daerah maupun KPUD daerah

setempat mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah

48

Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 42.

49

Joko Prihatmoko, Op. Cit., hal. 210. 50

(7)

2. Dengan adanya pemberitahuan dimaksud Kepala Daerah berkewajiban

untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah

kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban

kepada DPRD

3. KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana

penyelenggaraan pemilukada yang meliputi penetapan tata cara dan

jadwl tahapan pemilukada, membentuk Panitiia Pemilihan Kecamatan

(PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok

Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan

pendaftaran pemantau.

4. DPRD membentuk Panitia Pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri

dari Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers, dan Tokoh

Masyarakat.

Sedangkan tahapan pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih,

pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang

pemungutan suara, perhitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih serta

pengusulan pasangan calon terpilih. Dari enam kegiatan tahap pelaksanaan

tersebut, keterlibatan atau partisipasi masyarakat sebagai pemilih dan pemantau

terlihat dalam penetapan daftar pemilih, kampanye, pencalonan, pemungutan

suara, dan penghitungan suara. Hal itulah yang mencirikan bahwa pilkada

berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan pilkada langsung.

Namun persyaratan pilkada langsung akan lebih lengkap, dalam pengertian warga

(8)

tahap pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah

serta penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih.

Keterlibatan tersebut tidak hanya menjadi calon, namun juga mengawasi proses

yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Mantan Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf berpendapat bahwa pemilukada

sebagai sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat (civic education). Pemilukada

menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan

dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya

meilih pemimpin yang benar sesuai dengan hati nuraninya. Lebih jauh M. Ma’ruf

berpendapat bahwa pemilukada sebagai sarana untuk memperkuat otonomi

daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh

pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam

pemilukada, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi

daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat dengan selalu

memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.51

Pemilukada membuka ruang partisipasi politik rakyat untuk mewujudkan

kedaulatan dalam menentukan pemimpin di daerah. Tujuan ideal pemilukada

adalah terpilihnya Kepala Daerah yang terpercaya, memiliki kemampuan,

kepribadian dan moral yang baik. Idealnya, Kepala Daerah terpilih adalah

orang-orang yang berkenan di hati rakyat, dikenal dan mengenal daerah, serta memiliki

ikatan emosional kuat terhadap rakyat daerah. Selain itu, pemilukada juga

semacam ajang atau arena pelatihan pemimpin dalam rangka menyediakan stok

51M. Ma’ruf dalam Suharizal,

(9)

pemimpin untuk tingkatan lebih tinggi dengan ini pemilukada dalam Undang

Undang Nomor 32 Tahun 2004 menganut sistem pemilihan “dua putaran” dengan

ketentuan sebagaimana diatur pada pasal 107 dengan isi sebagai berikut:52

1. Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang

memperoleh sura lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah

ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

2. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,

pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang

memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah

suaran sah, pasangan calon yang memperoleh suara terbesar dinyatakan

sebagai pasangan calon terpilih.

3. Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana

dimaksud pada ayat(2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang

perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan

berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

4. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi,

atau tidak ada yang mencapai 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah

suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang

pertama dan pemenang kedua.

5. Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh

dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti

pemilihan putaran kedua.

52

(10)

6. Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh

oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan

kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

7. Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh

oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan

wilayah perolehan suara yang lebih luas.

8. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh

suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon

terpilih.

Dengan sistem dua putaran ini akan memberikan ruang yang lebih lagi

mencari pemimpin yang benar-benar dipilih oleh mayoritas rakyat itu sendiri, agar

sistem pemilihan ini semakin mencerminkan kedaultan rakyat dan demokrasi.

Ketika suara yang didapat salah satu pasangan calon lebih dari 50% (lima puluh

persen) berarti lebih dari setengah pemilih yang tetap yaitu rakyat dalam sauatu

daerah telah mayoritas memilih pasangan calon tersebut.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Komisi Pemilihan

Umum Daerah (KPUD)53 provinsi, kabupaten, dan kota telah diberikan

kewenangan sebagai penyelenggara pemilukada. KPUD yang dimaksudkan dalam

Undang Undang 32 Tahun adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang Undang

Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan

DPRD. Hal ini dengan pertimbangan bahwa KPUD adalah lembaga independen

yang ada di daerah yang telah mempunyai pengalaman dalam melaksanakan

53

(11)

pemilihan secara langsung (DPR, DPD, DPRD, dan Pilpres), sehingga tidak perlu

dibentuk lagi lembaga baru sebagai pelaksana pemilukada. Selain itu dengan

pertimbangan efisiensi, sarana dan prasarana pemilu yang masih dapat

dipergunakan lagi.54 Kewenangan KPUD Provinsi, Kabupaten dan Kota dibatasi

sampai dengan penetapan calon terpilih dengan berita acara yang selanjutnya

KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada

pemerintah guna mendapatkan pengesahan. Ketentuan ini diatur dalam Undang

Undang Nomor 32 Tahun 2004 bagian penjelasan pada sub bagian I penjelasan

umum yang bunyi nya sebagai berikut:

“Melalui undang-undang ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)

provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. KPUD yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Untuk itu, tidak perlu dibentuk dan ditetapkan KPUD dan keanggotaannya yang baru. Agar penyelenggaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan Berita Acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan”

C. Pemilihan kepala daerah dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2014

Dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada tanggal 2 Oktober 2014 oleh

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia pada saat itu Amir Syamsudin

melahirkan banyak sekali pro dan kontra karena pada intinya Undang Undang ini

menetapkan bahwa Kepala Daerah baik itu Gubernur dan Bupati/Walikota dipilih

54

(12)

melalui DPRD. Bisa dilihat dari isi Undang-undang ini pasal 3 ayat (1)55 dan ayat

(2)56. Kata demokrastis pada ayat 1 berartikan sesuai dengan kedaulatan rakyat.

Tapi masih menimbulkan kontra yang seolah-olah ketika Kepala Daerah dipilih

oleh DPRD berarti telah membunuh prinsip demokrasi.

Lauddin Marsuni, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andi

Djemma Palopo Sulawesi Selatan mengatakan, pemilihan kepala daerah melalui

DPRD itu bertentang dengan UUD NRI 1945 yang menganut paham pemilihan

langsung. Berdasarkan argumentasi konstitusional melalui pendekatan ilmu

hukum dengan menggunakan penafsiran sistematis, terlihat UUD NRI 1945

menganut paham pemilukada. UUD NRI 1945 dalam penafsirannya terlihat

pemilihan secara langsung untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,

pemilihan langsung anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD), pemilihan

langsung Kepala Daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) serta pemilihan

langsung kepala desa. Lebih lanjut Lauddin Marsuni mengatakan pemilihan

Kepala Daerah melalui DPRD sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun

2014 yang disetujui dalam rapat paripurna DPR RI, merupakan suatu yang

inkonstitusional atau bertentangan dengan alinea IV Pembukaan UUD NRI 1945,

Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI 1945. Secara teoritis kedaulatan

rakyat bermakna kekuasaan yang dimiliki oleh individu warga negara RI dalam

hal penentuan pemerintahan negara dan bersifat tunggal, absolut, tertinggi, tidak

terbagi-bagi dan tidak diwakilkan. Ia mengemukakan, kata demokratis

55

Pasal 3 ayat (1) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014; Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas bebas, terbuka, jujur, dan adil.

56

(13)

sebagaimana tercantum pada Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI 1945 secara sistematis

dan gramatikal adalah merupakan turunan dan penjabaran dari kata kedaulatan

rakyat, yakni suatu bentuk atau mekanisme dalam sistem pemerintahan negara

sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat. Dengan adanya UU Pilkada ini

sama dengan menghilangkan dan mencabut hak konstitusional warga negara

Indonesia. Warga negara kehilangan hak dalam Pilkada untuk dipilih menjadi

Kepala Daerah maupun hak untuk memilih karena kedua hak tersebut telah

dirampas oleh DPR RI dan diserahkan ke DPRD.57 Pernyataan ini berbeda

dengan yang disampaikan oleh Hamdan Zoelva58“Makna demokratis di sini tidak

harus dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh

DPRD yang anggota-anggotanya juga hasil pemilihan demokratis melalui

pemilu”. Dari perbedaan dua pendapat ini dapat kita lihat adanya pro dan kontra ketika UU ini diundangkan, meskipun pada akhirnya presiden Susilo Bambang

Yodhoyono mengeluarkan perpu Nomor 1 Tahun 2014 sebagai pengganti UU ini.

Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD dapat kita lihat mekanismenya

sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014. Pemilihan Kepala Daerah

oleh DPRD diselenggarakan melalui dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap

pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi;59

57

Lauddin Marsuni (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andi Djemma Palopo Sulawesi Selatan) dalam situs berita http://www.antaranews.com/berita/455836/pilkada-tak-langsung-dinilai-bertentangan-uud diakses tanggal 23 April 2015

58

https://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/03/15/tinjauan-konstitusi-pemilihan-kepala-daerah/

59

(14)

a. penyusunan program, kegiatan, dan jadwal Pemilihan

b. pengumuman pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati,

dan bakal calon walikota;

c. pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati, dan bakal calon

walikota;

d. penelitian persyaratan administratif bakal calon gubernur, bakal calon

bupati, dan bakal calon walikota; dan

e. uji publik

tahap pelaksanaan meliputi;60

a. penyampaian visi dan misi;

b. pemungutan dan penghitungan suara; dan

c. penetapan hasil pemilihan.

Dalam Undang Unang Nomor 22 Tahun 2014 ini, diatur pula peserta

pemilih yang akan memilih Kepala Daerah di DPRD. Yang menjadi peserta

pemilihan adalah calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota yang diusulkan

oleh fraksi atau gabungan fraksi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota

dan/atau calon perseorangan dan juga anggota DPRD provinsi, DPRD

kabupaten/kota yang diusulkan sebagai calon gubernur, calon bupati dan calon

walikota mempunyai hak untuk memilih.61 Untuk menjadi Kepala Daerah,

seorang bakal calon Kepala Daerah harus juga memiliki ayarat-syarat tertentu

agar dapat menjadi seorang calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Walikota.

60

Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 61

(15)

Syarat utama adalah seorang warga Negara Indonesia dan dengan persyaratan lain

sebagai berikut;62

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;

d. telah mengikuti uji publik;

e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan 25

(dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan calon walikota;

f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan

kesehatan menyeluruh dari tim dokter;

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun.

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;

k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau

secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;

l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memiliki laporan pajak

pribadi;

n. belum pernah menjabat sebagai gubernur, bupati, dan/atau walikota

selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;

o. berhenti dari jabatannya bagi gubernur, bupati, dan walikota yang

mencalonkan diri di daerah lain.

p. tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat

walikota;

q. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

r. memberitahukan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, dan walikota

kepada Pimpinan DPR, DPD, atau DPRD bagi anggota DPR, DPD, atau DPRD;

s. mengundurkan diri sebagai anggota TNI/Polri dan PNS sejak

mendaftarkan diri sebagai calon.

t. berhenti dari jabatan pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha

Milik Daerah; dan

u. tidak berstatus sebagai anggota Panlih gubernur, bupati, dan walikota

62

(16)

Sama halnya dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008.

Dalam UU ini juga diatur mengenai syarat perseorangan untuk menjadi

Kepala Daerah. Ada jumlah tertentu pendukungnya untuk dijadikan calon Kepala

Daerah. Jumlah tersebut berbeda antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Berikut

pengaturannya dalam bentuk tabel;

No. Daerah Pilkada Syarat atau besaran dukungan

1. Provinsi 1. Provinsi dengan jumlah

penduduk sampai dengan

2.000.000 (dua juta) jiwa harus

didukung sekurang kurangnya

6,5% (enam koma lima persen);

2. Provinsi dengan jumlah

penduduk lebih dari 2.000.000

(dua juta) sampai dengan

6.000.000 (enam juta) jiwa harus

didukung sekurang-kurangnya

5% (lima persen);

3. Provinsi dengan jumlah

penduduk lebih dari 6.000.000

(enam juta) sampai dengan

12.000.000 (dua belas juta) jiwa

(17)

sekurang-kurangnya 4% (empat persen);

4. Provinsi dengan jumlah

penduduk lebih dari 12.000.000

(dua belas juta) jiwa harus

didukung sekurang-kurangnya

3% (tiga persen).

5. Jumlah dukungan harus tersebar

di lebih dari 50% (lima puluh

persen) jumlah Kabupaten/Kota

di Provinsi

2. Kabupaten/kota 1. Kabupaten/kota dengan jumlah

penduduk sampai dengan

250.000 (dua ratus lima puluh

ribu) jiwa harus didukung

sekurang- kurangnya 6,5% (enam

koma lima persen);

2. kabupaten/kota dengan jumlah

penduduk lebih dari 250.000 (dua

ratus lima puluh ribu) sampai

dengan 500.000 (lima ratus ribu)

jiwa harus didukung

sekurang-kurangnya 5% (lima persen);

(18)

penduduk lebih dari 500.000

(lima ratus ribu) sampai dengan

1.000.000 (satu juta) jiwa harus

didukung sekurang-kurangnya

4% (empat persen);

4. kabupaten/kota dengan jumlah

penduduk lebih dari 1.000.000

(satu juta) jiwa harus didukung

sekurang-kurangnya 3% (tiga

persen).

5. Jumlah dukungan harus tersebar

di lebih dari 50% (lima puluh

persen) jumlah kecamatan di

Kabupaten/Kota.

Sumber : diolah dari pasal 14 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014

Dukungan harus dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan

fotokopi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-El) atau surat keterangan tanda

penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dukungan diberikan

kepada satu calon perseorangan saja tidak lebih.63

63

(19)

Dalam hal pemungutan suara, penghitungan suara, dan penetapan hasil

pemungutan suara dalam pemilihan dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD

Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Pemungutan suara dilaksanakan 1 (satu) hari

setelah penyampaian visi dan misi.64 Pemungutan suara dihadiri oleh paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD Provinsi dan DPRD

kabupaten/kota.65

Setiap anggota DPRD dalam memberikan suaranya untuk menentukan

Kepala Daerah hanya kepada 1 (satu) calon gubernur, calon bupati, dan calon

walikota dan dilakukan dengan cara berdiri.66

Penghitungan suara dilakukan oleh Panlih setelah pemungutan suara

dinyatakan selesai. Penghitungan suara ini dilakukan dengan cara yang

memungkinkan saksi setiap calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota

dapat menyaksikan secara jelas penghitungan suara. Berdasarkan penghitungan

suara, Panlih menetapkan calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota

terpilih yang memperoleh suara terbanyak. Dalam hal hasil penghitungan suara

terdapat jumlah suara yang sama, untuk menentukan calon gubernur, calon bupati,

dan calon walikota terpilih dilakukan pemungutan suara ulang paling lambat 2

(dua) jam sejak hasil penghitungan suara putaran pertama diumumkan.Dalam hal

hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih terdapat

jumlah suara yang sama, dilakukan kembali pemungutan suara ulang paling

lambat 2 (dua) jam sejak hasil penghitungan suara putaran kedua

diumumkan.Dalam hal masih terdapat perolehan sama sebagaimana dimaksud

64

Pasal 28 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 65

Pasal 29 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 66

(20)

pada ayat (3), pemenang ditentukan dengan mengkonversi perolehan suara hasil

pemilihan umum dari masing-masing anggota DPRD yang memilih. Hasil

perolehan suara dituangkan dalam Berita Acara. Hasil Pemilihan yang

ditandatangani oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) anggota Panlih dan saksi yang

hadir. Apabila berita acara pemilihan tidak ditandatangani tanpa adanya

alasan dan pengajuan keberatan secara jelas, tidak mengurangi keabsahan berita

acara pemilihan. Berdasarkan berita acara pemilihan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), penetapan calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota terpilih

dituangkan dalam Keputusan DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Berita

acara dan/atau Keputusan DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota

ditembuskan kepada Menteri untuk pemilihan gubernur dan kepada gubernur

untuk pemilihan bupati dan walikota. Dalam hal terjadi pelanggaran hukum pada

proses Pemilihan, penyelesaiannya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.67

Pengesahan calon gubernur diusulkan dengan surat pimpinan DPRD

provinsi kepada Presiden melalui Menteri paling lambat 3 (tiga) hari setelah

keputusan DPRD provinsi tentang penetapan calon gubernur. Pengesahan calon

bupati, dan calon walikota diusulkan dengan surat pimpinan DPRD

kabupaten/kota kepada Menteri melalui gubernur paling lambat 3 (tiga) hari

setelah keputusan DPRD kabupaten/kota tentang penetapan calon bupati dan

calon walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Usulan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan dokumen administratif

67

(21)

seluruh tahapan dalam pemilihan. Menteri meneruskan usulan pengesahan calon

gubernur terpilih kepada Presiden paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima

usulan dari DPRD Provinsi. Gubernur meneruskan usulan pengesahan calon

bupati dan walikota terpilih kepada Menteri paling lama 3 (tiga) hari setelah

menerima usulan DPRD kabupaten/kota. Dalam hal Gubernur dan/atau pimpinan

DPRD provinsi tidak menyampaikan usulan pengesahan, Menteri menindaklanjuti

pengesahan gubernur kepada Presiden berdasarkan pada berita acara dan/atau

keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Dalam hal

Bupati/Walikota dan/atau pimpinan DPRD kabupaten/kota tidak menyampaikan

usulan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur

menindaklanjuti pengesahan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota

kepada Menteri berdasarkan pada berita acara dan/atau keputusan DPRD

kabupaten/kota.68

Dalam menjalankan roda pemerintahan,Gubernur, Bupati, dan Walikota

dibantu oleh Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota.69 Untuk

menjadi seorang wakil Kepala Daerah pun dibutuhkan beberapa syarat dalam UU

ini. Selain warga negara Republik Indonesia, syarat lain harus dipenuhi agar

dapat ditetapkan menjadi calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil

Walikota adalah sebagai berikut:70

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah Pusat;

68

Pasal 34 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 69

Pasal 44 ayat 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 70

(22)

c. berpendidikan paling kurang sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;

d. mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang

pelayanan publik;

e. calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota yang

berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) dengan golongan kepangkatan sekurang-kurangnya IV/c untuk calon wakil gubernur, dan golongan kepangkatan sekurang-kurangnya IV/b untuk calon wakil bupati /wakil walikota dan pernah atau sedang menduduki jabatan eselon II/a untuk calon wakil gubernur dan eselon II/b untuk calon wakil bupati dan calon wakil walikota;

f. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon wakil gubernur

dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon wakil bupati/walikota;

g. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan

kesehatan menyeluruh dari tim dokter Daerah;

h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun;

i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;

k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau

secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;

l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan laporan pajak pribadi;

n. tidak memiliki konflik kepentingan dengan gubernur, bupati, dan walikota

tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah dan ke samping dengan gubernur, bupati, dan walikota;

o. calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota yang

berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai kepegawaian;

p. calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota yang

berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) menyerahkan surat pernyataan mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil (PNS) sejak pendaftaran; dan

q. menyerahkan daftar riwayat hidup

Dalam UU ini juga diatur mengenai syarat perseorangan untuk menjadi

(23)

Daerah. Jumlah tersebut berbeda antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Berikut

pengaturannya dalam bentuk tabel;

No. Daerah Pilkada Syarat atau besaran dukungan

1. Provinsi 1. Daerah provinsi dengan jumlah

penduduk sampai dengan

1.000.000 (satu juta) jiwa tidak

memiliki wakil gubernur

2. Daerah provinsi dengan jumlah

penduduk di atas 1.000.000

(satu juta) jiwa sampai dengan

3.000.000 (tiga juta) jiwa

memiliki 1 (satu) wakil

gubernur;

3. Daerah provinsi dengan jumlah

penduduk di atas 3.000.000 (tiga

juta) sampai dengan 10.000.000

(sepuluh juta) juta jiwa dapat

memiliki 2 (dua) wakil

gubernur;

4. Daerah provinsi dengan jumlah

penduduk di atas 10.000.000

(sepuluh juta) jiwa dapat

(24)

gubernur.

2. Kabupaten/kota 1. Kabupaten/kota dengan jumlah

penduduk sampai dengan

100.000 (seratus ribu) jiwa

tidak memiliki wakil

bupati/walikota;

2. Kabupaten/kota dengan jumlah

penduduk di atas 100.000

(seratus ribu) jiwa sampai

dengan 250.000 (dua ratus

lima puluh ribu) jiwa memiliki

1 (satu) wakil bupati/walikota;

3. Kabupaten/kota dengan

jumlah penduduk di atas

250.000 (dua ratus lima puluh

ribu) jiwa dapat memiliki 2

(dua) wakil bupati/walikota.

Sumber : diolah dari pasal 45 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014

Pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota dilaksanakan

paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelantikan gubernur, bupati, dan walikota.

Masa jabatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota berakhir

(25)

wakil bupati, dan wakil walikota berasal dari pegawai negeri sipil atau

non-pegawai negeri sipil.71

Wakil gubernur diangkat oleh Presiden berdasarkan usulan gubernur

melalui Menteri. Wakil bupati dan wakil walikota diangkat oleh Menteri

berdasarkan usulan bupati/walikota melalui gubernur sebagai wakil pemerintah

pusat. Wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota), diusulkan paling lambat

lama 15 (lima belas) hari setelah pelantikan gubernur, bupati, dan walikota.

Gubernur, bupati, dan walikota wajib mengusulkan calon wakil gubernur, calon

wakil bupati, dan calon wakil walikota.72

Wakil gubernur dilantik oleh gubernur. Wakil bupati dilantik oleh bupati

dan wakil walikota dilantik oleh walikota.Dalam hal wakil gubernur, wakil bupati,

dan wakil walikota tidak dilantik, wakil gubernur dilantik oleh Menteri dan wakil

bupati dan wakil walikota dilantik oleh gubernur. Dalam hal wakil bupati dan

wakil walikota tidak, wakil bupati dan wakil walikota dilantik oleh Menteri.73

D. Pengaturan pemilihan kepala daerah dalam undang-undang nomor 1

tahun 2015

Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor Tahun 2014 Menjadi Undang

Undang diundangkan pada tanggal 2 Februari 2015 oleh Menteri Hukum dan Hak

Azasi Manusia Yasonna H. Laoly di Jakarta. Kita dapat melihat landasan dasar

dikeluarkannya Undang-undang ini dalam bagian menimbang, yaitu:

71

Pasal 47 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014 72

Pasal 48 Undang Nomor 1 Tahun 2015 73

(26)

a. bahwa untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal

18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota;

b. bahwa kedaulatan rakyat dan demokrasi sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, perlu ditegaskan dengan pelaksanaan pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap

melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan

pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan

kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses

pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan serta

kegentingan yang memaksa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

138/PUU-VII/2009;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang

(27)

Dapat kita lihat pada hurud c dikatakan bahwa Undang Undang Nomor

22 Tahun 2014 mendapat penolakan dari masyarakat luas sehingga Undang

Undang ini dibuat untuk pengesahan Peraturan Perundang Undangan Nomor 1

Tahun 2014 yang dikeluarkan Oleh Presiden Susilo Bambang Yodhoyono pada

saat itu. Dengan ditetapkan nya peraturan perundangan tersebut menjadi

undang-undang, maka undang-undang ini lah yang menjadi peraturan mengenai pemilihan

kepala daerah di Indonesia.

Jika di lihat dari isi peraturan perundang-undang ini, sangat bertolak

belakang dari isi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014, dalam perpu yang

ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015, pemilihan kepala daerah

dilakukan langsung oleh rakyat tidak melalui DPRD seperti yang terdiatur dalam

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014.

Dalam UU ini keberadaan Pemilukada sebagai sistem pemilihan Kepala

Daerah dapat dilihat pada pasal 1 angka 1 yang isinya “Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan

kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur,

Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis”. Tidak terdapat banyak

perbedaan dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Karena pada khusus

nya UU ini condong dalam mengembalikan kedaulatan ketangan rakyat dan

memberikan kembali hak konstitusional rakyat untuk ikut serta memilih dan

Referensi

Dokumen terkait

Rasa menyesal ini muncul karena mahasiswa menggunakan uangnya untuk membeli produk fashion yang tidak menjadi kebutuhan mendesak, padahal disi lain masih memiliki

Hasil sniffing pengguna pada SSO SAML dengan backend Radius menggunakan aplikasi web blog dan elearning dapat dilihat pada gambar 5 dan 6. Gambar 5 menjelaskan pengujian

Pengumuman right issue yang dilakukan emiten di mana dana hasil right issue itu akan digunakan untuk membayar utang perusahaan membuat investor bereaksi negatif

Variabel dalam penelitian ini meliputi empat variabel bebas, yaitu Supervisi Akademik Kepala Sekolah (X1), Komunikasi interpersonal antara kepala sekolah dan guru,

Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa mampu menjelaskan metoda dan teknik pembuatan bahan dekorasi patiseri Jumlah Pertemuaan : 2 (satu) kali. Pertemuan Tujuan Pembelajaran

Sementara itu Andreasen menyebut pengetahuan ini ditujukan kepada target masyarakat melalui pendekatan pendidikan yang pada utamanya memfokuskan kepada pesan, saluran dan

Yudha Triguna, ed., Estetika Hindu dan Pembangunan Bali, Denpasar: Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia Bekerja Sama dengan Penerbit Widya

bahwa dalam rangka menyesuaikan proporsi tambahan bobot jabatan dan perubahan pengertian pegawai, maka perlu mengubah ketentuan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta