Pengelolaan DAS Terpadu untuk Ketahanan Pangan Berbasis Potensi Lokal Oleh : Sheronif Kurniawan (G24100063)
Indonesia mempunyai sumber daya air yang berlimpah dengan jumlah sekitar 3.200 miliar meter kubik dari 7.956 sungai dan 521 danau. Jumlah yang luar biasa besar tersebut menempatkan Indonsesia pada urutan ke lima sebagai Negara yang memiliki kekayaan sumberdaya air terbesar di dunia. Sayangnya hal tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah, swasta maupun warga. Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pembangunan wilayah yang menempatkan DAS sebagai unit pengelolaan. Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan 2000).
Berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Sementara, ruang itu sendiri adalah wadah sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tetapi, kenyataanya penataan ruang hanya memandang ruang sebagai wadah untuk hidup (tempat tinggal) dan kegiatan sosial ekonomi. Guna mewujudkan struktur ruang dilakukan dengan cara menetapkan lokasi kegiatan seperti, pusat-pusat permukiman dan jaringan prasarana sarana beserta hirarki fungsionalnya. Upaya mewujudkan struktur ruang inilah yang kemudian memunculkan pola kerjasama antar daerah yang dilakukan saat ini yaitu kerjasama dalam hal pemanfaatan jaringan prasarana dan sarana. Salah satu potensi besar dalam upaya pemanfaatan ruang untuk keberlangsungan ketahanan pangan adalah pengelolaan DAS terpadu.
Menurut Easter et.al (1986) Pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan faktor-faktor institusi yang ada di DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan DAS ditujukan pada kesejahteraan manusia dengan mempertimbangkan kondisi sumberdaya alam, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kelembagaan. Pengelolaan DAS yang hanya bertumpu pada salah satu aspek tanpa memperhatikan aspek yang lain akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu DAS haruslah dikelola sebaik mungkin menjangkau semua aspek agar berkembang.
Potensi lokal yang dimiliki suatu daerah dapat dinilai dari modal komunitas yang dimilikinya. Modal komunitas mencakup modal alam, modal lingkungan buatan, modal manusia dan social. Sedangkan, modal manusia merupakan kemampuan setiap individu dalam hal ketrampilan, kesehatan fisik dan mental serta pendidikan yang mencerminkan kualitas jasmani-rohani. Sementara modal sosial adalah hubungan yang terjadi dalam suatu komunitas atau cara orang berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain dalam satu komunitas. Apabila suatu daerah belum memiliki modal manusia dan social, maka hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai otak dari pengelolaan DAS terpadu.
Belum adanya upaya pengelolaan DAS dari semua pihak terutama pihak pemangku kepentingan merupakan masalah paling dasar dari belum terealisasinya DAS terpadu. Padahal kalau semua pihak mau bergotong royong untuk merealisasikan DAS terpadu bukan tidak mungkin akan terjadi ketahanan pangan di Indonesia khususnya pada daerah yang dilalui DAS mengingat Indonesia mempunyai sumber daya air yang berlimpah dengan jumlah sekitar 3.200 miliar meter kubik dari 7.956 sungai dan 521 danau.
Daftar Pustaka
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. UGM Pres. Yogyakarta.