• Tidak ada hasil yang ditemukan

TITIK TEMU TEOLOGIS ANTARA ISLAM DAN KRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TITIK TEMU TEOLOGIS ANTARA ISLAM DAN KRI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KALIMATUN SAWA’ ANTARA ISLAM DAN KRISTEN SEBUAH UPAYA DIALOGIS MENUJU TITIK TEMU TEOLOGIS

Rendra Khaldun1

Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa perdamaian antar agama. Tidak ada perdamaian antar agama tanpa dialog antar agama. Tidak ada dialog antar agama tanpa penyelaman terhadap fondasi agama-agama.2

Pendahuluan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya semua agama memiliki misi yang suci, yakni mengajak manusia untuk mencapai derajat yang tinggi (dalam arti spiritual) dengan kesadaran transendental yang dimiliki. Di sisi lain, agama dengan gamblang menunjukkan kepeduliannya terhadap pentingnya kebersamaan dalam menempuh kehidupan dengan upaya menghindari hal-hal yang bersifat primordial.

Agama dengan segenap doktrin yang dikandungnya menunjukkan kepedulian terhadap persoalan-persoalan laten yang yang terjadi seperti ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kemiskinan, penindasan, dan segenap sisi kemanusiaan lainnya. Oleh karenanya masing-masing pemeluk agama, tanpa batasan agama apa yang dianutnya seharusnya menghayati nilai-nilai luhur agama universal tersebut. Dengan demikian, pemeluk agama tidak akan lagi terbelenggu oleh sekat-sekat primordial dan formal ketika harus dihadapkan pada persoalan kemanusiaan. Karena jika tidak demikian, berarti bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri dan bahkan juga agama-agama lainnya yang ada di muka bumi.

Ironisnya, terdapat fenomena ekslusif pada diri sebagian kaum beriman, mereka menginginkan agar orang yang tidak beragama sesuai dengan agamanya agarnya berubah seperti mengikuti agama yang dianutnya. Keinginan tersebut didasari atas pemahaman yang eksklusif dan militan umat beragama. Tanpa didasari bahwa sikap semacam itu justru akan menimbulkan kebencian dan permusuhan.3

1 Dosen Fakultas Dakwan dan Komunikasi IAIN Mataram

2Hans Kung: Islam, Past, Present, and Future, (Oneworld Book Published by Oneworld Publications 2007), xxiv.

(2)

Klaim kebenaran dan sikap eksklusif pada kenyataannya tidak hanya terjadi di Barat (Kristen dan Yahudi), tetapi juga di dunia Timur (Islam). Hal ini terlihat jelas pada cara mereka menafsirkan teks-teks keagamaan seperti al-Qur’a>n pada ayat-ayat yang berbicara tentang agama lain khususnya Kristen dan Yahudi. Bercampur aduknya aspek doktrin–teologis dalam pergumulan kultural-historis menurut Amin Abdullah menambah semakin rumitnya persoalan keagamaan pada wilayah historis-empiris kemanusiaan. Lebih lanjut, adanya pemikiran apriori, praanggapan, prasangka, praduga teologis tumbuh subur dalam kehidupan masyarakat luas, yang kemudian diperkuat oleh para da’i missionaris, zending dengan landasan kitab suci masing-masing. Kenyataan ini sangat sulit dilerai hanya dengan menggunakan cara-cara konvensional, baik dengan mempelajari kembali doktrin agama masing-masing secara baik dan jujur maupun lewat studi empiris seperti yang biasa dilakukan oleh studi agama-agama. Hubungan antar umat tidak lagi hanya sekedar hubungan antar personal dan kelompok, tetapi masuk dalam wilayah ketertumpangtindihan antara teks dan realitas.4

Truth claim yang sering muncul di antara agama-agama dapat dipahami karena setiap agama mengajarkan kebenaran dan menyeru umat manusia untuk berkumpul dalam naungan kebenaran dan keselamatan sejati. Persoalannya adalah kebenaran ketika dipahami manusia mengandung resiko untuk terdistorsi karena berbagai faktor. Harus disadari bahwa agama memiliki dua sisi, yaitu sisi spiritualitas dan sisi identitas sosial dan komunal. Sisi spiritualitas merupakan sisi substansi, sementara sisi identitas sosial hanyalah suplemen. Akan tetapi, sisi identitas sosial seringkali mendominasi sisi spiritualitas sehingga kebenaran agama tidak dapat didialogkan lagi.

Setidaknya, konflik antar agama terjadi karena barbagai kepentingan, seperti politik, ekonomi, sampai sosial budaya. Terjadinya klaim kebenaran bahwa pemahaman agamanya yang paling mutlak benar terjadi karena penafsiran dari masing-masing agama sangat eksklusif dan kurang apresiatif terhadap ajaran agama lain, bahkan lebih jauh lagi kurang bisa menangkap pesan moral dan konteks sosio-historis sebuah teks agama yang diturunkan5 menjadi penyebab utama terjadinya

konflik baik intra maupun antar agama.6

4Amin Abdullah, Pengantar dalam Ahmad Norma Permata, Metodologi Studi Agama (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 6.

5Untuk lebih jelasnya lihat Mahmoud Musthafa Ayyoub, Mengurai Konflik Muslim Kristen dalam Perspektif Islam (Jogjakarta: Fajar Pustaka baru, 2003).

(3)

Dalam konteks-konteks agama di dunia, Islam dan Kristen merupakan dua agama yang terbesar pemeluknya. Karenanya, tidaklah mengherankan jika kedua agama Abrahamik7 ini menjadi

landasan dan barometer kedamaian dunia. Meskipun secara konseptual keduanya memiliki beberapa perbedaan, namun secara teologis kedua agama ini memiliki ciri khas yang sama, yakni agama monoteis (agama tauhid). Konsep monoteisme inilah yang sering dijadikan landasan untuk mencari titik temu antara kedua agama tersebut disamping konsep kasih sayang antar sesama.8

Dalam catatan sejarah, hubungan antara Islam dan Kristen mengalami pasang surut baik secara politis, teologis, ekonomi, dan lain sebagainya.9 Tradisi pemikiran-pemikiran Yahudi, Kristen,

dan Islam telah saling berinteraksi dan dipertemukan lewat pemikiran filsafat Yunani Kuno. Terjadinya interaksi akademik dalam bidang kosmologi, sains, dan filsafat, bahkan mistisisme sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Warisan Yunani-Islam beserta weltanschauung kepada Barat mengakibatkan dunia Kristen pada abad pertengahan mencapai prestasi rennaisance, pencerahan, dan teknologi modern yang nantinya akan mengakibatkan perbedaan (polemik dalam bidang teologi) yang sangat tajam antara Islam dan Kristen.10

Upaya dialog antar agama, terutama agama Abrahamik sudah banyak dilakukan, lebih-lebih antara Islam dan Kristen. Dari seminar tingkat regional, nasional sampai tingkat internasional.11 Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan

kehidupan yang damai ditengah pluralitas agama tanpa adanya

7 Istilah agama Abrahamik ini diambil dari nama Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang dari nabi-nabi sesudahnya yang diberikan Kitab suci. Untuk lebih jelasnya tentang ilustrasi ini, lihat W. M. Watt, Muslim-Christian Encounters: A Perception and Missperception (London: Routledge, 1991), 59, 70.

8Titik temu antara Islam dan Kristen bukan hanya terletak pada aspek teologis semata, namun juga terletak pada aspek mistisisme dan metaphisik untuk lebih jelasnya lihat Waleed El-Anshary dan David K. Linnan (ed), Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word” (New York: Palgrave and Macmillan: 2010).

9Ibrahim Kalin mencontohkan bagaimana Al-Mutawakkil yang merupakan salah satu Khalifah Dinasti Abbasiyah melakukan tekanan politik kepada kaum Shi’ah dan Kristen termasuk mengekang mereka dari pemerintahan dan memaksa mereka menggunakan pakaian khusus. Demikian juga dengan Khalifah Hakim ibn Amr Allah memerintahkan untuk menghancurkan Gereja Suci dan Kuburan Suci umat Kristen, kejadian ini (penghancuran salah satu gereja suci sangat membuat shock kaum Muslim dan Kristen. Untuk lebih jelasnya lihat Ibrahim Kalin, Islam Christianity, the Enlightenment: “A Common Word” and Muslim-Christian Relations, dalam Waleed El Anshary dan David K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word” (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 42.

(4)

sebuah klaim kebenaran yang melingkupi masing-masing agama terutama agama Abrahamik.12

Perdebatan antara umat Islam-Kristen setidaknya disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini. Pertama, kedua agama berasal dari tradisi agama Semitik yang melahirkan agama-agama besar Ibrahim, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Kedua, sejarah-sejarah umat terdahulu yang dirujuk oleh ketiga tradisi agama tersebut dapat dikatakan sama, meskipun ada perbedaan detail narasinya dan perbedaan interpretasi atas sejarah tersebut. Ketiga, kedua agama tersebut mengkalim sebagai agama monotheis dan bersumber dari monotheisme, meskipun dalam kasus Kristen menggunakan terminologi trinitas. Keempat, kedua agama memiliki klaim mengenai kebenaran eksklusif masing-masing. Dalam Kristen dikenal istilah extra eccelisia nulla sallus (di luar gereja tidak ada keselamatan), dan di Islam dikenal ayat yang menyebutkan inna al-di>n ‘inda Allah al-Isla>m (sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam). Kelima, kedua agama merupakan agama misi yang menyuruh umatnya untuk mendakwahkan atau mewartakan kebenaran masing-masing.13

Prakarsa Multi Agama oleh Umat Islam

Dua prakasra Muslim berskala internasional yang paling utama adalah pesan dari Amman (Amman Message) yang disponsori oleh Yordania, dan “Satu Kata Bersama di Antara Kami dan Anda”. Keduanya merupakan contoh tanggapan Muslim terhadap ekstrimisme keagamaan dan terorisme global serta

11 Lutheran World Federation (LWF) merupakan salah satu lembaga yang konsis dan eksis menyelenggarakan seminar maupun dialog tentang Islam dan Kristen baik menyangkut tentang keimanan maupun kerjasama lain diantara keduanya sejak tahun 1992. Beberapa artikel mengenai hal ini dapat dilihat di The Lutheran Word Federation, Dialogue and Beyond Christians and Muslims Together on The Way (Switzerland: The Lutherand Word Federation, 2003).

12A Common Word merupakan salah satu upaya dialogis antara Muslim dan Kristen untuk mencapai dan menggagas sebuah kesepahaman dalam berbagai bidang yang selama ini menjadi sebab dan polemik diantara kedua agama Abrahamic tersebut seperti teologi, mistik, dan metafisik dan isu-isu vertikal (love of God) dan horizontal yang menekankan terhadap cinta antar sesama “love of neighbour”, dan praktek-praktek yang terkait isu-isu dunia internasional seperti lingkungan,HAM, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya lihat Waleed El Anshary dan David K. Linnan, Narrative Introduction, dalam Waleed El Anshary dan David K. Linnan,Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word” (New York: palgrave Macmillan, 2010), 4-5.

(5)

upaya menggerakkan para pemimpin agama dan individu lainnya dalam usaha menjembatani perbedaan dan perselisihan antar agama khususnya pada agama Abrahamik yang masih terus berlangsung sampai saat ini.

Lahirnya Pesan dari Amman dilatarbelakangi oleh ancaman yang terus menerus dilakukan oleh golongan ekstrimis Islam, khutbah penghasut dari ekstrimis agama, perang antar sekte di Irak, dan kurangnya otoritas agama sentral dalam Islam, sehingga banyak orang yang bertanya, “Siapa yang berbicara atas nama Islam?”. Pada Tahun 2004, Raja ‘Abd Allah dari Yordania berusaha mengatasi ekstrimisme dan militansi agama dengan mendudukkan bersama para pemimpin Islam untuk menyusun pernyataan mengenai sifat Islam sejati, untuk menunjukkan mana yang islami dan mana yang bukan, serta aksi-aksi mana yang mewakilinya dan tidak dengan menekankan nilai-nilai inti dalam Islam tentang kebaikan hati, saling menghargai, penerimaan, dan kebebasan beragama. Pesan dari Amman ini dimaksudkan untuk menolak ekstrimisme karena merupakan penyimpangan dari keyakinan islami dan menegaskan bahwa ajaran Islam (toleransi serta kemanusiaan) sebagai landasan bersama antar berbagai agama dan masyarakat.14

Kemudian pada bulan Juli tahun 2005 dilaksanakan sebuah konferensi internasional yang dihadiri oleh lebih dari dua ratus ulama yang berasal dari lima puluhan negara sebagai tindak lanjut dari pertanyaan yang diajukan kepada dua puluh empat ulama senior mengenai: 1) siapakah muslim itu?; 2) Bolehkah menyatakan seseorang itu kafir; dan 3) Siapa yang berhak mengeluarkan fatwa?.15 Berdasarkan fatwa yang dihasilkan tiga

otoritas keagamaan paling senior dari kalangan Sunni dan Shi’ah diantaranya Shaykh Muhammad Sayyid Tant}awi dari Universitas Azhar, Ayat Allah Ali Sistani dari Irak, dan Yusu>f al-Qard}awi. Mereka membahas konflik dan kekerasan dalam masyarakat Muslim. Mereka juga berusaha menafikan para ekstrimis yang mengeluarkan fatwa untuk pembenaran agenda mereka.16

14 Untuk lebih jelasnya lihat Jon Hoover, A Common Word “More Positive and Open, Yet Mainstreaming and Orthodox, dalam Theological Review, XXX), 50-77.

15Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan sebuah konfrensi di Kuala Lumpur yang yang bertemakan Dialogue: Islamic Word-U.S.–The West yang dihadiri oleh para akademisi, ulama, dan cendekiawan dari berbagai macam Perguruan Tinggi terkenal di dunia seperti Oxford Univercity, Michigan State Univercity, Yale Univercity dan lainnya.

(6)

Para peserta mengeluarkan deklarasi akhir yang berisikan hal-hal sebagai berikut:

1. menekankan persatuan dan validitas tiga

cabang utama Islam yakni Sunni, Shi’i, dan Ibadiyah;

2. melarang pengkafiran sesama Muslim;

3. menetapkan garis besar syarat

kes}ahihan fatwa; tak ada yang boleh mengeluarkan fatwa tanpa memenuhi persyaratan kualifikasi pribadi yang ditetapkan tiap madzhab bagi pengikutnya, dan siapapun yang mengeluarkan fatwa harus memenuhi metodologi yang berlaku dalam madzhab tersebut.17

Pedoman ini menuai dukungan luas, pada bulan Desember tahun 2005 secara aklamasi diadopsi oleh Organisasi Konfrensi Islam, yang mewakili pemimpin politik limapuluh tujuh negara berpendudukan mayoritas Muslim, dan oleh enam Majelis Ulama Internasional lainnya, termasuk Akademi Fiqh Internasional Jeddah, pada Juli 2006. Secara keseluruhan, lebih dari lima ratus ulama terkemuka dunia mendukung Pesan dari Amman ini. Dengan demikian, untuk pertama kali dalam sejarah, sejumlah ulama besar dari berbagai negara dan golongan, mewakili Islam sedunia, bergabung mengeluarkan pernyataan otoritatif.18

Satu Kata Bersama

Pada bulan September tahun 2006, Paus Benediktus XVI menyampaikan pidato di Regensburg, Jerman, yang mengecewakan dan membuat marah kaum Muslim di seluruh dunia. Benediktus mengutip ucapan Kaisar Bizantium dari abad ke-14 mengenai Nabi Muhammad: “Tunjukkan kepadakau hal baru yang dibawa Muhammad, dan akan kita jumpai hal-hal yang jahat dan tidak manusiawi belaka, seperti perintahnya untuk menyebarkan ajarannya dengan pedang”.19 Pernyataan bahwa

Muhammad memerintahkan penyebaran Islam dengan pedang disangkal keras dan dinyatakan tidak akurat oleh Muslim dan ilmuwan non-Muslim.20

Yang juga menjadi kontroversi dalam pernyataan Paus Benediktus adalah pernyataannya tentang ayat al-Qur’a>n “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama” (QS. Al-Baqarah [2]: 256) diturunkan pada awal kenabian Muhammad di Makkah,

17Ibid., 280.

18Ibid., 281.

19Ibid., 282.

(7)

suatu masa ‘ketika Muhammad masih lemah dan dibawah (ancaman)’, tetapi sudah digantikan ‘instruksi, yang dibuat belakangan dan dicatat dalam Koran (Qur’a>n), mengenai jihad’.

Sebulan setelah pidato Paus Benediktus di Resenburg, tigapuluh delapan ulama mengirim surat terbuka kepada Paus Benediktus XVI, mengungkapkan keprihatinan mereka atas pidato tersebut. Memperingati setahun surat tersebut tepatnya pada tanggal 13 Oktober 2007 sekitar 138 pemimpin Muslim yang terdiri dari mufti, akademisi, inteltual, menteri negara, dan penulis buku dari seluruh dunia kembali mengirimkan surat terbuka, “satu kata bersama antara kami dan anda’, kepada para pemimpin gereja-gereja besar di seluruh dunia. Prakarsa ini diluncurkan bersamaan dengan konferensi di Dubai, London, dan Washington.21

Para pemimpin dan cendekiawan Kristen di seluruh dunia segera menanggapai ‘Satu Kata Bersama’. Uskup Agung Canterbury, Paus Benediktus XVI, Patriarkat Ortodoks Alexei II dari Rusia, pemimpin Uskup Federasi Dunia Lutheran, dan banyak lainnya, mengakui pentingnya surat ini. Banyak pula para individu dan kelompok menuliskan komentar dan kritik pada situs Web resmi ‘Satu Kata Bersama’. Lebih dari tiga ratus cendekiawan serta pemimpin arus utama dan evangelis Amerika terkemuka menanggapi dalam sebuah surat terbuka yang mengesahkan pernyataan “Bersama-sama mencintai Tuhan dan Sesama”, yang dipublikasikan di New York Times dan surat kabar lainnya. Jumlah pemimpin muslim serta ulama yang menandatangani prakarsa ini meningkat dari semula berjumlah 138 orang menjadi lebih dari 300 orang, ditambah dukungan dari 460-lebih organisasi dan asosiasi Islam.22

Sebagai tindak lanjut dari surat tersebut, diadakan konfrensi internasional antara para pemuka agama, cendekiawan, LSM, di Yale Univercity, Cambridge Univercity, dan Georgetown Univercity serta di Vatikan untuk meneliti implikasi teologis, alkitabiah, dan sosial dari prakarsa ini.23

Delegasi Muslim dipimpin oleh Mufti Besar Bosnia-Herzegovina Mustafa Ceric. Kardinal Louis Tauran menjadi pemimpin delegasi Vatikan, menyebut pertemuan tersebut sebagai ‘babak baru dalam sejarah panjang’. Vatikan mendesakkan topik yang menjadi perhatian mereka yakni

21John L. Esposito, Masa Depan Islam, 282.

22Ibid.

(8)

penekanan pada keyakinan dan nilai-nilai bersama tidak mengabaikan perbedaan dan persoalan sebenarnya, khususnya yang disebut ‘timbal balik’ kebebasan umat Kristen untuk membangun gereja dan beribadah di negara Islam. Kegiatan ini juga diharapkan berlangsung dengan penuh saling hormat menghormati terhadap tradisi sakral antara yang satu dengan yang lainnya, tanpa ada rasa saling mencurigai, dan tannpa menggunakan sumber-sumber yang dapat mereduksi keduanya.24 Pertemuan tiga hari tersebut menghasilkan sebuah

manifesto yang menyerukan dialog antara pemimpin Muslim dan Kristen, menekankan nilai-nilai bersama antara Islam dan Kristen.25

Titik Temu antara Teologi Islam dan Teologi Kristen

Secara teologis, usaha mendapatkan titik temu antara Islam dan Kristen ini sangat penting, terlebih lagi sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa lebih dari setengah populasi dunia terdiri dari umat Muslim dan Kristen. Tanpa perdamaian dan keadilan diantara dua pemeluk agama besar ini, tidak mungkin tercapai perdamaian dunia yang penuh arti. Masa depan dunia ini tergantung pada perdamaian antara Muslim dan Kristen.26

Batu pijakan untuk perdamaian dan saling pengertian ini sudah ada, yaitu bagian dari prinsip dasar kedua agama yakni kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kecintaan kepada sesama. Prinsip ini berkali-kali dijumpai dalam Kitab Suci Islam dan Kristen. Dengan demikian ke Esaan Tuhan, dan keharusan mencintai sesama menjadi landasan bersama antara umat Islam dan Kristen.27

Landasan prinsip-prinsip diatas merupakan prinsip universal dari seluruh agama terlebih agama Abrahamik (Islam, Kristen, dan Yahudi), dengan sendirinya adalah tunggal, meskipun ada kemungkinan manifestasi lahiriahnya beraneka ragam. Ini juga yang menghasilkan pandangan antropologis bahwa pada

24Sayyid Hossein Nas}r, A, Common Word, 24.

25Untuk lebih jelasnya lihat Joseph Lumbard, The Uncommonality of A Common Word (Crown Center for Middle East Studies: Brandeis University, 2009).

26Ibrahim Kalin, Islam, Christianity, 43.

(9)

mulanya semua agama adalah tunggal karena berpegang kepada kebenaran tunggal yang diambil dari intisari ajaran kitab suci mereka. Namun, kemudian terjadi perselisihan antar sesama justru setelah penjelasan tentang kebenaran itu datang. Bahkan setelah mereka berusaha memahami dalam taraf kemampuan dan keterbatasan mereka, maka terjadilah perbedaan penafsiran terhadap kebenaran tunggal tersebut. Perbedaan tersebut kemudian semakin tajam dengan masuknya berbagai macam kepentingan yang diusung oleh masing-masing elit dari agama itu sendiri.

Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal adalah Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid dan inilah yang menjadi perdebatan teologis antara agama Abrahamik khususnya Islam dan Kristen. Secara historis-sosiologis terjadi ‘variasi’ pemahaman konsep tentang Tuhan dari beberapa pemeluk (elit) agama sehingga masing-masing agama Abrahamik sering mengklaim sebagai pemilik monoteisme murni (strit monoteism). Klaim-klaim ini tidak hanya didengungkan oleh elit Muslim semata, namun elit-elit non Muslim pun mengklaim sebagai penganut monoteisme murni.28

Menurut Hossein Nas}r ada beberapa hal yang menjadi (kesamaan) titik temu antara Islam dan Kristen, yaitu: Pertama, bahwa antara Islam dan Kristen sama-sama dikaruniai iman yang obyeknya bukan hanya Tuhan semata, akan tetapi juga hal-hal yang terkait wahyu, agama, dan dunia malaku>t. Kedua, antara Muslim dan Kristen sama-sama mempercayai bahwa ethical character pada kehidupan manusia harus ditegakkan di muka bumi. Ketiga, antara Islam dan Kristen sama-sama memegang teguh tentang prinsip keadilan wahyu dan keadilan bagi kehidupan sosial dengan menakankan pada pokok-pokok kecintaan terhadap Tuhan, kasih sayang, rahmat, dan kebajikan dalam setiap kehidupan sehingga sifat keadilan dan tanggung jawab hanya diperuntukkan bagi kehidupan individu dan sosial.29

Pada level paraksis keagamaan, antara Islam dan Kristen sama-sama beribadah menyelenggarakan ritus-ritus sakral walaupun secara formal tatacara ritual tersebut berbeda-beda tetapi secara hakiki mereka menekankan dan mencerminkan kesamaan dalam realitas keagamaan. Secara empiris, antara Islam dan Kristen sama-sama menyadari akan adanya kesamaan dalam berbagai hal khususnya terkait dengan praktek

28Untuk lebih jelasnya lihat Nurkholis Madjid, Islam doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), xcii.

(10)

keagamaan ini. Pada beberapa kasus, secara eksistensial kita sama-sama akan merasakan ketenangan dan kedamaian yang mengalir selama kita melaksanakan ibadah walaupun bentuk dan caranya berbeda beda. Oleh karenanya, kita tidak bisa mengklaim bahwa kehendak kita dan kehendak yang mengklaim yang di kabulkan oleh Tuhan dan yang lain tidak.30

Monoteisme dalam Islam dan Kristen

Trinitas atau Tritunggal adalah merupakan konsep monoteisme Kristen yang sangat populer. Bagi orang lain, doktrin ini agak sulit untuk dimengerti dan dipahami. Namun bagi kaum Kristiani mereka memahaminya dengan semangat keimanan suci dan menjadi salah satu pondasi pokok dalam memahami Tuhan dan manifestasiNya dalam kehidupan nyata. Karena itu, argumen yang sering dilontarkan oleh umat Kristen dalam menjelaskan dalam menjelaskan doktrin ini adalah bahwa Tritunggal merupakan pengakuan iman rasuli yang yang mestidipercayai secara mutlak dan tidak perlu diutak atik secara akali karena memasuki ranah imani bukan rasio.

BJ. Boland, seorang teolog Kristen menerangkan bahwa Allah yang satu dan Esa itu memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah di atas kita (Allah Bapa), sebagai Allah ditengah-tengah kita (Yesus Kristus), dan sebagai Allah dalam diri kita (roh Kudus). Ketiganya tak terpisahkan satu sama lain, namun tetap dibeda-bedakan. Itulah yang dimaksud dengan Tritunggal.31 Dapat pula dikatakan

bahwa hubungan antara Allah Bapa dan anakNya (Yesus Kristus) menunjukkan ‘kedekatan yang sangat’ antara Allah dan Yesus bukan merupakan hubungan anak-biologis.

Kebesaran Allah dalam tiga pribadi adalah rahasia iman Kristen yang paling besar. Manusia sulit memahaminya, kecuali melalui akal ilahi. Akal ilahi saja tidak dapat memahami semua ciptaan yang lahir maupun batin, apalagi hendak memahami Allah Tritunggal.32 Cukup bagi umat Kristiani untuk mengimani

apa yang diwahyukan kepada Yesus Kristus ini. Dan akhirnya doktrin Allah Tritunggal ini menjadi misteri dan rahasia yang dalam, yang sulit dipahami akal manusia.

Dalam iman Kristen, Trinitas atau Tritunggal tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan apapun selain menyatakan, bahwa Trinitas adalah wahyu Allah, berasal dan datang dari Allah yang Esa. Ke-Esa-an inilah yang membuatnya sulit dijelaskan dengan apapun dan oleh siapa pun kecuali oleh Allah sendiri. Kebenaran dari segala sesuatu adalah semu, sehingga tidak

30Ibid.

31BJ. Bolland, Intisari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 89.

(11)

mungkin menjelaskan tentang kebenaran Allah yang Mutlak. Berbicara tentang Allah harus dengan kesadaran bahwa Allah bukan sesuatu yang dikuasai oleh akan budi tetapi sesuatu yang menguasai akal budi. Oleh karenanya Allah tidak mungkin menjadi terang dengan penjelasan akal budi. 33

Sedangkan konsep monoteisme dalam Islam dimaknai sebagai penyerahan diri secara penuh, utuh, dan bulat kepada Allah dengan cara menyembah kepada Allah, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, tidak ada yang setara denganNya. Tidak dapat disetarakan dengan siapa dan apapun. Tempat bergantung dan bersandar segala sesuatu. Dalam seluruh kehidupannya, seorang Muslim berikrar atau berkomitmen teguh bahwa “shalatku, ibadahku, matiku, hidup dan matiku hanya milik Allah, Tuhan pemilik alam. Setidaknya beberapa elemen tersebut merupakan esensi ketauhidan (monoteisme) yang menjadi dasar keyakinan (faith) kemudian beribadah yang menjadi dasar perbuatan manusia.34

Dari permulaan sejarahnya, doktrin tauhid dalam Islam senantiasa menjaga kemurniannya hingga kini. Sejak pertama Nabi Muhammad mengenalkan Islam dengan risalah monoteismenya, tak pernah ada usaha-usaha destruktif dari umatnya untuk menyimpangkan doktrin ini. Konsep Tuhan dalam Islam, sepanjang pergulatan sejarahnya tidak pernah berevolusi dari dan menjadi bentuk apapun.

Dalam pandangan mayoritas Islam, semua manusia dapat langsung berhubungan dengan Tuhan dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun kondisinya, tanpa perantara tuhan-tuhan kecil dan makhluk ciptaanNya. Tuhan pun mustahil mengejawantahkan dirinya pada diri RasulNya atau apapun yang kemudian dijadikan obyek sesembahan.

Para Kristologi Kristen secara garis besar menggunakan dua pendekatan dalam mengkaji identitas dan pokok-pokok keimanan tentang Yesus. Kedua pendekatan tersebut dikenal dengan istilah dari bawah menuju ke atas (low ascending) dan dari atas menuju ke bawah (high descending). Pendekatan low ascending ini terkait dengan hal-hal yang bersifat kemanusiaan, dan pendekatan high descending terkait dengan hal-hal yang bersifat ketuhanan. Pendekatan low ascending akhir-akhir ini menjadi sangat populer digunakan oleh para Kristolog. Pendekatan ini banyak ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru. Sementara itu,

33Untuk lebih jelasnya lihat Niko Syukur Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa, (Jakarta: Kanisius, 1993), 15.

(12)

pendekatan high descending banyak digunakan untuk menjelaskan inkarnasi dalam konsep keimanan Kristen.35

Jika pendekatan-pendekatan ini diterapkan untuk mengkaji al-Qur’a>n , maka kita akan mengatakan bahwa ini merupakan high descending. Al-Qur’a>n merupakan firman Tuhan yang abadi yang datang dari atas (Tuhan) kepada kita (manusia). Sedangkan jika kita menggunakan low ascending terhadap Qur’a>n maka kita akan melihat bahwa secara sederhana al-Qur’a>n merupakan sebuah karangan yang diilhami dari Nabi Muhammad namun ini sulit untuk diterima. Walaupun al-Qur’a>n mungkin berasal dari firman Tuhan dan kata-kata yang ada didalamnya tidak bisa disamakan dengan kata-kata biasa. Namun orang-orang Muslim tetap ragu mengadopsi pendekatan jenis ini jika digunakan kepada al-Qur’a>n .36

Low Ascending Kristologi cenderung untuk

mengkonfirmasikan kepada Muslim tentang kepercayaan mereka bahwa orang-orang kristen di angkat ke tempat yang tinggi semata-mata karena menjadi pelayan kemanusiaan menuju tempat ‘ketuhanan’ dimana tidak ada tempat selain itu. Menariknya, para teolog tradisional Islam merefleksikan bahwa al-Qur’a>n sebagai kata-kata Tuhan agar terhindar dari beberapa isu yang paralel dengan tradisi Kristen pada masa awal pertumbuhan agama Kristen.

Hal-hal yang dapat menjadi isu adalah bahwa komunitas Muslim mengenal apa yang dijadikan testimoni dalam al-Qur’a>n semata-mata merupakan teks manusia (puisi, syair, atau sajak), sejarah-sejarah purba, atau berupa ucapan-ucapan ramalan yang diaktualkan sebagai wahyu; dan selanjutnya hal ini juga terjadi pada ungkapan-ungkapan Johannine yang datang dari Tuhan, telah dikirim oleh Tuhan.37

Ayat-ayat al-Qur’a>n terhadap Hubungan antar Agama

Pada dasarnya Islam secara tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia dalam masalah agama dan keberagamaan.38 Menurutnya, Islam sama sekali tidak menafikan

agama yang ada. Islam mengakui eksistensi agama-agama tersebut dan tidak menolak nilai-nilai ajarannya. Kebebasan beragama dan respek terhadap agama dan kepercayaan orang lain adalah ajaran agama, disamping itu

35Daniel A. Madigan, Mutual Theological Hospitality: Doing Theology in the Presence of the Other dalam Waleed el-Anshary dan David K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word”, (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 62.

36Ibid.

37Ibid., 63

(13)

memang merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat majemuk. Dengan demikian, membela kebebasan beragama bagi siapa saja dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain dianggap sebagai bagian dari kemusliman.39

Jika kita cermati secara mendalam maka akan dijumpai beberapa ayat yang menjelaskan tentang hubungan antara agama Abrahamik, problematikanya dan solusi untuk meredakan ketegangan di amtara agama-agama tersebut. Secara garis besar ayat-ayat yang berhubungan dengan antar agama ini dibagi menjadi dua kelompok kluster. Kelompok kluster pertama berbicara tentang ayat-ayat al-Qur’a>n yang saling terkait tentang agama-agama Abrahamik dan kluster ini terdiri dari lima subkluster. Kelompok kluster kedua berbicara tentang jawaban final al-Qur’a>n terhadap persoalan keanekaragaman agama-agama dunia dan klaim atas kebenaran masing-masing agama-agama, dan kluster kedua ini terbagi menjadi dua subkluster.40

Subkluster pertama dari kelompok kluster pertama adalah semula umat manusia merupakan sebuah kesatuan, tetapi pecah karena wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi-nabi. Kelompok Dari keterangan-ketarangan yang didapat dalam al-Qur’a>n , jelas sekali bahwa sejak awal hingga akhir kehidupannya sebagai seorang Nabi, Muhammad benar-benar yakin bahwa Kitab-kitab suci terdahulu berasal dari Allah dan mereka yang menyampaikan Kitab-kitab suci tersebut merupakan nabi-nabi Allah. Itulah sebabnya mengapa Nabi tanpa sangsi mengakui bahwa Ibrahim, Musa, Isa, dan tokoh-tokoh lainnya baik yang disebutkan dalam Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama merupakan nabi-nabi seperti dirinya.

Jika Nabi Muhammad beserta pengikut-pengikutnya mempercayai semua nabi, maka semua manusia harus mempercayainya. Mengingkari dia berarti mengingkari nabi-nabi tersebut karena perbuatan ini berarti merusak garis silsilah kenabian. Namun pada bagian akhir periode Makkah Nabi menyadari bahwa kaum-kaum Yahudi dan Kristen tidak akan mempercayainya; begitu pula masing-masing di antara keduanya tidak akan mengakui yang lainnya.

Kesadaran mengenai keanekaragaman agama-agama walaupun semuanya terpancar dari sumber yang sama ini merupakan masalah teologis yang amat penting bagi Muhammad. Kejadian ini sangat menghujam dan mendukakan

39Untuk lebih jelasnya lihat, Djohan Effendi, “Kemusliman dan Kemajemukan”, 54-55.

(14)

hati Muhammad, sehingga sejak mendapatkan kesadaran ini hingga fase terakhir kehidupannya masalah ini tetap disinggung dalam al-Qur’a>n pada berbagai level. Al-Qur’a>n seringkali mengatakan bahwa agama-agama yang bebeda tidak hanya bertentangan, tatapi setiap agama itu sendiri mengalami perpecahan dalam tubuhnya. Dalam al-Qur’a>n ditemukan sebuah pandangan yang agak lain dalam masalah ini. Dikatakan bahwa pada mulanya umat manusia merupakan sebuah kesatuan; tetapi kesatuan ini pecah karena wahyu-wahyu Allah yang disampaikan oleh para nabi. Mengapa wahyu-wahyu tersebut merupakan sumber dan kekuatan yang memecah belah umat manusia adalah rahasia Allah, dan jika dia menghendaki niscaya dia mempersatukan mereka.41

Subkluster kedua, keragaman dan pluralitas hukum (agama). Secara ekplisit ayat-ayat diatas menunjukkan adanya sebuah pluralisme dalam beragama. Pluralisme agama sejatinya tidak semata-mata mengakui adanya keragaman agama, tetapi juga kesanggupan dan kesediaan untuk hidup bersama dalam kerukunan dan semua penganut agama yanag berbeda-beda. Dalam konteks teologi universal, keberadaan agama adalah bukti cinta kasih Tuhan kepada manusia. Agama diturunkan guna kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia.

Dalam memahami pluralisme agama, al-Qur’a>n berulangkali menegaskan bahwa sistem nilai plural (termasuk pluralisme agama) adalah takdir (ketentuan) Tuhan dan sunnah Allah yang tidak mungkin berubah, diubah, dilawan, dan diingkari. Siapa saja yang mencoba untuk mengingkari sunnah Allah tersebut akan berakibat fatal terhadap kedamaian dunia dan kehidupan umat beragama dan kelangsungan hidup manusia.

Ayat-ayat al-Qur’a>n yang ada menegaskan bahwa terdapat fakta-fakta tentang masyarakat akan terbagi menjadi kelompok-kelompok dan komunitas, yang masing-masing memiliki orientasi kehidupan dan petunjuknya sendiri-sendiri. Komunitas-komunitas tersebut diharapkan dapat menerima kenyataan tentang adanya keragaman sosio-kultural, saling toleransi dalam memberikan kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang untuk menjalani kehidupan sesuai dengan sistem kepercayaannya masing-masing.42

Dengan kehendakNya, Tuhan bisa saja menciptakan satu umat yang homogen dengan unitas keimanan, tetapi itu tidak dilakukanNya karena hal itu hanya akan menafikan perjuangan manusia melawan segala macam kekuatan dan kepentingan yang berkecamuk dalam dirinya. Hal yang diharapkan dalam

41Beberapa ayat al-Qur’an yang berbicara tentang hal tersebut adalah surat Al-Baqarah (2): 213), Hu>d (11): 118), dan Yu>nus (10): 19).

(15)

sistem plural bahwa komunitas-komunitas yang berbeda saling berkompetisi dengan cara yang dapat dibenarkan dan sehat, guna meraih sesuatu yang terbaik bagi umat manusia. Kelak di akhirat Tuhan akan menerangkan mengapa manusia diciptakan berbeda-beda seperti perbedaan, ras, suku, agama dan lain sebagainya.43

Oleh karena itu, Tuhan membebaskan umat manusia dalam beragama. Tidak dibolehkannya memaksakan suatu agama karena manusia dianggap sudah mampu dan harus diberi kebebasan untuk membedakan serta memilih sendiri antara yang benar dan yang salah. Dengan kata lain, manusia telah dianggap dewasa sehingga dapat menentukan sendiri jalan hidupnya yang benar, dan tidak perlu lagi dipaksa seperti seorang yang belum dewasa. 44

Subkluster ketiga, eksklusifitas penganut agama-agama Abrahamik (Yahudi, Islam, dan Kristen). Dalam al-Qur’a>n, disebutkan bahwa semua agama-agama Abrahamik memiliki klaim kebenaran masing-masing. Klaim-klaim yang mereka lontarkan kepada kelompok lain tersebut sebenarnya didasari oleh keinginan mereka agar kelompok lain mengikuti keyakinannya. Demikian juga halnya, sikap mereka terhadap pengikut Muhammad, hingga kaum Muslimin mendukung keyakinan mereka, begitu juga sebaliknya. Tidak hanya itu saja, masing-masing agama Abrahamik saling merendahkan antara satu dengan yang lainnya. Apa yang dijadikan pedoman agama masing-masing dianggap oleh yang lain tidak benar atau palsu.45

Klaim kebenaran yang dilontarkan oleh agama atau kelompok tertentu tidak dapat memberikan jaminan atas individu pengikutnya melainkan tergantung dari amal baik dan perbuatan yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Agama dan wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan karunia yang diberikan oleh untuk umat manusia agar ia dapat menjadikannya sebagai penuntun dan pedoman untuk berbuat baik dimuka bumi. Wahyu Tuhan tidak berarti jika manusia tidak mampu menjadikannya sebagai petunjuk.

Subkluster keempat, ketegasan nada al-Qur’a>n terhadap doktrin inkarnasi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap trinitas dikalangan Nas}rani. Pada umumnya, para ulama berpendapat bahwa umat Kristiani seharusnya sepakat dengan penolakan terhadap Trinitas. Bagi mereka, Trinitas hanyalah paham yang diselewengkan oleh sebagian pengikut Isa yang berkhianat. Pendapat yang demikian ini bisa jadi karena perbedaan paradigma dalam memandang hakekat ketuhanan

43QS. Yu>nus: 99

44QS. Al-Baqarah; 256

(16)

Yesus. Dalam Islam sendiri, perbedaan tentang hakekat Tuhan dalam hubungannya dengan manusia juga terjadi perbedaan.46

Al-Qur’a>n hanya mengakui satu Tuhan dan menolak adanya pribadi-pribadi Tuhan sebagaimana dipahami umat Kristiani, sebagai pribadi-pribadi yang memiliki hakikat ketuhanan, Yesus Kristus sebagai anak Tuhan atau Tuhan Anak atau Roh Kudus. Tidak hanya itu saja, al-Qur,an juga secara tegas menolak anggapan bahwa Yesus Kristus adalah salah satu dari tiga pribadi Tuhan, melainkan hanya seorang rasul yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan ajaran kebenaran dari Allah. Yesus adalah manusia biasa sebagaimana manusia yang lain, dilahirkan dari seorang ibu bernama Maryam yang diberi ilham oleh Allah untuk melahirkan seorang anak tanpa Bapak.47

Subkluster kelima, esensi dan substansi agama di dunia. Allah secara tegas tidak memberikan keistimewaan terhadap kelompok agama ras, golongan, kelompok, dan agama tertentu yang ada dimuka bumi ini. Bagi Allah, yang terpenting adalah keimanan dan amal baik mereka selama mereka hidup dimuka bumi. Allah juga mengakui adanya beragam sistem keberagamaan dimuka bumi dengan syari’at yang beragam pula. Dengan adanya beragam keyakinan dan pemahaman tentang agama tersebut, Allah memberikan hak yang sama kepada setiap agama dan keyakinan dalam wilayah kemanusiaan yang nisbi. Selanjutnya Allah mengingatkan agar umat manusia tidak lagi melihat agama apa yang dianut atau ritual apa yang harus dijalankan, tetapi mengajak untuk kembali kepada misi universal yang diusung oleh masing-masing agama yakni menyembah dan mengabdi kepada kepada Allah dan tidak menyekutukannya.

Pemutlakan kebenaran tertentu akan menyebabkan keangkuhan dan kesombongan dalam beragama, dan diskriminasi sosial merupakan karakter orang kafir dan mushrik yang banyak dikecam oleh al-Qur’a>n. Al-Qur’a>n menegaskan pengakuannya terhadap semua agama dan memberikan hak yang sama pada pemeluknya untuk mendapatkan balasan sesuai dengan amal perbuatannya. Al-Qur’a>n secara berulangkali mengakui adanya manusia-manusia yang saleh di dalam kaum-kaum tersebut (Yahudi, Kristen, dan Sha>bi’in), seperti pengakuannya terhadap adanya manusia-manusia yang beriman dalam Islam.48

Sedangkan kelompok kluster kedua merupakan jawaban final al-Qur’a>n terhadap persoalan keanekaragaman agama-agama dunia dan klaim atas kebenaran masing-masing. Dalam kluster kelompok kedua ini terdapat dua subkluster yang

46QS. Al-Nisa>’ (4): 171-172.

47QS. Al-Ma>idah (5): 72-75.

(17)

merupakan jawaban atas permasalahan diatas yakni: subkluster pertama, subkluster mengatakan bahwa realitas sosiologis keberagamaan manusia memang berbeda-beda sehingga membuka sebuah “persaingan terebuka’ untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.49Ayat-ayat yang terkait masalah ini dipandang

sebagai intisari masalah sekaligus solusi tentang pluralitas dan pluralisme. Pengingkaran terhadapnya akan melahirkan konflik yang tidak berkesudahan. Secara teologis, keragaman ini akan dapat menjadi wadah umat manusia untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan terhadap Tuhan dan terhadap sesama.50

Kelak diakhirat Tuhan akan menerangkan mengapa manusia diciptakan berbeda-beda.

Bagi kaum muslimin sendiri, walaupun mereka dimuliakan sebagai ‘kaum penengah’ dan ‘sebaik-baiknya kaum yang diciptakan untuk umat manusia’ tidak diberikan jaminan bahwa mereka adalah kaum yang dikasihi Allah kecuali jika mereka memperoleh kekuasaan diatas dunia mereka menegakkan shalat, berusaha meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang miskin, menyerukan kebajikan dan mencegah kejahatan.51

Subkluster kedua, kluster yang menyatakan bahwa rahmat Allah mengatasi semua perbedaan, keyakinan dan tafsir para pengikut nabi-nabi penerus nabi Ibrahim.52 Sebagaimana

dimaklumi bahwa setiap nabi dan rasul yang dipilih Tuhan adalah penerus dan penyambung dari nabi sebelumnya, dengan suatu misi suci (wahyu) yang sama yakni mengajarkan kepada satu Tuhan (monoteisme/tauhid). Tidak ada satupun nabi yang menyimpang dari tugas suci ini. Dalam pandangan al-Qur’a>n, wahyu merupakan pesan (risalah, message) Tuhan bersifat universal yang disampaikan oleh seorang nabi atau rasul kepada setiap ras/suku/bangsa.53

Ibn Taymiyah mengatakan bahwa semua agama nabi adalah sama dan satu, yakni Islam (dalam pengertian pasrah ‘kepada Allah’ sepenuhnya), meskipun syari’atnya berbeda-beda sesuai zaman dan tempatnya namun inti dari ajaran semua agama adalah hanya beribadah kepada Allah, Tuhan Yang Mahaesa, yang tiada padanan bagiNya.54 Lagipula, sulit rasanya untuk

menerima bahwa Tuhan Mahaadil, Mahapengasih, lagi Mahapenyayang jika Dia hanya membimbing bangsa-bangsa tertentu dibelahan bumi tertentu menuju keselamatan dan

49QS. Al-Baqarah (2): 148.

50QS. Al-Baqarah (2): 177.

51QS. Ali Imran (3): 64.

52QS. Al-Baqarah (2): 105.

53QS. Yu>nus (10):47.

(18)

Kluster 1

Kluster 1: Semula umat manusia merupakan sebuah kesatuan, tetapi pecah karena Wahyu-wahyu Allah yang di sampaikan oleh para nabi.

Kluster 2: Keragaman dan pluralitas hukum ( agama ) Kluster 3: Eklusivitas penganut agama-agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, Islam ).

Kluster 4: Ketegasan nada al-Qur’a>n terhadap doktrin Inkarnasi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap trinitas di kalangan Nas}rani.

Kluster 5: Esensi dan Subtansi agama-agama dunia55

KELOMPOK DUA. JAWABAN FINAL AL-QUR’A>N TERHADAP PERSOALAN KEANEKARAGAMAN AGAMA-AGAMA DUNIA DAN KLAIM ATAS KEBENARAN MASING-MASING.

(19)

Kluster satu, Realtas Sosiologis keberagaman manusia memang berbeda-beda :

berlomba-lomba dalam kebaikan

Kluster dua. Rahmat Allah mengatasi semua Perbedaan pemahaman, keyakinan

Dan “tafsir” para pengikut Nabi-nabi Penerus Nabi Ibrahim

al-Maidah (5): 48 al-Baqarah (2): 148 al-Baqarah (2): 177 Ali Imran (3): 64

al-Baqarah (2): 113 Ali Imran (2): 111

(20)

Penutup

Agama, bagaimanapun juga mempunyai bangunan normatif dan historis yang tidak akan penah terhindar dari nilai-nilai esoterik yang diyakini secara ruhaniah oleh para pemeluknya sebagai “kebenaran” yang paling shahih dan otentik yang dapat ‘menyelamatkan’ dari ‘ketidakselamatan’. Namun demikian, agama tidak selamanya mengekpresikan artikulasi dan aktualisasi dirinya dalam koridor yang paralel dengan insting manusia pada umumnya untuk hidup damai dan tenang. ‘Keselamatan’ yang dikandung agama acapkali lebih berskala internal, bukan eksternal dengan umat agama lain. Dari sinilah praktik kekerasan antar umat beragama yang menjadi realitas sejarah paradoks dengan otentisitas masing-masing ajaran agama.

Belum lagi jika klaim kebenaran masing-masing agama yang dibungkus oleh vested interest dari masing-masing elit agama untuk menunjukkan bahwa hanya ajaran agamanyalah yang paling benar dan otentik sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan dan menilai agama lain tidak sesuai dengan ‘kehendak’ Tuhan yang selanjutnya memunculkan apa yang dinamakan dengan klaim kebenaran dari masing-masing agama sebagaimana yang digambarkan diatas.

Apa yang telah dilakukan oleh para intelektual Islam dunia dengan memprakarsai ‘kalimah sawa’, yang berusaha untuk mencari titik temu antara Islam dan Kristen merupakan sikap yang pantas diapresiasi. Perbedaan agama tidak dipandang sebagai perbedaan keimanan, tetapi merupakan manifestasi dari wahyu yang sama dan berasal dari sumber yang tunggal sehingga kebenaran hanya milik-Nya, bukan milik segolongan orang atau hanya milik satua gama saja.

Daftar Pustaka

Sachedina, Abdul Azis Abdul Hussein, The Islamic Roots of Democratic Pluralism. New York: Oxford Univercity Press, 2001. Abdullah, M. Amin. Pengantar dalam Ahmad Norma Permata,

Metodologi Studi Agama. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000. --- Amin Abdullah, Dari Fundamentalism Ke Islamism : Asal

Usul, Perkembangan Dan Penyebarannya. diunduh pada tanggal 20 Desember 2011.

(21)

Bolland, BJ. Intisari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984.

Rachman, Budhy Munawar. Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. Jakarta: Paramadina, 2001.

Daniel A. Madigan, Mutual Theological Hospitality: Doing Theology in the Presence of the Other dalam Waleede el-Anshary dan David K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word”. New York: Palgrave Macmillan, 2010.

Sahas, D. J.. John of Damaskus on Islam. Leiden: tp. 1972.

Kung, Hans. Islam, Past, Present, and Future, (Oneworld Book Published by Oneworld Publications 2007)

Kalin, Ibrahim. Islam Christianity, the Enlightenment: “A Common Word” and Muslim-Christian Relations, dalam Waleed El Anshary dan David K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word”. New York: palgrave Macmillan, 2010.

Hoover, Jon. A Common Word “More Positive and Open, Yet Mainstreaming and Orthodox, dalam Theological Review, XXX.

Esposito, John L. Masa Depan Islam Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan Dengan Barat. Bandung; Mizan, 2010)

Lumbard, Joseph. The Uncommonality of A Common Word. Crown Center for Middle East Studies: Brandeis University, 2009. Ayyoub, Mahmoud Musthafa. Mengurai Konflik Muslim Kristen

dalam Perspektif Islam. Jogjakarta: Fajar Pustaka baru, 2003. Dister, Niko Syukur. Kristologi: Sebuah Sketsa. Jakarta: Kanisius,

1993.

Madjid, Nurkholis. Islam doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina, 1995.

Wahyo, P. Pengajaran Gereja Katolik. Jakarta: Penerbit Obor, 1959 Parliament of the World’s Religions, Declaration Toward a

Global Ethic. Chicago : t.p, t.t..

Schoun, Prithjof. Mencari titik Temu Agama-agama. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.

Maqdisi, Sam Solomon dan Al. Truth About Common Word diunduh pada tanggal 24 Desember 2011.

(22)

The Lutheran Word Federation, Dialogue and Beyond Christians and Muslims Together on The Way. Switzerland: The Lutherand Word federation, 2003.

The Righ Reverend William O. Gregg, The Power of Finding Common Ground; “A Common Word” and the Invitation to Understanding, dalam Waleed el-Anshary dan David K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word”. New York: Palgrave Macmillan, 2010.

Anshary, Waleed El. dan David K. Linnan, Narrative Introduction, dalam Waleed El Anshary dan David K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word”. New York: Palgrave Macmillan, 2010. Watt, W. M. Muslim-Christian Encounters: A Perception and

Referensi

Dokumen terkait

Namun terjadi penurunan pada perlakuan pengukusan 50 menit dan waktu kempa 60 menit yang dapat disebabkan oleh kesalahan teknis seperti jarak yang ditempuh dari

Hasil uji t variabel manajemen laba riil dengan pendekatan arus kas operasi terhadap kinerja perusahaan menggunakan indikator pengukuran Tobin’s Q menunjukkan bahwa terdapat 4

Pohon pinus yang telah dibudidaya- kan sebagai tanaman reboisasi di Jawa memiliki potensi untuk dikembangkan se- bagai pohon pengendali tanah longsor. Sifat-sifat pinus,

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semua sampel minyak dalam keadaan cair pada suhu ruang (±27ºC) namun ketika pada suhu rendah (±5ºC) terjadi perubahan fase pada beberapa

Mengenal teks cerita diri/personal tentang keberadaan keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa

Stabilisasi penderita gawat darurat pada fase pra rumah sakit harus dilakukan secara optimal sesuai kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia, tetapi

Pengujian korelasi yang digunakan adalah korelasi produk moment, digunakan untuk mengetahui sejauh mana dan kuat tidaknya hubungan antara variabel (X) yaitu

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persentase larutan kapur sirih terbaik untuk bahan perendaman pada pembuatan keripik talas ketan adalah 20% dan lama