Agama Islam yang berdasarkan alQur’an dan alHadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini.
Dalam suatu ungkapan dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapanungkapan tadi. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilainilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui relrel yang telah ditetapkan alQur’an dan asSunnah.
A) Pengertian Etos Kerja
Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter, kualitas hidup, moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat.
Kerja adalah suatu aktivitas yang menghasilkan suatu karya. Karya yang dimaksud, berupa segala yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan, dan selalu berusaha menciptakan karyakarya lainnya.
B) Hakekat Etos Kerja
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim.
C) Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam
lain) misalkan menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal menjadi haram (‘haram lighairihi’). Berbeda dengan orang yang berprofesi menjadi PSK. Mau dengan alasan apapun tetap profesi PSK adalah haram (‘haram lidzatihi’) 2. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an almas’alah). Sebagai
orang beriman dilarang menjadi beban orang lain (benalu). Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).
4. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di lingkungan sekitar.
Terdapat pada AlQur’an :
“Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs AlHadid: 7).
Allah bahkan menyebut orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan nasib kaum miskin dan yatim sebagai pendustapendusta agama (Qs AlMa’un: 13)
D) Sikap Kerja Keras
Khalifah mengandung arti : pemimpin, mengolah, pemanfaat dan pelestari alam, fungsi
manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang mengharuskan untuk bekerja keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah oleh manusia (dikerjakan).
Kerja keras adalah usaha maksimal untuk memenuhi keperluan hidup di dunia dan di
akhirat disertai sikap optimis. Setiap orang wajib berikhtiar maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat. Kebutuhan hidup manusia baik jasmani maupun rohani harus terpenuhi. Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa tinggal sedangkan kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan itu akan diperoleh dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdo’a maka Allah pasti akan memberikan nikmat dan rizkiNya.
Bekerja atau berikhtiar merupakan kewajiban semua manusia. Karena itu untuk mencapai tujuan hidup manusia harus bekerja keras terlebih dahulu. Dalam lingkup belajar, kerja keras sangat diperlukan sebab belajar merupakan proses ang membutuhkan waktu. Orang akan sukses apabila ia giat belajar, tidak bermalasmalasan. Intinya adalah semua manusia wajib berkerja keras. Nabi Daud adalah pandai besi, Nabi Zakariya adalah tukang kayu, Nabi Muhammad SAW adalah pengembala hingga akhirnya ia jadi pedangang yang berhasil.
Dalam hadis disebutkan :
ككننكأككك ككتتركـختالت للـمكـعلاوك اددـبكاك ششيلـعتتك ككننكأككك ككايكـنلدشـلت للـمكـعلات
اددـغك تشولمشـتك
هاور
ىقهيبـلا
Artinya : “Bekerjalah untuk duniamu seolaholah kamu akan hidup selamalamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolaholah kamu akan mati besok pagi”.QS. HR. Al Baihaqi
E) Komponen Dasar Etos Kerja
Iman dan Taqwa
Yang dinamakan iman adalah meyakini di dalam hati, menyatakannya dengan lesan, dan malaksanakannya dengan perbuatan.
Kata taqwa (altaqwa) dan katakata kerja serta katakata benda yang dikaitkan
dengannya memiliki tiga arti, menurut Abdullah Yusuf Ali pertama, takut kepada Allah, merupakan awal dari ke’arifan. Kedua, menahan atau menjaga lidah, tangan dan hati dari segala kejahatan. Ketiga, ketaqwaan, ketaatan dan kelakuan baik.
Setiap pribadi muslim harus menyakini bahwa nilai iman dan taqwa akan terasa kelezatannya apabila secara nyata dimanifestasikan dalam bentuk amal sholeh atau tindakan kreatif dan prestatif. Iman dan taqwa merupakan energi batin yang memberi cahaya pelita untuk mewujudkan identitas dirinya sebagai bagian dari umat yang terbaik.
Dalam Alqur’an banyak memuat ayat yang manganjurkan taqwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. Ayatayat tentang keimanan selalu diikuti dengan ayatayat kerja, demikian pula sebaliknya. Ayat seperti “orangorang yang beriman” diikuti dengan ayat “dan mereka yang beramal sholeh”. Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orangorang mukmin dengan nada panggilan seperti “Wahai orangorang yang beriman”, maka biasanya diikuti oleh ayat yang berorentasi pada kerja dengan muatan ketaqwaan, di antaranya, “keluarkanlah sebagian dari apa yang telah kami anugerahkan kepada kamu”, “janganlah kamu ikuti/rusakkan sedekahsedekah (yang telah kamu keluarkan) dengan olokanolokan dan katakata yang menyakitkan” ; “wahai orangorang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah”.
Keterkaitan ayatayat tersebut memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama etos kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan
petunjuknya. Memisahkan kerja dengan iman berarti mengucilkan Islam dari aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemaslahatannya sendiri, bukan dalam kaitannya perkembangan individu, kepatuhan dengan Allah, serta pengembangan umat manusia.
dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan tujuan akhir dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar mencari upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Prinsip inilah yang terutama dipegang teguh oleh umat Islam, sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman.
Niat (komitmen)
Pembahasan mengenai pandangan Islam tentang etos kerja barang kali dapat dimulai dengan usaha menangkap makna sedalamdalamnya sabda Nabi yang amat terkenal bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niatniat yang dipunyai
pelakunya, jika tujuannya tinggi (tujuan mencari ridha Allah) maka iapun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka), maka setingkat tujuan itu pulalah nilai kerjanya tersebut.
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan dengan tinggi rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau niat adalah suatu bentuk pilihan dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai (value system) yang dianutnya. Oleh karena itu komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan sunggguhsungguh.
Nilainilai etos kerja yang harus dijunjung tinggi :
Kejujuran dan kesungguhan dalam menyelesaikan tugas
Kebersamaan dalam kelompok. Yaitu mengutamakan kepentingan kelompok dari pada kepentingan anggota kelompok.
Menghindari persaingan dalam kelompok.
Memandang temanteman sekerja sebagai teman seperjuangan
Keserasian organisasi, yaitu hubungan antar anggota organisasi baik pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan harus serasi dan selaras. Semua anggota organisi wajib menjaga keserasian tersebut.
F) Ciriciri Orang yang Memiliki Etos Kerja yang Tinggi
∙ Orientasi ke masa depan. Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebihlebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.
∙ Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu. Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial.
Berdasarkan firman Allah :
Artinya : Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri....(Q.S. AlIsra’: 7) ∙ Hemat dan sederhana. Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
∙ Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain.
G) Etika Etos Kerja dalam Islam
Pertama, melakukan pekerjaan dengan baik. Di dalam alQuran Allah SWT berfirman:
“Hai orangorang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baikbaik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benarbenar kepadaNya kamu menyembah.” (QS. AlBaqarah [2] : 172).
Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang di antara kamu yang melakukan suatu pekerjaan dengan baik (ketekunan).” (HR. Al Baihaqi).
Dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas, Rasulullah saw melakukannya secara selektif, di antaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak mereka agar tekun dalam menunaikan pekerjaan. Kedua, takwa dalam melakukan pekerjaan.
AlQuran banyak sekali mengajarkan kita agar takwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orangorang mukmin dengan nada panggilan seperti “wahai orangorang yang beriman,” biasanya diikuti oleh ayat yang berorientasi pada kerja dengan muatan ketakwaan.
“…. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaikbaik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaKu hai orangorang yang berakal.” (QS. AlBaqarah [2] : 197).
Kerja mempunyai etika yang harus selalu diikutsertakan di dalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Etika bekerja yang disertai dengan ketakwaan merupakan tuntunan Islam.
Ketiga, adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, tidak menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semenamena.
selalu memperbaiki muamalahnya. Di samping itu, mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu tradisi kerja yang didasarkan pada prinsipprinsip agama.
Keempat, adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikapsikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal perbuatannya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksaan di dunia.
Allah SWT berfirman:
“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orangorang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,” (QS. Al Kahfi [18] : 2).
Kelima, berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Baik, mencintai yang baik, dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang orang mukmin sesuatu yang diperintahkan kepada para utusanNya.” (H.R Muslim dan Tirmidzi).
“Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim.” (H.R Ath Thabrani)
“Empat hal sekiranya ada pada diri anda maka sesuatu yang tidak ada pada diri anda (dari hal keduniaan) tidak membahayakan anda, yaitu menjaga amanah, berbicara benar, berperagai baik, dan iffah dalam hal makanan.” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani) Keenam, dilarang memaksakan (memforsir) seseorang, alatalat produksi, atau binatang
dalam bekerja.
alatalat produksi secara terus menerus. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.”
Para ahli fiqih telah menegaskan pentingnya kasih sayang terhadap para pekerja dan hewan yang dipekerjakan. Mereka yang sadar amat memperhitungkan beban yang semestinya dipikul oleh para pekerja. Mereka melarang membebani binatang diluar kekuatannya. Mereka menyuruh para pekerja menurunkan barangbarang muatan dari atas punggung hewan yang mengangkutnya jika sedang istirahat, agar tidak membahayakan. Demikian pula terhadap alatalat produksi.
Ketujuh, Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah.
Dalam bekerja tidak melakukan halhal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti memeras bahanbahan minuman keras, sebagai pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks komersial (PSK), Narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan seperti membunuh orang dan sebagainya.
Rasulullah saw bersabda :
“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk mendurhakai Sang Pencipta.” (HR. Ahmad bin Hambal dalam MusnadNya dan Hakim dalam Al Mustadraknya, kategori hadits shahih).
Kedelapan, kuat dan dapat dipercaya (jujur) dalam bekerja.
Baik pekerja pemerintah, swasta, bekerja pada diri sendiri, ataukah di umara, para hakim, para wali rakyat, maupun para pekerja biasa, mereka adalah orangorang yang disebut “pegawai tetap”. Begitupun kelompok pekerja lain, seperti tukang sepatu, penjahit, dan lainnya ; atau para pedagang barangbarang seperti beras; atau para petani, mereka juga harus dapat dipercaya dan kuat, khususnya mereka mandiri dalam kategori terakhir.
Kesembilan, bekerja secara profesional (ahli).
Umar ra. sendiri pernah mempekerjakan orang dan beliau memilih dari mereka orang orang yang profesional dalam bidangnya. Bahkan Rasulullah saw mengingatkan: “Bila suatu pekerjaan tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (al Hadits)
H) Meneladani Etos Kerja Rasulullah SAW
Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz AlAnshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitamhitaman seperti terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," tanya Rasul kepada Sa'ad. "Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku". Seketika itu beliau mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka".
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.
Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos kerja islami, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau menjalankan peranperan dalam hidupnya. Ada lima peran penting yang diemban Rasulullah SAW, yaitu :
2) Sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen. Tatkala memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik "negara negara sahabat". Rasul pun harus menata dan menciptakan sistem hukum yang mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur perekonomian, dan setumpuk masalah lainnya.
3) Sebagai panglima perang. Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin pertempuran melawan kafir Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus mengorganisasi lebih dari 53 pasukan kaveleri bersenjata. Harus memikirkan strategi perang, persedian logistik, keamanan, transportasi, kesehatan, dan lainnya. sebagai kepala rumahtangga. Dalam posisi ini Rasul harus mendidik, membahagiakan, dan memenuhi tanggung jawablahir batinterhadap para istri beliau, tujuh anak, dan beberapa orang cucu. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian terhadap keluarganya. Di tengah kesibukannya Rasul pun masih sempat bercanda dan menjahit sendiri bajunya.
4) Sebagai seorang pebisnis. Sejak usia 12 tahun pamannya Abu Thalib sudah mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri yang saat ini meliputi Syria, Jordan, dan Lebanon. Dari usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnis Rasul karena beliau harus mandiri dan bersaing dengan pemain pemain senior dalam perdagangan regional. Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan "terpikatnya" konglomerat Mekah, Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian melamarnya menjadi suami.
Adalah kenyataan bila Rasulullah SAW mampu menjalankan kelima perannya tersebut dengan sempurna, bahkan menjadi yang terbaik. Tak heran bila para ilmuwan, baik itu yang Muslim maupun nonMuslim, menempatkan beliau sebagai orang yang paling berpengaruh, paling pemberani, paling bijaksana, paling bermoral, dan sejumlah paling lainnya.
I) Produktivitas Kerja
Sedangkan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintahperintah alQur`an dan asSunnah.
Ekonomi Islam memahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas berdasarkan asSunnah. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata, “Rasulullah telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau): ‘Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk di atasnya.” (Riwayat Imam Bukhari). Pada masa Rasulullah SAW, orangorang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkan aktivitas mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) terhadap aktivitas berproduksi mereka.
Ada 3 prinsip sebagai konsep Islam dalam membina manusia menjadi muslim produktif, duniawi dan ukhrawi
Yang pertama, mengubah paradigma hidup dan ibadah. Dalam Islam, hidup bukanlah sekedar menuju kematian, karena mati hanyalah perpindahan tempat, dari dunia ke alam baqa. Sedang hidup yang sesungguhnya adalah hidup menuju kepada kehidupan yang abadi yakni, akhirat.
Yang kedua, memelihara kunci produktifitas, yaitu hati. Hati merupakan ruh bagi semua potensi yang kita miliki. Pikiran dan tenaga tidak akan tercurahkan serta tersalurkan dalam suatu bentuk ‘amalan shalihan (pruduktifitas) jika kondisi hati mati atau rusak. Hati yang terpelihara dan terlindungi akan memancarkan energi pendorong untuk beramal lebih banyak dan lebih berkualitas
Yang ketiga, bergerak dari sekarang. Prinsip bergerak dari sekarang ini menunjukan suatu etos kerja yang tinggi dan semangat beramal yang menggebu
yang sangat luhur, dan bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana hadis yang menyatakan, “Sebaikbaik kamu adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain”. HR. Bukhari.
J) Etos Kerja dalam Pendidikan
Dalam alQur’an dan alhadits, konsep etos kerja dalam Islam mempunyai tiga komponen penting yaitu ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.
Secara terminologi beberapa ahli pernah mengajukan rumusan tentang konsep pendidikan Islam. Dalam buku Crisis in Muslim Education, Syed Sajjad Husein dan Syed Ali AsRaff menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan muridmurid dengan begitu rupa, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan sangat dipengaruhi oleh nilainilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.
Berikut ini adalah penjelasan tentang tiga komponen tersebut: a. Ta’lim
Istilah ta’lim adalah kata dasar (masdar) dari kata kerja ‘allama yang berarti mengajar atau mendidik. Penggunaan istilah ta’lim tersebut untuk menyatakan pendidikan dalam Islam. Hal ini didasarkan pada penggunaan kata kerja ‘allama dalam beberapa surat dalam alQur’an, antara lain dalam surat alAlaq ayat 15, surat arRahman ayat 13, Surat alBaqarah ayat 31.
Artinya :
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589], 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Tinjauan historis menunjukkan bahwa istilah mu’allim berarti orang yang melaksanakan kerja ta’lim, yaitu sebagai pendidik, pengajar, atau guru telah dikenal sejak awal pertumbuhan dan perkembangan pendidikan.
(tazkiyah) dari segala kotoran dan menjadikan dirinya dalam kondisi siap untuk menerima hikmah serta mempelajari segala sesuatu yang belum diketahui dan berguna baginya.
b. Tarbiyah
Istilah tarbiyah merupakan bentuk dasar dari kata kerja rabbayang berasal dari kata rabba – yarbuu dengan pengertian dasar “tumbuh dan berkembang”. Istilah ini baru diperkenalkan sejak timbulnya usahausaha pembaharuan atau modernisasi pendidikan Islam pada awal abad 20. Penggunaan kata tarbiyah untuk pendidikan Islam atas dasar pemikiran bahwa kata tersebut mempunyai pengertian yang sama dengan kata rabb yang merupakan salah satu dari nama Allah yang utama. Penggunaan istilah ini didasarkan pada beberapa ayat alQur’an, misalnya Surat alIsra’ ayat 24
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Kata rabba dalam ayat tersebut mengandung pengertian pendidikan (dalam arti pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan) dari orang tua kepada anak.
c. Ta’dib
Ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata kerja addaba yang berarti mendidik, melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan. Tetapi para ahli yang kurang menyukai penggunaan istilah ta’dib mengatakan bahwa kata adab tidak memiliki makna konsisten. Ia bisa bermakna sangat luas, menyangkut ilmu dan kebudayaan seperti pada masa awal Islam, juga bisa bermakna sangat sempit yang hanya terbatas pada syair dan seluk beluknya pada masa bani Abbassiyah.
Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa etos kerja dalam Islam pendidikan mempunyai berbagai pengertian, yaitu:
a. Proses memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung jawab untuk mempelajari segala sesuatu yang berguna dan belum diketahui.
Semangat dan produktivitas kerja warga masyarakat dipengaruhi oleh etos kerjanya. Etos kerja yang tinggi akan menghasilkan semangat dan produktivitas yang tinggi. Nabi Muhammad Saw dalam beberapa haditsnya selalu menyampaikan agar umatnya senantiasa bekerja keras dan semangat dalam menambah berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Dari berbagai hadits yang telah yang ada, diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk:
a) Bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
b) Mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, karena orang berilmu lebih utama daripada orang yang tidak berilmu.
c) Mengajarkan ketrampilan pada anakanak.
Berikut ini akan diuraikan masingmasing dari hal tersebut: a. Bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, tentu seseorang harus bekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan biasanya dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki. Untuk itu setiap orang harus berupaya untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan sesuai dengan minat dan bakatnya. Apabila itu sudah diperoleh, langkah berikutnya adalah melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dengan sungguhsungguh dan bersemangat. Dengan etos kerja yang tinggi, didasari oleh pendidikan dan ketrampilan yang cukup serta kesungguhan dalam bekerja, kemungkinan besar orang akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Namun perlu pula diingat bahwa dalam bekerja ada normanorma agama yang harus diikuti, antara lain halal dan thayib; seperti yang firman Allah Swt dalam surat al Maidah ayat 88,
b. Mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri.
Untuk meningkatkan kualitas diri salah satu caranya adalah dengan belajar atau menuntut ilmu, yang itu bisa diperoleh melalui pendidikan. Keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi antara lain oleh motivasi/dorongan untuk belajar yang kuat. Motivasi adalah suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari atau tidak disadari. Sukmadinata (2004) menyebutkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar muridnya, antara lain yaitu:
∙ Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. Motivasi belajar murid akan tumbuh bila ia betulbetul mengerti dan merasakan bahwa apa yang dia pelajari jelas manfaat dan tujuannya.
∙ Memilih materi atau bahan pelajaran yang dibutuhkan murid, serta cara penyajiannya yang bervariasi. Hal ini akan menarik minat murid, dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.
∙ Memberikan kesempatan pada murid untuk sukses. Tugas, latihan, pertanyaan, dan sebagainya hendaklah yang kirakira bisa dikerjakan oleh semua murid. Kesuksesan yang dicapai oleh murid akan mampu membangkitkan motivasi murid untuk terus meningkatkan kemampuannya.
∙ Memberikan penghargaan, pujian dan ganjaran untuk keberhasilan murid. Hal ini akan membuat murid senang dan bangga akan prestasinya. Rasa senang akan memotivasi murid untuk terus belajar.
c. Mengajarkan ketrampilan pada anakanak.