• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Gampong Kuala Bugak Kecamatan Peureulak Kota, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Gampong Kuala Bugak Kecamatan Peureulak Kota, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunanadalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui

upaya-upaya secara sadar dan terencana. Dengan kata lain pembangunan

merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang

dilakukan secara terus-menerus dari kondisi yang sebelumnya kurang baik

menjadi lebih baik.

Kemunculan makna pembangunan terjadi setelah perang dunia II yang

ditandai dengan fenomnena-fenomena penting yang terlihat dari negara-negara

yang baru merdeka yaitu fenomena keterbelakangan dan kemiskinan. Di

indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara

umum kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

masyarakat dan warganya. Kemajuan ini seringkali ditandai dengan kemajuan

yang dicapai oleh suatu masyarakat di bidang ekonomi.

Menurut Todaro (dalam Rakhmat 2011 : 1) mengatakan bahwa

pembangunan adalah proses multidimensial yang mencakup

perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga

nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan

pemberantasan kemiskinan absolut. Sedangkan Siagian (dalam Riyadi dan

Bratakusumah 2002 : 5) menyatakan pembangunan sebagai suatu usaha atau

(2)

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas

dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).

Sebuah masyarakat di nilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila

pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi, oleh karena itu

berbicara masalah pembangunan fokus perhatian kita selama ini selalu

ditujukan kepada ukuran-ukuran kuantitatif seperti pertumbuhan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB), investasi dan peningkatan pendapatan

perkapita.

Pembangunan yang dilakukan sejak orde baru hingga menjelang krisis

yang menerpa Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang lalu telah

menunjukan hasil yang sangat signifikan dengan tujuan pembangunan, dimana

Indonesia dapat dikatakan tergolong ke dalam negara yang berhasil dalam

pembangunan. Selama lebih dari tiga dekade, Indonesia telah mencatat prestasi

yang mengesankan dalam pembangunan manusia. Kemampuan di capai di

berbagai bidang, mulai dari pengurangan kemiskinan, kesenjangan pendapatan

hingga peningkatan harapan hidup dan kemampuan membaca dan menulis.

Angka kematian bayi misalnya menurun tajam sejalan dengan peningkatan

akses terhadap sarana kesehatan dan sanitasi. Akan tetapi keberhasilan

pembangunan hanya berlangsung pada tiga dekade itu saja. Keberhasilan

pembangunan mulai kembali tidak dapat dirasakan oleh segenap bangsa Indonesia

yaitu pada tahun 1997. Dimana pada tahun itu pula telah terjadinya krisis ekonomi

yang menyebabkan bangsa Indonesia kembali terperangkap ke dalam lingkaran

kemiskinan dan ketertinggalan dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Pada

(3)

sekitar 24,2 persen dari seluruh penduduk. Kemudian pada tahun 2004 jumlah

penduduk miskin di Indonesia masih mencapai 36,2 juta jiwa atau sekitar 16,7

persen dari seluruh penduduk (Kuncoro, 2006 : 117).

Selanjutnya data BPS (2013 : 47) pada tahun 2009-2013, angka penduduk

miskin di Indonesia adalah tahun 2009 sebesar 32,53 juta jiwa. Kondisi ini mulai

membaik di tahun 2010 jumlah penduduk miskin menurun menjadi 31,03 juta

jiwa, walaupun tidak terjadi penurunan yang signifikan akan tetapi penduduk

miskin pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 30,02 juta jiwa, pada

tahun berikutnya 2012 penduduk miskin perlahan-lahan menurun menjadi 29,13

juta jiwa, dan akhirnya di tahun 2013 penduduk miskin di Indonesia berjumlah

28,07 juta jiwa. Melihat data diatas tentunya memberikan kabar gembira bagi kita

semua bahwa angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan. Jumlah dan

angka-angka yang ada diatas terkadang membuat keraguan khalayak orang ramai,

ketika kita melihat kondisi dilapangan dengan keadaan yang sebenarnya masih

banyak sekali masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan

terutama nelayan tradisional di daerah pesisir.

Ironis rasanya Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya laut dan

pesisir tetapi nelayannya hidup miskin. Selama ini mereka terpinggirkan, padahal

banyak memberi sumbangsih bagi kebutuhan konsumsi ikan di negeri ini.

Sayangnya, tidak banyak pihak yang mau peduli dengan nasib mereka. Menurut

Suwardi (dalam Chozin 2010 : 222) masalah yang mengemuka dalam desa dan

pesisir adalah bagaimana merubah ciri khas-ciri khas negatif yang melekat pada

masyarakat desa dan pesisir tadi menjadi ciri khas yang positif seperti kemiskinan

(4)

kekumuhan menjadi keteraturan serta keindahan. Lebih lannjut Marbun dan

Krishnayanti (2002 : 5) menyatakan realitas membuktikan bahwa kehidupan

nelayan tradisional tidak pernah beranjak dari kemiskinan, kemelaratan dan

ketertinggalan. Bahkan kemajuan peradaban yang seharusnya dapat

mensejahterakan nelayan, justru menghimpit mereka.Lain halnya menurut

Harahap R.H (2010 : 42 ) kemiskinan yang selalu menjadi Trade markbagi

masyarakat pesisir dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta

seperti kodisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang

rendah, rentannya mereka terhadap perubahan sosial, politik dan ekonomi yang

melanda dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal dan

pengusaha yang datang.

Kusnadi ( 2002 : 19 ) menyatakan kemiskinan yang diderita oleh

masyarakat nelayan bersumber dari faktor-faktor sebagai berikut :

Pertama : faktor alamiah yakni yang berkaitan dengan fluktuasi

musim-musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa.

Kedua : faktor non-alamiah yakni berhubungan dengan keterbatasan daya

jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan

tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan

jaringan pemasaran dan belum berfungsinya lembaga koperasi nelayan

yang ada serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang telah

berlangsung sejak seperempat abad terakhir.

Kemudian Kusnadi (2002 : 2) menyatakan kesulitan untuk meningkatkan

kesejahteraan nelayan tradisional di pengaruhi oleh sejumlah faktor internal dan

(5)

Faktor internal, yakni 1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia. 2)

keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan. 3)

hubungan kerja dalam organisasi penangkapan yang sering kali kurang

menguntungkan buruh. 4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha

penangkapan. 5) ketergantungan yang sangat tinggi terhadap okupasi

melaut. dan 6) gaya hidup yang di pandang boros, sehingga kurang

berorientasi ke masa depan.

Faktor eksternal yakni 1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih

berorientasi kepada produkvifitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi

nasional dan parsial. 2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih

menguntungkan pedagang perantara. 3) kerusakan akan ekosistem pesisir

dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktek penangkapan ikan

dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang dan konservasi hutan

bakau di kawasan pesisir. 4) penggunaan peralatan tangkap ikan yang

tidak ramah lingkungan. 5) penegakan hukum yang lemah terhadap

lingkungan. 6) terbatasnya teknologi pengolahan pasca panen. 8) kondisi

alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut

sepanjang tahun. dan 9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu

mobilitas barang, jasa, modal dan manusia.

Kehidupan nelayan tradisional sangat memprihatinkan mereka tergolong

ke dalam kelompok masyarakat miskin mereka seringkali dijadikan objek

eksploitatif oleh pemilik modal. Harga ikan sebagai sumber pendapatannya di

kendalikan oleh para pemilik modal atau para pedagang/tengkulak, sehingga

(6)

banyak membantu bahkan membuat nelayan tradisional terpinggirkan seperti

munculnya kapal tangkap yang berukuran besar dan teknologi modern. Mereka

mampu menangkap ikan lebih banyak dibandingkan nelayan tradisional yang

akan menggunakan teknologi tradisional.

Kehadiran lembaga ekonomi seperti koperasi belum sepenuhnya dapat

membantu peningkatan taraf hidup nelayan tradisional. Hal ini ditandai dengan

tidak adanya akses nelayan tradisional terhadap lembaga tersebut dalam

memperoleh modal usaha. Ditambah lagi dengan pendapatan mereka yang tidak

menentu membuat nelayan tergantung kepada pemilik modal yang tidak hanya

sebatas kebutuhan modal usaha dan alat produksi, malah sampai kepada biaya

kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Semua ini tentunya akan menyebabkan

ketergantungan akibat hutang yang berdampak pada kemiskinan dan kemelaratan.

Berdasarkan data BPS (2013 : 48) Di Propinsi Aceh pada tahun 2011

penduduk miskin berjumlah 894,81 ribu jiwa, kemudian kemiskinan di Aceh

sedikit meningkat yakni 909,04 ribu jiwa, selanjutnya tingkat kemiskinan kembali

menurun pada tahun 2013 menjadi 840,71 ribu jiwa.

Kabupaten Aceh Timur sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Aceh

pada tahun 2010 mempunyai penduduk miskin berjumlah 66.500 jiwa atau

sebesar 18,43 persen (RPJM Aceh Timur 2012-2017). Persentase angka

kemiskinan ini lumyan tinggi bila dibandingkan dengan persentase angka rata-rata

penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 yang berjumlah 13,30 persen.

Kecamaatan Peureulak Kota memiliki luas wilayah sebesar 318,02 KM2

yang terdiri dari 38 Gampong. Batas-batas wilayah nya di sebelah Timur

(7)

Kecamatan Peureulak Barat, Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan

di Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Rantau Peureulak. Salah satu

Kecamatan yang mempunyai penduduk miskin di Kabupaten Aceh Timur adalah

Kecamatan Peureulak Kota Menurut Data Base BAPPEDA Aceh Timur (2013),

Penduduk Miskin di Kecamatan Peureulak Kota pada tahun 2013 berjumlah

11.039 jiwa.

Gampong Kuala Bugak merupakan salah satu gampong dalam kecamatan

Peureulak Kota Kabupaten Aceh Timur dengan jumlah penduduk 854 jiwa, yang

terdiri dari 173 kepala keluarga. Dari 173 kepala keluarga terdapat 91 kepala

keluarga tergolong sebagai masyarakat miskin dan dari 91 kepala keluarga

tersebut didalamnya terdapat 40 kepala keluarga nelayan tradisional (Profil

Gampong).

Nama Gampong di Propinsi Aceh telah dibentuk berdasarkan qanun

nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong menggantikan nama desa

yang telah digunakan sejak dahulu. Gampong merupakan organisasi pemerintahan

terendah yang berada di bawah Mukimdalam struktur organisasi pemerintahan

Provinsi Aceh. Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan,

melaksanakanpembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan

Syari’at Islam.Pemerintah Gampong terdiri dari Keuchik dan Imeum Meunasah

beserta PerangkatGampong.

Dengan melihat keadaan dan kondisi diatas maka saya tertarik untuk

mengekesplorasihal-hal yang berkaitandenganAnalisisMasalah Kemiskinan

(8)

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada nelayan

tradisional di Desa Kuala Bugak ?

2. Bagaimana strategi bertahan hidup (Survive) nelayan di Gampong (Desa)

Kuala Bugak?

1.3. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan permasalahan dan latar belakang di atas,

kemudian dirumuskan beberapa tujuan penelitian seperti di bawah ini :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinan nelayan tradisional di

Gampong Kuala Bugak.

2. Untuk mengetahui strategi bertahan hidup (Survive) nelayan di Gampong

Kuala Bugak.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi

penyempurnaan kebijakan lanjutan di wilayah tersebut dan sebagai bahan

pertimbangan dalam menyusun kebijkan sejenis di wilayah lain.

2. Bagi akademisi dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana kita ketahui selama ini ,perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan akan tetapi Pasca keluarnya putusan

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Sekolah yang telah menerapkan moving class untuk lebih menyelaraskan kurikulum agar sesuai dengan rambu-rambu

Maka Prodi Agribisnis dengan ini berupaya untuk melakukan pengabdian masyarakat dalam rangka hilirisasi hasil riset dengan melakukan kegiatan Pelatihan dan

Selanjutnya rencana kegiatan dan anggaran dituangkan ke dalam format RKA-KL melalui pembahasan dan penelaahan berjenjang di tingkat Kementerian Pertanian oleh Biro

Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil panen tanaman stevia pada perlakuan pupuk kimia dan pemberian bahan organik memberikan hasil yang berpengaruh nyata untuk bobot

Motif b~afIliasi, proses pembelajaran secara sendiri-scndiri maupun secara bersama- sarna mempunyai hubungan positif dan kontribusi yans berarti terhadap tingkat

1.5.2 Ayu W uryanti, t elah m elakukan pe nelitian s ebelumnya pa da t ahun 2010 dengan j udul “ Hubungan A nemia da lam ke hamilan de ngan p erdarahan postpartum karena atonia