• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemodelan Balok T dalam Pendesainan Balok pada Bangunan Bertingkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pemodelan Balok T dalam Pendesainan Balok pada Bangunan Bertingkat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Dalam perencanaan suatu struktur bangunan, tahapan pertama yang dilakukan adalah memilih jenis bahan yang akan digunakan.beton bertulang adalah salah satu

bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki beton. Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk

hampir semua struktur bangunan baik besar maupun kecil.

2.1.1.Kelebihan dan kekurangan Beton Bertulangan

Beton bertulang digunakan sebagai bahan bangunan dengan beberapa keunggulan sebagai berikut:

1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan kebanyakan bahan lain.

2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang

struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami

keruntuhan.

3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.

(2)

5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat panjang.

Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk menahan beban. Ini dapat

dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses pemadatan pasta semen

6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan bangunan-bangunan

semacam itu.

7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi bentuk

yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.

8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir,

kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.

9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang

lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti struktur baja.

2.1.2.Sifat-sifat beton

Di samping keunggulan, beton bertulang juga memiliki kelemahan yang perlu diketahui guna pengoptimalan dalam penggunaananya. Kelemahan-kelemahan

tersebut antara lain:

1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan

(3)

2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di tempatnya

sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar bekisting tetap berada pada tempatnya,

misalnya pada atap, dinding, dan struktur-struktur sejenis, sampai bagian-bagian beton ini cukup kuat untuk menahan beratnya sendiri.

3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang

menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur-struktur bentang-panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi

momen lentur.

4. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi-campuran dan

pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti struktur baja dan kayu.

Sebagai bahan dalam perencanaan bangunan, beton bertulang memiliki beberapa sifat sebagai berikut:

1. Kuat beton terhadap gaya tekan

Karena sifat bahan beton yang hanya mempunyai nilai kuat terik relatif rendah, maka pada umumnya hanya diperhitungkan bekerja dengan baik di daerah

tekan pada penampangnya, dan hubungan regangan-tegangan yang timbul karena pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan. (Istimawan Dipohusodo, 1996: 7-9)

(4)

Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi

tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Sebagai tambahan, ada beberapa defenisi

mengenai modulus elastisitas: (Istimawan Dipohusodo, 1996)

a. Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik asal dari kurva.

b. Modulus tangen adalah kemiringan dari salah satu tangent (garis singgung) pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva, misalnya pada 50%

dari kekuatan maksimum beton.

c. Kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik asal kurva ke suatu titik

pada kurva tersebut di suatu tempat di antara 25% sampai 50% dari kekuatan tekan maksimumnya disebut Modulus sekan.

d. Modulus yang lain, disebut modulus semu (apparent modulus) atau modulus jangka panjang, ditentukan dengan menggunakan tegangan dan regangan

yang diperoleh setelah beban diberikan selama beberapa waktu.

Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung modulus

elastisitas beton yang memiliki berat beton (wc) berkisar dari 1500-2500 kg/m3.

Ec = wc1,5(0,043)√fc’

Dimana :

wc : berat beton (kg/m3)

fc’ : mutu beton (Mpa)

Ec : modulus elastisitas (Mpa)

Dan untuk beton dengan berat normal beton yang berkisar 2320 kg/m3

(5)

Beton dengan kekuatan diatas 40 Mpa disebut sebagai beton mutu-tinggi.

Pengujian telah menunjukkan bahwa bila persamaan ACI yang biasa digunakan untuk menghitung Ec dipakai untuk beton mutu tinggi , nilai yang didapat terlalu

besar. (Istimawan Dipohusodo, 1996) 3. Kuat beton terhadap gaya tarik

Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha

perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tarinya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal

hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan

menggunakan modulus of rupture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan), sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas. Kuat tarik bahan beton juga ditentukan melalui

pengujian split cilinder yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali √fc’, sehingga

untuk beton normal digunakan nilai 0,57√fc’. (Istimawan Dipohusodo, 1996:7-10) 4. Kuat Geser

Melakukan pengujian untuk memperoleh keruntuhan geser yang betul-betul murni tanpa dipengaruhi oleh tegangan-tegangan lain sangatlah sulit. Akibatnya, pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai

leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.

(6)

Pada beton yang sedang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan

tegangan-regangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton menunjukkan sifat elastisitas murni hanya pada waktu menahan beban singkat.

Sedangkan pada beban tidak singkat, sementara beton mengalami tegangan dan regangan akibat beban terjadi pula peningkatan regangan sesuai dengan jangka waktu pembebanan, dan disebut sebagai deformasi rangkak (creep). Rangkak

adalah sifat dimana beton mengalami perubahan bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Pada umumnya beton dengan mutu

tinggi mempunyai tingkat nilai rangkak lebih kecil dibandingkan dengan mutu beton lebih rendah. (Istimawan Dipohusodo, 1996:11)

Pada umumnya proses creep (rangkak) selalu dihubungkan dengan susut karena keduanya terjadi bersamaan dan sering kali memberikan pengaruh sama, ialah deformasi yang bertama sesuai berjalannya waktu. (Istimawan Dipohusodo,

1996)

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak adalah: 1. Sifat bahan dasar

2. Rasio air terhadap jumlah semen 3. Suhu pada waktu proses pengerasan

4. Kelembapan nisbi selama tegangan 5. Umur beton saat beban bekerja 6. Lama pembebanan

7. Nilai tegangan

8. Nilai banding luas permukaan dan volume komponen struktur

(7)

Sedangkan proses susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan

volume yang tidak berhubungan dengan beban. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya rangkak juga mempengaruhi susut, khususnya

faktor-faktor yang berhubungan dengan hilangnya kelembaban. Proses susut pada beton apabila dihalangi secara tidak merata (oleh penulangan misalnya), akan menimbulkaan deformasi yang umumnya bersifat menambah terhadap deformasi

rangkak. Maka dari itu, agar dapat dicapai tingkat kelayanan baik diperlukan pengendalian dan perhitungan dalam hal proses susut tersebut. (Istimawan

Dipohusodo, 1996)

2.2.1. Baja Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu

sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya kekuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul dalam sistem. Untuk keperluan penulangan tersebut, digunakan bahan baja yang memiliki

sifat teknis yang menguntungkan.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan

beton,menurut SNI 03-2847-2002 selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu,

atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Pola permukaan yang dikasarkan atau pola sirip sangan beragam tergantung pada mesin giling atau cetak

(8)

diperkenankan oleh standard. Baja tulangan polos (BJTP) hanya digunakan untuk

tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya.

Gambar 2.1. Hubungan Regangan dan Tegangan pada Baja Tulangan

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam

perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Suatu diagram hubungan tegangan-regangan tipikal untuk batang baja

tulangan dapat dilihat di gambar. Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standard sesuai SII 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi

denangan peningkatan regangannya. Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan

(9)

2.2.Persyaratan /Ketentuan Struktur Bangunan Beton Tahan Gempa

Dalam perencanaan struktur bangunan beton yang berada pada zona gempa harus memenuhi beberapa ketentuan yang telah dibuat dalam Tata Cara Perhitungan

Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002. Ketentuan ini dimaksudkan untuk perencanaan pelaksanaan komponen struktur bangunan beton termasuk sambungan dalam struktur dengan gaya yang bekerja dihasilkan dari beban

gempa yang telah ditentukan dengan memperhatikan disipasi energi di dalam daerah respon nonlinier struktur bangunan tersebut.

Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila persamaan berikut dapat terpenuhi.

Ru ≤ φ Rn

Dimana: ∅ = faktor reduksi beban

Rn = kuat nominal struktur

Ru = pengaruh aksi terfaktor yaitu momen atau gaya yang

diakibatkan oleh suatu kombinasi pembebanan atau pengaruh aksi perlu yaitu momen atau gaya yang diisyaratkan untuk struktur tahan

gempa.

Gaya geser dasar rencana total (V) pada suatu arah ditetapkan:

=��

� �

Dimana, V = gaya geser dasar rencana total, N R = faktor modifikasi respon

Wt = berat total struktur

(10)

C = koefisien percepatan gempa

Struktur harus direncanakan kekuatannya terhadap beban berikut:

1. Beban Mati (Dead Load)

Beban mati adalah berat dari semua bagian bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, pekerjaan pelengkap (finishing), serta alat atau

mesin yang merupakan bagian tak terpisahkan dari rangka bangunannya. (PPI, 1983) Beban mati merupakan berat sendiri bangunan yang senantiasa bekerja

sepanjang waktu selama bangunan tersebut ada atau sepanjang umur bangunan. Pada perhitungan berat sendiri ini, seorang analisis struktur tidak mungkin dapat

menghitung secara tepat seluruh elemen yang ada dalam konstruksi, seperti berat plafond, pipa-pipa ducting, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam menghitung berat sendiri konstruksi ini dapat meleset sekitar 15 % - 20 %. (Soetoyo, 2000)

2. Beban hidup (Live Load)

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena lebih kecil dari

pada beban hidup pada masa layan. Beban hidup yang direncanakan mengacu pada standard pedoman pembebanan, yakni beban hidup pada lantai gedung sebesar 250

kg/m3 dan beban hidup pada atap gedung sebesar 100kg/m3. 3. Beban gempa (Earthquqke Load)

Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaaran tanah pada

(11)

Berdasarkan SNI 1726-2002 Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa seperti

ditunjukkan dalam Gambar 2.2 Dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan yang paling rendah dan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan

kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam tabel

berikut.

Gambar2.2 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun.

Tabel2.1 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk

masing-masing wilayah gempa Indonesia

Wilayah Gempa

Percepatan Puncak Batuan Dasar (g)

(12)

2 0,10

3 0,15

4 0,20

5 0,25

6 0,30

Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung, yaitu

berupa beban geser dasar nominal statik ekivalen pada struktur gedung beraturan atau gaya geser dasar nominal sebagai respon dinamik ragam pertama pada struktur gedung tidak beraturan, untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan respon

spektra gempa rencana.

Respon spektra adalah suatu diagram yang memberi hubungan antara

percepatan respon maksimum suatu sistem Satu Derajat Kebebasan (SDK) akibat suatu gempa masukan tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman (dumping) dan waktu getar alami sistem SDK tersebut (T).

Bentuk respon spektra yang sesungguhnya menunjukkan suatu fungsi acak yang untuk waktu getar alami (T) meningkat menunjukkan nilai yang mula-mula

meningkat dulu sampai suatu nilai maksimum, kemudian turun lagi secara asimtotik mendekati sumbu-T. Didalam peraturan respon spektra tersebut distandarkan(diidealisasikan) sebagai berikut: untuk 0 ≤ T ≤ 0.2 detik, C meningkat secara linier dari percepatan puncak muka tanah (A0) sampai Am; untuk 0.2 detik ≤

T ≤ Tc, C bernilai tetap C=Am; untuk T > Tc, C mengikuti fungsi hiperbola C =

(13)

menunjukkan, bahwa Am berkisar antara 2A0 dan 3A0, sehingga Am = 2,5 A0

merupakan nilai rata-rata yang dianggap layak untuk perencanaan. Contoh gambar respon spektra untuk wilayah gempa 3 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.3 Respon Spektra Wilayah Gempa 3

Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 ≤ T ≤ 0.2 detik terdapat

ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat

daktilitas strukturnya, faktor respon gempa (C) dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis

tanah yang bersangkutan.

Dengan mengacu pada kombinsai pembebanan SNI-03-2847-2002, maka

terdapat 6 standard kombinasi yakni sebagai berikut: 1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5(La atau H)

(14)

4. 1,2D + 1,3W + γL L + 0,5(LA + H)

5. 1,2D ± 1,0E + γL L 6. 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)

Keterangan:

D = adalah beban mati yang diakibatkan berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, dan layanan tetap

L = adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termassuk kejut tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain

L = adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang atau benda

bergerak

H = adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangn air W = adalah beban angin

E = adalah beban gempa Dengan,

γL = 0,5L < 5kPa, dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa

2.4. Balok T

Analisa dan perencanaan balok yang dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan plat lantai atau atap didasarkan pada anggapan bahwa antara plat dengan balok terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif yang bekerja pada balok.

Interaksi antara plat dan balok-balok yang terjadi satu kesatuan pada penampangnya membentuk huruf T tipikal, daan oleh karena itulah dinamakan sebagai balok T.

(15)

balok-balok sebagai badan. Dalam hal ini, plat yang berfungsi sebagai flens pada

balok T juga harus direncana dan diperhitungkan tersendiri terhadap lenturan pada arah melintang terhadap balok-balok pendukungnnya. Dengan demikian plat yang

berfungsi sebagai flens tersebut akan berperilaku sebagai komponen struktur yang bekerja pada dua arah lenturan yang saling tegak lurus. Pada perpotongan antar balok T, struktur akan mendukung momen momen lentur negatif di mana tepi atas plat

berada dalam keadaan tertarik sedangkan badan balok berada di bagian bawah dalam keadaan terdesak. (Istimawan Dipohusodo, 1996: 66-67)

Gambar 2.4. Sistem balok T dan balok L

Pada sistem balok T, bagian dekat badan penampang akan mengalami

tegangan yang lebih besar dibandingkandengan daerah yang jauh daribagian badan. Maka untuk keperluan perencanaan analitis, serta penyederhanaan perilaku plat terlentur pada dua arah yang rumit, maka SNI-03-2847-2002 menetapkan kriteria

lebar efektif tertentu untuk plat ( flens ) yang diperhitungkan bekerja sama dengan balok untuk memikul momen lentur yang bekerja pada balok. Lebar efektif ( beff)

(16)

Gambar 2.5. Lebar flens efektif

Gambar 2.6. Balok T dan balok L

SNI-03-2847-2002 (pasal 10.10) memberikan pembatasan lebar balok efektif balok T sebagai berikut:

 Plat balok T: beff ≤ 4

(17)

≤ lebar aktual ( jarak dari pusat ke pusat antar balok )

 Untuk balok yang mempunyai flens hanya pada satu sisi ( balok L terbalik ),

pembatasan lebar efektif adalah sebagai berikut:

Plat balok L: beff ≤

12+ bw

≤ 16hf + bw ≤ 1

2(jarak bersih antara balok) + bw

 Untuk balok T yang terisolasi ( tunggal ), SNI-03-2847-2002 (pasal 10.10)

memberikan batasan lebar efektif sebagai berikut:

Tebal sayap ≥ ½ bw Lebar efektif sayap ≤ 4bw

Persyaratan daktilitas (liat) balok T sama dengan yang diisyaratkan bagi

balok persegi di mana rasio penulangan minimum tidak boleh lebih besar dari 0,75

ρb. Tetapi nilai tersebut tidaklah sama dengan nilai-nilai yang tercantum dalam tabel

untuk balok persegi, karena bentuk balok T memberikan daerah tekan khusus yang cenderung lebih luas. Untuk digunakan sebagai alat bantu dalam perencanaan dan analisa diberikan variasi pendekatan nilai 0,75 ρb sebagaimana balok persegi.

Sedangkan nilai rasio penulangan minimum ditetapkan, yaitu:

� � =

1,4

Pada balok T tunggal, dimana bentuk T-nya diperlukan untuk menambah luas daerah tekan, harus mempunyai ketebalan sayap tidak kurang dari setengah lebar

(18)

Bila tulangan lentur utama pelat, yang merupakan bagian dari sayap balok T

(terkecuali untuk konstruksi pelat rusuk), dipasang sejajar dengan balok, maka harus disediakan penulangan disis atas pelat yang dipasang tegak lurus terhadap balok

berdasarkan ketentuan berikut:

1. Tulangan transversal tersebut harus direncanakan untuk memikul beban terfaktor selenar efektie pelat yang dianggap berperilaku sebagai kantilever. Untuk balok T

tunggal, seluruh lebar dari sayap yang membentnag harrus diperhitungkan. Untuk balok T lainnya, hanya bagian dari pelat selebar efektifnya saja yang perlu

diperhitungkan.

2. Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi tidak melebihi lima kali tebal

pelat dan juga tidak melebihi 500mm. (SNI-03-2847-2002: 56-57)

2.5. Pemodelan balok T

Pada pemodelan secara analitis, akan digunakan rumus sebagai berikut:

� � � = � ∅fy . 0,875 d

Penentuan tinggi balok tekan (a):

a = � . � 0,85 .

Dalam menentukan tinggi balok tekan (a) pada balok T, SNI-03-2847-2002

(19)

Kasus 1 : a≤tf

Gambar 2.7. Daerah tekan pada balok T

Maka penyelesaiannya sama dengan balok persegi, yaitu: Asumsi εs εy fs = fy (tulangan baja leleh)

1. Hitung: jd = d – (a/2)

2. Hitung: rasio tulangan (ρ) = � �

Rasio tulangan kondisi balance (ρb) = 0,85

1

600 600+

ρmaks ≤ 0,75 ρb 3. Hitung Mn: Mn = As . fy . jd

Kasus 2 : a ≥ tf

Maka yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. Seluruh bagian sayap akan mengalami tegangan tekan yang resultannya adalah:

(20)

Gambar 2.8. Daerah tekan pada bagian sayap

Gaya tekan Cf akan diimbangi oleh gaya tarik yang diambil dari sebagian dari tulangan yang ada, sehingga luas tulangan yang mengimbangi gaya tekan ini adalah sebesar :

Asf = Cf / fy

Kuat lentur dari gaya ini adalah:

Mnf = Asf . fy . (d – 0,5tp)

2. Luas tulangan selebihnya digunakan untuk menahan gaya tekan pada bagian

badan (web) yang tinggi balok tekannya (a) lebih besar dari tebal pelat tp.

Asw = As - Asf

 a = � �. �

0,85 . ≥ tp

 Kuat lenturnya adalah:

(21)

Gambar 2.9. Daerah tekan pada bagian badan

3. Kuat lentur total adalah: ∅ Mn = ∅ (Mnf + Mnw )

∅ Mn≥ Mu

Persyaratan daktilitas balok T sama dengan yang diisyaratkan bagi balok persegi , dimana rasio penulangan maksimum tidak boleh lebih besar dari 0,75 ρb.

Maka batas atas ( tulangan maksimum ) adalah:

ρmaks≤ 0,75 ρb

dimana ρb = � ( ) �

Untuk nilai nilai rasio penulangan minimum ditetapkan bahwa:

ρmin = 1,4

Batas penulangan minimum menurut SNI 03-2847-2002 (Pasal 12.5.1) pada plat sayap tertekan ditentukan:

As min =

4 . �. ≥ 1,4

(22)

Batas penulangan minimum (pasal 12.5.2) pada plat sayap tertarik

sebagaimana pada balok kantilever, tidak boleh kurang dari nilai terkecil di antara rumus yang ditentukan:

As min =

2 . �.

Dan

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Regangan dan Tegangan pada Baja Tulangan
Gambar2.2 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
Gambar 2.3 Respon Spektra Wilayah Gempa 3
Gambar 2.4. Sistem balok T dan balok L
+5

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga kepala madrasah, ia harus mempunyai 4 (empat) kompetensi sebagai seorang pemimpin, salah satunya ialah profesionalisme. Dalam hal ini, salah satu

It is proverbially said that the laws of nature are indissoluble; and God has declared once for all, that the bond of union between husband and wife is closer than that of parent

Diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk- produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang

2) Algoritme Dijkstra dapat diimplementasikan/digunakan sebagai alternatif dalam penentuan jarak efisien suatu daerah kedaerah yang lain dalam hal ini adalah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran histologi dari pengaruh ekstrak daun C.odorata dalam berbagai konsentrasi terhadap proses kesembuhan

Dari latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan Bagaimana asuhan kebidanan komprehensif pada ibu hamil dengan usia risiko usia tinggi Bersalin, Nifas,

Menurut Putri (2017: 6), pem- belajaran kooperatif tipe TSTS ada- lah pembelajaran yang dalam pro- sesnya membagi siswa ke dalam ke- lompok-kelompok kecil

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian ini yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Rolos (2015) tentang hubungan dukungan orang tua dengan kecemasan