• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Kerjasama Franchise (PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjanjian Kerjasama Franchise (PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dimana dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Namun, pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana apabila seseorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua pihak atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu ataupun tidak untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, perjanjian merupakan suatu peristiwa konkret yang dapat diamati. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung kesepakatan/persetujuan para pihak yang membuatnya baik secara lisan maupun dalam bentuk tertulis.Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara para pihak tersebut yang dinamakan perikatan.

(2)

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu merupakan sesuatu hal yang baik.Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.13

Grotius memahami kontrak adalah suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang membuat janji tentang sesuatu kepada seseorang lainnya dengan penekanan bahwa masing-masing akan menerimanya dan melaksanakannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Kotrak bahkan dipahami oleh Grotius lebih dari sekedar janji, karena kontrak bahkan berdasarkan kehendak bebas dan kekuatan personal dari individu-individu yang membuatnya, yang didukung oleh harta kekayaan yang mereka miliki yang dapat dialihkan berdasarkan kontrak tersebut.14

Kontrak menurut Hartkamp adalah tindakan hukum yang terbentuk dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan perihal aturan betuk formal oleh perjumpaan pernyataan kehendak yang saling bergantung satu sama lain

13Retno Prabandari. Jenis-jenis Perjanjian Sebagai Dasar Hukum Dalam Pengalihan Hak

Guna Bangunan Objek Hak Tanggungan.Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.

14Muhammad Syaifuddin. Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif

Filsafat,Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan). Mandar Maju.

(3)

sebagaimana dinyatakan oleh dua atau lebih pihak, dan dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak serta atas beban pihak lainnya, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah pihak.15

Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.16

Perjanjian kerjasama berasal dari kata perjanjian dan kerjasama.Perjanjian menurut Van Dunne adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak.Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang perorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum atau badan hukum. Dalam melakukan kontrak, pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanaya sendiri, namun dapat pula bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang lain bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.

17

15Ibid, hal 19-20

16Ahmadi Miru.Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. RajaGrafindo Persada. Jakarta,

2013, hal.1

17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur

Bandung, Bandung: 1995. hal. 19

(4)

Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kerjasama

Waralaba merupakan suatu perikatan/perjanjian antara dua pihak. Sebagaiperjanjian dapat dipastikan terikat pada ketentuan dalam KUH Perdata tentang perjanjian Pasal 1313, sahnya perjanjian Pasal 1320 dan kebebasan berkontrak Pasal 1338. Selanjutnya untuk sahnya suatu perjan jian menurut Pasal 1320 KUHPerdata diperlukan empat syarat yaitu :18

a. Kesepakatan (toesteming / izin)

Kedua belah pihak Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, yang dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.Sesuai pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat / diketahui orang lain. Dalam hal ini, perlu memperhatikan secara seksama mengenai partner (Partner yang dimaksudkan disini adalah franchise lainnya dan konsumen), pemeliharaan standar ( Sistem Franchise hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh pihak yang terlibat dalam

sistem franchise tersebut dengan sungguh-sungguh memelihara sistem yang telah ditentukan oleh franchisor, hubungan para pihak (kerjasama franchise berlangsung sebagaimana ditentukan dalam perjanjian dan perlu ditegaskan

(5)

apakah hubungan kerjasama tersebut dapat diperpanjang lagi atau tidak), segi komersial Franchise pada dasarnya adalah hubungan bisnis, oleh karena itu segi pembagian keuntungan atau segi pembayaran franchisee kepada franchisor harus diatur secara jelas agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari), teknik operasional (apabila dalam perjanjian standar masih kurang lengkap, maka bisa dibuat perjanjian tambahan sebagai pedoman dalam pengoperasian franchise), dan masalah antisipasi masa datang (misalnya meninggal atau bubarnya franchisee, pemindahan lokasi, perubahan).

b. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang – orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang Bekwaam (cakap) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh sesuatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

c. Mengenai suatu hal tertentu

(6)

sahnya suatu kontrak.Pasal 1335 KUHPerdata menegaskan “jika kontrak tanpa sebab, atau kontrak karena sebab palsu atau terlarang maka tidak mempunyai kekuatan”

d. Suatu sebab yang halal (Geoorloofde oorzaak).

Halal merupakan syarat keempat sebagai sahnya suatu kontrak. Pasal 1335 KUHPerdata menegaskan “jika kontrak tanpa sebab, atau kontrak karena sebab palsu atau terlarang maka tidak mempunyai kekuatan”

Oleh karena itu Salim HS selanjutnya mengatakan apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan utuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwadari semula perjanjian itu dianggap tidak ada Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :xii19

a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik

b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan

d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum

Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar salah satu dari 4 (empat) prinsip tersebut, maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang demikian tidak sah dan batal demi hukum (null and void). Adapun Pasal 1338

(7)

ayat ( 1 ) KUHPerdata berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.20

Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan.Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan utuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya.Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah.Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.21

a. Kontrak harus dilakukandengan itikad baik

Beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar Pasal1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :

b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan

d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar salah satu dari 4 (empat) prinsip tersebut,

20Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 1

21Salim HS, Hukum Kontrak Teori Dan Teknik penyusunan kontrak,Sinar Grafika,

(8)

maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang demikian tidak sah dan batal demi hukum

Adapun Pasal1338 ayat (1) KUHPerdata berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Walaupun dalam suatu perjanjian mengatur sistem terbuka / bebas ( open sistem ) namun tetap dibatasioleh beberapa hal, misalnya :

a. Dibatasi undang-undang, adalah dilarang membuat perjanjian tanpa harga, perjanjian penetapan di bawah harga dan lain-lain karena menyangkut persaingan ekonomi yang tidak sehat.

b. Dibatasi untuk ketertiban umum, misalnya perjanjian pemboikotan terhadap produk, perjanjian tertutup,

c. Bertentangan dengan kesusilaan, misalnya perjanjian tentang perdagangan wanita, perjanjian tentang bentuk pertaruhan dan lain-lain.

C. Klasifikasi Jenis Perjanjian Kerjasama

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, yaitu : 1. Perjanjian menurut sumbernya22

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga. Misalnya, perkawinan b. Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang

berhubungan dengan peralihan hukum benda.

c. Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban. d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.

22Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana

(9)

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.

2. Pejanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi: 23

a. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 macam, yaitu timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna. Contoh : Perjanjian jual-beli.24

b. Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lainnya membayar harga yang telah diperjanjikan.

c. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja, seangkan pada pihak lain hanya ada hak. Misalnya, hibah (Pasal 1666 KUHPerdata) dan perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792 KUHPerdata).25

d. Perjanjian menurut keuntungan asalah satu pihak dan adanya prestasi pada pihak yang lain, dibedakan menjadi26

1) Perjanjian Cuma-Cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak.Contoh: Perjanjian hibah

;

27

2) Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terhadap kontra prestasi dari pihak lain dan

.

23Salim HS, Op.Cit, hal 29

24Mariam Darus Badruldzaman, Op.Cit, hal. 90. 25

Djaja S. Milala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal.87.

26Salim Hs, Log.cit.

(10)

santara kedua prestasi itu adalah hubungannya menurut hukum. Contoh: Perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain28

3) Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi perjanjian khusus/ bernama/ nominaat dan perjanjian umum/ tidak bernama/ innominaat/ perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUHPerdata)29

4) Perjanjian khusus/ bernama/ nominaat adalah perjanjianyang memiliki nama dan diatur dalam KUHPerdata.30 Contoh : Perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam Buku III Bab V-XVIII KUH Perdata, antara lain perjanjian jual-beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian persekutuan, perjanjian tentang perkumpulan, perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam-meminjam, perjanjian bunga tetap, atau bunga abadi, perjanjian untung-untungan, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian penanggungan, dan perjanjian perdamaian.31

Perjanjian umum/ tidak bernama/innominaat/ perjanjian jenis baru, adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat

D. Asas-asas Perjanjian Kerjasama

Dasar-dasar hukum kontrak adalah prinsip yang harus di pegang bagi para pihak yang mengikatkan diri ke dalam hubungan hukum kontrak. Menurut

28

Ibid.

(11)

Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam berkontrak, dikenal 5 ( lima ) asas penting sebagai berikut :32

1. Asas Kebebasan Berkontrak ( Freedom of contract )

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau.33

Asas Kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.Kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati.Menurut Subekti dalam Bukunya Hukum Perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum.34

Pendekatan terhadap asas kebebasan berkontrak berdasarkan hukum alam, dikemukakan oleh Hugo de Groot dan Thomas Hobbes.Grotius sebagai Kebebasan berkontrak bukan berarti para pihak dapat membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap mengindahkan syarat-syarat sahnya pernjanjian, baik syarat umum sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

32Ibid, hal 9-12

33

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika Jakarta 2003, Hal. 9.

34 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cet. ke-XXXIII, PT.Intermasa, Jakarta

(12)

penganjur terkemuka dari ajaran hukum alam berpendapat bahwa hak untuk mengadakan perjanjian adalah hak asasi manusia. Ia beranggapan, suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seseorang yang berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang lain itu menerimanya. Kontrak lebih dari sekedar janji karena suatu janji tidak dapat memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan janji itu. Selanjutnya Hobbes menyatakan bahwa kebebasan berkontrak sebagai kebebasan manusia yang fundamental.Kontrak adalah metode dimana hak-hak fundamental manusia dapat dialihkan.35

Menurut Munir Fuady, Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.36Asas ini tersirat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, pada intinya menyatakan bahwa terdapat kebebasan membuat kontrak apapun sejauh tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban dan kesusilaan. Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, menyebutkan orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan, pada umumnya juga boleh mengenyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam Buku III karena Buku III merupakan “hukum pelengkap”(aanvullend recht) bukan hukum keras atau hukum yang memaksa.37

a) kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.

Secara Historis kebebasan berkontrak sebenarnya meliputi lima macam kebebasan, yaitu:

35Sutan Remy Sjahdeni,Op.Cit, hal.18-20. 36

Munir Fuady, Pengatar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, hal. 12.

37 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cet. ke-XXXIII, PT.Intermasa, Jakarta

(13)

b) kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak.

c) kebebasan para pihak menetukan bentuk kontrak. d) kebebasan para pihak menentukan isi kontrak.

e) kebebasan pada pihak menentukan cara penutupan kontrak.

Menurut Felix.O. Soebagjo, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak, bukan berarti dapat dilakukan bebas sebebasnya, akan tetapi juga ada pembatasan yang diterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.38 Dengan demikian kita melihat bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik KUHPerdata, akan tetapi bersifat universal 39

38 Felix.O.Soebagjo, Perkebangan Asas-Asas Hukum Kontrak Dalam Praktek Bisnis

selama 25 Tahun Terakhir,Disampaikan dalam pertemuan ilmiah “Perkembangan Hukum Kontrak

dalam PraktekBisnis di Indonesia”, diseleggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Nasional, Jakarta 18 dan 19 Pebruari 1993.

39Mariam Darsu Badrulzaman, Op.Cit, hal.108-109. .

(14)

2. Asas Konsensualisme

Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian.Kata konsensualisme berasal dari kata consensus yang berarti sepakat.Hal ini berarti bahwa pada asasnya suatu perjanjian timbul sejak saat tercapainya konsensus atau kesepakatan atau kehendak yang bebas antara para pihak yang melakukan perjanjian.Asas konsensualitas ini tercermin dalam unsur pertama.Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan “sepakat mereka yang mengikatkan diri”, artinya dari asas ini menurut Subekti adalah “pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan”.Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat atau detik tercapainya consensus.40

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servandaatau disebut juga dengan asas kepastian hukum.Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat olehpara pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.Mereka tidakboleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalamPasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang bunyinya : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.

(15)

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata yang bunyinya : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.

Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai kewajiban masing-masing karena persetujuan merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan kekuatan undang-undang, sehigga istilah Pacta Sun Servandaberarti “janji itu mengikat”. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.41

4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)

Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Akan tetapi dalam Pasal tersebut tidak disebutkan secara ekplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menenui kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikat baik merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip

41Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Adytia

(16)

oleh Ridwan Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk mendefinisikan itikad baik.42

Pasal 1338 (1) KUHPerdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme serta daya mengikatnya perjanjian.Pemahaman terhadap Pasal tersebut tidak berdiri dalam kesendiriannya, asas-asas terdapat dalam Pasal tersebut berada dalam satu sistem yang padu dan intergratif dengan ketentuan-ketentuan lainnya. Terkait dengan daya mengikatnya perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pacta sunt servanda), pada situasi tertentu daya berlakunya (strekking) dibatasi, antara lain dengan iktikad baik. Pasal 1338 (3) KUHPerdata menyatakan bahwa, perjanjian-perjanjian harus di laksanakan dengan iktikad baik.

Dalam praktek pelaksanan perjanjian sering ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.

43

Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Akan tetapi dalam Pasal tersebut tidak disebutkan secara ekplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menenui kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikat baik merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk

42

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2003, Hal.129-130.

43Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak

(17)

mendefinisikan itikad baik.44

Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran ini tidak melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum menenuhi syarat tertentu.

Dalam praktek pelaksanan perjanjian sering ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.

45

Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negosiasi, karena itikad baik baru diakui pada pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat syahnya perjanjian atau setelah negosiasi dilakukan. Terhadap kemungkinan timbulnya kerugian terhadap pemberlakukan asas itikad baik ini, Suharnoko menyebutkan bahwa secara implisit Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra kontrak dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut diingkari.46

Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian, menyebutkan bahwa itikad baik itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hukum

perjanjian.47

44Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2003, hal.129-130.

45

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta 2004, hal. 5

46Ibid., hal. 8-9.

47 Subekti, Op.Cit. hal. 41.

(18)

membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian.Dalam hukum kontrak itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi menambah yaitu hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian itu.Sedangkan fungsi ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking vande geode trouw).48

Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga dalam KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud dengan itikad baik, pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata hanyalah disebutkan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan “itikad baik”. Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik (te goeder trouw) yang sering diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu; (1) itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian, dan (2) itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut.

Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan isi perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. Tidak semua ahli hukum dan pengadilan menyetujui fungsi ini, karena akan banyak hal bersinggungan dengan keadaan memaksa, sehingganya masih dalam perdebatan dalam pelaksanaannya.

49

Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak, sehingga masih terjadi perdebatan megnenai bagaimana sebenarnya makna dari itikat baik itu.Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang

(19)

berkembang ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat.

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas personalitas dapatdilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdatayang mengatur: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”, pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas personalitas.Asas personalitas merupakan asas yang menentukanseseorang yangakan melakukan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya saja, kecuali diperjanjikan lain (pengecualian terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata).Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata, Pasal ini menerangkan bahwa seseorang yang membuat perjanjian tidak dapat mengatasnamakan orang lain, dalam arti yang yang menanggung kewajiban dan yang memeroleh hak dari perjanjian itu hanyalah pihak yang melakukan perjanjian. Tetapi ketentuan ini dapat dikesampingkan jika ada surat kuasadari orang yang diatasnamakan.50

6. Asas Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang

Asas yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata ini menyatakan bahwa“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnyapersetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau oleh karena alasan-alasan

50Ahmadi Miru dan Sakka Patti.Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai

(20)

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itupersetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”

Pasal 1338 mengandung suatu asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau menganut sistem terbuka. Dengan menekankan pada perkataan semua, maka Pasal tersebut seolah-oleh berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat tentang diperbolehkannya membuat perjanjian apa saja (asalkan dibuat secara sah ) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang51

Kemudian istilah secara sah menunjukan bahwa perbuatan perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.Semua persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah Pasal 1320 KUHPerdata adalah mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak merupakan suatu realisasi asas kepastian hukum.

Istilah semua dalam ayat (1) mengandung pengertian bahwa perjanjian yang dimaksud bukan hanya perjanjian bernama tetapi juga meliputi perjanjian tidak bernama.Dan dalam istilah semua tersebut terdapat atau terkandung asas partijoutonomie.

52

51Subekti.Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta2005, hal 6 52Ibid, hal 82

(21)

1) Pertama berhubungan dengan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh debitur (schuld), dalam hal ini ditentukan siapa debituryang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi tanpa mempersoalkan apakah pemenuhan kewajiban tersebut dapat dituntut oleh kreditur.

2) Hal kedua berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban tanpa memperhatikan siapa debiturnya (haftung).

Konteks yang demikian berarti suatu perjanjian tanpa haftung adalah perjanjian yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaanya oleh kreditor (perikatan alamiah), perjanjian yang dapat dipaksakan pelaksanaannya adalah ibarat pelaksanaan undang-undang oleh negara.

Di luar perikatan alamiah setiap kreditur yang tidak memperoleh pelaksanaan kewajiban dapat atau berhak melaksanakan pelaksaannya dengan meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang, yang akan memutuskan dan menentukan sampai berapa jauh wanprestasi telah terjadi, semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 1131.131

7. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)

(22)

E. Wanprestasi dan Akibat-akibatnya

Apabila salah seorang debitur tidak memenuhi kewajibannya dalam suatu perjanjian, maka ia dikatakan ingkar janji atau wanprestasi.53

1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur.

Mariam Darus menyebutkan wujud dari tidak memenuhi perikatan (wanprestasi) terbagi tigayaitu:54

1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan, 2. Debitur terlambat memenuhi perikatan,

3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.

Sama halnya dengan Mariam Darus, Abdulkadir Muhammad juga menyatakan adanya tiga keadaan wanprestasi, yaitu:

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,

2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru

Dalam hal ini, debitur yang memenuhi prestasi tetapi keliru jika ia tidak memperbaiki kekeliruannya maka ia dianggap tidak memenuhi prestasi sama sekali. 55

53Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,

2010, hal.201.

54Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT.

Alumni Bandung, 2005, hal. 23

55www.yogiikhwan.wordpr ess.com, diakses tanggal 18 Maret 2016.

(23)

terlambat.Sementara itu, R. Subekti menyebutkan wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam:56

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelaksaanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hak tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam haltelah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.Kreditur dapat menuntut debitur yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut :57

a. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;

b. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal 1267 KUH Perdata)

c. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan (HR 1 November 1918);

d. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian;

56R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 1

57Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,

(24)

e. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur. Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda.

Seorang debitur yang dituduh lalai dan dituntut hukuman kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari hukuman yang akan diberikan dengan mengajukan beberapa alasan.Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu:58 a. Keadaan Memaksa (Overmachtatau Forcemajeur)

Bahwa debitur tidak dapat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan karena adanya hal-hal yang tidak terduga, dimana ia tidak dapat berbuat sesuatu terhadap peristiwa yang terjadi di luar dugaan tersebut. Misalnya, bencana alam yang menyebabkan musnahnya objek yang diperjanjikan.Seiring dengan perkembangannya, keadaan memaksaitu tidak hanya bersifat mutlak tetapi ada juga yang bersifat tidak mutlak yaitu debitur masih dapat melaksanakan perjanjian tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar sehingga tidak sepantasnya pihak kreditur menuntut debitur untuk melaksanakan perjanjian. Misalnya, setelah diadakannya suatu perjanjian, keluar suatu Peraturan Pemerintah yang melarang dikeluarkannya suatu jenis barang yang merupakan objek perjanjian, dari suatu daerah dengan ancaman hukuman berat bagi si pelanggar sehingga, kreditur tidakdapat menuntut pemenuhan hak pelaksanaan perjanjian

b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Exceptiononadimpleticontractus)

Debitur yang dituduh telah lalai dan dituntut untuk membayar ganti rugi, dapat mengajukan di depan Hakim bahwa kreditur sendiri juga telah lalai dalam

(25)

menepati janjinya. Misalnya, si pembeli menuduh si penjual terlambat menyerahkan barangnya padahal si pembeli sendiri terlambat membayar uang muka.Tentang Exceptiononadimpleticontractusini tidak diatur di dalam Undang-undang dan merupakan suatu hukum yurisprudensi yaitu hukum yang diciptakan para hakim.

c. Pelepasan hak (rechstverwerking)

Alasan terakhir ini merupakan suatu sikap pihak kreditur yang membuat pihak debitur menyimpulkan bahwa kreditur tidak akan lagi menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli telah membeli suatu barang dan ia mengetahui adanya suatu cacat tersembunyi atau tidak berkualitas bagus, tetapi ia tidak menegur si penjual dan tetap memakai barang tersebut sehingga dari sikapnya tersebut ia telah puas akan barang tersebut maka, dalam hal ini sudah selayaknya tuntutannya tidak diterima oleh hakim.

Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut: a. Perikatan tetap ada.

b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur Pasal 1243 KUH Perdata.

(26)

d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa:

a. Pembatalan perjanjian saja

b. Pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi, berupa: biaya, rugi dan bunga.

c. Pemenuhan kontrak saja, dimana kreditur hanya meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur.

d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi. Kreditur menuntut selain pemenuhan prestasi juga harus disertai ganti rugi oleh debitu Pasal 1267 KUH Perdata.

e. Menuntut penggantian kerugian saja. Kesemua persoalan di atas akanmembawa konsekuensi yuridis yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi haruslah menanggung akibat atau hukuman berupa:

(27)

a) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan.

b) Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.

c) Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.

2) Mengenai ganti rugi akibat wanprestasi mempunyai batasan-batasan. Undang-undang menentukan, bahwa kerugian yang harus dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi adalah sebagai berikut :

a) Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Menurut Pasal 1247 KUH Perdata, debitur hanya diwajibkan membayar ganti-kerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.

(28)

c) Berdasarkan prinsip

Exceptio Non Adimpleti Contractus ini, maka pihakyang dirugikan

akibat adanya suatu wanprestasi dapat yang merupakanakibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.

3) Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

Referensi

Dokumen terkait

melakukan penelitian dengan judul Tari Balanse Madam Suatu AIdivitas Kesenian dan Perananrya dalam Integrasi Sosial Antara Masyarakat Nias dan Minangkabau di Kota Padang..

Rumusan masalah penelitian: bagaimana meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar IPA di kelas IV SDN Margorejo Pati melalui model

Idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frasa) yang maknanya sudah menyatu dan tidak ditafsirkan menurut makna unsur pembentuknya (Soedjoto dalam Sudaryat,

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ini mengacu kepada H a dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signiikan antara kemampuan siswa dalam menulis teks berita

students and teacher are not familiar enough with learning technique (Jigsaw II technique) applied in learning process, as described in Observational Table (see the table 2

1987.”Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) untuk Jalan Raya”.. Jakarta: Yayasan Badan

Persepsi PKL terhadap kebijakan penataan kawasan Taman Poci Kota Tegal adalah mereka menganggap bahwa pemerintah Kota Tegal dalam menerapkan kebijakan ini

Pola data yang didapat dari PT DASA BUSANA SAKTI adalah pola data musiman dengan kecendrungan linier/trend, dilihat dari penghitungan error data peramalan terkecil, sehingga