• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Guru terhadap Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi pada Siswa i di SMP Negeri 1, 2, dan 3 Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Guru terhadap Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi pada Siswa i di SMP Negeri 1, 2, dan 3 Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena merupakan masa transisi yang sifatnya masih labil dan mempunyai keunikan sehingga bertindak tanpa bisa diperkirakan. Dari sifat remaja tersebut, sekarang ini banyak kejadian baik dalam lingkungan sehari-hari ataupun melalui media masa, terdapat siswa (remaja) yang bertingkah laku tidak sewajarnya atau penyimpangan perilaku dan tidak sesuai dengan perkembangan mereka, serta kaidah keagamaan seperti dorongan seks yang kuat sehingga mengharuskan mereka untuk memperkosa, seks bebas atas dasar suka sama suka dan berganti-ganti pasangan yang dapat berujung pada penyakit menular seksual (HIV/AIDS), kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi, onani, mengkonsumsi obat-obat terlarang, merokok, mengkoleksi VCD porno, majalah porno dan lain sebagainya (Desyolmita dan Firman, 2013).

(2)

Permasalahan ini menjadi tanggung jawab bersama dan merupakan kewajiban negara untuk bisa menciptakan remaja yang sehat dan cerdas karena remaja yang sehat merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap bangsa untuk kelangsungan pembangunan dimasa mendatang, oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan yang dimulai dari preventif yaitu dengan pembekalan pendidikan kesehatan khusunya tentang kesehatan reproduksi (Depkes RI, 2009).

Analisa situasi atau area yang banyak mempunyai faktor pendukung dan faktor risiko sehingga mengharuskan remaja untuk bertingkah laku tidak wajar karena lingkungan sosial dan lingkungan keluarga, yang terdiri dari lima aspek utama yang dapat menentukan perilaku dan dapat menghasilkan suatu dampak bagi kesehatan remaja yaitu: (1) hubungan dengan keluarga dan orang lain yang tidak harmonis, (2) media dan sarana hiburan seperti televisi dan internet yang menyediakan program yang dapat mengancam perilaku yang tidak sehat dan sangat mudah untuk diakses (3) praktek yang berlaku tidak sesuai dengan kultur dan norma sosial, (4) ketersediaan kesempatan dan komoditi, (5) masih lemahnya kebijakan dan landasan hukum yang diterapkan (Depkes RI, 2005).

(3)

menikah yang banyak terdapat didaerah pedesaan daripada dikota. Saat ini populasi Indonesia diklasifikasikan kedalam “muda” demografis dan populasi kaum muda kemungkinan dapat berkurang 5% ditahun 2025 (Gordon & Crown, 2008) sedangkan data jumlah populasi remaja berumur 10-24 tahun di Aceh yaitu sebanyak 32%.

Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) Aceh tahun 2013 dari tahun ketahun jumlah remaja terus mengalami peningkatan. Tahun 2012 penduduk remaja berumur 10-24 tahun berjumlah 1412 ribu jiwa, sedangkan tahun 2013 berjumlah 1434,6 ribu jiwa.

Departemen kesehatan RI tahun 2010 menyebutkan, dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54% adalah remaja. Berdasarkan hasil survei Komnas Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2010 terungkap sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU yang disurvei mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Sebanyak 62,7% anak SMP yang diteliti mengaku sudah tidak perawan, 21,2% remaja SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi dan 97% pelajar SMP dan SMA yang disurvei mengaku suka menonton film porno (Desyolmita dan Firman, 2013).

(4)

Pada saat ini orang tua dan guru harus bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual karena merusak kesehatan reproduksi remaja. Seiring dengan perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada remaja ditingkatkan agar remaja mengerti cara menjaga kesehatan reproduksi dengan baik (Desyolmita dan Firman, 2013).

Berdasarkan problematika yang dialami remaja, khususnya yang terkait dengan penyimpangan perilaku yang timbul dari faktor internal dan eksternal ini harus dicegah. Ketidakmampuan remaja untuk mengendalikan daya eksploratif dari rasa keingintahuan (curiousity) dan rentannya daya selektivitas (screening) terhadap pengaruh luar secara gradual maupun instan membawa kepada penyimpangan perilaku remaja, sehingga remaja harus dibekali dengan pendidikan kesehatan reproduksi dan didukung oleh orang-orang terdekat yang dianggap mampu untuk memberikan pengetahuan yang benar seperti guru (Depkes RI, 2005).

Guru menurut UU No. 14 tahun 2005 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

(5)

perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Dengan adanya pemahaman ini, remaja diharapkan tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak diinginkan (Gordon dan Crown, 2008).

Sampai saat ini, program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) masih menimbulkan kontroversi di kalangan pendidik. Beberapa sekolah telah berinisiatif untuk memberikan pendidikan KRR sebagai bagian integratif melalui pembelajaran kesehatan reproduksi yang merupakan suatu kolaborasi beberapa ranah terkait seperti guru IPA, guru Agama, guru Bimbingan Konseling dan guru Penjaskes. Kesehatan reproduksi tidak tercantum dalam ruang lingkup kesehatan, tetapi tercakup dalam kompetensi dasar penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian dijabarkan dalam beberapa indikator terkait dengan kesehatan reproduksi. Namun terdapat juga beberapa sekolah yang menolak mengakomodasi pendidikan KRR dalam kegiatan belajar mengajar (Pertiwi, 2013).

(6)

reproduksi sama dengan membuka aib orang tua karena membahas tentang hubungan seksual dan ini sangat bertentangan dengan kaidah agama islam dan sosial kultural budaya Aceh, serta terdapat beberapa guru yang keluar bahkan ada yang langsung pulang sebelum acara berakhir karena malu dengan pemaparan materi yang mereka anggap terlalu vulgar namun ada juga guru yang mendukung dan berfikir positif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Julia Veronica, mahasiswa Pascasarjana FKM USU tahun 2009 dengan hasil analisa menunjukkan bahwa 31,0% guru memiliki pengetahuan kurang tentang kesehatan reproduksi, 36,2% berpengetahuan sedang dan yang berpengetahuan baik hanya 32,8%. Terkait dengan hasil penelitian ini, harusnya guru yang berperan dalam pemberian materi yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi diberikan pembekalan ilmu yang mendalam seperti diadakannya pelatihan guru atau seminar-seminar sehingga lebih memperkuat pengetahuan guru dan lebih mudah untuk diaplikasikan pada proses belajar mengajar.

(7)

seks bisa lebih terarah dan tidak mengarah kepada tindakan negatif (Republika, 2010).

Beragam informasi yang dapat diperoleh oleh remaja dan harus diantisipasi sehingga remaja memperoleh informasi yang benar. Hal ini terbukti pada Negara-negara yang masih mentabukan pendidikan seks, memiliki angka aborsi yang tinggi. Di Indonesia saja sekitar 2,3 juta hingga 2,6 juta jiwa per tahunnya dan 30 persen dilakukan oleh remaja. Di tahun 1970-1980 sekitar 5 persen remaja melakukan seks bebas di luar nikah. Di tahun 1990, naik menjadi 18-20 persen, tahun 2000 naik lagi menjadi 20-25 persen, dan di tahun 2010 nyaris 50 persen (Andika, A 2009). Angka diatas sangat memprihatinkan di negeri yang cukup menjunjung tinggi nilai moral sehubungan dengan perilaku remaja, sehingga diharapkan guru mempunyai perilaku positif untuk tercapainya tujuan dari pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja.

(8)

Dorongan merupakan rangsangan yang sangat kuat tarhadap organisme (manusia) atau kejadian untuk bertingkah laku sebelum terjadinya motivasi. Stimulus-stimulus yang sangat kuat umumnya bersifat dorongan. Sedangkan motivasi merupakan suatu tindakan yang timbul dari adanya dorongan atau penggerak, sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Keempat hal ini saling berkaitan dan berhubungan antara satu dengan yang lain untuk terbentuknya suatu perilaku yang sesuai dengan apa yang diharapkan dari awal mendapatkan stimulus (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor Yang Memengaruhi Perilaku Guru Terhadap Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi Pada Siswa/i Di SMP Negeri I, 2 dan 3 Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014”.

Penelitian ini penting untuk dilakukan, agar dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam mengubah persepsi guru saat ini tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Jika persepsinya positif, diharapkan pendidikan kesehatan dapat dijalankan disetiap sekolah sesuai dengan pembahasan dalam kurikulum pendidikan kesehatan yang diharapkan oleh pemerintah.

1.2. Perumusan Masalah

(9)

siswa/i di SMP Negeri I, 2 dan 3 Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Faktor-faktor Yang Memengaruhi Perilaku Guru Terhadap Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi Pada Siswa/i Di SMP Negeri 1, 2 dan 3 Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh antara Perilaku Guru Terhadap Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi Pada Siswa/i di SMP Negeri I, 2 dan 3 Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Besar untuk dapat menjalankan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tentang pendidikan Kesehatan khususnya kesehatan reproduksi kepada seluruh peserta didik atau remaja dilingkup Aceh Besar.

Referensi

Dokumen terkait

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara banj dan pihka lain yang dibiayai untuk mengembalikan

Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan

[r]

Mengingat dunia informasi dan komunikasi cukup penting, maka penulis menyajikan sebuah penulisan mengenai Website Handphone AD Cellular dengan Menggunakan XML yang memudahkan user

Takalar pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air terhadap data-data yang telah disampaikan pada formulir isian kualifikasi dan lampiran surat penawaran, oleh karena itu

Gordon (1997), mengatakan bahwa hubungan guru dan murid dikatakan baik bila mempunyai: 1) keterbukaan dan transparan, 2) penuh perhatian, 3) saling ketergantungan

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara burnout dengan

Kegiatan praktik kerja lapangan di Koperasi Pegawai Negeri Mina Utama,. praktikan ditempatkan pada unit simpan