• Tidak ada hasil yang ditemukan

E Commerce di Singapura dan Indonesia Se

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "E Commerce di Singapura dan Indonesia Se"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

E-Commerce

di Singapura dan Indonesia:

Sebuah Perbandingan Kebijakan

Ulya Amaliya

*

Abstract

New media is the terms that refer to products and services which provide

information/entertainment using computers or the internet. Emergence of new media is

also encouraging the other activity that usually people do in conventional way into cyber

world. Doing business is one of it example. Electronic commerce, or also known as

e-commerce is trading method using internet. Nowadays, e-e-commerce has become a trend

in the world. Comprehensive regulation is needed to manage that activity. This paper

will try to describe comparative public policy about e-

commerce in two ‚SE‚N s

country, Singapore and Indonesia. We will see the differences about e-commerce

development in b

oth country, and concerned with government s role as decision maker

in that two countries.

Keywords: new media, e-commerce, public policy

Pendahuluan

Latar Belakang

New media merupakan istilah yang lekat dengan kemunculan sarana-sarana

komunikasi melalui dunia maya. Kamus Cambridge mendefinisikan new media sebagai

produk dan jasa yang menyediakan informasi atau hiburan menggunakan

komputer/internet.1 Kehadiran komputer dan internet sebagai media baru begitu

1

New Media (plural noun), definition:

(2)

memudahkan publik dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Pemanfaatan

new media oleh masyarakat pun kian beragam, salah satunya ialah untuk melakukan

transaksi jual-beli. Sistem tersebut dinamakan perdagangan elektronik, atau

electronic-commerce (e-commerce). Karakteristik new media yang menjanjikan akses tanpa batas,

cepat dan interaktif memudahkan konsumen dalam memperoleh suatu produk sesuai

keinginan. Peluang ini dimanfaatkan oleh para produsen dan distributor untuk

memasarkan suatu produk secara online.

Perkembangan new media dalam satu dekade terakhir mengalami kemajuan di

seluruh dunia. Seiring pesatnya penggunaan new media, praktek e-commerce pun

semakin meningkat. Hal ini memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ekonomi

negara-negara, baik makro maupun mikro. Untuk menunjangnya, diperlukan sebuah

perangkat yang mengatur masalah pemanfaatan teknologi informasi dalam perniagaan

secara lebih mendalam. Komisi Perdagangan Internasional PBB telah merumuskan

suatu model kebijakan mengenai e-commerce yang kemudian diratifikasi oleh segenap

negara anggotanya2. Trend perdagangan melalui media elektronik pun turut masuk ke

dalam pembahasan pada lingkup regional. Pada November 1999, organisasi kawasan

Asia Tenggara menyepakati e-ASEAN Task Force3, yakni sebuah badan pengawas yang

(Cambridge Advanced Learner's Dictionary, Definition of New Media Plural Noun from the Cambridge Advanced Learner's Dictionary (online), <http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/new-media>, 18 Juni 2011)

2 PBB memiliki Konvensi PBB untuk Penggunaan Komunikasi Elektronik dalam Kontrak Internasional

(United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts), yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 23 November 2005.

(Info-communications Development Authority of Singapore, Electronic Transactions Act (online), 1 Desember 2010, <http://www.ida.gov.sg/Policies%20and%20Regulation/20060420164343.aspx>, 19 Juni 2011.)

3

(3)

terdiri atas perwakilan pihak pemerintah dan swasta dari sepuluh negara anggota.

Diantara tujuan dibentuknya e-ASEAN Task Force tersebut ialah untuk mendukung

kemunculan e-commerce berupa usaha dot-com, dan proyek-proyek yang menopangnya,

seperti e-enterpreneurship seminar, ASEAN School Network, jaringan perdagangan

regional, portal ASEAN World Master, serta program pertukaran bisnis/industri

(Orbeta, 2002:133).

Negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan

Indonesia telah memiliki formulasi kebijakan tersendiri yang mengatur transaksi

melalui media elektronik. Diantara negara-negara tersebut, Singapura sebagai negara

maju di Asia Tenggara memiliki visi untuk menjadi Pusat E-commerce Internasional

(International Electronic Commerce Hub), yakni negara dimana seluruh transaksi

perdagangan elektronik regional maupun internasional diproses. Tak heran bahwa

Singapura memiliki perangkat regulasi mengenai kegiatan e-commerce yang lengkap

dan memadai. Sementara itu, dengan bekal 237 juta penduduknya, Indonesia menjadi

negara Asia Tenggara yang diproyeksi memiliki prospekmenjanjikan dalam bidang

e-commerce. Salah satu indikatornya ialah melalui belanja iklan di internet yang

pertumbuhannya mencapai 200% dari tahun ke tahunnya.4 Sayangnya, aturan

mengenai e-commerce di Indonesia belum selengkap dan sememadai Singapura.

New media merupakan hal yang tengah mengemuka. Penggunaannya sebagai

sarana informasi dan komunikasi dimanfaatkan pula oleh para pebisnis sebagai sarana

baru dalam ranah perdagangan melalui e-commerce. Perbandingan kebijakan dua negara

Asia Tenggara, yakni Indonesia dan Singapura dalam menangani masalah publik

terkait interaksi dalam praktek e-commerce merupakan hal menarik untuk dikaji secara (A. C. Or eta J‘, E-Co er e i Southeast Asia: A ‘e ie of De elop e ts, Challe ges, a d Issues , i C. S. Yue and J. J. Lim (ed.), Information Technology in Asia: New Development Paradigm, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2002, p.133.)

4

Pada tahun 2008, jumlah belanja iklan di internet Rp 100 miliar; tahun 2010 menjadi Rp 400 miliar; dan pada pertengahan 2011 telah mencapai Rp 800 miliar.

(4)

lebih mendalam. Tiga tahapan perbandingan kebijakan yang dikemukakan Richard

Rose dalam buku Learning from Comparative Public Policy: A Practical Guide, yakni Getting

Started-Venturing Abroad-Returning Home akan coba diterapkan dalam paper ini. Getting

Started, dengan terlebih dahulu memahami apa itu new media dan e-commerce melalui

landasan konseptual, kemudian Venturing Abroad, melalui penjelasan mengenai visi

Singapura sebagai Pusat E-Commerce Internasional dan Returning Home, mencoba

melihat permasalahan seputar E-Commerce di Indonesia.

Rumusan Masalah

Kebijakan mengenai e-commerce menjadi penting bagi suatu negara, seiring

pesatnya penggunaan new media sebagai sarana perdagangan. Atas dasar hal tersebut,

paper ini akan mencoba menjawab pertanyaan: Bagaimana perbandingan kebijakan

mengenai e-commerce di Singapura dan Indonesia?

Landasan Konseptual

New Media

New media merupakan konsep baru dalam bidang komunikasi. Namun,

menurut Iowa State University for New Media, penggunaan frase ini ternyata telah

digunakan sejak tahun 1970-an oleh para peneliti bidang sosial, psikologi, ekonomi,

politik serta budaya untuk mendefinisikan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi

informasi dan komunikasi. Sejak kemunculan CD-ROM dan internet di era 1990-an,

pemaknaan new media berkembang dari makna awalnya. Hingga kini, terdapat

perbedaan dalam menginterpretasikan new media.

Webopedia merumuskan new media sebagai istilah umum untuk berbagai

perbedaan bentuk komunikasi elektronik yang menggunakan teknologi komputer.

(5)

majalah. Webopedia mengklasifikasikan bentuk-bentuk new media, yakni: a.)Web sites;

b.)Streaming audio dan video; c.)Chat rooms; d.)E-mail; d.)Komunitas online; f.)Web

advertising; g.)DVD dan CD-ROM media; h.)Virtual reality environments; i.)Integrasi data

digital data dengan telepon, seperti Internet telephony; j.)Kamera digital; dan k.)Mobile

computing. Penggunaan new media secara tidak langsung merujuk pada data komunikasi

yang berlangsung antara komputer-komputer desktop maupun laptop serta komputer

genggam seperti PDA, dan media yang berasal dari CD maupun floppy disks.5

Sedangkan PC Magazine Encyclopedia memiliki dua definisi mengenai new media:

(1). The forms of communicating in the digital world, which includes publishing on

CDs, DVDs and, most significantly, over the Internet. It implies that the user obtains

the material via desktop and laptop computers, smart phones and tablets. Every company

in the developed world is involved with new media. Contrast with old media.

(2). The concept that new methods of communicating in the digital world allow smaller

groups of people to congregate online and share, sell and swap goods and information. It

also allows more people to have a voice in their community and in the world in general.

Pada intinya, frase new media erat kaitannya dengan perkembangan teknologi

informasi. Konsep new media yang digunakan dalam paper ini lebih merujuk pada

kemunculan inter-connection networks sebagai sebuah media baru. Kehadiran internet

membawa dunia memasuki era digital. Interaksi yang biasa dilakukan secara

konvensional di dunia nyata, seperti interaksi dalam kegiatan perdagangan, kini dapat

dilakukan di dunia maya.

5

(6)

Electronic Commerce

Electronic commerce (e-commerce) merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan

dengan menggunakan new media. Sistem ini telah mengubah cara konsumen dalam

memperoleh suatu produk yang diinginkannya. Menurut M. Pattinson , There are

several features, which distinguish electronic commerce from business conducted by traditional

means. In particular: electronic commerce establishes a global market-place, where traditional

geographic boundaries are not ignored, they are quite simply irrelevant… (Mansur&Gultom,

2005:145).

Pada dasarnya transaksi dalam e-commerce dikelompokkan menjadi dua bagian

besar, yaitu: business to business/b to b, dan business to consumer/b to c (Maghfirah, 2004:3).

Praktek b to b dilaksanakan antar sesama pelaku bisnis, sedangkan b to c berlangsung

antara pebisnis dengan konsumennya. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

e-commerce ini ialah perlunya suatu kebijkan yang tidak hanya berorientasi pada aspek

keamanan, kepastian dan kenyamanan konsumen dalam bertransaksi, tetapi juga

mampu menghilangkan berbagai hambatan dalam perdagangan (Mansur&Gultom,

2005:147).

Perdagangan berdampak positif terhadap perekonomian suatu negara.

Karenanya optimalisasi peran new media dalam bisnis harus ditunjang dengan

pembentukan, formulasi dan implementasi kebijakan yang tepat oleh segenap pihak

yang terlibat di dalamnya.

Pembahasan

Visi Singapura sebagai Pusat E-Commerce Internasional

Wacana mengenai new media hadir sejak kemunculan komputer di tahun

1980-an. Namun, istilah new media mulai marak sejak publik mengenal internet dan

(7)

new media. Singapura termasuk negara yang tanggap dengan perkembangan media

baru tersebut. Menjadi pusat e-commerce internasional merupakan salah satu tujuan

yang harus dicapai demi mewujudkan gol besar Singapura sebagai pusat produksi dan

penggunaan IT global. Visi ini tidak dicanangkan secara serta merta. Singapura telah

merancang strategi bahkan sejak kemunculan awal new media di tahun 1980.

Pelaksanaannya terbagi atas empat fase. Fase awal di tahun 1980-1985, dengan terlebih

dahulu mewujudkan sistem pemerintahan yang terkomputerisasi. Fase kedua

dilaksanakan tahun 1986-1990, dengan mengupayakan agar komputerisasi dan

kemudahan akses informasi dapat dinikmati masyarakat nasional sehingga di fase ketiga

sepanjang 1990- 999, Singapura dapat menjadi Intelligent Island dan pusat IT.

Memasuki tahun 2000, Singapura mencapai fase keempat dengan membangun negaranya

menjadi Pusat IT Global.

Singapura melakukan upaya yang begitu luar biasa dalam melaksanakan

strateginya. Pelaksanaan tersebut dimulai dengan menerapkan pemanfaatan teknologi

informasi (IT) dalam industri, pemerintahan dan universitas-universitas (Heng,

2002:147-148). Di fase ketiga, Singapura mulai merancang formulasi kebijakan yang

mengatur pemanfaatan new media. Tahun 1993, kebijakan Computer Misuse Act (CMA)

dimasukkan ke dalam BAB 50 A Konstitusi Singapura. CMA merupakan adopsi

kebijakan dari undang-undang Inggris tahun 1990 mengenai penyalahgunaan dalam

penggunaan komputer. Undang-undang ini telah direvisi setidaknya sebanyak empat

kali, dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2005 silam.

Sementara itu, kebijakan yang secara khusus menyangkut kegiatan

perdagangan melalui media elektronik telah mulai diperkenalkan tahun 1996 melalui

E-Commerce Hotbed Program (Wong, 2003:26). Aturan resmi yang pertama mengenai

e-commerce di Singapura tersebut berisi tentang infrastruktur dalam mengembangkan

e-commerce baik secara perangkat hukum maupun secara teknis. Pada tahun 1998, aturan

(8)

Commerce Master Plan. Visi Singapura sebagai Pusat E-Commerce Internasional mulai

dicanangkan dalam Master Plan tersebut. Rencana perwujudannya diupayakan dengan

membangun kekuatan dalam perdagangan internasional, jasa keuangan internasional,

serta infrastruktur telekomunikasi dan transportasi. Master Plan tersebut juga bertujuan

untuk menciptakan e-commerce sebagai sebuah industri jasa dengan cara menarik

investasi asing dalam kegiatan e-commerce, mempercepat jasa pengiriman elektronik

sebagai salah satu pelayanan publik, mendorong perusahaan-perusahaan untuk

menggunakan jasa e-commerce, serta mengharmonisasi hukum dan kebijakan-kebijakan

mengenai e-commerce.

Hukum dan kebijakan yang terkait e-commerce menjadi tanggung jawab Badan

Komputer Nasional (National Computer Board/NCB) yang berada dibawah naungan

Kementerian Perdagangan dan Industri (Ministry of Trade and Industri/MTI) Singapura.

NCB didirikan tahun 1981, mengiringi strategi yang dibuat Singapura dalam

penguasaan IT tahun 1980. Pada tahun 1999, NCB digabungkan dengan Otoritas

Telekomunikasi Singapura (Telecommunication Authority of Singapore/TAS) yang

didirikan pada tahun 1992 sebagai penyedia jasa layanan telepon di Singapura (Daniel,

2002:2). Proses merger kedua badan tersebut melahirkan Otoritas Pembangunan

Info-komunikasi (Info-communications Development Authority/IDA) dibawah naungan

Kementerian Komunikasi dan IT (Ministry of Communications and IT/MCIT) (Daniel,

2002:4). Di tahun 2001, MCIT diperluas jangkauan tanggung jawabnya untuk mengatur

dunia penyiaran dan konten-konten di internet, sehingga namanya berubah menjadi

Kementerian Informasi, Komunikasi dan Seni (Ministry of Information, Communications,

and the Arts/MITA).

UU Transaksi Elektronik, Hak Kekayaan Intelektual, Aturan mengenai Alat

Bukti Transaksi, Pengaturan atas Konten-Konten dalam New Media, Persoalan Pajak,

serta Prosedur Ekspor dan Impor merupakan aturan dasar dan

(9)

Elektronik Singapura, yakni Electronic Transaction Act disahkan pada 10 Juli 1998. UU

tersebut bertujuan untuk mengatur segala bentuk fasilitas komunikasi elektronik.

Pengakuan atas Hak Kekayaan Intelektual mulai berlaku di Singapura setelah negara

tersebut menyetujui Konvensi Berne untuk Perlindungan terhadap Karya Sastra dan

Seni pada September 1998. Selanjutnya, masalah hak cipta diatur dalam Copyright Act

tahun 1999. Pada tahun 1997 dilakukan amandemen terhadap Evidence Act, yang turut

mengatur alat bukti dalam transaksi elektronik. Pemerintah juga mengeluarkan

semcam lisensi dan kode etik yang mengatur konten-konten dalam media elektronik,

seperti SBA (Class License) Notification yang dikeluarkan pada 15 Juli 1996 dan SBA

Internet Code of Practice yang mulai berlaku pada 1 November 1997. Masalah pajak

dalam kegiatan e-commerce turut diatur oleh Otoritas Perpajakan Dalam Negeri

Singapura (Inland Revenue Authority of Singapore/IRAS)6 sedangkan urusan ekspor dan

impor ditangani oleh Badan Kemajuan Perdagangan (Trade Development Board/TDB)7

Singapura.

Perkembangan E-Commerce di Indonesia

Di Indonesia, fenomena e-commerce dikenal sejak tahun 1996 melalui

kemunculan http://www.sanur.com. Situs tersebut merupakan toko buku online

pertama di Indonesia (Mansur & Gultom, 2005:144). Kemudian, beberapa layanan

e-commerce pun mulai bermunculan. Situs seperti astaga.com, mandirionline.com dan

satunet.com sempat populer. Namun, krisis moneter yang menimpa Indonesia sekitar

tahun 1998 memperburuk kemajuan bisnis e-commerce.

6 Keterangan lebih lanjut mengenai pajak dalam

e-commerce di Singapura dapat dilihat dalap panduan e-tax di http://www.iras.gov.sg/irashome/etaxguides.aspx.

7

(10)

Belakangan ini, perkembangan e-commerce kembali menyita perhatian. Karena

tingkat kunjungannya yang tinggi, jejaring sosial menjadi salah satu basis utama

kegiatan e-commerce di Indonesia. Masyarakat Indonesia menjadikan jejaring sosial

seperti facebook dan twitter untuk memasarkan produk. Lebih dari separuh anggota

kaskus.com yang berjumlah 3.047.0398 memanfaatkan jejaring komunitas tersebut

untuk berjual-beli. Maka, selain situs-situs yang murni menyediakan layanan

e-commerce seperti plasa.com, tokobagus.com atau tokopedia.com, beberapa situs

penyedia layanan e-commerce pada akhirnya menggabungkan konsep perdagangan

online dengan sistem jejaring sosial. Misalnya toko buku online bukukita.com, tidak

hanya menjual buku tapi juga memfasilitasi para membernya untuk melakukan

pertemuan secara langsung. Beberapa layanan e-commerce menyisipkan variasi konten

lain disamping penawaran produk, sperti krazymarket.com yang juga menampilkan

berita-berita dalam situsnya. Hingga pada tahun 2011 ini, menurut survei yang

dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebanyak 24% penduduk

Indonesia melakukan pembelian melalui e-commerce.9

Volume perdagangan melalui media elektronik di Indonesia yang kian

meningkat bukannya tanpa kendala. Beberapa permasalahan, seperti ketimpangan

akses internet di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa, infrastruktur jaringan kabel dan

nirkabel yang kurang memadai, merupakan kendala teknis dalam bisnis melalui

e-commerce. Secara umum, terdapat lima faktor lain yang menghambat keberlangsungan

kegiatan e-commerce di Indonesia selain akses dan infrastuktur, yaitu kesadaran

masyarakat, keamanan dalam bertransaksi, keterbatasan fasilitas internet banking,

budaya atau kebiasaan di Indonesia yang belum terbiasa dengan pemanfaatan new

8

Jumlah tersebut merupakan data per 15 Juni 2011, sumber data: N. M. Pambudy, Bisnis di Internet: Masih Hijau tetapi Semakin Mantap, Kompas, 17 Juni 2011, p.33

9

Sumber data: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2011; Jumlah responden: 1.280 perusahaan; Kota: Jakarta, Surabaya, Padang, Manado, Makassar, Yogyakarta, Pontianak, Ambon, Mataram, Samarinda, Batam, Denpasar, Medan, Bandung, Jayapura dan Semarang.

(11)

media dalam bidang perdagangan, serta hambatan dari pihak penyedia e-commerce yang

tidak sepenuhnya memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya (Onti-Rug, 2008).

Hambatan-hambatan tersebut seyogyanya dapat diatur melalui sebuah

perangkat kebijakan yang memadai. Sementara belum ada kebijakan yang membahas

secara komprehensif mengenai e-commerce di Indonesia, beberapa aturan umum terkait

perdagangan dan pemanfaatan teknologi informasi dapat dijadikan pegangan bagi

warga Indonesia dalam menjalankan e-commerce. Misalnya UU No.8 Tahun 1997

tentang Dokumen Perusahaan yang sedikit menyinggung tentang pembuktian data

elektronik, UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No.19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta, serta beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

dan Perdata. Dalam KUH Pidana, pasal 362 KUHP dapat digunakan untuk menjerat

pelaku carding, yakni pencurian nomor kartu kredit untuk melakukan transaksi

e-commerce. Selain itu, pasal 378 KUHP juga dapat diberlakukan untuk pelaku penipuan

dalam kegiatan e-commerce, misalnya untuk pihak yang memajang iklan di website

sehingga memancing pengunjung untuk membeli barang tersebut dan mentransfer

sejumlah uang namun pada kenyataannya barang yang dipesan tidak kunjung datang.

Sedangkan dalam KUH Perdata, terdapat pasal 1233 KUH Perdata mengenai ikatan

perjanjian yang dapat digunakan dalam perjanjian jual-beli dan pasal 1338 KUH

Perdata yang menyatakan hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan

berkontrak sehingga keabsahan perjanjian dagang yang dikembalikan lagi kepada

segenap pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

Sesungguhnya, kegiatan e-commerce dan jual-beli konvensional memiliki

karakteristik yang jauh berbeda sehingga aturan yang komprehensif mengenai

e-commerce di Indonesia mutlak diperlukan. Undang-undang yang ada saat ini belum ada

yang mengatur secara spesifik mengenai aturan dasar dan infrastruktur-infrastruktur

teknis yang mendukung keamanan dan realisasi e-commerce di Indonesia. Kehadiran

(12)

diharapkan mampu menjawab segenap permasalahan publik terkait perkembangan IT

di Indonesia. Dalam Bab V UU tersebut, transaksi elektronik dibahas secara khusus,

yakni dari pasal 17-pasal 22. Namun pada kenyataannya UU tersebut belum memadai

untuk dijadikan payung hukum dalam kegiatan-kegiatan transaksi elektronik, terutama

e-commerce.

Rencana mengenai pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di

Indonesia masuk ke dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan pemerintah Indonesia di tahun 2011 ini.

Tanggung jawab atas hukum dan kebijakan mengenai teknologi informasi dan

komunikasi berada di bawah naungan Departemen Komunikasi dan Informasi. Namun

hingga kini, badan yang secara khusus menangani masalah seputar kegiatan e-commerce

di Indonesia belum terbentuk.

Perbandingan Kebijakan mengenai E-Commerce di Singapura dan Indonesia

Singapura telah memiliki visi untuk menjadi Pusat E-Commerce Internasional

sejak tahun 1998 melalui E-Commerce Master Plan. Visi tersebut merupakan fase

keempat yang tercantum dalam strategi yang dibuat Singapura untuk mengembangkan

teknologi informasi dan komunikasi pada tahun 1980. Sedangkan pengembangan

teknologi informasi dan komunikasi Indonesia baru disinggung dalam Master Plan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang

dicanangkan pada tahun 2011.

Menurut Heidenheimer, Perbandingan kebijakan publik adalah studi tentang

bagaimana dan mengapa pemerintah yang berbeda melakukan atau tidak melakukan

suatu tindakan dan apa efeknya .10 Dalam perbandingan kebijakan publik mengenai e-

10

(13)

Box 1.

- Develop government users and initials IT professional - Develop public applications

- Develop initial base for local production (through MNCs)

Phase II: 1986-1990

National computerization and information of society

- Develop national plan

- Develop common business application - Develop skilled IT workface and business users - Consultation for SMEs

- Develop production capabilities for local use - Develop global plan

- Develop IT entrepreneurs, advanced users, and professional - Develop strategic IT applications, e. g. TradeNet and PortNet - Develop networked communities

- Develop export capabilities in IT

Phase III: 1991-1999

Intelligent Island Vision and IT Hub

- Develop advanced NII

- Creation of Singapore ONE to provide a wide range of new infrastructure services, linking government, business, and the people

Phase IV: from 2000

- Infocomm 21 - Use of the internet

- E-Commerce

- Global Perspectives: cyberlaws, international standards, etc

Sumber: T. M. He g, Si gapore as a ‘egio al I for atio Te h ology Hu , i C. S.

(14)

commerce di Singapura dan Indonesia, bagaimana dan mengapa pemerintah Singapura

mempersiapkan perangkat kebijakan yang demikian matang mengenai e-commerce,

atau bagaimana dan mengapa pemerintah Indonesia belum membuat kebijakan yang

lengkap dan memadai layaknya di Singapura akan coba dianalisis melalui pendekatan

sosial-ekonomi.

Singapura merupakan negara kaya dan maju di Asia Tenggara. Negara tersebut

memiliki keunggulan di bidang transportasi, pendidikan, dan keuangan. Keunggulan

di bidang sosial-ekonomi tersebut menjadi modal bagi Singapura untuk turut unggul di

bidang teknologi, termasuk dalam pemanfaatan new media sebagai sarana perdagangan.

Kesiapan Singapura atas kebijakan-kebijakan mengenai e-commerce juga didukung

dengan kesiapan infrastruktur yang dimiliki oleh negara tersebut.

Tabel 1.

Peringkat Infrastruktur Transportasi menurut Global Competitiveness tahun 2000 Ranking of transportation infrastructure in the Global Competitiveness Report 2000

Country Overall Infrastructure Telecomsa

Singapore 1 10

Indonesia 42 38

Note: From World Economic Forum (2000). Total number of countries covered=59

a Average of ranking forcapacity and reliability of telephone lines, and

cost of direct-dial international telephone services.

Berbeda halnya dengan Indonesia. Dari sisi sosial, Indonesia sebelum reformasi

merupakan negara demokrasi semu. Pemerintah Indonesia bertindak otoriter. Akses

informasi bagi masyarakat luas begitu sulit dan terbatas. Karenanya, pada masa itu

perkembangan new media tidak terdengar gaungnya di Indonesia. Reformasi 1998 Sumber: P. K. Wong, Global and National Factors Affecting E-Commerce Diffusion in Singapore, Taylor

and Francais Group, Singapura, 2003, p. 22,

(15)

Sumber: P. K. Wong, Global and National Factors Affecting E-Commerce Diffusion in Singapore, Taylor and Francais Group, Singapura, 2003, p. 24,

<http://www.mbarika.theictacademy.org/fliers/MGMT400Notes/ecommerce-singapore.pdf>, 20 Juni 2011.

akhirnya membuka pintu kebebasan berekspresi dan keterbukaan informasi.

Sayangnya, bersamaan dengan jatuhnya rezim diktatorial, krisis moneter melanda

Indonesia. Begitu banyak hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah Indonesia terutama

dalam hal ekonomi, sehingga masalah perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi tidak masuk ke dalam prioritas agenda kebijakan.

Tabel 2.

Indikator Infrastruktur Internet, antara Singapura dengan Indonesia

Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap perkembangan new media dan

pemanfaatannya baru terlihat belakangan ini. Perubahan sikap tersebut didorong oleh

kian banyaknya masyarakat Indonesia yang menjadi pengguna layanan internet, dan

kemudian memanfaatkannya untuk berbagai hal seperti perdagangan.

Layanan-layanan e-commerce yang didirikan pihak swasta bermunculan. New media menjadi

konsumsi publik, namun aturan main mengenai penggunaannya belum memadai

sehingga menimbulkan permasalahan. Pembuatan UU mengenai Informasi dan

Transaksi Elektronik lebih didasarkan pada kebutuhan masyarakat ketimbang inisiatif

pemerintah.

Indicators of Internet Infrastructure, Singapore versus Indonesia

Country

a From International Telecommunication Union (2001).

(16)

Jika dorongan kebutuhan publik lebih berperan dalam pembuatan kebijakan di

Indonesia, kesiapan dan motivasi pemerintah untuk memajukan negara lebih terlihat

jelas sebagai faktor pendorong dikeluarkannya kebijakan mengenai e-commerce di

Singapura. Secara sosial, masyarakat Singapura terbiasa menaati aturan pemerintah,

yang meskipun otoriter namun serius dalam mengupayakan kesejahteraan ekonomi

penduduknya. Upaya untuk unggul di bidang teknologi dimulai di kalangan birokrasi.

Sistem pemerintahan yang terkomputerisasi diupayakan oleh pemerintah. Setelah itu,

barulah dibangun masyarakat yang melek teknologi.

Kebijakan di Indonesia merupakan bentuk dari peran serta masyarakat,

sedangkan kebijakan di Singapura merupakan produk elit. Maka, proses pembuatan

kebijakan di Indonesia dapat dimaknai sebagai model kebijakan pluralis sedangkan

kebijakan di Singapura digolongkan sebagai kebijakan yang bersifat elitis. Diluar model

kebijakan yang berlaku, perbandingan kebijakan mengenai e-commerce di Singapura dan

Indonesia dapat dilihat melalui faktor-faktor pendorong munculnya kebijakan. Secara

teori, kebijakan muncul akibat adanya masalah publik. Namun munculnya sebuah

kebijakan lebih disebabkan oleh adanya ketanggapan pemerintah dalam menyikapi

fenomena yang terjadi. Meski sebuah masalah publik tengah mengemuka, pemerintah

yang tidak tanggap tidak akan dapat merespon masalah (kemudian memasukkannya

ke dalam agenda kebijakan dan melakukan formulasi kebijakan).

Efek dari perbandingan kebijakan mengenai e-commerce di Singapura dan

Indonesia, tentu saja dapat dilihat dari pencapaian kedua negara tersebut dalam

pemanfaatan new media melalui layanan e-commerce. Indonesia jelas jauh tertinggal

dibanding Singapura. Berkat perencanaan dan tata aturan yang jelas, angka penjualan

melalui layanan e-commerce di Singapura mencapai 1,23% dari produk domestik bruto

di negara tersebut pada tahun 2000. Akan tersebut kian meningkat dari tahun ke

(17)

Bukannya tidak mungkin bagi Indonesia untuk turut menjadi pusat e-commerce

internasional. Partisipasi masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan new media harus

dipertahankan, sedangkan kepedulian pemerintah Indonesia sebagai pembuat

kebijakan perlu ditingkatkan.

Masih banyak variabel sosial-ekonomi lain yang mempengaruhi perbandingan

kebijakan e-commerce antara Singapura dan Indonesia. Faktor tersebut tidak hanya

berasal dari pemerintah. Masyarakat dan pemerintah saling mempengaruhi satu sama

lain. Misalnya, dalam hal ketersediaan fasilitas internet. Di satu sisi, pemerintah

Indonesia memang tidak serius dalam menangani masalah pemerataan akses informasi.

Namun taraf perekonomian dan pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah

sehingga tidak terlalu memperhatikan perkembangan new media. Meski jumlah

pengguna internet kian meningkat dan geliat kemajuan layanan e-commerce kian

terlihat, namun jumlahnya hanya sekian persen dari masyarakat kelas menengah di

Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah tidak terlalu hirau terhadap

masalah e-commerce di Indonesia.

Tabel 3.

Indikator Perkembangan E-Commerce, antara Singapura dengan Indonesia Indicators of e-commerce development, Singapore versus Indonesia

Country

a From Netcraft (http://www.netcraft.com). Strong encryption is defined

as having a key length greater than 40 bits.

b From IDC (2002

Sumber: P. K. Wong, Global and National Factors Affecting E-Commerce Diffusion in Singapore, Taylor and Francais Group, Singapura, 2003, p. 30,

(18)

Kesimpulan

Perkembangan new media menghadirkan sebuah cara baru dalam menjalankan

perdagangan, yakni e-commerce. Kegiatan e-commerce mulai dipraktekkan di

negara-negara dunia termasuk Singapura dan Indonesia. Namun, terdapat perbedaan atas

kebijakan yang diambil oleh kedua negara tersebut. Pemerintah Singapura jauh lebih

siap dalam segala hal dalam menangani masalah e-commerce karena telah memiliki

rencana strategi mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sejak tiga

dekade yang lalu. Sedangkan pemerintah Indonesia baru hirau akan pentingnya

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi baru-baru ini.

Perbandingan kebijakan publik adalah studi tentang bagaimana dan mengapa

pemerintah yang berbeda melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan dan apa

efeknya. Apabila dibandingkan, keputusan pemerintah Singapura untuk membuat

perencanaan yang matang mengenai pemanfaatan teknologi sejak tahun 1980-an

dengan keputusan pemerintah Indonesia yang baru mengesahkan UU Informasi dan

Transaksi Elektronik di tahun 2008 erat kaitannya dengan faktor sosial-ekonomi.

Faktor-faktor terssebut akhirnya mempengaruhi ketanggapan pemerintah untuk

menyediakan suatu regulasi yang tepat mengenai suatu masalah publik. Efeknya,

negara yang merencanakan dan mencanangkan kebijakan dengan lengkap dan

memadai akan jauh lebih unggul ketimbang suatu negara yang para pemerintahnya

tidak tanggap terhadap kewajibannya sebagai pembuat kebijakan.

Kebijakan publik bukanlah sekedar formulasi atas jawaban sebuah masalah

publik. Lebih dari itu, kebijakan publik justru akan jauh lebih berdampak apabila

dirumuskan sebelum banyak masalah publik terkait suatu fenomena mengantri untuk

diselesaikan. Dalam hal ini, pemerintah dituntut untuk responsif terhadap sekitar.

Sebagaimana yang dikatakan Robert Eyestone, bahwa kebijakan publik pada dasarnya

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dunn, W. N., (2003), Public Policy Analysis: And Introduction 2nd Edition, edisi bahasa Indonesia Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, diterjemahkan oleh Samodra Wibawa, dkk, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mansur, D. M. A., dan E. Gultom, (2005), Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung: Refika Aditama.

Michael, E. J., (2006), Public Policy: The Competitive Framework, New York: Oxford.

Parsons,W., Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis, edisi bahasa Indonesia Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan,

diterjemahkan oleh Tri Wibowo Budi Santoso, Prenada Media, Jakarta, 2006.

Rose, R., (2005), Learning from Comparative Public Policy, New York: Routledge.

Winarno, B., (2007), Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media Pressindo.

Artikel dalam Buku

Heng, T. M., (2002), Singapore as a Regional Information Technology Hub , in C. S. Yue and J. J. Lim (ed.), Information Technology in Asia: New Development Paradigm,

Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Orbeta JR, ‚. C., , E-Commerce in Southeast Asia: A Review of Developments,

Challenges, and Issues , in C. S. Yue and J. J. Lim ed. , Information Technology in Asia: New Development Paradigm, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Artikel dalam jurnal, majalah atau surat kabar

Damayanti, D., (2011), Persaingan Media Online: Menuju Multiplatform dan

Konvergensi , Kompas, 17 Juni 2011, p.35.

DOT/H‚R/GUN/NMP, , Munculnya Pengusaha ‛isnis di Internet , Kompas, 17

(20)

Golose, P. R., (2008), Perkembangan Cybercrime dan Upaya Penanganannya di

Indonesia oleh Polri , Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2008, <http://www.4law.co.il/indo1.pdf>, 19 Juni 2011.

Pambudy, N. M., , Bisnis di Internet: Masih Hijau tetapi Semakin Mantap , Kompas, 17 Juni 2011, p.33.

Urbas, G., (2008), An Overview of Cybercrime Legislation and Cases in Singapore, Asian Law Institute Working Paper Series No.001, Australia, Desember 2008, p.1,

<http://law.nus.edu.sg/asli/pdf/WPS001.pdf>, 19 Juni 2011.

Internet

Daniel, S. K. B. (ed.), (2002), The Impact of the Regulatory Framework on E-Commerce in Singapore, Singapura: Singapore Academy of Law, p.2,

<http://www.lawnet.com.sg/legal/ln2/comm/PDF/The_impact_of_the_regulatory_fr amework_on_e_commerce_in_SG.pdf>, Diakses tanggal 20 Juni 2011.

E. D. Maghfirah, Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce, <http://www.solusihukum.com/artikel/artikel31.php>, Diakses tanggal 19 Juni 2011.

IDA, (2010), Electronic Transactions Act, Singapura: Info-communications Development Authority of Singapore,

<http://www.ida.gov.sg/Policies%20and%20Regulation/20060420164343.aspx>. Diakses tanggal 19 Juni 2011.

Iowa State University Studio for New Media, What does New Media Mean? (online), <http://newmedia.engl.iastate.edu/about/what_is_new_media>, Diakses tanggal 19 Juni 2011.

L. D. Harsono, Hukum E-Commerce, Keamanan dan Cyber Law, <http://prothelon.com/imtelkom/7.%20cyberlaw%20bw.pdf>, Diakses tanggal 20 Juni 2011.

Onti-Rug, (2008), Perjanjian Jual-Beli Melalui Internet (online),

<http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11& Itemid=11>, Diakses tanggal 19 Juni 2011.

(21)

<http://www.pcmag.com/encyclopedia_term/0,2542,t=new+media&i=47936,00.asp>, Diakses tanggal 18 Juni 2011.

P. K. Wong, (2003),Global and National Factors Affecting E-Commerce Diffusion in Singapore, Singapura: Taylor and Francais Group, p. 26,

<http://www.mbarika.theictacademy.org/fliers/MGMT400Notes/ecommerce-singapore.pdf>, Diakses tanggal 20 Juni 2011.

Staff Attorney, (2008), Internet Law - Fighting Computer Crime in Singapore (online), <http://www.crime-research.org/news/01.04.2008/3286/>, Diakses tanggal 19 Juni 2011.

Webopedia, What is New Media? (online),

Gambar

Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dalam aspek prestasi belajar siswa dengan menerapkan metode outdoor learning mengalami peningkatan pada siklus I nilai rata-rata kelas 74,09 dengan

Patients with severe ARWMC performed significantly worse on: (a) global measures of cognition (MMSE and ADAS total score), (b) compound measures of executive functions, speed

Ada beberapa kendala yang perlu diatasi antara lain: jumlah tiap kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa yang berbda jenis kelamin, dan kemampuan

dapatkan dari sumber yang terpercaya sampai 25 Juni 2018, dosen UIN Antasari Banjarmasin yang telah berinvestasi saham syariah dan pernah mengikuti Sekolah Pasar Modal dari

Untuk peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sejenis sebaiknya menambah periode tahun pengamatan atau mengganti variabel Arus Kas Operasi dengan variabel lain yang

Buah segar berbau harum, berwarna cerah, dan tidak lembek. Buah yang busuk berbau tidak enak. Warna buah pun tampak tidak menarik. Selain itu, buah menjadi lembek atau

Di dalam laporan PPL I ini dicantumkan refleksi diri yang berkaitan dengan mata pelajaran yang ditekuni yang menyangkut hal-hal antara lain mengenai kekuatan dan

Jika tidak demikian maka kita harus membaginya dahulu dengan