• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sosialisasi Dan Konseling Tentang Infeksi Menular Seksual (Ims) Hiv Aids Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Waria Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sosialisasi Dan Konseling Tentang Infeksi Menular Seksual (Ims) Hiv Aids Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Waria Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Waria

Waria merupakan kependekan dari wanita pria, atau yang lebih lazim dikenal banci alias bencong. Waria adalah pria yang jiwa dan tingkah lakunya seperti wanita. Menurut Salviana (2005), mengatakan bahwa transeksual adalah gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya. Waria merupakan seseorang yang secara jasmani jenis kelaminnya jelas dan sempurna namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis. Waria terkadang dipandang sama dengan transvestisme dan juga hooseksualisme.

(2)

Transisi Waria dan gay merupakan salah satu kelompok tinggi risiko tinggi (risti) untuk tertular IMS dan HIV/AIDS. Dari pengalaman pendamping waria dan gay diketahui bahwa sebagian besar waria diKota Medan bekerja sebagai pekerja seks. Aktifitas seks mereka umumnya adalah anal seks dan oral seks. Seks anal atau melakukan hubungan seks melalui anus mempunyai risiko perlukaan pada anus, jika pasangan seks terkena IMS atau HIV maka akan lebih mudah dittularkan.tingkat penggunaan kondom juga masih rendah, demikian juga halnya dengan informasi tetntang penularan IMS dan HIV/AIDS (Nadia, 2005).

Dari urian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita pria/waria (transeksual) adalah suatu gangguan pada diri seseorang dimana seseorang tersebut merasa tidak nyaman atau tidak puas dengan keadaan jenis kelaminnya, sehingga untuk mencapai suatu kepuasan, penderita melakukan perubahan sesuai dengan yang dia inginkan (pria-wanita) baik dalam bentuk perilaku maupun secara fisik (Nadia, 2005).

2.1.1 Jenis Waria

Kemala Atmojo (Nadia, 2005) menyebutkan jenis-jenis waria sebagai berikut: 1. Transsexual yang aseksual, yaitu seorang transsexual yang tidak berhasrat

atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.

2. Transsexual homoseksual, yaitu seorang transsexual yang memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap transsexual murni.

(3)

2.1.2 Ciri-ciri Waria

Waria dianggap memiliki gangguan identitas jender, tarseksual memiliki karakteristik adalah : (Masli, 2003)

1. Identitas transsexual harus sudah menetap selama minimal dua tahun, dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom.

2. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi seksualnya.

3. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.

2.1.3 Faktor-faktor Pembentuk Diri Waria

Menurut Nadia (2005), menyatakan bahwa pembentukan perilaku individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor biologis

Kelainan pada diri individu yang disebabkan adanya pengaruh hormone maupun genetik.

2. Faktor psikologis

(4)

3. Faktor sosiologis

Pengaruh lingkungan yang membawa dampak pada perubahan tingkah laku.

2.2 HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam

family lentivirus. Dua jenis HIV yang secara genetiknya berbeda tetapi sama dari antigennya berhubungan yaitu 1 dan 2 diisolasi dari penderita AIDS. HIV-1 lebih banyak dijumpai pada penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropa dan Afrika Tengah, manakala HIV-2 lebih banyak dijumpai di Afrika Barat, HIV-1 lebih mudah ditransmisi berbanding HIV-2. Periode antara infeksi pertama kali dengan timbul gejala penyakit adalah lebih lama dan penyakitnya lebih ringan pada infeksi HIV-2 (WHO, 2008).

(5)

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya di dapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan. Immuno berarti

sistem kekebalan tubuh. Deficiency artinya kekurangan, sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun yang disebabkan oleh infeksi HIV. Penularan virus HIV dapat terjadi melalui darah, air mani, hubungan seksual, atau cairan vagina. Namun virus ini tidak dapat menular lewat kontak fisik biasa, seperti berpelukan, berciuman, atau berjabat tangan dengan seseorang yang terinfeksi HIV atau AIDS (Nursalam, 2011).

2.2.1 Etiologi HIV/AIDS

Virus HIV ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus

(6)

HIV adalah retrovirus yang mampu mengkode enzim khusus, reverse transcriptase, yang memungkinkan DNA ditranskripsikan dari RNA. Sehingga HIV

dapat menggandakan gen mereka sendiri, sebagai DNA, di dalam sel inang (hospes) seperti limfosit helper CD4. DNA virus bergabung dengan gen limfosit dan hal ini adalah dasar dari infeksi kronis HIV. Penggabungan gen virus HIV pada sel inang ini merupakan rintangan berat untuk pengembangan antivirus terhadap HIV. Bervariasinya gen HIV dan kegagalan manusia (sebagai hospes) untuk mengeluarkan antibodi terhadap virus menyebabkan sulitnya pengembangan vaksinasi yang efektif terhadap HIV (Murtiastutik, 2008).

(7)

2.2.2 Penularan HIV/AIDS

Sebelumnya virus AIDS tidak mudah menular seperti virus influenza. Kita tidak perlu mengucilkan atau menjauhi penderita AIDS, karena AIDS tidak akan menular dengan cara-cara seperti : hidup serumah dengan penderita AIDS (asal tidak mengdakan hubungan seksual), bersenggolan atau berjabat tangan dengan penderita, bersentuhan dengan pakaian dan lain-lain barang bekas penderita AIDS, makan dan minum, gigitan nyamuk dan serangga lain, sama-sama berenang dikolam renang.

Sedangkan yang dapat menyebabkan penularan AIDS adalah : melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap HIV, transfusi darah yang mengandung virus HIV, melalui alat suntik, akupuntur, tato, dan alat tindik yang sudah dipakai orang yang mengidap virus HIV/AIDS, hubungan prenatal yaitu pemindahan virus dari ibu hamil yang mengidap virus HIV/AIDS kepada janin yang di kandungnya.

1. HIV/AIDS di Tubuh Manusia

(8)

2. Masa Inkubasi HIV/AIDS

Masa inkubasi adalah masa dimana setelah terjadinya penularan sampai dengan timbulnya gejala penyakit. Ketika mulai masa inkubasi, jumlah sel limfosit berkurang sampai setengahnya. Dalam kondisi ini, kekebalan masih berfungsi dan dapat bertahan 9-10 tahun. Tapi setelah 9-10 tahun kekebalan tubuh menjadi tidak berfungsi lagi dan penderita menjadi penderita AIDS. Gejalanya berupa demam, keringat dingin dimalam hari, badan lesu, nafsu makan menurun, badan kurus, mudah terserang flu, mencret, bercak-bercak putih dan timbul penyakit paru-paru.

3. Cara Penularan HIV/AIDS a. Hubungan Kelamin

Ini disebabkan karena penularan virus HIV terjadi melalui cairan sperma dan cairan vagina. WHO memperkirakan 70% pengidap AIDS tertular melalui hubungan kelamin.

b. Transfusi Darah

Ketika darah yang terinfeksi HIV masuk kedarah orang yang sehat, maka terjadilah penularan virus HIV.

c. Alat-alat Medis

(9)

d. Ibu Hamil

Apabila ibu hamil tertular virus HIV, maka bayi dalam kandungan berpotensi tertular virus HIV juga. Dan juga akan menularkan virus HIV melalui air susu ibu.

e. Cairan Tubuh

Cairan tubuh seperti cairan sperma, cairan vagina, darah, dan ASI menjadi media penularan virus HIV/AIDS

f. Donor Organ (Transplantasi)

Transplantasi adalah pemindahan jaringan organ tubuh, seperti ginjal, hati dan lain-lain. Ketika organ tubuh dari orang terkena virus HIV di berikan kepada orang yang bersangkutan, maka orang yang menerimanya pun terkena virus HIV.

2.2.3 Risiko HIV/AIDS

Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang mempunyai resiko kematian yang tinggi. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan jenis virus yang menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS merupakan kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Penyakit ini menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga penderita tidak mempunyai kekebalan terhadap berbagai penyakit (Mariastutik, 2008).

(10)

vaksin yang bisa mencegah virus AIDS. Selain itu orang yang terinfeksi AIDS akan merasakan tekanan mental dan penderitaan batin karena sebagian besar orang disekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Dan penderita itu akan bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS yang lain adalah menurunnya system kekebalan tubuh, sehingga serangan penyakit yang biasanya tidak berbahayapun akan menyebabkan sakit atau bahkan meninggal.

2.2.4 Gejala Klinis HIV/AIDS

Orang yang sudah terinfeksi HIV biasanya sulit dibedakan dengan orang yang sehat di masyarakat. Mereka masih dapat melakukan aktifitas, badan terlihat sehat dan masih dapat bekerja dengan baik. Untuk sampai pada fase AIDS seseorang yang telah terinfeksi HIV akan melawati beberapa fase, yaitu:

1. Fase pertama : pada awal terinfeksi ciri-cirinya belum dapat dilihat meskipun yang bersangkutan melakukan test darah, karena pada fase ini system antibody terhadap HIV belum terbentuk, tetapi yang bersangkutan sudah dapat menular orang lain. Masa ini disebut dengan window periode biasanya antara 1-6 bulan.

2. Fase kedua : fase ini berlangsung lebih lama sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase ini orang sudah HIV positif dan belum menampakkan gejala sakit, tetapi sudah dapat menularkan orang lain.

(11)

antara lain: keringat berlebihan waktu malam hari, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu tidak sembuh-semmbuh, nafsu makan berkurang dan lemah, berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga kekebalan tubuh mulai berkurang.

4. Fase keempat : fase keempat sudah masuk pada tahap AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya (dibawah 2001 mikroliter) dan timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik, yaitu: kanker khususnya pada kulit yang disebut Sarcoma Kaposi, infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan bernafas (TBC umumnya diderita oleh pengidap AIDS), infeksi usus yang menyebabkan diare parah selama berminggu-minggu, infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental, sakit kepala dan sariawan (BKKBN, 2009). Menurut para ahli medis pada fase ini perlu pemeriksaan darah kembali dan diukur persentase sel darah putih yang belum terbunuh virus HIV. Sebenarnya seseorang yang terinfeksi HIV memasuki fase AIDS sangat tergantung pada gizi yang dimakan, obat-obatan yang membantu proses pembentukan pertahanan tubuh. Selama orang yang terinfeksi HIV akan meninggal karena penyakit-penyakit yang menyerang tubuh sedangkan system kekebalan tubuh lemah sekali.

2.2.5 Dampak HIV/AIDS

(12)

heteroseksual dan penggunaan jarum suntik yang tidak streril di kelompok pengguna Napza suntik, akan berdampak kepada penyebaran masyarakat. Penularan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum suntik yang bergantian pada kelompok penasunan

mempunyai tingkat kemungkinan tinggi terjadinya penularan per kejadian (Depkes, 2006).

Penyakit AIDS belum ada obatnya. Perawatan HIV/AIDS menambah beban biaya pelayanan kesehatan. Oleh karena tingkat penyebaranya cepat, tentu semakin mempercepat penambahan hunian rumah sakit. Karena biaya pengobatanya mahal dan besar tentu dapat mempengaruhi anggaran kesehatan program kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi anak, pemberantasan penyakit menular, penyuluhan kesehatan, imunisasi, sanitasi lingkungan, dan sebagainya. Padahal semua program ini amat penting dan berperanbesar untuk memajukan sumber daya manusia masa depan (Depkes, 2006).

2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium

Uji khas yang digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV/AIDS adalah:

1. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), Bereaksi terhadap adanya

(13)

2. Uji Western blot juga dikonfirmasi dua kali. Uji ini lebih kecil kemungkinannya memberi hasil positif-palsu atau negatif palsu (Martuastik, 2008).

2.2.7 Pengobatan Pasien HIV/AIDS

Sampai sekarang belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penderita HIV/AIDS. Obat yang ada sekarang hanya sebagai obat penambah daya tahan tubuh atau memperpanjang umur penderita. Berikut ini obat-obat yang dikenal didunia kedokteran yang dapat memperpanjang umur sampai 2 tahun :

1. AZT (Azidothymidine)

Obat ini berfungsi penahan perkembangan virus, namun mengandung efek samping yaitu kerusakan tulang sum-sum dan anemia berat.

2. DDI (Diseoxycitidine)

Cara kerja obat ini tidak jauh berbeda dengan AZT, tapi telah diuji cobakan tidak menimbulkan efek samping.

3. DDC (Zalcitabine)

Seperti AZT dan DDI, obat ini juga dapat menahan perkembangan virus. Lalu para ahli Jepang menemukan obat-obatan HIV/AIDS sebagai berikut :

a. M.HDA (Meiji Humin Deritivize Al-Bumin)

(14)

b. Tachyplesin

Adalah cairan kimia yang diambil dari sejenis kepiting Tachyplens tridentotus yang dinamakan T-220. Ramuan ini telah diuji cobakan pada

tikus dengan hasil yang memuaskan, namun masih mengandung efek samping seperti AZT.

Para ahli Inggris juga menemukan ramuan yang digunakan untuk mengobati penderita HIV/AIDS, yaitu So 221 dan GLO 223, kedua obat ini masih menimbulkan efek samping seperti AZT, namun tidak terlalu berbahaya. Masih ada juga obat-obat tradisional dari Cina, yaitu Milingwang yang diuji cobakan pada 158 pasien AIDS yang hasilnya paling tidak bisa memperpanjang hidup.

2.2.8 Pencegahan Penularan HIV/AIDS

Hindarkan hubungan seksual diluar nikah, usahakan hanya berhubungan dengan satu orang pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain, pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual, ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus HIV hendaknya jangan hamil karena akan memindahkan virus HIV/AIDS kepada janinnya, kelompok resiko tinggi tidak dianjurkan menjadi donor darah, penggunaan jarum suntik dan alat lainnya (akupuntur, tato, tindik) harus dijamin ke sterilannya.

(15)

brosur atau poster-poster yang berhubungan dengan HIV/AIDS, ataupun melalui iklan di berbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik, penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan kepada semua lapisan masyarakat agar dapat mengetahui bahaya AIDS sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan terjadinya virus HIV/AIDS.

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa Negara Afrika lain. Prinsip “ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara international, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah:

“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinesia)

“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)

“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom)

(16)

Dalam kasus prostitusi maka upaya yang paling dimungkinkan untuk mencegah penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS adalah dengan mempraktekkan seks yang aman (protective sex) yaitu dengan selalu menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seks dengan siapapun.

Pencegahan HIV/AIDS berdasarkan PubMed Health (2012) dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut:

1. Pencegahan dalam hubungan seksual dapat dilakukan dengan mengadakan hubungan seksual dengan jumlah pasangan yang terbatas, memilih pasangan seksual yang mempunyai risiko rendah terhadap infeksi HIV, dan mempraktikkan seks yang aman yakni menggunakan kondom secara tepat dan konsisten selama melakukan hubungan seksual.

(17)

diharapkan berhati-hati dan waspada untuk mencegah terjadinya kontak langsung dengan darah penderita.

3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak dapat dilakukan dengan cara antara lain sewaktu hamil dengan mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV), dan pada saat menyusui menghindari pemberian ASI yakni dengan memberikan susu formula.

2.3 Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses belajar mengajar mengenai pola-pola tindakan interaksi dalam masyarakat sesuai dengan peran dan status sosial yang dijalankan masing-masing. Dengan proses itu, individu akan mengetahui dan menjalankan hak dan kewajibannya berdasarkan peran status masing-masing dan kebudayaan suatu masyarakat.

Melalui proses belajar semacam ini, seseorang juga mempelajari kebiasaan-kebiasaan, norma-norma, perilaku, peran, dan semua aturan yang berlaku di masyarakat. Proses mempelajari unsur-unsur budaya suatu masyarakat inilah yang disebut dengan sosialisasi.

2.3.1 Macam-macam Sosialisasi

(18)

1. Sosialisasi Primer

Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang pertama dan utama yang terjadi pada seseorang, yakni sejak dilahirkan, berkenalan dan sekaligus belajar bermasyarakat sehingga dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat tersebut. Proses sosialisasi ini dimulai dari sosialisasi di lingkungan keluarga.

2. Sosialisasi Skunder

Setelah menjalani sosialisasi primer, individu dianggap cukup mempunyai bekal untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Individu kemudian berinteraksi dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Individu tersebut bergaul dengan teman-teman sebaya atau orang-orang dewasa lain. Dari pergaulan tersebut individu menyerap hal-hal baru yang ada di masyarakat. Sosialisasi tahap lanjut yang memperkenalkan individu tersebut ke wilayah baru dari dunia masyarakat disebut sosialisasi sekunder.

2.3.2 Tujuan Sosialisasi

Tujuan sosialisasi sebagai berikut.

1. Memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat.

2. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien.

(19)

4. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai tugas pokok dalam masyarakat.

2.4 Konseling

Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin “Consilium” artinya dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami sedangkan dalam bahasa Angglo Saxon istilah konseling berasal dari “Sellan” yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, konseling berarti pemberian bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang.

Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Sulastri, 2009).

Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/upaya untuk mengatasi masalah tersebut (McLeod, 2006).

(20)

penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009).

Menurut BKKBN (2009) konseling kesehatan reproduksi merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan antara dua pihak. Pihak pertama adalah konselor, membantu pihak lainnya yaitu klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang dihadapinya. Konseling kesehatan reproduksi berorientasi pada klien atau yang lebih dikenal dengan client centered. Hal ini menekankan peran klien sendiri dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori ini berpijak pada keyakinan dasar martabat manusia bahwa bila klien mengalami masalah maka yang dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah inidividu tersebut (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009).

2.4.1 Fungsi Konseling

Beberapa fungsi konseling, yaitu :

1. Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan.

2. Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, social, cultural, dan lingku ngan yang berkaitan dengan kesehatan.

(21)

4. Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat.

2.4.2 Teknik Konseling

Adapun teknik konseling, sebagai berikut :

1. Teknik/ Pendekatan Authoritarian atau Directive dalam proses wawancara konseling berpusat pada konselor.

2. Teknik/ Pendekatan Non-Directive

Dalam pendekatan ini klien diberi kesempatan untuk memimpin wawancara dan memikul sebagian besar dan tanggung jawab atas pemecahan masalahnya sendiri.

3. Teknik/ Pendekatan Edetic

Dalam pendekatan edetic, konselor menggunakan cara yang dianggap baik atau tepat, disesuaikan dengan konseli dan masalahnya (Uripni, 2002).

2.4.3 Tujuan Konseling

(22)

perilaku yang bertanggung jawab dan mengajarkan keterampilan membuat keputusan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009).

2.4.4 Prinsip Dasar Konseling Kesehatan Reproduksi

Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (2009) prinsip dasar konseling kesehatan reproduksi meliputi:

1. Pemahaman bahwa mendapatkan mendapatkan informasi kesehatan reproduksi adalah kebutuhan dan hak klien.

2. Informasi kesehatan reproduksi yang diberikan lengkap, benar, jujur, dan bertanggung jawab.

3. Mendampingi pengambilan keputusan berdasarkan konsekuensi atas pilihan yang diambil.

4. Empati dan tidak menghakimi.

2.4.5 Proses Konseling Kesehatan Reproduksi

Berikut ini adalah tahapan proses pelaksanaan konseling kesehatan reproduksi dengan klien individu maupun kelompok (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009):

1. Pembukaan, perkenalan antara konselor dan klien.

2. Rapport atau pendekatan kepada klien untuk mencairkan suasana sehingga klien merasa nyaman dalam mengemukakan masalah.

(23)

4. Mendiskusikan alternatif solusi, yang diusahakan muncul dari klien dengan bantuan konselor, memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Mengajak klien memilih alternatif solusi yang terbaik.

6. Penutup, merangkum hasil diskusi dengan klien, mengajak klien menentukan rencana selanjutnya dan memberikan dukungan bahwa klien mampu mengatasi masalahnya.

2.5 Pengetahuan dan Sikap 2.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Penglihatan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan dalam suatu rangsang tertentu. Pengetahuan kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan 6 tingkatan, yakni:

1. Tahu (Know)

(24)

suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengalaman yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Merupakan suatu kemampuan nutuk menjelaskan secara benar obyek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2012).

2.5.2 Sikap

(25)

(Azwar, 2007). Menurut Notoatmodjo (2012) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Sunaryo (2004) sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu.

2.5.2.1 Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kencendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2012). Hal yang sejalan dikemukakan oleh Mann (1969) dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa komponen sikap terdiri dari:

a. Komponen Kognitif

(26)

tertentu. Dengan demikian, adanya interaksi dengan pengalaman di masa akan datang serta prediksi mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan. Kepercayaan menyederhanakan dan mengatur apa yang dilihat dan ditemui. Kepercayaan dapat terus berkembang dan pengalaman pribadi, pengalaman orang lain dan kebutuhan emosional merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Kadang-kadang kepercayaan terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

b. Komponen Afektif

Komponen ini menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Pada umumnya reaksi emosional yang muncul merupakan komponen afektif yang banyak dipengaruhi kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar dan berlaku bagi objek termaksud.

c. Komponen Perilaku

(27)

membentuk sikap individu. Kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung tetapi meliputi bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.

2.5.2.2 Berbagai Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap memiliki berbagai tingkatan yakni:

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.

(28)

Mar’at (2005) menggambarkan terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku manusia melalui suatu rangkaian proses tertentu, seperti terlihat pada skema berikut:

Gambar 2.1. Proses Terjadinya Sikap dan Reaksi Tingkah Laku

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa dalam diri individu sebenarnya terdapat suatu dorongan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, perhatian dan kemampuan untuk mengambil suatu keputusan pada suatu saat terhadap suatu perubahan atau stimulus. Proses dalam tahapan ini sesungguhnya masih bersifat tertutup, tetapi sudah merupakan keadaan yang disebut sikap. Bila terus menerus diarahkan, maka pada suatu saat akan meningkatkan menjadi lebih terbuka dan berwujud pada suatu reaksi yang berupa perilaku. Dari bahan-bahan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu.

2.6 Landasan Teori

Menurut J. Guilbert seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut:

Rangsangan Stimulus

Proses

Stimulus Reaksi

Tingkah Laku Terbuka

(29)

1. Faktor materi mencakup bahan pelajaran yang digunakan dalam proses belajar. Materi untuk pengetahuan, sikap dan keterampilan substansinya akan berbeda.

2. Faktor lingkungan, mencakup lingkungan fisik (suhu, cuaca, ventilasi, penerangan, kebisingan, dan kondisi tempat belajar), dan lingkungan sosial (manusia dengan segala interaksi dan statusnya).

3. Faktor instrumental, terdiri atas perangkat keras atau hard ware (perlengkapan belajar dan alat peraga), dan perangkat lunak atau software kurikulum, pengajar dan metode belajar.

4. Faktor individu atau subjek belajar, yaitu kondisi individual subjek belajar yang terdiri atas kondisi fisiologis (gizi dan pancaindra terutama pendengaran dan penglihatan), dan kondisi psikologis (inteligensi, pengamatan, daya tangkap, ingatan, motivasi, bakat, sikap, daya kreativitas, dan persepsi).

Gambar 2.2 Proses Belajar dan Faktor yang Memengaruhinya

,

METODE

Fasilitator Input (subjek

Belajar) Proses Belajar

Alat Bantu Belajar Mengajar / Media

Output (Hasil Belajar)

(30)

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan diatas yang menjadi fokus kerangka konsep dalam penelitian ini adalah salah satu bagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar yaitu metode. Penelitian ini menggunakan macam-macam metode pembelajaran pada kelompok sasaran yang berbeda yang kemudian diukur hasil belajar atau outputnya, dimana semua faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar di setting homogen. Adapun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:

INPUT PROSES OUTPUT

Pre Test

Post Test

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan dan

Sikap Waria tentang IMS HIV/AIDS

Kelompok Sosialisasi dan Konseling

Pengetahuan dan Sikap Waria tentang

IMS HIV/AIDS

Gambar

Gambar 2.1. Proses Terjadinya Sikap dan Reaksi Tingkah Laku
Gambar 2.2 Proses Belajar dan Faktor yang Memengaruhinya
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Peserta yang memasukan dokumen penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektonik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Pokja Jasa Konsultansi ULP

In the first decade after completion of the human genome project, it is liable to have a very different “phenotype.” While 20th century functional neuroimaging studies were aimed

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN GI)I FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA.. JADWAL UTS BLOK , UAS BLOK , DAN UTS SEMESTER

Dimana faktor kenyamanan pada pasar salah satunya adalah pencapaian yang jelas dan tidak tersamar, dan juga pada pengaturan dari pola tata ruang pada pasar.. Yaitu teraturnya

[r]

Maka dari itu didalam tesis ini akan menjelaskan fungsi-fungsi daripada pembangunan Pusat Kajian Maritim yang terletak dikawasan Ancol serta sarana dan prasarana pendidikan

Akan tetapi hingga saat ini tempat-tempat yang menawarkan jasa tersebut masih bisa dikatakan belum lengkap, ada yang hanya menawarkan jasa jual beli software dan hardware game

korporasi. Sebagaimana ditulis dalam surat dakwaan halaman 148, dalam bahasa bebas “menguntungkan” dapat diartikan sebagai perbaikan harta kekayaan seseorang,