• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAkalah popo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAkalah popo"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena denganlimpahan rahmat

dan hidayah- Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ MANUSIA

KERAGAMAN, DAN KESEDERAJATAN “. Makalah yang kami susun inimerupakan salah satu tugas

matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itukritik dan saran sangat kami harapkan dari berbagai pihak. Sebagai manusia

biasa, kamiberusaha dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin, dan sebagai manusia biasa juga

kamitidak luput dari segala kesalahan dan kekhilafan dalam menyusun makalah ini.Pada kesempatan ini

dengan penuh rasa hormat kami haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

Fahrurrazi,Shi.M.si selaku dosen pembimbing yang telah membimbingdan sudi membagi ilmunya kepada

kami sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Tak lupa juga kami ucapakan terima kasih kepada

rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang telahmembantu sehingga makalah ini dapat kami

selesaikan tepat pada waktunya.Untuk menyempurnakan makalah ini, kami dengan senang hati akan

menerima kritik dansaran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Sehingga di kemudian hari kami

dapatmenyempurnakan makalah ini dan kami dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah

kamilakukan.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi kami

(2)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...3

Daftar Isi...4

BAB I...5

PENDAHULUAN...5

A.Latar Belakang...5

B. Rumusan masalah...5

C. Tujuan...6

D. Manfaat...6

BAB II...6

PEMBAHASAN...6

1. Inti sari dari keragaman dan kesedarajatan manusia...6

2. Manusia Beradab dalam Keragaman...7

3. Makna Keragaman dan Keserajatan dalam Masyarakat...9

BAB III...19

Penutup...19

1.KESIMPULAN...20

2.SARAN...20

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Keragaman budaya atau “cultural diversity”dan kesedarajatan manusia adalah keniscayaan yang ada

di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yangtidak dapat dipungkiri

keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selainkebudayaan kelompok

sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaandaerah bersifat kewilayahan yang

merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut.

Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana merekatinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia.

Mereka juga mendiami dalam wilayah dengankondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan,

tepian hutan, pesisir, dataran rendah,pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat

peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.

Pertemuan-pertemuan dengankebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di

Indonesiasehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas kami menentukan permasalahan sebagai berikut :

1) Jelaskan inti sari dari keragaman dan kesedarajatan manusia !

2) Deskripsikan tentang kasus sambas, kemudian di bandingkan dengan kasus konflik sosial yg ada

(4)

3) Ambil apsinosis dari film "tanda tanya" dan tentukan jalan cerita tersebut kemudian ambil

kesimpulan ceritanya dan beri tanggapan secara kejadian social!

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang :

1) Mengetahui inti sari dari keragaman dan kesedarajatan manusia

2) Mengetahui tentang kasus sambas, kemudian di bandingkan dengan kasus konflik sosial yg

ada di lampung akhir-akhir ini.

3)Mengetahui jalan cerita film tersebut kemudian kesimpulan ceritanya dan tanggapan kejadian

social tesebut.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini bagi mahasiswa dan seluruh orang yang membacanyayaitu menambah

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Inti sari dari keragaman dan kesedarajatan manusia.

a. Diskriminasi di antara Demokrasi dan Hak Asasi

Manusia memiliki seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia, hal ini disebut Hak Asasi Manusia.

Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung

didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, bahasa, dan keyakina

politik.

Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat

Negara baik disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi,

dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang

ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil

dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

(6)

Setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya, setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh

perlindungan politik dari negara lain tanpa diskriminasi berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan

melekat pada kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Bhinneka Tunggal Ika sebagai Salah Satu Upaya Mengatasi Keragaman Sosiokultural

Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu

pandangan hidup, filsafat hidup, dan pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah

pergaulan masyarakat internasional.

2. Manusia Beradab dalam Keragaman

a. Keragaman Budaya dan Peradaban

Menurut pendapat Prof. Sutan Takdir Alisyahbana, apabila perwujudan budaya itu penekanannya pada

akal atau mind, akan timbul peradaban yang berbeda, akal biasanya selalu dihubungkan dengan

peradaban bukan kebudayaan. Dengan penekanan pada akal, timbul pernyataan bahwa ada peradaban

tinggi dan ada peradaban rendah karena diukur dengan tingkat berpikir manusia. Manusia yang berpikir

dikatakan berperadabn tinggi, bukan kebudayaan tinggi. Tingkat berpikir tinggi lebih dahulu muncul di

kalangan orang Barat yang mempunyai peradaban tinggi bukan kebudayaan tinggi.

Apabila perwujudan budaya itu penekanannya pada ketiga unsur akal, perasaan, dan kehendak, akan

timbul kebudayaan yang berbeda, akan timbul pernyataan bahwa ada peradaban tinggi dan ada peradaban

rendah karena diukur dengan faedahnya bagi manusia. Kebudayaan tinggi karena ada faeedahnya bagi

(7)

b. Faktor Penyebab Munculnya Keragaman Peradaban

· Faktor Lingkungan

· Faktor Filsafat dan Peradaban

· Faktor Perekonomian

c. Sikap Manusia Beradab dalam Keragaman

Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, artinya dimanapun kita berada disitu adat-istiadat kita ikuti.

Jadi, sebagai manusia beradab, sikap kita terhadap kebudayaan yang beragam adalah mengikuti

perkembangan kebudayaan didaerahnya dan apabila kebudayaan itu tidak sesuai dengan kita, tidak bileh

menganggap remeh kebudayaan tersebut, walaupun kita tidak harus mengikutinya, tetapi kita wajib

menghormatinya.

d. Problematika Keragaman Kultural dalam Perkembangan Peradaban dan Hidup Beradab

Keragaman Kultural (budaya) seringkali meyebabkan munculnya permasalahan dan kesalahpahaman

antarsuku tersebut. Contohnya konflik berbau SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dan konflik

bersenjata di beberapa daerah, teror bom, dan berbagai kejahatan lainnya yang mengancam masa depan

peradaban.

e. Pengaruh Keragaman dan Globalisasi trhadap Pengembangan Kepribadian Masyarakat

Dapat menimbulkan pengaruh dalam kehidupan dari segi hal positif maupun negatif. Pengaruh yang

(8)

ilmu pengetahuan dan tekhnologi pada zaman yang sekarang ini sangat bermanfaat, sedangkan pengaruh

yang negatif adalah kebudayaan luar yang masuk secara langsung atau tidak dapat menggeser kebudayaan

asli atau bahkan dapat menghilangkan budaya asli itu sendiri.

3. Makna Keragaman dan Keserajatan dalam Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasrkan oleh ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh

dikatakan stabil. Individu dan masyarakat adalah suatu bagian komplementer atau saling melengkapi.

Masyarakat Indonesia digolongkan sebagi masyarakat majemuk, yaitu suaru masyrakat negara yang

terdiri atas beberapa suku bangsa atau golongan sosial yang dipersatukan oleh kekuatan nasional.

Kesamaan derajat warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintah pada pasal 27 ayat 1

menetapkan bahwa “ segala warga negara bersama-sama kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

4. Unsur Keragaman dan Kesederajatan di Masyarakat Indonesia yang Meliputi :

Ø Suku, Bangsa dan Ras

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang di dapat

oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tiap suku bangsa mempunyai kebudayaan

sendiri-sendiri, maka di Indonesia juga terdapat sejumlah sistem budaya yang dipergunakan oleh

massing-masing suku bangsa.

(9)

Sebelum kedatangan agama Hindu yang berasal dari India, orang-orang Indonesia sudah mempunyai

keyakinan atau kebudayaan sendiri yang biasa disebut dengan istilah animisme dan dinamisme. Agama

hindu datang di Indonesia dengan jalan damai. Kontak agama tersebut melalui jalan perdagangan. Setelah

agama Hindu mengalami kemunduran, datang agama lain, yatiu agama islam dan kristen. Kedua agama

tersebut juga diterima dengan cara-cara yang damai.

Ø Ideologi dan Politik

Belum terarahnya pendidikan politk di kalangan pemuda dan belum dihayatinya mekanisme demokrasi

pancasila maupun lembaga-lembaga kontitusi, tertib hukum, dan disiplin nasional merupakan hambatan

bagi penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan konstitusional.

Ø Adat dan Kesopanan

Adat terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang fungsinya mengikat masyarakat

tersebut, sedangkan kesopanan berasal dari masyarakat itu sendiri yang dapat menilai baik dan buruknya

sikap lahir dan tingkah laku manusia.

Ø Kesenjangan Ekonomi

Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan belum meratanya pembangunan dan hasil-hasil

pembangunan mengakibatkan makin bertambahnya pengangguran di kalangan pemuda serta terjadinya

kesenjangan ekonomi.

Ø Kesenjangan Sosial

Perbedaan kondisi ekonomi pada kehidupan masyarakat dapat memicu terjadinya kesenjangan sosial.

Kesenjangan sosial dapat terjadi karena adanya pelapisan sosial.

Proses terjadinya pelapisan sosial ada dua, yaitu :

(10)

· Pelapisan sosial yang terjadi dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama.

5. Pengaruh Keragaman terhadap Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Bernegara, dan Kehidupan

Global

Dampak positif antara lain satu agama dengan agama lain yang berbeda dapat saling menghargai dan

menghormati, sedangkan dampak negatifnya antara lain mudah sekali terjadi ketegangan-ketegangan atau

konflik apabila antara pemeluk agama yang satu dengan agama yang lain terjadi kesalahpahaman.

6. Problematika Diskriminasi dalam Masyarakat yang Beragam

a. Kesederajatan versus Diskriminasi

Keserajatan artinya setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban, baik

terhadap masyarakat maupun pemerintah dan Negara. Diskriminasi lebih menunjukkan kepada suatu

tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Diskriminasi dihubungkan dengan prasangka dan seolah-olah

menyatu.

b. Diskriminatif sebagai Realitas yang Problematik

Dalam kehidupan masyarakat, ada sesuatu yang dihargai, yaitu kekayaan, kekuasaan, ilmu pengetahuan,

dan sebagainya. Hal itu merupakan awal terbentuknya pelapisan sosial yang dapat menimbulkan

diskriminasi sosial. Mereka yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai dianggap oleh masyarakat

sebagai orang yang menduduki lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan

sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai, dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang

(11)

c. Persaingan, Tekanan atau Intimidasi dan Ketidakberdayaan sebagai Faktor Terjadinya Diskriminasi

Sosial.

Diskriminasi karena faktor tekanan atau intimidasi, biasnya terjadi karena pihak yang ditekan oleh pihak

yang kuat. Dan karena merupakan pihak yang tertekan, umumnya tidak berdaya sehingga tidak dapat

melepaskan belenggu diskriminasi tersebut dari kehidupan mereka.

Sebab-sebab lain yang menyebabkan terjadinya diskriminasi antara lain :

· Latar belakang sejarah

· Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosiokultural dan situasional

· Bersumber dari faktor kepribadian

· Berlatar belakang dari perbedaaan keyakinan, kepercayaan, dan agama

Usaha mengurangi atau menghilangkan prasangka dan diskriminasi antara lain dengan cara :

· Perbaikan kondisi sosial ekonomi

· Perluasan kesempatan belajar

· Sikap terbuka dan sikap lapang

· Menghilangkan sikap etnosentrsme

2. Deskripsikan tentang kasus sambas, kemudian di bandingkan dengan kasus konflik sosial yg ada di

lampung akhir-akhir ini

(12)

Kerusuhan Sambas adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di wilayah Kabupaten Sambas dan sekitarnya.

Kerusuhan di Sambas sudah berlangsung sekitar tujuh kali sejak 1970, namun yang terakhir ini (tahun

1999) merupakan terbesar dan akumulasi dari kejengkelan suku Dayak dan Melayu terhadap ulah oknum-oknum pendatang dari Madura. Akibatnya, orang-orang keturunan Madura yang sudah bermukim di

Sambas sejak awal 1900-an itu ikut menanggung dosa perusuh.[1] Korban akibat kerusuhan Sambas

terdiri dari, 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 34 orang luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan

dirusak, 12 mobil dan 9 motor dibakar/dirusak, 8 masjid/madrasah dirusak/dibakar, 2 sekolah dirusak, 1

gudang dirusak, dan 29.823 warga Madura mengungsi.

Kronologi :

Pada tanggal 17 Januari 1999 pukul 01.30 WIB telah ditangkap dan dianiaya pelaku pencurian ayam

warga suku Madura oleh warga suku Melayu.

Pada tanggal 19 Januari 1999 sekitar 200 orang suku madura dari suatu desa menyerang warga suku

Melayu desa lainnya.

Hari berikutnya terjadi perkelahian antara warga suku Madura dan warga suku Melayu karena tidak

membayar ongkos angkot. Kejadian ini berkembang menjadi perkelahian antara kelompok dan antara

desa yang disertai pembakaran, pengrusakan dan tindak kekerasan lainnya.

Warga suku Melayu dibantu suku Dayak melakukan penyerangan, pembakaran, pengrusakan,

penganiayaan dan pembunuhan terhadap warga suku Madura dan selanjutnya saling membalas.

Peristiwa berkembang dengan terjadinya pengungsian warga Madura dalam jumlah cukup besar menuju

Singkawang dan Pontianak.

(13)

- Melokalisir dan mencegah meluasnya kejadian,

- Membantu mengevakuasi para pengungsi, melakukan pencarian dan penyelamatan suku Madura yang

melarikan diri kehutan,

- Membantu para pengungsi ditempat penampungan,

- Mengadakan dialog dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama, serta

- Melakukan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku kriminal.

Kasus Lampung

Munculnya berbagai kasus kerusuhan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa potensi

konflik tak segera selesai dengan terbukanya keran demokratisasi. Dalam konteks Indonesia, Baladas

Goshal (2004) telah memperingatkan, terlepas sisi positif yang dibawanya, demokratisasi juga

memberikan peluang bagi meluasnya potensi konflik.

Belum lama ini konflik besar kembali terjadi. Kali ini menimpa Lampung Selatan, tepatnya di wilayah

Kalianda. Dalam kasus ini, soal pelecehan seksual yang diduga sebagai pemicu konflik, yang telah

menelan belasan korban jiwa ini, sebenarnya hanyalah puncak dari gunung es.

Dilihat dari akar penyebabnya, kasus Lampung—dalam batas-batas tertentu— dapat dikatakan bersifat

klasik. Di dalamnya melibatkan tipe konflik yang bernuansa primordial, yang mengingatkan kita pada

konflik yang terjadi di Sampit, Sambas, Kalbar, dan sejumlah daerah pascareformasi. Meski sebagian

kalangan melihat konflik antarkampung di Lampung ini tak terkait masalah etnisitas, mengabaikan faktor

ini juga kurang tepat. Hal ini mengingat secara kasat mata pihak-pihak yang berkonflik memiliki

keterkaitan kuat dengan kedua etnis yang terlibat, yakni etnis Lampung dan Bali.

Sejak kehadirannya, etnis Bali—berbeda dengan orang Jawa—dipandang membawa persoalan tersendiri

(14)

Bali yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan

ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup

terpisah dalam nuansa yang eksklusif (enclave). Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih

merasa asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan dan Lampung Utara.

Meski secara kultural sebenarnya kedua etnis itu memiliki kearifan lokal yang dapat diandalkan untuk

menciptakan kerukunan dan mencegah konflik, tetapi dalam berbagai kasus konflik terlihat bahwa

kearifan lokal itu seolah sirna.

Masyarakat Lampung punya kearifan lokal berupa Piil Pesenggiri (Piil), yang di dalamnya terkait soal

kehormatan diri yang muncul karena kemampuan mengolah kedewasaan berpikir dan berperilaku. Di sini

kemampuan hidup berdampingan dengan berbagai kalangan, termasuk pendatang, merupakan salah satu

inti ajaran Piil itu. Begitu juga masyarakat Bali dengan ajaran Bhinneka Tunggal Ika, Tatwam Asi (kamu

adalah aku dan aku adalah kamu) dan Salunglung Sabayantaka, yang mengajarkan demikian dalam arti

penting hidup berdampingan secara damai.

Situasi di Lampung ini cerminan bahwa nilai-nilai kearifan lokal makin terpinggirkan. Setidaknya

mengalami pergeseran makna. Konsep Piil, misalnya, mengalami penyempitan makna sekadar membela

harga diri. Alih-alih dikaitkan keharusan kedewasaan berperilaku, masalah ”kehormatan diri” justru jadi

alasan pembenaran untuk menempuh cara apa pun sejauh itu dianggap dapat menjaga harga diri.

Sementara respons dari kalangan Bali menunjukkan bahwa nilai-nilai kedamaian dan toleransi yang

dianut juga tidak mampu bekerja dengan sempurna.

Tentu saja, persoalan primordial ini tidak berdiri sendirian. Dalam kasus Lampung, persoalan ini

berkelindan dengan kenyataan adanya disparitas ekonomi, yang bagi sementara kalangan sudah makin

terlihat nyata. Kaum pendatang, terutama Bali, merupakan komunitas yang cukup sejahtera, sementara

(15)

sosial antara ”pribumi” dengan ”pendatang” telah cukup membutakan akal sehat dan menjadi rumput

kering yang berpotensi membara manakala menemukan pemantiknya.

Di mana negara?

Lepas dari itu, kasus kerusuhan Lampung ini sebenarnya dapat segera tertanggulangi dengan baik jika

aparat keamanan, dalam hal ini kepolisian, dapat memainkan peran yang lebih signifikan. Sebagai

institusi yang menetapkan peran preventif (pencegahan) sebagai bagian tugas pokoknya, kepolisian

seharusnya sejak dini dapat mendeteksi dan mengantisipasi potensi apa yang akan terjadi ke depan.

Dengan sederet institusi pelengkap untuk mendeteksi segenap potensi negatif yang ada di masyarakat,

kepolisian jelas salah satu institusi yang seharusnya dapat memimpin dalam soal-soal yang terkait dengan

keresahan masyarakat. Apalagi kenyataan bahwa kasus Lampung terakhir ini bukanlah kasus yang

benar-benar baru sebab memiliki preseden di awal tahun ini yang cukup terang benderang.

Namun, justru di sinilah letak persoalan lain dari kasus Lampung—juga berbagai kasus konflik horizontal

akar rumput lainnya—di mana peran aparat keamanan terlihat demikian kedodoran. Dengan demikian,

tidak aneh jika kemudian masyarakat mempertanyakan kualitas SDM, efektivitas strategi atau bahkan

komitmen dari aparat keamanan kita.

Persoalan lain adalah sikap pemerintah, khususnya pemerintah daerah, yang masih memercayakan

kemampuan masyarakat dan tokoh-tokohnya dalam menyelesaikan persoalan konflik secara mandiri.

Dalam hal ini resolusi konflik sebenarnya belum terlembaga secara memadai. Untuk itu, diperlukan upaya

membentuk dan merevitalisasi lembaga-lembaga, baik adat maupun pemerintahan, yang terkait dengan

persoalan primordial itu secara lebih serius. Tujuan utamanya jelas agar potensi konflik yang melibatkan

unsur etnis dapat menemukan jalur penyelesaian secara lebih cepat, berkeadilan, dan komprehensif.

Solusi jangka pendek adalah segera menyelesaikan persoalan itu secara tepat, dengan sesedikit mungkin

(16)

saja dari kalangan masyarakat, tokoh-tokoh, ataupun ormas, tetapi juga aparat dan pemerintah, termasuk

pengadilan. Dalam perspektif manajemen resolusi konflik pihak ketiga, dalam hal ini pengadilan atau

institusi yang dipercaya dapat memainkan peran itu, memainkan peran yang amat krusial. Kegagalan pada

level ini kerap akan cenderung memberikan preseden negatif dan memperburuk situasi.

Dalam konteks jangka menengah, solusi yang mungkin adalah memperbaiki kinerja dan profesionalisme

aparat keamanan agar dapat lebih sensitif dan efektif mencegah serta menyelesaikan rangkaian konflik

sejak dini. Dibutuhkan pula sebuah desain besar dan pelembagaan pencegahan dan penyelesaian konflik

yang lebih kontekstual dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan dan masyarakat di

dalamnya.

Dalam konteks jangka panjang, jelaslah bahwa persoalan segregasi primordial dan disparitas ekonomi

yang selalu jadi biang keladi kemunculan konflik harus dapat direduksi semaksimal mungkin.

Para tokoh adat Lampung Selatan dan masyarakat Bali melakukan pertemuan dengan bantuan mediasi

oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Mereka sepakat untuk berdamai dan mengakhiri konflik yang

mengakibatkan 14 orang tewas dan ratusan rumah dibakar. "Dalam pertemuan itu mereka sama-sama

membahas apa yang menjadi akar persoalan konflik yang berujung bentrok itu," kata Wakil Gubernur

Lampung Joko Umar Said di ruang kerjanya, Selasa, 30 Oktober 2012.

Dalam pertemuan tertutup yang dihadiri oleh tokoh masyarakat Bali, tokoh adat Lampung Selatan, dan

Forum Masyarakat Adat Lampung itu, semua pihak bersepakat untuk menahan diri. Dalam dua hingga

tiga hari ke depan, Joko berharap ada format perdamaian yang melibatkan semua pihak. "Acara

perdamaian itu akan digelar di sebuah tempat di mana ribuan orang bisa hadir dan saling memaafkan serta

(17)

Para tokoh adat kedua belah pihak yang bertikai sebenarnya sudah menandatangani perdamaian di

hadapan bupati, polisi, dan TNI usai bentrok di desa Napal, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan,

pada 23 Januari 2012 lalu.

Bentrokan dipicu oleh rebutan lahan parkir antara warga Kota Dalam dan Dusun Napal, Sidomulyo, yang

menyebabkan 63 rumah dibakar dan 23 lainnya dirusak.

Saat ini, sebanyak 2100 warga Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan, telah

dievakuasi ke Sekolah Polisi Negara Kemiling, Bandar Lampung. Mereka ditampung di aula sekolah.

"Sekarang kami fokus menangani pengungsi agar kondisi mereka pulih," kata Ketua Parisade Hindu

Darma Bandar Lampung, Putu Suwarte.

Warga Balinuraga hingga saat ini masih terus mendatangi SPN Kemiling dengan menggunakan kendaraan

milik polisi. Mereka diungsikan sejak kerusuhan meletus. Diperkirakan masih banyak warga yang tersisa

dan bersembunyi di dalam desa yang kini luluh lantak.

Data dari Polres Lampung Selatan menyatakan sebanyak 14 orang tewas, 9 luka parah, 166 unit rumah

dibakar massa, 26 unit rusak berat, serta 11 sepeda motor dan 2 kendaraan roda empat turut dibakar.

Sepuluh korban tewas belum bisa diidentifikasi karena kondisinya hancur. "Kami masih terus menyisir

semak belukar untuk menemukan korban akibat bentrokan kemarin," kata Kepala Polres Lampung

Selatan Ajun Komisaris Besar Tatar Nugroho.

3. Sinopsis film “tanda Tanya” dan kesimpulan.

Kisah film berputar di sekitar keluarga yang tinggal di sebuah wilayah tua kota di Jawa Tengah bila

(18)

restoran masakan Cina yang sudah sakit-sakitan, sangat sadar lingkungan, hingga cara masak dan

peralatan masak dipisah secara tajam antara yang halal dan haram. Ia bermasalah dengan anaknya, Ping

Hen alias Hendra (Rio Dewanto), yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis.

Soleh (Reza Rahadian), Islam dan pengangguran yang rajin menjalankan ibadah, selalu gundah akan

keadaan dirinya, sementara istrinya, Menuk (Revalina S Temat), yang berjilbab bekerja di restoran Tan

Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tiang keluarga, tampil sebagai istri teladan.

Rika (Endhita), janda berputra tunggal, meneruskan usaha keluarga: toko buku. Atas pilihannya sendiri, ia

belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara mendorong putranya untuk memperdalam agama

Islam di mesjid setempat. Ia juga bersahabat dengan Surya (Agus Kuncoro), yang bercita-cita menjadi

aktor hebat tapi bernasib masih mendapat kesempatan peran-peran kecil. Saking tidak punya uang, ia

menginap di mesjid.

Kisah yang berputar pada permasalahan masing-masing keluarga dan perorangan tadi, berkelindan

dengan masalah sosial masyarakat: kebencian antaretnis/agama, radikalisme agama dalam bentuk

peristiwa penusukan pastor dan bom di gereja, perusakan restoran, juga usaha-usaha untuk

menengahinya.

Mengapa saya menilai film ini berkualitas dan realistis?

Pertama, dalam film ini ditunjukkan bahwa konflik yang terjadi di berbagai daerah tidak disebabkan oleh

faktor tunggal belaka. Banyak variabel sekunder yang jarang diperhitungkan, yang “nunut” dalam

peristiwa-peristiwa tersebut, seperti faktor politik, dendam, ekonomi, dan bahkan faktor cinta.

Faktor-faktor itu akan selalu ada (takkan bisa dihilangkan) dan absurb di dalam sebuah kehidupan bermasyarakat

yang kompleks. Dari nilai ini, masyarakat diharapkan paham bahwa hujatan-hujatan dan sumpah-serapah

berlebihan terhadap suatu kelompok/pihak/orang/hal tunggal bukanlah hal yang bijak. Karena tidak

(19)

Kedua, ada adegan di mana dua orang pemerannya berpindah agama berdasarkan keyakinan hati mereka

masing-masing. Adegan ini memberikan penekanan bahwa hak-hak setiap individu untuk memilih, tak

perlu diperdebatkan, apalagi dipermasalahkan. Dalam ajaran agama pun sebenarnya hal ini sudah

memiliki dasar, seperti ayat yang ada dalam Al Quran di bawah ini, hanya saja individu-individunya

terkadang tidak memahaminya, tidak menjalankannya, atau tidak memedulikannya atau bahkan tidak

mengetahui sama sekali!.

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (Al-Kafiruun:6)

**bahwa perbedaan itu memang akan selalu ada, dan hak itupun melekat pada setiap individu, mengapa harus memaksakan keseragaman yang mustahil sampai-sampai menimbulkan perpecahan?

Ketiga, perbedaan antarkomunitas beragama dan antarindividu memang nyata adanya dan kerap

menimbulkan konflik yang pelik, bahkan terkadang hingga menimbulkan perpecahan, pertikaian, dan

pertumpahan darah yang menelan korban. Namun, di film ini penonton disodorkan harapan baru bahwa

hal-hal tersebut ternyata TIDAK MUSTAHIL untuk tidak terjadi. Dan penonton pun bisa paham bahwa

toleransi dalam masyarakat yang hetero adalah mutlak. Wajib dan harus, tidak bisa tidak! Jika kita

mendambakan kehidupan yang damai.

Menarik dan menghibur

Singkat kata, dalam opini saya, Hanung Bramantyo memang pandai mengemas film ini agar tetap

menarik dan memunculkan unsur hiburan di tengah-tengah bobot cerita yang cukup berat.

Celotehan-celotehan Surya yang diperankan oleh Agus Kuncoro merupakan salah satu “kunci” munculnya tawa

dalam film ini. Gelak tawa terus terdengar dalam ritme tertentu sepanjang film ini diputar. Sungguh

menarik! Walaupun tidak dapat dikatakan sempurna, namun perpaduan yang dituangkan dalam film ini

cukup menjadikan film ini patut ditonton oleh masyarakat Indonesia dan patut masuk dalam kategori film

(20)

BAB III

PENUTUP

1.KESIMPULAN

Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom yang harus lebih

diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal

Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa

ini berbeda-beda dalam suatu Keragaman. Kesetaraan bisa di wujudkan dengan pemerataan pembangunan

di seluruh wilayah NKRI dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di di hadapan

hukum ). Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik

yang berkepanjangan. Oleh karena itu Keragaman dan Kesetaraan harus di tanamkan sejak dini kepada

generasi muda penerus bangsa.

(21)

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi / kelompok manusia harus

memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang di tengah masyarakat sehingga dapat

menghindari masalah yang berpokok pangkal dari keragaman dan keserataan sebagai sifat dasar manusia.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada bagian bagian duodenum kelompok P1 (dosis 50 mg/kg BB) ditemukan pelebaran lamina propria, penebalan epitel mukus, penyatuan vili, penumpukan limfosit dan

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah membuat suatu software basis data mengenai data pegawai pada Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia dengan menggunakan Visual

‘Tata bahasa’ ini kemudian banyak dianggap sebagai dasar penting kerangka analisa multimodality , dan bersandar pada kerangka ini banyak kajian telah dilakukan

Penelitian ini mengadopsi model didalam teori UTAUT 2 guna mendapatkan informasi mengenai: (1) mengetahui seberapa besar hubungan antar variabel predikor laten

[r]

Excel visual basic tutorial free download : free top selling pc / laptop software training microsoft office word excel 2007 free,macros in excel 2007 tutorial pdf free for

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Berdasarkan analisis ABC dari 60 jenis obat rutin yang dipakai di Instalasi Farmasi yang termasuk golongan obat A sebanayak 6 item dengan nilai investasi sebesar Rp.. Golngan Obat