• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lanjut Usia

2.1.1. Proses Menua

Menua (menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Semua orang yang dikaruniai umur yang panjang, pada suatu saat pasti akan mengalami suatu proses penuaan. Proses penuaan ini tidak hanya terjadi pada suatu bagian-bagian tertentu saja, tetapi seluruh bagian di tubuh kita akan mengalami proses penuaan. Hal ini dapat dilihat misalnya dengan menjadi kisutnya pipi, tumbuhnya uban pada rambut, berkurangnya proses pendengaran, mundurnya daya ingat dan kemampuan berpikir, serta berkurangnya daya penglihatan sehingga memerlukan bantuan kacamata untuk membaca (Gallo, 1998).

Sebenarnya lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan, sebab manusia sebagai mahluk hidup, umurnya terbatas oleh suatu peraturan alam. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari. Sehingga bagi kebanyakan orang, masa tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan (Gallo, 1998)

(2)

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua, antara lain :

1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap. Oleh karena itu, pada usia lanjut seringkali terlihat kurus.

2. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat. Sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan. Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel saraf pendengaran. 3. Dengan banyaknya gigi geligi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan

fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut. 4. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan

seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan lanjut usia. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir.

5. Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan lanjut usia menjadi lamban, kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan, dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.

(3)

6. Pada lanjut usia terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas bertujuan (apraksia) dan gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau perilaku anti-sosial lainnya.

7. Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran Natrium sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.

8. Incontintia Urine (IU) adalah pengeluaran urine di luar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok lanjut usia, sehingga usia lanjut yang mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.

Kemunduran psikologis pada lanjut usia juga terjadi yaitu ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain : sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan (Depkes RI, 2000)

Kemunduran sosiologi pada lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman lanjut usia itu atas dirinya sendiri. Status sosial seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status sosial lanjut usia akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut. Aspek sosial ini

(4)

sebaiknya diketahui oleh lanjut usia sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.

2.1.2. Arti dan Batasan Usia Lanjut

Menurut ilmu Gerontologi, lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa dan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut tersebut.

Beberapa pendapat tentang batasan umur lanjut usia yaitu:

1. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. 2. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas yang

karena mengalami penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di hari tua, kecuali bila sebelum umur tersebut proses menua itu terjadi lebih awal, dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial.

3. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi: a. Usia pertengahan (Middle Age) adalah orang yang berusia 45-59 tahun b. Usia Lanjut (Elderly) adalah orang yang berusia 60-74 tahun

c. Usia Lanjut Tua (Old) adalah orang yang berusia 75-90 tahun d. Usia Sangat Tua (Very Old) adalah orang yang berusia > 90 tahun

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya.

(5)

Berdasarkan dokumen pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial Republik Indonesia (1996) dalam rangka perancangan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Preseiden RI, menetapkan batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas.

Lanjut usia dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe tergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan dan kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Dalam program posyandu lansia, sasaran terkategori atas 3 macam berdasarkan ukuran kemandirian (Activities of Daily Live) untuk mampu melakukan aktifitas sehari-hari, yaitu “kemandiriaan A” lansia yang tidak bisa datang ke posyandu/puskesmas, “kemandirian B” yaitu lansia yang datang ke posyandu/puskesmas dengan dibantu orang lain atau dipapah dan “kemandirian C” lansia yang bisa datang sendiri ke posyandu. (Depkes RI, 2005).

2.2. Posyandu Lanjut Usia

2.2.1. Pengertian Posyandu Lansia

Posyandu lanjut usia perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari pemerintah, keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan meringankan beban masyarakat khususnya lanjut usia.

Menurut Depkes RI bahwa pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dilaksanakan di tingkat dusun/ desa dalam wilayah kerja puskesmas. Tempat pelayanan program terpadu ini disebut posyandu.

Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan terpadu. Kegiatan yang terpadu dan saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

(6)

disepakati bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari dua program menjadi lebih banyak program. Keterpaduan dapat berupa aspek sasaran, aspek lokasi, kegiatan maupun petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip posyandu adalah suatu kegiatan yang dikelola masyarakat dan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Adapun lanjut usia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja puskesmas. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama lanjut usia. Kita dihadapkan pada beberapa masalah yaitu jumlah lanjut usia yang semakin meningkat, mahalnya harga dan biaya pengobatan, tingginya angka kesakitan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan dan lain-lain (Depkes RI, 2000).

2.2.2. Tujuan Penyelenggaraan

Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain : a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

2.2.3. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada

(7)

yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut:

- Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan

- Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II.

- Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

2.2.4. Kendala Pelaksanaan Posyadu Lansia

Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain:

a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.

Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia. b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau

(8)

Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia

c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan yang terjadi pada lansia

d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.

Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan

(9)

kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.

2.3. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam pembinaan kesehatan lansia merupakan upaya yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan, kemampuan untuk mandiri, produktif dan berperan aktif dalam komprehensif, azas kekeluargaan, pelaksanaan sesuai protap, dan kendali mutu (Depkes RI, 2003).

Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan holistic, pelaksanaan terpadu, pembinaan komprehensif tersebut terdiri dari:

1. Pembinaan kesehatan yang mencakup kegiatan:

a. Promotif, antara lain penyuluhan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), penyakit pada lansia, gizi, upaya meningkatkan kebugaran jasmani, kesehatan mental, dan kemandirian produktifitas.

b. Preventif, antara lain deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia yang dapat dilakukan POKSILA/puskesmas dengan menggunakan KMS Lansia, buku pemantauan kesehatan pribadi lansia.

2. Pelayanan kesehatan yang mencakup kegiatan;

a. Kuratif, antara lain pengobatan bagi lansia yang sakit baik di Poksila, Pustu, Puskesmas/Rumah Sakit.

b. Rehabilitatif, antara lain upaya medis, psikososial, edukatif untuk dapat mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lansia.

3. Konseling yang mencakup kegiatan: a. Tidak sama dengan penyuluhan.

(10)

b. Dilaksanakan oleh Konseler.

c. Upaya memecahkan masalah kesehatan dan psikologis lansia. d. Dapat berfungsi preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif. 4. Pendekatan individu maupun kelompok.

5. Home Care

6. Bentuk pelayanan kesehatan komprehensif yang dilakukan di rumah klien/lansia. 7. Melibatkan klien serta keluarga sebagai subjek untuk berpartisipasi dalam

kegiatan perawatan dalam bentuk tim (tenaga professional/non professional di bidang kesehatan maupun non kesehatan).

8. Bertujuan memandirikan klien dan keluarganya.

Dalam kegiatan pelayan kesehatan bagi lansia, maka dilaksanakan kegiatan di posyandu bagi lansia, agar lansia dapat mencapai hidup sehat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia dan Indonesia Sehat 2010.

Kegiatan yang dilakukan di posyandu bagi lansia antara lain adalah:

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).

4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

(11)

6. Penyuluhan Kesehatan.

7. Pemberian makanan tambahan (PMT).

8. Kegiatan olah raga, antara lain senam usia lanjut, gerak jalan santai, dan sebagainya untuk meningkatkan kebugaran (Lasma, 2007).

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan kesehatan terutama dalam menunjang status gizi lansia dan pencegahan penyakit, dilakukan melalui pemantauan keadaan kesehatan para lansia secara berkala dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia,dengan harapan gangguan kesehatan lansia dapat dideteksi lebih dini untuk mendapatkan pertolongan secara cepat, tepat dan memadai sesuai dengan keinginan yang diperlukan (Depkes RI, 2003).

2.4. Upaya Untuk Meningkatkan Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia

Untuk meningkatkan pemanfaatan posyandu lansia dilakukan upaya-upaya berupa:

1. Memantapkan kerjasama dan partisipasi lintas program, lintas sector, lembaga swadaya masyarakat serta peran serta masyarakat melalui kesepakatan dan rencana kerja di setiap tingkat administrasi, antara lain dalam :

a. Pelayanan kesehatan di tingkat pelayanan dasar: Puskesmas termasuk Puskesmas Pembantu, Bidan di desa, Balai Kesehatan Masyarakat, Kelompok Lanjut Usia dan lain-lain.

b. Pemantapan kerjasama antara Dinas Kesehatan dan RS KKabupaten/ Kota Dati I agar tercipta system yang tertata rapi dan mantap dalam memberikan pelayanan bagi lanjut usia.

(12)

c. Membina kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi profesi yang bergerak dalam pembinaan kesehatan lanjut usia.

d. Peningkatan komitmen dan dukungan politis dari Gubernur, Bupati/Walikota, sektor dan program terkait dalam pemasaran sosial mengenai upaya kesehatan lansia, dukungan dana bersumber APBN dan APBD dalam penanganan lanjut usia termasuk biaya transportasi serta upaya rujukan bagi lansia yang tidak mampu.

2. Meningkatkan upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) melalui : a. Pengembangan pesan-pesan dan pengembangan media penyuluhan tentang

kesehatan lansia.

b. Penyebarluasan informasi mengenai upaya kesehatan lansia kepada petugas penyuluhan dan sektor terkait.

c. Pengembangan upaya konseling dalam penanganan kasus lansia termasuk keluarganya.

3. Peningkatan upaya deteksi dini terhadap kasus lansia beresiko dan penanganannya dengan pelayanan kesehatan yang tepat dan memadai, melalui kegiatan :

a. Pendataan sasaran dan pemutakhiran data secara berkala.

b. Penggerakan Puskesmas dan jajarannya untuk memberikan pelayanan secara aktif terhadap sasaran lanjut usia, sehingga akan meningkatkan cakupan pelayanan secara bertahap.

(13)

c. Pemantauan secara berkesinambungan terhadap kesehatan lansia melalui kegiatan kelompok lansia dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.

d. Pemberdayaan masyarakat termasuk sasaran lansia dalam mengenal dan melakukan rujukan kasus resiko tinggi.

4. Peningkatan pembinaan teknis dan manejerial pengelola program lansia melalui:

a. Pembahasan rutin pelaksanaan program pembinaan lansia.

b. Pelatihan/pendidikan dan berkelanjutan mengenai penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lansia.

c. Melakukan pembinaan/ supervise terhadap pelaksanaan kegiatan kelompok lansia di masyarakat maupun pelaksanaan pelayanan di tingkat pelayanan dasar.

5. Pemantapan kemampuan pengelola program lansia dalam perencanaan, penggerakkan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan antara lain melalui:

a. Penentuan prioritas kegiatan berdasarkan masalah yang ada.

b. Membuat perencanaan/usulan kegiatan dengan memperhatikan prioritas masalah yang ada.

c. Meningkatkan kemampuan pengelola program lansia di Kabupaten melalui pendidikan dan latihan.

(14)

2.5. Kecukupan Gizi Pada Lansia

Kecukupan gizi lanjut usia berbeda dengan usia muda karena pada usia lanjut terjadi perubahan fisiologis dan psikososial sebagai akibat dari proses menua. Kebutuhan gizi setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :

1. Umur

Pada masa pertumbuhan kebutuhan semua zat gizi tinggi (bayi, anak-anak dan remaja), sedangkan makin tua seseorang maka kalori (karbohidrat dan lemak) yang dibutuhkan menurun. Namun kebutuhan protein, vitamin dan mineral cukup tinggi sebagai aktioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas yang dapat merusak sel.

2. Jenis Kelamin

Umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebih banyak (terutama kalori, proitein dan lemak) dibandingkan dengan wanita karena postur, otot dan luas permukaan tubuh lebih besar atau lebih luas daripada wanita. Namun kebutuhan Fe pada wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan pria karena wanita mengalami menstruasi. Pada wanita yang sudah menopause kebutuhan Fe akan menurun kembali.

3. Aktivitas/kegiatan fisik dan mental

Orang yang melakukan kegiatan fisik (menggunakan otot) memerlukan zat gizi lebih banyak dibandingkan dengan orang yang hanya duduk atau tidur. Walaupun aktivitas fisik lebih memerlukan zat gizi lebih pada aktivitas mental, namun stress yang berkepanjangan dapat mengganggu proses metabolisme tubuh yang

(15)

membutuhkan zat gizi cukup (terutama zat gizi mikro). Orang yang sedang istirahat pun memerlukan zat gizi untuk proses metabolisme tubuh yang disebut Basal Metabolisme Rate (BMR).

4. Postur Tubuh

Tubuh yang tinggi dan besar memerlukan zat gizi lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang pendek, karena zat gizi dibutuhkan untuk mensuplai makanan sampai ke seluruh tubuh.

5. Pekerjaan

Kecukupan zat gizi seseorang sangat tergantung dari pekerjaan sehari-hari, apakah termasuk ringan, sedang atau berat. Makin berat kerja seseorang makin besar zat gizi yang dibutuhkan. Contoh : Pekerja lapangan membutuhkan zat gizi lebih besar dibandingkan orang yang bekerja di kantor.

6. Iklim/suhu udara

Orang yang tinggal di daerah dingin (pegunungan) memerlukan zat gizi yang lebih untuk mempertahankan suhu tubuh.

7. Kondisi fisik tertentu

Kebutuhan zat gizi setiap individu tidak selalu tetap. Kebutuhan zat gizi setiap orang bervariasi sesuai dengan kondisi fisik tertentu. Selain faktor-faktor diatas pada kondisi tertentu, misalnya sedang hamil atau sehabis sembuh dari sakit, memerlukan zat gizi yang lebih dari biasanya.

8. Lingkungan

Orang yang terus menerus berada di lingkungan berbahaya (misal : radioaktif, nuklir, dan bahan kimia lain) harus mendapatkan suplemen yang mengandung

(16)

protein, vitamin dan mineral untuk melindungi sel-sel tubuh dari efek seperti radiasi (Arifin, 2000).

2.6. Pengkajian Status Gizi

Keadaan gizi seseorang mempengaruhi penampilan, pertumbuhan dan perkembangannya, kondisi kesehatan serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi, mengidentifikasi malnutrisi (kurang gizi atau gizi lebih) dan menentukan jenis diet atau menu makanan yang harus diberikan pada seseorang. Mengkaji status gizi usia lanjut sebaiknya menggunakan lebih dari satu parameter sehingga hasil kajian lebih akurat. Pengkajian status gizi pada usia lanjut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Anamnesis

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :

a. Identitas (nama, umur, agama, etnis, pendidikan, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, penghasilan).

b. Orang terdekat yang dapat dihubungi (keluarga/pengasuh)

c. Keluhan dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit degeneratif (diabetes melitus, hipertensi, kegemukan/obesitas, osteoporosis, empedu, jantung, hati, kanker) atau saluran pencernaan (gastritis, colitis ulceroa) serta penyakit infeksi/kronis (TBC, diare, radang paru) dan dimentia (pikun).

d. Riwayat asupan makanan : apakah ada perubahan karena kondisi usila seperti gigi geligi yang tidak baik, tidak nafsu makan/menolak makan, tidak suka/alergi makanan, kesulitan makan, pantangan makan atau tabu.

(17)

e. Riwayat pengobatan (resep dokter/obat bebas) dan penggunaan obat yang berhubungan dengan asupan makanan dan zat gizi (megadosis vitamin, makanan kesehatan dan suplemen)

f. Riwayat operasi yang mengganggu asupan makanan seperti operasi usus, hernia.

g. Riwayat penyakit keluarga (diabetes mellitus, hipertensi)

h. Aktivitas sehari-hari yang menurun misalnya akibat osteoporosis dan depresi. i. Riwayat kebiasaan buang air besar dan buang air kecil misalnya sembelit

(konstipasi) dan beser (incontinentia urine).

j. Kebiasaan lain yang mengganggu asupan makanan : perokok berat, pecandu alkohol atau minuman keras lain dan ketergantungan obat.

2. Pemeriksaan Tanda Vital

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan tanda vital adalah : a. Derajat penurunan atau perubahan kesadaran

b. Pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi jantung/nadi yang dilakukan dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri (pada usia lanjunt sering terjadi hipotensi ortostatik).

c. Pemeriksaan frekuensi nafas untuk mengetahui apakah ada asidosis.

Pada lansia yang mengalami penurunan atau perubahan kesadaran sebelum dilakukan lebih lanjut, sebaiknya diatasi dengan memberikan infus atau bolus glukosa untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Untuk selanjutnya pemberian makanan pada usia lanjut diatas dapat diberikan melalui NGT (Naso Gastrik Tube). Pemberian makanan formula melalui NGT biasanya dikombinasi menderita penyakit

(18)

yang mengganggu masuknya makanan ke dalam lambung (seperti tumor oesophagus), pemberian makanan formula langsung ke dalam lambung (gastrotomy). 3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan hubungan sebab akibat antara status gizi dan kondisi kesehatan lanjut usia serta menentukan terapi obat dan diet. Pemeriksaan fisik meliputi :

a. Tanda-tanda klinis kurang gizi atau gizi lebih 1. Kurang gizi: sangat kurus, pucat atau bengkak 2. Gizi lebih : gemuk atau sangat gemuk (obesitas) b. Sistem kardiovaskuler c. Sistem pernafasan d. Sistem gastrointestinal e. Sistem genitourinarius f. Sistem muskuloskeletal g. Sistem metabolik/endokrin h. Sistem neurologik/psikiatik 4. Pengukuran Antropometri

Berbagai cara pengukuran antropometri dapat digunakan untuk menentukan status gizi. Cara yang paling sederhana dan banyak digunakan dengan menghitung indeks Massa Tubuh (IMT) dan Rumus Brocca. Cara lain yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi usila yaitu dengan mengukur tinggi lutut (knee high).

(19)

Untuk menilai status gizi usia lanjut seseorang perlu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian IMT dihitung dengan cara sebagai berikut :

IMT =

TBxTB kg BB( )

Ket :

IMT : Indeks Massa Tubuh BB : Berat Badan (kg) TB : Tinggi Badan (cm)

Pengukuran berat badan dilakukan dengan pakaian seminimal mungkin dan tanpa alas kaki dengan kepekaan 0,1 kg. Alat yang dianjurkan adalah Beam Balance Scale (tidak dianjurkan memakai timbangan kamar mandi).

Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan dengan kepekaan 0,1 cm. pengukuran dilakukan pada posisi berdiri lurus dan tanpa menggunakan alas kaki (Supariasa, 2001).

Status gizi ditentukan bila IMT :

Untuk Wanita Untuk Laki-Laki

Normal Kegemukan Obesitas 17 – 23 23 – 27 >27 Normal Kegemukan Obesitas 18 – 25 25 – 27 >27

Sumber : Depkes RI, Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa 1996

b. Menggunakan Rumus Brocca

Cara ini digunakan untuk mengukur berat badan (BB) ideal dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(20)

Batas ambang yang diperbolehkan adalah + 10%. Bila > 10% sudah kegemukan dan bila > 20% terjadi obesitas.

c. Menghitung Tinggi Lutut

Menghitung tinggi lutut digunakan pada usia lanjut yang tulang punggungnya terjadi osteoporosis (keropos), sehingga terjadi penurunan tinggi badan. Dari tinggi lutut dapat dihitung tinggi badan sesungguhnya dengan rumus :

Tinggi Badan (Laki-Laki) = 59,01 + (2,08 x TL) Tinggi Badan (Perempuan) = 75,00 + (1,91 x TL) Catatan : TL = Tinggi Lutut (cm)

5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa penyakit serta untuk menentukan intervensi gizi. Pemeriksaan laboratorium antara lain :

1. Darah : Hb, kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, ureum, creatinin, asam urat dan trigliserida serta kadar vitamin dan mineral lain.

2. Urine : glukosa/kadar gula, albumin. 3. Faeces : fungsi pencernaan, serat, lemak.

Adapun masalah gizi yang sering timbul pada lanjut usia adalah : a. Gizi berlebihan

Gizi berlebihan pada lanjut usia banyak terdapat di negara barat dan di kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan yang berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berperan karena kekerangannya aktivitas fisik. Kelebihan makan tersebut sukat untuk dirubah walaupun disadari untuk mengurangi makanan. Kegemukan merupakan salah satu

(21)

pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes millitus, penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi dan sebagainya.

b. Gizi kurang

Gizi kurang sering disebakan oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan juga keadaan gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi pada organ-organ tubuh.

c. Kekurangan vitamin

Bila konsumsi buah dan sayur-sayuran dalam makanan kurang, apabila ditambah kekurangan protein dalam makanan, maka akibatnya nafsu makan kurang, penglihatan mundur, mulut kering, lesu dan tidak semangat (Arifin Siregar, 2000).

Dalam merencanakan makanan untuk lansia, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang dan jangan terlalu sedikit. Porsi makan hendaknya diatur, merata dalam satu hari, sehingga dapat makan lebih sering dalam porsi yang kecil.

2. Banyak minum dan kurang makan garam, dengan banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang terlalu usia akan memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan terjadinya tekanan darah tinggi.

(22)

3. Membatasi penggunaan kalori, sehingga berat badan dalam keadaan normal, terutama makanan yang manis-manis/bergula, minyak dan makanan yang berlemak. Disarankan untuk usia di atas 50 tahun 1900 kalori, usia di atas 60 tahun 1700 kalori dan usia diatas 70 tahun 1500

4. Bagi para lansia dimana proses penuaannya sudah lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Makanlah makanan yang sudah dicerna

b. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, goreng-gorengan dan sebagainya. c. Bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu kurang baik,

makanan harus lunak atau lembek atau dicincang. d. Makanlah dalam porsi yang kecil tetapi sering.

e. Makanan selingan atau snack, susu, buah, sari buah, dan sebagainya sebaiknya diberikan.

5. Batasi minum kopi dan teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab berguna untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan (Arifin Siregar, 2000)

2.7. Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia

Pada usia lanjut jumlah sel yang aktif menurun, jadi bukan karena metabolisme yang menurun. Penyelidikan menunjukkan dengan bertambahnya umur, organ-organ tubuhpun kehilangan jumlah sel-sel. Organ-organ yang diambil dari binatang percobaan dari binatang muda dan tua, menunjukkan kehilangan sel pada jaringan otot jantung binatang tua. Demikian pula pada otot anggota badan, ginjal, dan otak.

(23)

Sedangkan penyelidikan dengan pengukuran aktivitas enzim, menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara sel dari jaringan yang tua dan muda bila dihubungkan dengan jumlah DNA. Oleh karena itu penyusunan diet usia lanjutpun banyak faktor yang perlu diperhatikan.

Basal metabolisme yang menurun 10-15% dan bervariasi tergantung dari keaktifan perorangan. Penurunan Basal metabolisme ini karena menurunnya fungsi protoplasma dan juga karena menurunnya keaktifan tubuh. Keadaan ini juga menyebabkan menurunnya daya tahan terhadap infeksi, mudah timbul berbagai penyakit. Turunnya nafsu makan, karena menurunnya produksi asam lambung yang meliputi : volume, keasaman, dan jumlah pepsin. Sebaliknya tripsin normal dan kadang-kadang meninggi dan lipase sangat berkurang.

Menurunnya keasaman ini mempunyai efek kurang baik pada absorbsi kalsium dan mineral besi. Lemak sukar dicerna karena menurunnya daya lambung untuk pengosongan. Hal ini karena produk lipase yang jumlahnya menurun hingga hidrolisa kurang sempurna akibat berkurangnya sekresi empedu ke usus kecil.

Gigi geligi pada lanjut usia menjadi kurang lengkap, meskipun kadang-kadang sudah diberi gigi palsu. Pengaruhnya menjadikan pengunyahan yang kurang sempurna dan merasa sesuatu kurang lezat. Hal ini menyebabkan lanjut usia lebih memilih makanan yang lunak (yang biasanya terutama terdiri dari hidrat arang). Menu makanan ini jelas tidak seimbang.

Di samping itu menurunnya nafsu makan terhadap beberapa jenis makanan, bisa disebabkan alat sensoris indra penciuman dan perasaan menjadi berkurang.

(24)

Alat pencernaannya cenderung berubah tonus yang berkurang dari otot-otot lambung, usus kecil, dan usus besar sehingga menyebabkan gerakan psikiatrik berkurang, sering menimbulkan rasa penuh dibagian perut dan kadang-kadang susah buang air besar.

Adanya gangguan sirkulasi di ginjal karena menurunnya jumlah glumeruli, menyebabkan kadar ureum dan asam urat meninggi. Pembuangan hasil-hasil metabolismepun berkurang.

Ketidakseimbangan sistem hormonal usia lanjut pada wanita sering menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan nitrogen yang akan menyebabkan osteoporosis (pengeroposan tulang).

2.8. Perilaku Sehubungan dengan Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebahagian terletak di dalam diri individu itu sendiri yang disebut dengan factor intern dan sebahagian terletak di luar individu itu sendiri atau faktor ekstern yaitu faktor lingkungan.

1. Faktor-faktor Intern

Faktor intern yaitu faktor yang ada didalam individu itu sendiri, misalnya: karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan) yang dimiliki seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan keberhasilan dalam mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dimiliki seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang merasa ttidak puas dengan hasil dari pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya dari luar individu.

(25)

Faktor ekstern yaitu factor yang ada diluar individu yang bersangkutan. Factor ini mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan dorongan/motif untuk berbuat sesuatu. Misalnya karakteristik lingkungan sosial. Lingkungan sosial termasuk didalamnya lingkungan social terdekat yaitu keluarga, tetangga dan fasilitas pelayanan kesehatan, alat-alat kesehatan yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia tersebut.

Pada tingkat ini benar-benar terjadi tarik-menarik antar pribadi dan tujuan yang akan dicapai. Maka, pada saat pertentangan motif baik ini memaksa orang harus berpikir secara matang, mempertimbangkan baik-baik segala kemungkinan. Dalam pertimbangan ini orrang tidak terlepas dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dihayati pada saat tersebut.

2.9. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku manusia. (Notoatmodjo, 2005).

Terdapat 5 tingkatan pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif yaitu:

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk juga mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

(26)

2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari dari situasi dan kondisi secara riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan suatu materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis) adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.\

2.10. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, namun merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu:

1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing) yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

(27)

4. Bertanggung jawab (Responsible) yakni bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko.

Ciri-ciri sikap :

1. Sikap bukan bawaan lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.

4. Objek sikapdapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tertentu.

Fungsi sikap yaitu sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri, alat pengatur tingkah laku, alat pengatur pengalaman-pengalaman, pernyataan kepribadian.

2.11. Tindakan

Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yang berupa perbuatan (action) terhadap situasi dengan rangsangan dari luar.

Untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap untuk menumbuhkan hubungan yang baik.

Tingkatan- tingkatan tindakan :

1. Persepsi adalah mengenal dan memilh berbagai objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan diambil.

(28)

Sikap Lansia tentang Pemanfaatan

Posyandu

2. Respon terpimpin, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.12. Kerangka Konsep

Kerangka konsep di atas menunjukkan bahwa karakteristik lansia yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan lansia tentang pemanfaatan posyandu. Perilaku ini secara langsung mempengaruhi status gizi lansia.

Karakteristik Lansia - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan Status gizi

Tindakan Lansia tentang Pemanfaatan Posyandu

Pengetahuan Lansia tentang Pemanfaatan

Referensi

Dokumen terkait

Strategi ini memberikan langkah-langkah yang memudahkan bagi pihak manajemen Asuransi JIwasraya dalam menjangkau konsumen yang luas, menentukan pasar potensial yang

Dari lirik lagu di atas mengajarkan bahwa, Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang penuh cinta kepada umatnya dan Rasulullah Muhammad SAW diutus Allah SWT bagaikan

Sebagai hotel resor yang berbasis arsitektur ekologis, penataan ruang pada bangunan ini dirancang agar keberadaan bangunan ini tidak mengganggu keberadaan ekologi

Kebutuhan prasarana drainase perkotaan semakin dirasakan akibat pesatnya pembangunan Kota Padang Panjang tersebut sehingga sistim jaringan drainase yang telah ada tidak

(2) Dokumen pertanggungjawaban biaya sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari : SPPD, bukti tanda terima pembayaran lumpsum oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai

Tingkat konsumsi protein dan kalori yang normal atau seimbang terjadi pada masyarakat dengan tingkat penghasilan menengah dan tinggi serta pendidikan yang memadai. Konsumsi

Hasanah dan Retnowati (2019) menjelaskan proses awal dari perempuan yang memilih menjadi single mother dalam dinamika resiliensi seperti disfungsi keluarga yang

Diharapkan dalam penelitian ini akan diperoleh nilai decimal reduction time (D value) dan Z value untuk parameter tekstur, warna, mutu organoleptik (warna, bau, dan rasa)