TUGAS AKHIR – RE 141581
EVALUASI DAN REDESAIN INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH RSUD dr. M.
SOEWANDHI SURABAYA
MUHAMMAD RAIHAN FERDIAZ 3312100107
Dosen Pembimbing:
Prof.Dr.Ir.Nieke Karnaningroem, M. Sc Dosen Co-Pembimbing:
Dr.Ir.Mohammad Razif.M.M JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
FINAL PROJECT – RE 141581
EVALUATION AND REDESIGN OF THE WASTE
WATER TREATMENT OF THE SOEWANDHI
HOSPITAL SURABAYA
MUHAMMAD RAIHAN FERDIAZ 3312100107
SUPERVISOR:
Prof.Dr.Ir.Nieke Karnaningroem, M.Sc CO-SUPERVISOR:
Dr.Ir.Mohammad Razif.M.M
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL ENGINEERING Faculty of Civil Engineering and Planning Institute of Technology Sepuluh Nopember Surabaya
Evaluasi dan Redesain Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD dr. M. Soewandhi Surabaya
Nama Mahasiswa : Muhammad Raihan Ferdiaz
NRP : 3312100107
Jurusan : Teknik Lingkungan
Dosen Pembimbing : Prof Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M. Sc
Dosen Co-Pembimbing : Dr. Ir. Mohammad Razif, M. M ABSTRAK
Rumah sakit dr. M. Soewandhi Surabaya dalam
menjalankan fungsi operasionalnya menghasilkan limbah, baik itu
limbah domestik, limbah padat, limbah cair serta limbah
radioaktif, Adanya penambahan kapasitas menyebabkan kinerja IPAL menjadi kurang efektif dan permasalahan yang saat ini terjadi adalah tingginya kandungan N(nitrogen) dan P(Phospat) bebas yang belum bisa memenuhi baku mutu yang berlaku.
Pada Tugas Akhir ini yang pertama dilakukan adalah Evaluasi terhadap unit IPAL yang sudah ada dan dilanjutkan dengan redesain dari unit yang belum memenuhi kriteria desain dan bermasalah.
Berdasarkan hasil evaluasi bangunan IPAL,menunjukkan
bahwa kandungan NH3-bebas dan Phospat masih tinggi, serta
belum stabilnya kinerja IPAL secara keseluruhan. Hal ini dibuktikan dengan kualitas pada outlet IPAL masih berubah-ubah. Penggunaan kompartemen anaerobik-aerobik biofilter belum
mampu mereduksi kadar NH3-bebas dan Phospat. Redesain
yang direncanakan adalah dengan menambahkan paket
koagulasi-flokulasi, untuk mengatasi kandungan Phospat dan
NH3-Bebas yang tinggi. Hasil perhitungan setelah di bangun unit
flokulasi-koagulasi didapatkan NH3-bebas 0,05 mg/L dan
Phospat 0,7 mg/L, nilai tersebut sudah memenuhi baku mutu air limbah rumah sakit
Kata Kunci: Evaluasi, IPAL, Nitrogen, Phospat, Redesain, Rumah Sakit
Evaluation and Redesign of the Waste Water Treatment Process of dr. M. Soewandhi Hospital Surabaya
Name of Student : Muhammad Raihan Ferdiaz
NRP : 3312100107
Major : Teknik Lingkungan
Supervisor : Prof Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M. Sc
Co-Supervisor : Dr. Ir. Mohammad Razif, M. M
ABSTRACT
dr. M. Soewandhi Surabaya hospital produced waste in their daily operational process, whether solid, liquid, radioactive and domestic waste. Due to increasing number of domestic waste capacity, the existing wastewater treatment plant becomes less effective which lead to high concentration of N (nitrogen) and P (phosphate) that do not comply with regulation.
The first step in this final project is to evaluate treatment unit of the existing wastewater treatment plant, The second step is to redesign units that are has troubled and do not meet the design criteria.
From the evaluation of the existing wastewater treatment
plant, high concentration of NH3 and Phosphate are found in the
effluent, and the perfomance of wastewater treatment is not stable (proved with the fluctuation of effluent quality). Anaerobic-aerobic biofilter that already established could not reduce
concentration of NH3 and Phosphate, and so the redesign is by
adding floculation and coagulation unit to overcome high
concentration of NH3 and Phosphate. The addition of floculation
and coagulation unit could lower the concentration of NH3 and
Phosphate as low as 0.05 mg/L and 0.7 mg/L respectively, which comply with regulation.
Keywords: Evaluation, Hospital, Nitrogen, Phosphate, Redesign, Wastewater treatment plant.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR... xi BAB 1 PENDAHULUAN ...1 1.1 Latar Belakang ...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 1.4 Ruang Lingkup ...2 1.5 Manfaat...3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...5
2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit...5
2.2 Klasifikasi Rumah Sakit ...7
2.3 Pengolahan Air Limbah ...8
2.4 Unit Pengolahan Biologis Biofilter Aerobic-Anaerobic 12 2.5 Kriteria Perencanaan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob ...13
2.6 Penghilangan Amoniak...14
2.7 Penghilangan Fosfat...15
2.8 Persyaratan Kualitas Effluen Rumah Sakit ...16
2.9 Analisis Perhitungan Kesetimbangan Massa ...16
BAB 3 GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN ...19
3.1 Pengolahan Air Limbah RSUD dr. M. Soewandhi Surabaya ...19
3.3 Penentuan Ide Perencanaan, Rumusan Masalah dan
Tujuan ...22
3.4 Studi Literatur ...22
3.5 Pengumpulan Data ...23
3.6 Penelitian Pendahuluan...24
3.7 Hasil dan Pembahasan...24
3.8 Kesimpulan dan Saran ...25
BAB 4 PEMBAHASAN ...27
4.1 Hasil Analisis Parameter Kinerja Data Primer ...27
4.2 Kinerja Bangunan Pengolahan Air Limbah...27
4.3 Bak Pengumpul ...27
4.4 Bak Equalisasi ...29
4.5 Biofilter Aerobik-Anaerobik ...33
4.6 Perencanaan Unit Pretreatment ...39
4.7 BOQ DAN RAB ...42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...53
5.1 Kesimpulan ...53
5.2 Saran ...53
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Fisik Air Limbah ...5
Tabel 2.2 Syarat proses Anaerob...11
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Proses Anaerob ...11
Tabel 2.4 Kriteria Biofilter Anaerob-Aerob...13
Tabel 2.5 Persyaratan Kualitas Effluen Rumah Sakit ...16
Tabel 4.1 Hasil Analisis Parameter ...27
Tabel 4.2 Karakteristik Influen Air limbah Bak ekualisasi...31
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kinerja Bak Ekualisasi ...31
Tabel 4.4 BOQ Pembangunan Bak Penampung ...43
Tabel 4.5 BOQ Pembangunan unit pretreatment...46
Tabel 4.6 Analisa HSP Pekerjaan Pembetonan...47
Tabel 4.7 Analisa HSP Pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Perpipaan dan Accessories...48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Anaerob...11
Gambar 2.2 Proses Penghilangan Amoniak ...14
Gambar 3.1 Kondisi IPAL Eksisting ...20
Gambar 3.2 Kerangka Perencanaan...22
Gambar 4.1 Bak Pengumpul ...29
Gambar 4.2 Bak Ekualisasi ...32
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Rumah sakit dalam menjalankan fungsi operasionalnya menghasilkan limbah, baik itu limbah domestik, limbah padat, limbah cair serta limbah radioaktif (Said, 2009). Selain itu diperkirakan bahwa sekitar 10-25% limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit merupakan limbah yang telah terkontaminasi oleh
infectious agent dan potensial membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan (Selamet, 2000).
Rumah sakit umum daerah dr. M. Soewandhi Surabaya merupakan salah satu rumah sakit kelas B yang berlokasi di daerah Tambakrejo, Surabaya (Asmadi, 2013). Rumah sakit ini memiliki 2 (dua) unit pengolahan air limbah. Unit IPAL pada rumah sakit ini terdiri dari screening, bak pengumpul, bak equalisasi, Aerobic-anaerobic baffle reaktor dan klorinasi (Ervin, 2014)
Adanya penambahan kapasitas dari limbah cair juga mempengaruhi kinerja dari IPAL, sehingga menyebabkan
kinerjanya menjadi kurang efektif (Sudarmaji, 2012).
Permasalahan yang saat ini terjadi adalah tingginya kandungan N (nitrogen) dan P (Phospat) bebas yang belum bisa memenuhi baku mutu yang berlaku, hal ini disebabkan oleh adanya limbah cair yang berasal dari Laundry dan Laboratorium dan belum adanya pre-treatment limbah terlebih dahulu (Arifin, 2008).
Hasil laboratorium effluen IPAL RSUD dr. M. Soewandhi
secara keseluruhan sebagai berikut, BOD5 sebesar 16,58 mg/L,
COD sebesar 35,09 mg/L, TSS sebesar 7 mg/L, pH sebesar 7,
NH3-bebas sebesar 0,224 mg/L dan Phospat sebesar 6,98 mg/L
(Waluyo, 2016). Apabila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72/2013 tentang baku mutu air limbah bagi rumah sakit maka pengolahan air limbah masih
belum memenuhi baku mutu, nilai NH3-bebas sebesar 0,1 mg/L
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka rumusan masalah dalam perencanaan ini adalah:
1. Perlu adanya evaluasi kinerja proses instalasi pengolahan
air limbah IPAL RSUD dr.M.Soewandhi.
2. Redesain unit IPAL yang bermasalah agar effluen dapat
memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.
3. Perhitungan Bill of Quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran
Biaya (RAB) yang dibutuhkan dalam penerapan redesain. 1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir perencanaan ini adalah:
1. Mengevaluasi kinerja proses pengolahan air limbah RSUD
dr.M.Soewandhi Surabaya.
2. Meredesain unit IPAL yang bermasalah agar dapat
memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.
3. Menghitung Bill of Quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran
Biaya (RAB) yang dibutuhkan dalam penerapan redesain. 1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam tugas akhir perencanaan ini adalah:
1. Lokasi perencanaan berada pada IPAL RSUD dr. M.
Soewandhi Surabaya.
2. Data primer yang diambil berupa pengambilan sampel pada
tiap unit bagian IPAL. Data sekunder diambil dari hasil pemantauan oleh operator IPAL dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Surabaya pada rentang waktu 1 (satu) tahun terakhir.
3. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengkur parameter
effluen yang terdapat pada peraturan Gubernur Jawa Timur
No. 72/2013, yakni BOD5, COD, TSS, pH, NH3-Bebas dan
Phospat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Manajemen Kualitas Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya.
4. Obyek yang dikaji berupa efisiensi pengolahan tiap unit
sebagai kriteria evaluasi kinerja dan kriteria desain tiap unit sebagai kriteria review redesain.
5. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) mengikuti acuan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Kota Surabaya tahun 2015.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diharapkan pada tugas akhir perencanaan ini adalah:
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai evaluasi kinerja dan
redesain air limbah rumah sakit RSUD dr.M.Soewandhi Surabaya dan rumah sakit kelas B pada umumnya.
2. Memberikan saran agar effluen IPAL memenuhi baku mutu
yang dipersyaratkan, yakni berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72/2013 tentang baku mutu air limbah bagi rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit
Limbah Cair Rumah sakit merupakan air limbah yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan klinis seperti hasil pencucian alat medis maupun nonmedis serta kegiatan lainnya. Limbah cair yang dihasilkan terdiri atas limbah cair infeksius dan limbah cair non infeksius. Limbah cair rumah sakit banyak mengandung BOD dan COD yang menjadi parameter pencemar (Nurdijanto et al., 2011). Selain limbah klinis, rumah sakit juga menghasilkan limbah domestik (Hadi,1999).
Menurut Qasim (1985) limbah domestik mengandung 99,9% air dan sisanya mengandung bahan organik tersuspensi dan terlarut, serta anorganik terlarut. Karakteristik air limbah rumah sakit terdiri dari komponen fisik, kimia dan biologi.
2.1.1 Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik pada air limbah rumah sakit meliputi temperatur, warna, bau dan kekeruhan. Adapun karakteristik fisik dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Fisik Air Limbah
Parameter Deskripsi Sumber
Temperatur Temperatur air buangan sedikit lebih tinggi dibandingkan temperatur air biasa. Temperatur air buangan dipengaruhi adanya aktivitas mikroba, kelarutan gas dan viskositas
Limbah Domestik dan Limbah Klinis
Warna Warna pada air limbah umumnya berwarna abu abu, dan apabila disimpan lama pada tangki septik warnanya akan menjadi abu abu pekat kehitaman
Limbah Domestik, Klinis dan hasil penguraian bahan organik
Bau Bau pada air limbah disebabkan oleh gas yang dihasilkan dari penguraian bahan organik. Air limbah memiliki bau yang tidak jauh berbeda dengan air limbah tangki septik. Bau berasal dari
Limbah yang sudah mengalami proses perombakan biologis dan limbah klinis
gas H2S yang diproduksi oleh bakteri anaerobik yang mereduksi sulfat menjadi sulfit. Limbah industri dapat
mengandung senyawa yang dapat menghasilkan bau selama proses pengolahan
Kekeruhan Kekeruhan pada air limbah rumah sakit disebabkan oleh kandungan suspended solid
Limbah domestik dan klinis Padatan
Tersuspensi (TSS)
TSS merupakan berat kering lumpur yang ada pada air limbah setelah mengalami penyaringan. Zat tersuspensi dalam air biasanya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, lumpur serta kotoran.
Limbah domestik dan klinis
2.1.2 Karakteristik Kimia
- Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Kandungan BOD dalam air limbah rumah sakit dapat diturunkan dengan menggunakan teknologi aerasi. Hasilnya terjadi penurunan yang signifikan pada kondisi waktu aerasi yang lama dan terus menerus (Mirwan, 2010).
- Chemical Oxygen Demand (COD)
Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik menggunakan kalium bikromat sebagai oksidator.
Analisis COD menggunakan metode refluks menurut SNI
6989.73-2009. Uji COD digunakan untuk mengukur jumlah organik yang ada didalam limbah cair domestik.
- Dissolved Oxygen (DO)
DO berasal dari udara maupun proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan air (Setiarini dan Mangkoediharjo, 2013). Limbah organik yang masuk ke dalam air dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut (Lestari, 2008).
- Derajat Keasaman (pH)
pH merupakan derajat keasaman limbah (ion H+) dalam
2004). Nilai pH normal yaitu 7, dibawah 7 merupakan pH asam dan diatas 7 termasuk pH basa. pH pada air limbah berbeda-beda tergantung jenis air limbahnya. Perubahan pH pada perairan akan menyebabkan terganggunya ekosistem perairan (Nasution, 2008).
2.1.3 Karakteristik Biologi
Karakteristik biologis pada air limbah berperan penting dalam pengontrolan terhadap mikroorganisme patogen karena dasar pengolahan dipengaruhi oleh mikroorganisme atau bakteria dalam proses dekomposisi dan stabilisasi bahan organik. Organisme tidak hanya berada pada air limbah tetapi juga pada air permukaan. Organisme yang bersifat patogen dibedakan menjadi 4 jenis yaitu bakteri, protozoa, cacing dan virus (Metcalf dan Eddy, 2004).
2.2 Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 340/ Menkes/ Per/ III/ 2010 Klasifikasi rumah sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi :
1. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan Spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis. Beberapa contoh rumah sakit tipe A yaitu RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUD dr. Soetomo Surabaya.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lain dan 2 pelayanan medik sub spesialis.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, dan 4 pelayanan spesialis penunjang medik.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik spesialis dasar.
2.3 Pengolahan Air Limbah
Definisi treatment atau pengolahan adalah pemisahan padatan dan stabilisasi polutan. Maksud dari stabilisasi adalah mendegradasi materi organik sampai pada suatu titik dimana reaksi kimia dan biologis tidak berlangsung lagi. Treatment juga bisa berarti menghilangkan racun atau substansi yang berbahaya (misalnya logam berat atau fosfor) yang bisa menghentikan siklus biologis yang berkelanjutan, meskipun telah terjadi stabilisasi materi organik (Sasse, 1998). Pada umumnya bahan-bahan pencemar yang menjadi perhatian utama adalah bahan-bahan organik yang larut dan tidak terarut, berbentuk senyawa nitrogen, fosfor, dan materi inert tidak terlarut.
Menurut Chandra (2007), berdasarkan proses yang berlangsung, pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu pengolahan secara kimia, fisika, dan secara biologi. 1. Pengolahan limbah secara fisik
Merupakan proses pengolahan limbah tanpa adanya reaksi kimia atau biologi. Setiap tahap dari proses fisik melibatkan tahapan pemisahan materi tersuspensi dari fase fluidanya. 2. Pengolahan limbah secara kimia
Merupakan proses pengolahan limbah yang memanfaatkan reaksi-reaksi kimia untuk mentransformasi limbah berbahaya menjadi tidak berbahaya. Berbagai bentuk pengolahan misalnya, seperti: netralisasi, koagulasi-flokulasi, oksidasi dan reduksi, penukaran ion, khlorinasi.
3. Pengolahan limbah secara biologi
Merupakan proses pengolahan limbah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme terutama bakteri untuk mendegradasi polutan-polutan yang terdapat di dalam air limbah.
Limbah yang berasal dari domestik pada umumnya mengadung bahan organik dengan konsentrasi tinggi, sehingga pada umumnya pengolahannya menggunakan proses biologi.
2.3.1 Pengolahan Biologi
Merupakan metoda pengolahan yang menggunakan aktivitas biologi dalam penyisihan bahan-bahan pencemar. Pengolahan air buangan secara biologi didasarkan pada peng-gunaan substansi-substansi pencemar air sebagai nutrien oleh campuran populasi mikroorganisme. Mekanisme ini berlangsung secara alamiah dalam badan-badan air yang sehat, seperti danau dan sungai, sebagai proses purifikasi (Chandra, 2007).
Tujuan dari pengolahan air buangan secara biologi sendiri adalah untuk menstabilisasi materi organik terlarut serta mengko-agulasi dan menyisihkan padatan koloid (Metcalf dan Eddy, 1991). Mekanisme pengolahan biologi adalah mempertemukan populasi mikroorganisme selama waktu tertentu yang cukup bagi mikroorganisme tersebut untuk menguraikan dan menyisihkan bahan-bahan pencemar, hingga mencapai tingkat pengolahan yang diinginkan.
Klasifikasi pengolahan air limbah secara biologis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis
dengan pertumbuhan tersuspensi (suspended growth),
pertumbuhan melekat (attached growth) dan lagoon/kolam. Proses biologis dengan pertumbuhan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikroorga-nisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganisme yang digunakan tumbuh secara tarsuspensi di dalam suatu reaktor. Proses biologis dengan pertumbuhan melekat yakni proses pengolahan media dimana mikroorganisme yang digunakan tumbuh pada suatu media sehingga mikro-organisme tersebut melekat pada permukaan media (Said, 2009). Klasifikasi lain yang sering digunakan oleh peneliti adalah berdasarkan lingkungan prosesnya yakni proses biologis dengan lingkungan aerob, anaerob, anoksik, kombinasi aerob- anaerob-anoksik, dan sistem lagoon/kolam.
Proses biologis dengan lingkungan aerob merupakan lingkungan dimana oksigen terlarut berada dalam jumlah yang cukup, sehingga oksigen bukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan oksigen berfungsi mutlak sebagai terminal akseptor elektron. Proses biologis dengan lingkungan anaerob merupakan lingkungan dimana oksigen berada dalam jumlah
yang kurang, sehingga merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan mikroorganisme. Dalam hal ini yang berperan sebagai akseptor elektron adalah oksigen dalam bentuk yang
tidak bebas (senyawa O2), misal NO2-, NO3
-, SO4
2-. Proses biologis dengan lingkungan anoksik merupakan proses yang memakai senyawa inorganik teroksidasi sebagai akseptor elektron. Oksidasi amonia dan nitrit menjadi nitrat terjadi pada kondisi anoksik (tanpa oksigen) dilakukan oleh bakteri nitrifikasi (Metcalf dan Eddy, 2003).
2.3.2 Proses Anaerob
Proses anaerob merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang berkontak dengan air buangan, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menggunakan pencemar-pencemar yang ada sebagai bahan makanan dalam kondisi lingkungan tanpa oksigen (Qasim, 1985).
Proses pengolahan materi organik secara anaerob sampai menghasilkan senyawa-senyawa kimia sederhana, melibatkan sejumlah bakteri yang dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Kelompok pertama terdiri dari bakteri fermentasi.
Bakteri ini berperan dalam proses hidrolisis dan asidogenesis. Proses ini melibatkan peran eksoenzim untuk menghidrolisis polimer, seperti protein, lemak, dan karbohidrat menjadi
senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana sehingga
memungkinkan senyawa – senyawa tersebut masuk ke dalam sel dan melakukan proses oksidasi-reduksi menghasilkan asam-asam volatil, karbondioksida, dan hidrogen.
2. Kelompok kedua terdiri dari bakteri asetogenik
Bakteri asetogenik bertugas memecah produk yang dihasilkan pada tahap asidifikasi untuk membentuk asetat, hidrogen, dan karbondioksida.
3. Kelompok ketiga terdiri dari bakteri metanogenik
Bakteri ini berperan dalam konversi asetat atau karbon-dioksida dan hidrogen menjadi gas metan.
Tahapan-tahapan proses anaerob oleh ketiga kelompok bakteri tersebut dapat dilihat pada gambar berikut (Shuler dan Kargi, 1992) :
Organik tidak terlarut
Bakteri Fermentasi Organik terlarut
Bakteri Asetogenik Asam Volatil + Alkohol + H2+ CO2
Bakteri Metanogen CH4+ CO2+ H2S
Gambar 2.1 Proses Anaerob
Keberhasilan proses anaerob bergantung pada
kesetimbangan dari sistem ekologisnya. Perhatian khusus harus diberikan pada bakteri metanogen yang mana bakteri tersebut rentan pada perubahan kondisi lingkungan. Syarat utama kondisi lingkungan untuk mendukung proses anaerob menurut von Sperling (2005) dijelaskan pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2 Syarat proses Anaerob
Parameter Besaran Nilai
1. BOD:COD rasio 2. COD:N:P rasio 3. Suhu 4. pH 5. Ammonia 6. Sulfida ≥ 0,4
1000:5:1 (untuk koefisien yield rendah) 350:5:1 (untuk koefisien yield tinggi) 25 – 38oC
6.0 – 8.0 < 150 mg/L < 200 mg/L (Sumber : Sperling, 2005)
Sedangkan apabila dilihat dari kelebihan dan kekurangan proses anaerob menurut von Sperling, (2005) dijelaskan pada Tabel 2.3:
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Proses Anaerob
Kelebihan Kekurangan
1. Produksi lumpur rendah, sekitar 3-5 kali lebih rendah dibanding proses aerob
2. Konsumsi energi rendah, menyebabkan biaya opera-sional juga rendah
1. Mikroorganisme anaerob memiliki kerentanan ter-hadap banyak senyawa 2. Proses start-up dapat
berjalan lama jika tidak ada
Kelebihan Kekurangan 3. Kebutuhan relatif lahan kecil,
dapat dibangun di bawah tanah 4. Biaya konstruksi rendah 5. Konsumsi Nutrien Rendah 6. Memproduksi gas metana,
bahan bakar gas dengan nilai kalor yang tinggi
7. Tahan terhadap beban organik yang tinggi
8. Memungkinkan kelestarian mikroorganisme tetap ter-jaga meskipun tanpa feeding dalam beberapa bulan
9. Pengaplikasian pada skala kecil dan besar
3. Masih membutuhkan pe-ngolahan lanjutan
4. Penyisihan nitrogen, fosfor dan pathogen ma-sih belum baik
5. Proses biokimia dan mikrobiologinya sangat rumit dan masih membu-tuhkan studi lebih lanjut
6. Munculnya bau tidak sedap 7. Memungkinkan hasil ef-fluen
yang masih belum memenuhi aspek ling-kungan
(Sumber: Sperling, 2005)
2.4 Unit Pengolahan Biologis Biofilter Aerobic-Anaerobic
Biofilter aerobic-anaerobic adalah sebuah fixed-bed
biological reaktor. Anaerobic filter biasanya digunakan sebagai secondary treatment dalam skala rumah tangga yang mana
didalamnya terdapat media sebagai tempat perlekatan bakteria yang berfungsi untuk mensuspensi TSS yang terdapat pada air limbah dengan cara membentuk biofilm.
Media yang biasa digunakan adalah batu, plastik
rasching ring, flexi ring, plastic ball, cross flow dan tubular media,
kayu, bambu atau lainnya untuk perlekatan bakteri. Media biasanya dipasang secara random atau acak dengan tiga mode operasi yakni upflow, downflow dan fluidized bed.
Anaerobic biofilter didasarkan pada kombinasi
pengolahan fisik dan biologi. Dimana didalamnya terdapat area yang kedap air dan terdiri dari beberapa lapis media yang berfungsi sebagai tempat bakteria mendegradasi padatan yang terdapat pada air buangan. Anaerobic biofilter sangat cocok digunakan untuk mengolah air limbah yang memiliki presentase padatan tersuspensi yang rendah.
Untuk memungkinkan pembentukan biofilm pada awal proses pengolahan seperti pada septic tank dan anaerobic baffle
lumpur aktif pada bahan saringan sebelum memulai operasi kontinyu. Selanjutnya ketika efisiensi pada anaerobic filter menurun, filter yang digunakan harus dibersihkan dengan pembilasan kembali dari air limbah atau dengan menghapus massa filter untuk membersihkan di luar reaktor.
Keuntungan penggunaan Anaerobic baffle reactor ini adalah : - Tahan terhadap getaran yang ditimbulkan oleh bahan organik
dan hidrolik.
- Dapat mereduksi BOD dan TSS dengan efisiensi yang besar. - Lumpur yang dihasilkan rendah.
- Tidak membutuhkan energi listrik sehingga bisa menghemat biaya.
- Dapat dbangun dan diperbaiki dengan mudah serta memiliki umur operasional yang panjang.
2.5 Kriteria Perencanaan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob Kriteria perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan proses biofilter anaerob-aerob meliputi kriteria perencanaan bak pengendap awal, reaktor biofilter anaerob, reaktor biofilter aerob, bak pengendap akhir, sirkulasi serta desain beban organik.
Tabel 2.4 Kriteria Biofilter Anaerob-Aerob
Variabel Kriteria Biofilter Anaerob-Aerob Flow Diagram Proses
Parameter Perencanaan :
Bak Pengendap Awal
-Waktu tinggal (retention time) rata-rata = 3-5 jam
-Beban Permukaan = 20-50 m3/m2.hari
Biofilter Anaerob : -Beban BOD per satuan permukaan media
(L) = 5-30 g BOD/m2.hari
-Beban BOD 0,5-4 kg BOD per m3media -Waktu tinggal total rata-rata = 6-8 jam -Tinggi ruang lumpur = 0,5 m
Biofilter Aerob -Beban BOD 0,5-4 kg BOD per m3media
-Waktu tinggal total rata-rata = 6-8 jam -Tinggi ruang lumpur = 0,5 m
-Tinggi bed media pembiakan mikroba = 1,2 m
-Tinggi air di atas bed media = 20 cm Bak pengendap Akhir -Waktu tinggal (Retention Time) rata-rata =
Variabel Kriteria Biofilter Anaerob-Aerob 2-5 jam
-Beban permukaan (Surface Loading) rata-rata = 10 m3/m2.hari
Rasio Sirkulasi (recycle
ratio)
25-50 % Sumber: Setiyono, 2010
Media pembiakan mikroba :
Tipe : Sarang Tawon (cross flow)
Material : PVC sheet Ketebalan : 0,15-0,23 mm Luas Kontak : 150-226 m2/m3 Diameter : 2 cm x 2 cm Berat : 30-35 kg/m3 2.6 Penghilangan Amoniak
Di dalam proses biofiltrasi, senyawa amoniak akan diubah menjadi nitrit, kemudia senyawa nitrit akan diubah menjadi nitrat. Mekanisme proses penguraian senyawa amoniak yang terjadi pada lapisan biofilm secara sederhana dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.2.
Lapisan terluar media penyangga adalah lapisan tipis zona aerobik, senyawa amoniak dioksidadi dan diubah ke dalam bentuk nitrit. Sebagian senyawa nitrit ada yang diubah menjadi
gas dinitrogen oksida (N2O) dan ada yang diubah menjadi nitrit.
Proses yang terjadi tersebut dinamakan proses nitrifikasi.
Semakin lama, lapisan biofilm yang tumbuh pada media penyangga tersebut semakin tebal sehingga menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke dalam lapisan biofilm yang mengakibatkan terbentuknya zona anaerobik. Pada zona anaerobik ini, senyawa nitrat yang terbentuk diubah ke dalam
bentuk nitrit yang kemudian dilepaskan menjadi gas nitrogen (N2).
Proses demikian tersebut dinamakan proses denitrifikasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses nitrifikasi dalam pengolahan air adalah :
Konsentrasi Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen)
Proses nitrifikasi merupakan proses aerob, maka keberadaan oksigen sangat penting dalam proses ini. Benefield dan Randal (1994) mengatakan agar proses nitrifikasi dapat berjalan dengan baik maka konsentrasi oksigen terlarut di dalam air tidak boleh kurang dari 2 mg/L.
Temperatur dan pH
Kecepatan pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh
temperatur antara 8-30oC, sedangkan temperatur optimumnya
sekitar 30oC. Sedangkan untuk pH, pH optimumnya berkisar
antara 7,5-8,5. Oleh karena itu untuk proses nitrifikasi alkalinitas
air harus cukup untuk menyeimbangkan keasaman yang
dihasilkan oleh proses nitrifikasi (Hitdlebaugh dan Miller,1991). 2.7 Penghilangan Fosfat
Pengendapan fosfat dapat dilakukan dengan
penambahan garam metalik seperti ferric sulfate, ferric chloride atau alumunium sulfate. Presipitan yang biasa dipakai adalah
alum (Al2(SO4)
3
) dan Lime (Ca(OH)2). Pemilihan presipitan
bergantung kepada kebutuhan kualitas air, pH, dan Harga (Barlah, 2010).
Reaksi yang terjadi untuk masing-masing presipitan adalah sebagai berikut:
Alum: Al2(SO4) 3 + 2HPO4 2-2AlPO4 (s)+3SO4 2-+ 2H+
Lime: 3Ca2++ 2OH-+ 2HPO4
pH yang dibutuhkan dalam penyisihan fosfat biasanya di atas 11 karena proses pembentukan flok terbaik berada pada kisaran pH ini.
Keberadaan alkalinitas menyebabkan ion-ion alumunium dan besi dikonsumsi dalam pembentukan flok-flok logam hidroksida. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan kebutuhan dosis sampai 3 kalinya. Ion-ion kalsium bereaksi dengan alkalinitas membentuk calcium carbonate. Oleh karena itu, jumlah presipitan yang dibutuhkan untuk mengendapkan fosfat lebih dipengaruhi oleh alkalinitas dibandingkan stokiometri dari reaksi. Pelepasan fosfat terjadi selama fase anaerobik, dalam fase aerobik fosfat yang dilepaskan dimuat dan disimpan sebagai polifosfat (Weiner, 2007).
2.8 Persyaratan Kualitas Effluen Rumah Sakit
Peraturan Gubernur Jawa Timur No.72 tahun 2013 mengatur tentang baku mutu air limbah bagi industri dan/atau kegiatan usaha lainnya. Pada peraturan ini terdapat baku mutu air limbah kegiatan rumah sakit. Besarnya baku mutu untuk kegiatan rumah sakit dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Persyaratan Kualitas Effluen Rumah Sakit
Parameter Kadar Maksimum
Suhu 30oC pH 6-9 BOD5 30 mg/L COD 80 mg/L TSS 30 mg/L NH3-N bebas 0,1 mg/L PO4 2 mg/L
MPN- kuman golongan coli/100 mL
10000 Sumber: Peraturan Gubernur Jatim No 72 Tahun 2013 2.9 Analisis Perhitungan Kesetimbangan Massa
Mass balance atau kesetimbangan massa digunakan
untuk mempelajari karakteristik aliran hidrolik reaktor dan menggambarkan perubahan yang terjadi di dalam reaktor. Konsep dasar dalam perhitungan kesetimbangan massa menggunakan konsep kekekalan energi, yaitu energi tidak dapat
diciptakan atau dimusnahkan tetapi bisa berubah wujud. Prinsip dari kesetimbangan massa pada proses pengolahan air limbah yaitu influen yang masuk ke pengolahan akan sama dengan total effluennya. Berikut rumus kesetimbangan massa.
dC1V = QC0dt – Vrdt – QC1dt
Akumulasi = (input) – (penurunan karena reaksi) – (out) Dimana :
dC1V : Akumulasi
C0 : Konsentrasi masuk (mg/L)
Q : Debit (m3/s)
Vrdt : Penurunan karena reaksi/beban removal (mg/L)
C1 : Konsentrasi keluar (mg/L)
BAB 3
GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN
3.1 Pengolahan Air Limbah RSUD dr. M. Soewandhi Surabaya
Penyaluran limbah cair disalurkan dari berbagai instalasi, seperti instalasi gizi (dapur), kamar mandi, laundry, ruang pelayanan medis, ruang perawatan, ruang operasi, OK sentral, ruang isolasi, bagian syaraf, mata, paru-paru, THT, poliklinik, farmasi, kebidanan, radioterapi, ruang bagian anak, ruang jenazah, dan ruang ICU. Dari berbagai instalasi tersebut, limbah cair menuju ke unit pengolahan limbah cair melalui sistem saluran tertutup.
Sistem saluran yang digunakan di RSUD dr.
M.Soewandhie Surabaya di unit pengolahan limbah cair
menggunakan sistem terpisah (separate system) dengan metode pengalirannya menggunakan sistem gravitasi dan sistem pemompaan yang menyalurkan aliran limbah cair dengan bantuan pompa ke bak pengumpul (collecting tank).
Tahap awal penanganan limbah cair di RSUD dr. M.
Soewandhie Surabaya adalah proses penyaluran dan
pengumpulan. Sistem perpipaan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu: sistem perpipaan limbah cair rumah sakit dan sistem perpipaan unit pengolahan limbah cair. Tahap berikutnya adalah pengolahan yang dimulai dari tahap pengolahan tahap pertama
(primary treatment), pengolahan tahap kedua (secondary
treatment), dan pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment).
Pengolahan air limbah di RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya memiliki beberapa tahapan yang bertujuan untuk mengurangi nilai konsentrasi dari tiap-tiap elemen yang ada pada limbah cair. Adapun unit pengolahan limbah cair adalah sebagai berikut: - Bar Screen
Bar Screen berfungsi untuk menyaring padatan/sampah yang
terbawa dalam limbah cair, sehingga proses pengolahan utama tidak terganggu dan tidak terjadi penyumbatan pipa-pipa air limbah. Untuk saat ini bak screening masih belum dioptimalkan penggunaannya
- Bak Pengumpul
Bak pengumpul berfungsi untuk menampung sementara hasil limpahan limbah cair yang berasal dari laboratorium dan ruang radiologi sebelum akhirnya dilanjutkan menuju ke Heavy Metal
Precipitator (HMP).
- Heavy Metal Precipitator (HMP)
Heavy Metal Precipitator (HMP) berfungsi untuk membuat
logam-logam berat yang terlarut dalam limbah cair menjadi logam tidak terlarut,dengan dikondisikan/dinaikkan pH-nya menjadi 10– 11 (basa) dengan bantuan injeksi NaOH.
- Bak equalisasi
Berfungsi sebagai tempat untuk menghomogenkan kondisi limbah cair dan menetralkan pH limbah yang ada dengan
menggunakan H2SO4 atau NaOH. Setelah
dihomogenkan dan dinetralkan maka limbah cair tersebut akan diolah secara biologis.
- Biofilter Aerobik-Anaerobik
Berfungsi sebagai tempat untuk proses pengolahan limbah cair secara biologis menggunakan jasa mikroba (bakteri) anerobik pendegradasi polutan.
- Khlorinasi
Berfungsi untuk proses desinfektan dengan menggunakan khlorin terhadap limbah cair yang telah melalui proses pengolahan.
3.2 Kerangka Perencanaan
Kerangka perencanaan memaparkan jalannya pemikiran yang akan dilakukan selama perencanaan dan memberikan kemudahan dalam penyusunan atau membaca laporan. Kerangka ini juga memaparkan alur pikir yang sistematis sehingga akan diketahui tahap tahap yang akan dilakukan selama perencanaan. Kerangkan Perencanaan disajikan pada Gambar 3.2
Kondisi Sebenarnya IPAL Rumah Sakit tidak berfungsi secara optimal sehingga pengolahan limbah cair tidak maksimal
Kondisi Seharusnya
Effluent IPAL
Domes-tik memenuhi bakumu-tu Pergub Jawa Timur No.72 Tahun 2013.
IDE TUGAS AKHIR
STUDI PUSTAKA
1. Bakumutu limbah cair Rumah Sakit 2. Proses pengolahan secara Fisik,Kimia
dan Biologis
3. Aerobic-Anaerobic Biofilter PERSIAPAN PERENCANAAN Data-data primer dan sekunder untuk perhitungan dimensi Unit Bak Pengumpul, Bak Ekualisasi dan Bak Aerobik-Anaerobik
PERHITUNGAN IPAL 1. Evaluasi IPAL eksisting
2. Perhitungan dimensi Bak Pengumpul, Bak Ekualisasi dan Bak Aerobik-Anaerobik Biofilter.
B A
PERENCANAAN IPAL 1. Perencanaan gambar Detail
Engineering Design (DED).
2. Estimasi biaya pembangunan
3. Estimasi biaya operasi dan perawatan 4. Perbandingan kelebihan dan
kekura-ngan unit pretreatment KESIMPULAN Gambar 3.2 Kerangka Perencanaan
3.3 Penentuan Ide Perencanaan, Rumusan Masalah dan Tujuan
Ide perencanaan ditentukan dari perbandingan antara kondisi eksisting IPAL dengan kondisi ideal. Berdasarkan ide perencanaan diatas dapat ditentukan masalah masalah yang akan diselesaikan dengan menentukan beberapa rumusan masalah. Selanjutnya dari rumusan masalah yang ada dapat
ditentukan tujuan perencanaan yang dicapai. Tujuan
perencanaan akan berkaitan dengan kesimpulan yang didapat dari hasil perencanaan.
3.4 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk menemukan referensi yang digunakan untuk mendukung perencanaan dan juga penelitian pendahuluan. Studi literatur dilakukan guna mendapatkan
referensi karya ilmiah yang sesuai dengan ide yang
direncanakan. Beberapa literatur akan dilakukan perbandingan dengan kondisi yang didapat saat melakukan perencanaan dan perancangan desain, sehingga literatur dapat dijadikan sebagai acuan maupun koreksi. Referensi yang dibutuhkan dalam literatur berupa :
- Karakteristik air limbah rumah sakit
- Proses pengolahan air limbah rumah sakit, khususnya dengan menggunakan proses pengolahan dengan unit Biofilter Aerobik-Anaerobik
- Proses pengolahan air limbah secara fisik dan kimiawi untuk menurunkan tingkat toksisitas
Sumber literatur yang digunakan berupa berbagai sumber pustaka maupun karya ilmiah yang berkaitan. Berikut ini adalah beberapa sumber literatur yang digunakan :
- Jurnal internasional dan nasional - Text Book
- Tugas Akhir dan Tesis yang berkaitan
- Baku mutu effluen dari IPAL di lingkup Jawa Timur, yakni Peraturan Gubernur Jawa Timur No 72/2013
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting yang ada di lapangan. Data yang digunakan dari perencanaan ini berupa data primer dan data sekunder.
3.5.1 Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh dengan pengambilan sampel dan observasi lapangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode grab sampling. Periode pengukuran sampel yakni dilakukan selama satu (1) minggu dengan frekuensi pengambilan sampel tujuh (7) hari berturut turut. Berdasarkan data harian tersebut akan diketahui hari dimana terjadi debit puncak.
Pengambilan sampel dilakukan pada tiap unit unit bagian IPAL, yakni :
- Effluen Limbah dari Laboratorium - Effluen Limbah dari Laundry - Bak Pengumpul
- Bak Equalisasi
- Biofilter Aerobik-Anaerobik - Chlorinasi
3.5.2 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Layout IPAL Rumah Sakit
Layout IPAL Rumah Sakit menyajikan data berupa letak dari
IPAL dengan beberapa unit pengolahan yang ada di
dalamnya. Layout juga menunjukkan letak Inlet IPAL. Layout diperoleh dari bagian administrasi
Jenis Fasilitas medis dibutuhkan untuk mengetahui bagian fasilitas mana yang membuang air limbah ke IPAL diperoleh dari bagian rekam medis
3. Data Spesifikasi unit dan aksesoris IPAL
Data spesifikasi unit dan aksesori IPAL diperlukan untuk menganalisis kapasitas pengolahan, usia dan nilai efisiensi dari tiap unit, kapasitas pipa dan pompa yang digunakan. Data diperoleh dari bagian instalasi fasilitas dan perawatan.
3.6 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menguji berdasarkan metode yang tertera pada Standard Methods for the examination of water and wastewater 20th Edition (2005). Metode yang digunakan dalam analisis dan pengawetan sampel dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Metode Analisis Sampel
Parameter Metode Sumber Acuan
BOD5 Titrimetri APHA 2005 5200
COD Titrimetri APHA 2005 5200
TSS Gravimetri APHA 2005 2541
pH Elektrometri APHA 2005
Coliform/ 100 mL air Tabung Ganda APHA 2005 9021 Sumber: Standart methods for the examination, 2005
3.7 Hasil dan Pembahasan
Pembahasan yang dilakukan pada perencanaan ini berupa evaluasi kinerja dari proses pengolahan air limbah ditinjau dari toksisitas dan review redesain. Berikut ini merupakan penjelasan dari evaluasi kinerja dan review redesain.
3.7.1 Evaluasi kinerja IPAL
Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian terhadap kinerja dilakukan untuk mengetahui efisiensi removal masing-masing unit dalam proses pengolahan air limbah. Evaluasi kinerja perencanaan ini lebih menekankan pada penilaian efisiensi removal IPAL eksisting dalam pengolahan air limbah. Tujuan dari evaluasi kinerja pengolahan air limbah meliputi :
- Sebagai pembuktian untuk mengetahui tingkat kemampuan IPAL dalam proses pengolahan berdasarkan kriteria desain yang ada
- Upaya untuk melakukan penyempurnaan proses perbaikan
efisiensi removal unit-unit IPAL
- Sebagai saran dan masukan dalam pengambilan kebijakan
untuk penyempurnaan IPAL pada masa yang akan datang Evaluasi kinerja yang dilakukan meliputi langkah-langkah berikut : 1. Pengukuran debit air limbah yang diolah
Pengukuran debit air limbah dilakukan untuk mengetahui kuantitas air limbah yang diolah dalam satuan jam atau hari. Berdasarkan data yang dihasilkan didapatkan informasi apakah debit air limbah yang diolah sesuai atau melebihi kapasitas dari IPAL itu sendiri. Pengukuran debit dilakukan melalui pencatatan pada flow meter yang terletak pada IPAL. Fluktuasi dari pengukuran debit disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.
2. Perhitungan efisiensi removal tiap unit
Perhitungan efisiensi removal dilakukan untuk mengetahui kemampuan unit-unit tersebut mampu mengolah air limbah, dan dapat memenuhi sesuai dengan kriteria desain yang ada. 3.8 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan disusun berdasarkan hasil dan pembahasan yang merupakan jawaban dari tujuan. Kesimpulan disajikan dalam bentuk poin-poin sehingga memudahkan dalam menjawab tujuan.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Parameter Kinerja Data Primer
Data primer merupakan data sampling yang dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan. Analisis data primer meliputi
beberapa parameter yaitu COD, BOD, TSS, pH, Suhu, NH3
-Bebas dan Phospat. Rincian Analisis Sampling dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Parameter
No Parameter Satuan Kadar
1 pH # 6,88 2 Suhu C 25,8 3 BOD5 mg/L 86 4 COD mg/L 138 5 TSS mg/L 204 6 NH3-Bebas mg/L 0,5 7 Phospat mg/L 7
Sumber: Hasil Analisis,2016
Hasil uji yang ditampilkan pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar masih sangat tinggi untuk masing masing parameter. Oleh karena itu diperlukan unit unit instalasi pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke badan air.
4.2 Kinerja Bangunan Pengolahan Air Limbah
Untuk memperoleh kinerja masing masing unit instalasi pengolahan air limbah dihitung efisiensi pengolahannya, dan akan dibandingkan dengan kriteria desain.
4.3 Bak Pengumpul
Bak Pengumpul ini berfungsi untuk mengumpulkan air kotor dari masing-masing sumber limbah dan pengatur aliran air limbah yang akan diolah.
4.3.1 Efisiensi penyisihan bak pengumpul
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui efisiensi penyisihan COD, BOD dan TSS sebagai berikut.
- Chemical Oxygen Demand (COD)
Influen : 138 mg/L
Effluen : 138 mg/L
Efisiensi : 0%
- Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Influen : 86 mg/L Effluen : 86 mg/L Efisiensi : 0% - Padatan Tersuspensi (TSS) Influen : 204 mg/L Effluen : 204 mg/L Efisiensi : 0%
4.3.2 Analisis kinerja bak pengumpul
Diketahui: Panjang : 6,3 m Lebar : 1,3 m Kedalaman air : 1,5 m Freeboard : 0,3 m Qave : 1,73 L/det V : PxLxh : 6,3x1,3x1,5 = 12,285 m3 V : Qxtd 12,285 : 1,73 L/det x td td : 12,285/ (1,73 x 3600/1000 m3/jam) : 1,96 jam = 118 menit
: td harus ≤ 10 menit (tidak memenuhi)
Pada dasarnya fungsi dari bak pengumpul untuk
mengumpulkan sementara air limbah yang masuk sebelum disalurkan ke pengolahan selanjutnya. Berdasarkan kriteria desainnya bak pengumpul memiliki waktu detensi ≤ 10 menit. Oleh karena itu direncanakan ulang dimensi unit bak pengumpul dengan mengikuti kriteria desain yang berlaku.
Jika td < 10 menit maka dimensi bak seharusnya adalah:
V :Q x td
V :1,73 l/det x 600 det
V :1038 l = 1,038 m3
Freeboard: 0,3 m
A :V/Hair
A :1,038 m3/1,5 m = 0,692 m2
Diasumsikan bak berbentuk persegi Panjang:Lebar = 1:1 A : PxL A : P2 0,692 m2:P2 P : 0,83 m L : 0,83 m
Didapatkan dimensi bak pengumpul baru, yaitu:
Panjang : 0,83 m
Lebar : 0,83 m
Kedalaman air : 1,5 m
Freeboard : 0,3 m
Gambar 4.1 Bak Pengumpul 4.4 Bak Equalisasi
Berfungsi sebagai tempat untuk menghomogenkan kondisi limbah cair dan menetralkan pH limbah yang ada.
4.4.1 Efisiensi Penyisihan Bak Equalisasi
- Chemichal Oxygen Demand (COD)
Influen : 138 mg/L
Effluen : 77 mg/L
Effisiensi : 44%
Influen : 86 mg/L Effluen : 48 mg/L Effisiensi : 44% - Padatan Tersuspensi (TSS) Influen : 204 mg/L Effluen : 44 mg/L Effisiensi : 78%
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui terjadi penyisihan beban organik COD, BOD dan TSS. Fungsi Bak Equalisasi untuk menghomogenkan debit serta kualitas air limbahnya.
4.4.2 Analisis Kinerja Bak Equalisasi
Unit Bak Equalisasi pada IPAL RSUD dr.M.Soewandhi Surabaya merupakan jenis in line equalization, dimana air limbah yang masuk akan melalui sumur pengumpul selanjutnya dialirkan langsung ke bak equalisasi. Parameter kinerja yang akan dibahas untuk mengetahui efektifitas kinerja bak equalisasi antara lain. 1. Penentuan volume efektif bak equalisasi
2. Beban Air limbah yang masuk dan keluar 3. Waktu detensi.
Penjelasan tentang parameter kinerja bak equalisasi dapat dilihat pada uraian dibawah ini.
1. Penentuan Volume Efektif Bak Equalisasi
Diperlukan data kuantitas air limbah untuk mengetahui volume efektif saat proses berlangsung. Hal tersebut bertujuan untuk mengontrol debit dan beban air limbah yang masuk ke bak equalisasi. Debit air limbah yang masuk ke unit pengolahan terjadi secara fluktuatif, dikarenakan pemakaian dari tiap tiap sumber juga berbeda beda, oleh karena itu fungsi dari bak equalisasi ini untuk menstabilkan atau meratakan debit dan beban air limbah yang masuk.
Penentuan Volume efektifitas bak equalisasi memerlukan
data influen air limbah antara lain, debit rata-rata per jam (m3/jam)
dan konsentrasi BOD atau COD rata-rata (mg/L). Dari data tersebut dapat diketahui volume komulatif yang masuk di bak equalisasi selama 24 jam serta beban air limbah (kg/jam). Beban air limbah dalam perencanaan ini menggunakan parameter COD.
Berdasrkan data variasi debit influen bak equalisasi yang diperoleh dari pengukuran dilapangan,maka dapat dilakukan
perhitungan untuk menentukan volume efektif bak equalisasi seperti pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Karakteristik Influen Air limbah Bak ekualisasi Waktu Data pengukuran lapangan Data
perhitungan lapangan Debit (m3/s) Debit (m3/4 jam) Konsentrasi COD (mg/L) Kumulatif debit 00.00-00.04 0,005 18 150 18 00.04-00.08 0,007 25,2 165 43,2 08.00-12.00 0,008 28,8 280 72 12.00-16.00 0,005 18 230 90 16.00-20.00 0,009 32,4 140 122,4 20.00-24.00 0,007 25,2 130 147,6 2. Waktu Detensi Diketahui
Qaverage :150 m3/hari = 6,68 m3/jam
Panjang :6,3 m Lebar :4 m Kedalaman air :2 m Freeboard :0,3 m Td :volume/Qaverage :50,4 m3/6,68 m3/jam
:7,54 jam (memenuhi td:6-10 jam)
i. Hasil Analisis Kinerja Bak Equalisasi
Hasil analisis dari keseluruhan yang telah dihitung dapat disimpulkan beberapa hal sesuai dengan kriteria desain baik equalisasi seperti pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kinerja Bak Ekualisasi No Parameter Kerja Kondisi
Eksisting
Kriteria Desain
Keterangan
1 Volume Efektif 50 m3 48 Memenuhi
2 Waktu Detensi 7,48 jam 6-10 jam memenuhi
3 Kedalaman 2 m 1,5-2 m memenuhi
Penjelasan hasil analisis seperti yang tertera pada Tabel 4.3 dijelaskan sebagai berikut:
1. Volume Efektif
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, volume bak
equalisasi yang dibutuhkan berdasarkan debit air limbah yang
masuk sebesar 48 m3 sedangkan kondisi eksisting volume bak
equalisasi sebesar 50 m3. Volume yang dibutuhkan masih berada
dibawah volume kondisi eksisting, sehingga dapat disimpulkan bahwa volume bak equalisasi masih mampu menampung debit air limbah.
2. Waktu Detensi
Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh waktu detensi pada kondisi eksisting sebesar 7,48 jam. Lamanya waktu detensi ini menyebabkan waktu kontak air limbah lebih lama, sehingga polutan organik dapat terdegradasi atau terjadi penyisihan. Selain itu dikarenakan volume limbah yang masuk ke bak equalisasi tidak bersamaan waktunya, oleh karena itu td sebesar 7 jam itu sudah memenuhi.
3. Kedalaman Bak equalisasi
Menurut Metcalf and Eddy (2004) kriteria desain kedalaman bak equalisasi antara 1,5-2 m. Pada kondisi eksisting kedalaman bak equalisasi sudah memenuhi kriteria desain yaitu 2 m.
4.Beban Air Limbah
Hasil analisis data menunjukkan rasio melebihi kriteria desain. Hal ini berarti beban yang masuk masih fluktuatif, sehingga dapat mengganggu kinerja pengolahan selanjutnya. Sedangkan fungsi bak equalisasi sendiri yaitu meratakan fluktuasi dari beban organik maupun debit.
Dari hasil Evaluasi Unit Bak Ekualisasi, unit tersebut masih memenuhi semua kriteria desain. Bangunan tersebut dinyatakan masih layak beroperasi.
4.5 Biofilter Aerobik-Anaerobik
Berfungsi sebagai tempat untuk proses pengolahan limbah cair secara biologis menggunakan jasa mikroba (bakteri) anerobik pendegradasi polutan, sehingga hasil olahan limbah cair yang dikeluarkan dapat memenuhi standart baku mutu.
4.5.1 Efisiensi Penyisihan Biofilter Aerobik-Anaerobik
- Chemical Oxygen Demand (COD)
Influen : 77 mg/L
Effluen : 48 mg/L
Effisiensi : 37%
- Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Influen : 48 mg/L
Effluen : 30 mg/L
Effisiensi : 37%
- Total Suspended solid (TSS)
Influen : 44
Effluen : 34
Effisiensi : 22%
4.5.2 Analisis Kinerja Biofilter Aerobik-Anaerobik
Unit Biofilter aerobik-anaerobik pada IPAL RSUD dr. M. Soewandhi merupakan bioreaktor yang berisi bioball sebagai media untuk pertumbuhan mikroorganisme (biofilm). Reaktor ini mempunyai 5 sekat dengan ukuran masing-masing sama. Parameter kinerja yang akan dikaji untuk mengetahui efektifitas kinerja biofilter antara lain.
1. Kapasitas Pengolahan 2. Organik Loading Rate (OLR) 3. Hidrolik Loading Rate (HLR) 4. Waktu Detensi (td)
5. Kebutuhan Oksigen
Penjelasan tentang parameter kinerja biofilter aerobik-anaerobik ini dapat dilihat pada uraian dibawah ini.
- Kapasitas Pengolahan Diketahui:
Lebar : 2,5 m Kedalaman air : 2,5 m Freeboard : 0,3 m Qpompa : 10 m3/jam Media : Bioball Ø 3 cm Volume(Eksisting): PxLxh :10x2,5x2,5 = 62,5 m3 Qpompa(Biofilter): V/td 240 m3/hari : 62,5 m3/td
Td : 62,5 m3/240 m3/hari = 0,26 hari = 6,24 jam
Volume : Qxtd
: 240 m3/hari x 0,26 hari
: 62,4 m3
Air limbah dari bak equalisasi dialirkan ke dalam biofilter aerobik-anaerobik menggunakan pompa. Pada kondisi lapangan
debit air limbah yang masuk ke biofilter sebesar 10 m3/jam.
Dari hasil analisis data dengan Q pompa sebesar 10
m3/jam dibutuhkan volume biofilter sebesar 62,4 m3 sedangkan
pada kondisi lapangan volume biofilter adalah 62,5 m3 sehingga
kapasitas biofilter masih mampu menampung dan mengolah air limbah yang masuk meskipun kondisinya berada pada ambang batas.
- Organik Loading Rate (OLR) Diketahui data lapangan:
Debit (Q) pompa : 240 m3/hari
BOD5influen (So) : 48 mg/L
BOD5effluen (Se) : 30 mg/L
Volume Biofilter : 62,4 m3
OLR : QxSo/V
: 240 m3/hari x 0,48 kg/m3/62,4 m3
: 0,18 kg/m3.hari
Kriteria desain : 10-12 kg/m3.d (Sasse.1998)
Berdasarkan perhitungan tersebut nilai OLR belum memenuhi kriteria desain. Nilai organik loading mengikuti massa
BOD dalam setiap m3 air limbah yang akan diolah. Hasil Analisis
data nilai OLR yang kecil dibandingkan dengan kriteria desain berpengaruh terhadap kinerja mikroorganisme mendegradasi polutan organik.
Diketahui data lapangan.
Debit (Q) pompa : 240 m3/hari
Luas area biofilter (A) : PxL
: 10 m x 2,5 m = 25 m2
HLR : Q/A
: 240 m3/hari/25 m2
: 9,6 m3/m2.hari
: 0,4 m3/m2.jam
Kriteria desain : <2 m3/m2jam (Sasse,1998)
(Memenuhi kriteria desain)
Hidrolik loading rate memberikan kecepatan daya gerus biofilm yang pada akhirnya akan mendorong biofilm terlepas dari media untuk keluar dari tangki. Hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai HLR sudah memenuhi kriteria desain literatur, sehingga laju penggerusan tidak terjadi pada biofilm tersebut. - Waktu tinggal (Retention Time)
Waktu tinggal merupakan lamanya air limbah tinggal dalam biofilter dengan perhitungan sebagai berikut.
Td = V/Q = 62,4/240
= 0,26 hari = 6,24 jam
Kriteria desain td=12-24 jam (Sasse,1998)
Pendeknya waktu detensi menyebabkan polutan organik tidak benar benar terdegradasi karena tidak cukupnya waktu kontak. Hasil analisis data nilai td tidak memenuhi kriteria desain. Oleh karena itu diperlukan optimalisasi waktu detensi sesuai dengan kriteria desain yaitu 12-24 jam.
- Kebutuhan Oksigen
Perhitungan volume udara yang dibutuhkan: Diketahui. Y = 0,5 Debit = 240 m3/hari BOD5 in(So) = 48 mg/L BOD5 ef(Se) = 30 mg/L c = 12 jam = 0,5 hari
= 1000( − )
=0,5 240 ℎ1000 (48 − 30)
= 2,16 kg/hari = 1 +
=1 + 0,06 0,5 = 0,50,5
- Kebutuhan Oksigen Teoritis 2 ℎ = ( − ) 5/ − 1,47 2 ℎ = 240 ℎ (48 − 30) 0,68 1000 − 1,47 2.16 = 3,177 /ℎ
- Standar Oksigen yang dibutuhkan pada kondisi lapangan
ℎ = − 1,024 Ditentukan : Suhu :30 C :0,98 :1 Cwalt :7,95 Ct :2 mg/L Cs :9,08 mg/L Fa :0,98
ℎ =
3,177 1 7,95 0,98 − 2
9,08 1,024 0,98
= 4,02 ℎ
- Kebutuhan tenaga untuk blower
Jika kemampuan blower terhadap transfer oksigen sebesar 1
kg/O2 Kwh dan konsentrasi oksigen jenuh pada 20 C sebesar
7,95 mg/L, maka oksigen transfer pada kondisi lapangan:
= 9,17− 1,024 Direncanakan : Suhu :30 C :0,98 :1 Cwalt :7,95 Cl :2 mg/L Maka, = 1 1 7,95 − 29,17 1,024 0,98 = 0,8 / ℎ
Jumlah oksigen yang harus ditransfer setiap hari
= 0,8 Kg O2/Kwh jam x 24 jam/hari =19,2 Kg/O2/ Kwh.hari Kebutuhan power (KW) 3,177 /ℎ 0,8 /ℎ = 3,95 Kebutuhan Energi
Asumsi kebutuhan energi =0,5 KW/m3
Volume Biofilter =55,5 m3
Kebutuhan energi =0,5 Kw/m3x 55,5 m3
Apabila harga listrik per Kwh = Rp 1200/Kwh maka biaya operasional untuk energi listrikper hari adalah:
Biaya = Rp 1200/Kwh x 27,75 Kw x 24 jam/hari
= Rp 799.200/hari
Hasil analisis data dan pembahasan dibutuhkan oksigen lapangan adalah 4,02 kg/hari untuk mereduksi beban BOD dari konsentrasi 48 mg/L menjadi 30 mg/L. Sehingga dibutuhkan
blower yang dapat mensuplai udara sebesar 19,2
Kg.O2/Kwh.Hari. Tingginya konsentrasi oksigen dapat
menyebabkan metabolisme mikroorganisme lebih cepat dan memperpendek siklus hidup sel (Liu et al,2002). Dari alasan tersebut menyebabkan hilangnya biomassa sehingga mengurangi kinerja biofilter untuk mendegradasi polutan organik. Oleh karena itu dibutuhkan oksigen optimum yang dapat membuat kinerja bakteri dalam mendegradasi polutan organik dapat maksimal.
Untuk mempermudah proses kelanjutan IPAL maka perlu dibuatkannya Standar Operasi Prosedur (SOP), yang akan mempermudah dalam setiap pengoperasian dari tiap-tiap unit yang ada dan juga meminimalisisr resiko kegagalan kerja sistem unit IPAL. Rincian mengenai Standar Operasi Prosedur (SOP) dapat dilihat pada Lampiran C.
4.6 Perencanaan Unit Pretreatment
Untuk menurunkan kadar Phospat dan Nitrogen bebas dari limbah Laboratorium dan limbah Laundry dibutuhkan suatu unit pretreatment terlebih dahulu, agar membantu meringankan beban Limbah yang akan masuk ke IPAL. Unit-unit tersebut adalah :
- Koagulasi-Flokulasi Paket
Koagulasi-Flokulasi merupakan proses destabilisasi koloid dan partikel dalam air dengan menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang akan menyebabkan pembentukan inti gumpalan, dan pada proses selanjutnya flok flok tersebut akan bergabung menjadi satu dan menghasilkan gumpalan yang lebih besar.
Dikarenakan jumlah limbah yang dikeluarkan tidak terlalu besar dari segi kuantitas maka cukup jika hanya menggunakan
unit Koagulasi-Flokulasi Paket dengan kapasitas 50 m3/Hari. Unit
ini terdiri dari beberapa bak, yakni bak inlet, bak koagulan, bak sedimentasi, bak filtrasi, bak outlet dan bak pengering lumpur. Adapun perencanaan unit koagulasi-flokulasi paket ini adalah sebagai berikut:
Direncanakan: Bak Inlet Koagulasi
- Waktu detensi(td) =30 s - Gradien kecepatan =200/s - Temperatur =30 C - =0,0008004 N.detik/m2 - =995,68 kg/m3 - =0,8039 x 10-6m2/s - =60rpm=1rps
- Jenis impeller =1 blades
- Rasio d/w =6
- KL =49
- KT =2,75
Bak berbentuk persegi Dimensi unit pengaduk :
- Q =50 m3/hari = 1,73 L/s
- Volume Bak =Qxtd
=0,0519 m3=51900 cm3
- Luas =Vol/h
=51900 cm3/50 cm
= 1038 cm2
Unit berbentuk persegi dan rasio panjang:lebar adalah 1:1
- Luas =PxL
- 1038 cm2
=LxL
- L =√1038
=32 cm Dimensi unit pengaduk
Panjang (P) =32 cm
Lebar (L) =32 cm
Kedalaman(H) =50 cm
Kebutuhan Koagulan:
Dosis tawas optimum =30 mg/L
Densitas tawas =980 kg/m3
Jumlah bak =1 buah
Q bak =1,73 L/s
Kadar air dalam larutan =95% Kadar tawas dalam larutan=5% berat
Kadar tawas =60%
Perhitungan:
Kebutuhan tawas =30 mg/L x 1,73 L/s
=51,9 mg/s =44 kg/hari
Kebutuhan tawas kadar 60%=44 kg/hari/60%=73,3 kg/hari
Volume tawas =Kebutuhan tawas/ tawas
=73,3 kg/hari/980 kg/m3
=0,07 m3
Volume air pelarut =73,3 kg/hari /5 gr x 1000 x 0,095 L
=1,392 m3
Volume larutan total =Volume tawas + Volume larutan
=0,07 m3+ 1,392 m3
=1,462 m3/hari
Bak Pelarut Koagulan:
Periode pelarutan tawas=24 jam sekali
Dimensi P:L =1:1
Volume bak =Volume larutan total x frekuensi
=1,4 m3/hari x 24/24 jam
=1,4 m3.jam/hari x 1 hari/24 jam
=0,05 m3=50000 cm3
Dimensi Bak:
Luas (A) =Volume/h
=50000 cm3/20 cm = 2500 cm2 Luas (A) =PxL 23000 cm2 =L2 L =√2500 =50 cm Bak Sedimentasi: Direncanakan
Waktu detensi (td) =30 menit
So =0,0003 m/s Q =150 m3/hari =1,73 L/s =1736 cm3/s Kedalaman =120 cm Perhitungan: Volume bak (V) =Q x td =1736 cm3/s x1800 s =3.124.800 cm3 Luas (A) =3.124.800 cm3/120 cm =26040 cm2 26040 m2 = π r2 R =√8292 =91 cm Dimensi bak sedimentasi
Jari-Jari Lingkaran = 91 cm Diameter lingkaran =182 cm Kedalaman (H) =120 cm Vhorizontal (Vh) = L/td =182 cm/1800 s = 0,101 cm/s Zona Lumpur: ss =2650 kg/m3 tawas =980 kg/m3
Produksi lumpur = efisiensi sedimentasi x SS
=47,5 mg/L Bak Outlet Perhitungan: Q masuk =1,73 L/s = 0,0017 m3/s Volume Bak =Qxtd =1,73 L/s x 30 s = 51,9 L =0,0519 m3=51900 cm3 Luas =Vol/h =51900 cm3/50 cm =1038 cm2
Unit berbentuk persegi dan rasio panjang:lebar adalah 1:1
Luas =PxL
1038 cm2 =LxL
L =√1038
=32 cm Dimensi unit pengaduk
Panjang (P) =32 cm
Lebar (L) =32 cm
Kedalaman(H) =50 cm
4.7 BOQ DAN RAB
4.7.1 BOQ
Tahap akhir dari suatu perencanaan adalah penyusunan Bill of Quantity dan Rencana Anggaran Biaya. Bill of Quantity merupakan perincian dari seluruh peralatan dan pekerjaan yang dibutuhkan di dalam suatu perencanaan. Dalam tugas akhir ini yang akan dihitung BOQ dan RAB nya pada perencanaan unit bak pengumpul dan unit pretreatmentnya yaitu koagulasi flokulasi
paket dengan kapasitas 50 m3/hari.
- BOQ Bak pengumpul:
BOQ pembangunan bak pengumpul hasil redesain terdiri dari pekerjaan pembetonan dan pemasangan pipa & aksesoris lainnya. Berikut perhitungan BOQ untuk pembangunan bak pengumpul. Perhitungan BOQ pembangunan bak pengumpul disesuaikan dengan DED
= {(2 x Panjang x Tinggi total) + (Lebar x Tinggi total )} x Tebal beton = {(2x0,83X1,8) + (2x0,83x1,8)} x 0,15 = {2,988 + 2,988} x 0,15 = 5,976 m2x 0,15 = 0,8964 m3 b. Beton lantai
= (PanjangxLebar) x Tebal beton = (0,83x0,83) x 0,15
= 0,103
c. Volume penggalian
= (Panjang Total x Lebar total x (Kedalaman + tinggi lantai kerja)
= 0,83m x 0,83 m x 2 m
= 1,3778 m3
Tabel 4.4 BOQ Pembangunan Bak Pengumpul
No Pekerjaan Satuan Volume (m3)
1 Beton Dinding m3 0,896
2 Beton Lantai bagian Atas m3 0,103
3 Pipa Ø 150 mm unit 12,0
4 elbow 90 Ø 150 mm unit 4,0
5 tee all Ø 150mm unit 4,0
BOQ unit pretreatment (Bak koagulasi-flokulasi)
Unit ini terdiri dari beberapa bak, yaitu bak inlet, bak koagulasi, bak pembubuh koagulan, bak sedimentasi, bak pengering lumpur dan bak outlet. Bak tersebut berbahan dasar beton , tujuannya adalah untuk meminimalkan biaya operasi dan mudah dalam pembuatan. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci untuk perhitungan BOQ nya:
BOQ Bak Inlet:
Dimesi Bak inlet :
Lebar :40 cm = 0,4 m
Kedalaman :48 cm = 0,48 m
Kebutuhan dinding beton:
Luas permukaan=(2xPxL)+(2xPxt)+(2xLxt)
=(2x0,4x0,4)+(2x0,4x0,48)+(2x0,4x0,48) =0,32 + 0,384 + 0,384
=1,088 m2
Kebutuhan tiang penyangga bak
Besi siku (6cm x 6 cm) Batang (6m)
Kebutuhan pipa penyalur
Pipa pvc diameter∅ 10 cm (4”) , panjang 50 cm
BOQ Bak Koagulasi:
Dimesi bak koagulasi :
Lebar :32 cm = 0,32 m
Panjang :32 cm = 0,32 m
Kedalaman :16 cm = 0,16 m
Kebutuhan dinding beton:
Luas permukaan=(2xPxL)+(2xPxt)+(2xLxt)
=(2x0,32x0,32)+(2x0,32x0,16)+(2x0,32x0,16) =0,204 + 0,102 + 0,102
=0,408 m2
Kebutuhan tiang penyangga bak
Besi siku (6cm x 6 cm) Batang (6m)
Kebutuhan pipa penyalur
Pipa pvc diameter∅ 10 cm (4”), panjang 50 cm
BOQ Bak pembubuh koagulan:
Dimesi bak pembubuh koagulan (2 unit) :
Lebar :15 cm = 0,15 m
Panjang :15 cm = 0,15 m
Kedalaman :10 cm = 0,1 m
Kebutuhan dinding beton :
Luas permukaan=(2xPxL)+(2xPxt)+(2xLxt)
=(2x0,15x0,15)+(2x0,15x0,1)+(2x0,15x0,1) = 0,045 + 0,03 +0,03
=0,105 m2
Untuk 2 unit maka di kali kan 2 yaitu 0,21 m
Besi siku (6cm x 6 cm) Batang (6m)
Kebutuhan pipa penyalur
Pipa pvc diameter∅ 10 cm (4”), panjang 150 cm
BOQ Bak Sedimentasi:
Dimesi bak sedimentasi :
Diameter :182 cm
Kedalaman :40 cm + 20 cm = 0,6 m
Kebutuhan dinding beton:
Luas permukaan:
=0,102 + 0,102 + 0,102 + 0,128 =0,434 m2
Kebutuhan tiang penyangga bak
Besi siku (6cm x 6 cm) Batang (6m)
Kebutuhan pipa penyalur
Pipa pvc diameter∅ 10 cm (4”), panjang 100 cm
BOQ Bak Lumpur:
Dimesi bak lumpur :
Lebar :40 cm = 0,4 m
Panjang :40 cm = 0,4 m
Kedalaman :16 cm = 0,16 m
Kebutuhan dinding beton:
Luas permukaan=(2xPxL)+(2xPxt)+(2xLxt)
=(2x0,4x0,4)+(2x0,4x0,16)+(2x0,4x0,16) =0,32 + 0,128 + 0,128
=0,576 m2
BOQ Bak Outlet:
Dimesi bak outlet:
Lebar :32 cm = 0,32 m
Panjang :32 cm = 0,32 m
Kedalaman :40 cm = 0,4 m
Kebutuhan dinding beton:
Luas permukaan=(2xPxL)+(2xPxt)+(2xLxt)
=(2x0,32x0,32)+(2x0,32x0,4)+(2x0,32x0,4) =0,204 + 0,256 + 0,256
=0,716 m2
Besi siku (6cm x 6 cm) Batang (6m)
Kebutuhan pipa penyalur
Pipa pvc diameter∅ 10 cm (4”), panjang 100 cm
BOQ untuk pengerjaan Unit dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 BOQ Pembangunan unit pretreatment
No Pekerjaan Satuan Volume (m3)
1 Beton dinding m3 3,432
2 Beton lantai m3 1,144
3 Besi siku (6cm x 6cm) m 10
4 Pipa Ø 100 mm unit 20,0
5 elbow 90 Ø 150 mm unit 6,0
6 tee all Ø 150mm unit 2,0
4.7.2 Rencana Anggaran Biaya
RAB pada perencanaan kali ini terdiri dari RAB Bak Pengumpul, RAB Koagulasi-Flokulasi Paket, RAB Bangunan
Pelengkap, dan RAB Operasional. Sebelum dilakukan
perhitungan RAB, dibutuhkan harga satuan pekerjaan yang dapat diperoleh dari Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Kota Surabaya 2016. Setelah mendapatkan harga satuan masing-masing pekerjaan kemudian hasil BOQ dikalikan dengan harga satuan tersebut untuk memperoleh biaya masing-masing pekerjaan. Berikut harga satuan tiap pekerjaan berdasarkan HSPK Kota Surabaya 2016.
Tabel 4.6 Analisa HSP Pekerjaan Pembetonan
NO URAIAN KODE KOEF. SAT. HARGA SATUAN JUMLAH HARGA
Membuat Beton Lantai Kerja Mutu f'c = 7,4 Mpa (K-100); Slump (3 - 6 cm); wc = 0,78 (m3)
A TENAGA Pekerja L.01 1,2000 Oh Rp. 90.000,00 Rp. 66.000,00 Tukang Batu L.02 0,2000 Oh Rp. 100.000,00 Rp. 15.000,00 Kepala Tukang L.03 0,0200 Oh Rp. 120.000,00 Rp. 1.600,00 Mandor L.04 0,0600 Oh Rp. 135.000,00 Rp. 5.100,00 Jumlah Tenaga Rp 87.700,00 B BAHAN Semen PC 150,0 Kg Rp. 1.450,00 Rp. 217.500,00 Pasir Beton 600,0 Kg Rp. 85,71 Rp. 51.426,00
Batu Kali Pecah 1/2 75 Kg Rp. 154,48 Rp. 115.500,00
Air 1500 ltr Rp. 5,00 Rp. 6.500,00
Jumlah Bahan Rp. 390.926,00
C JUMLAH (A+B) Rp. 478.626,00
Harga Satuan Pekerjaan (HSP) Rp. 550.149,90
Membuat Dinding Beton Bertulang (150 kg) (m3)
A TENAGA Pekerja L.01 5,6500 Oh Rp. 90.000,00 Rp. 310.750,00 Tukang Batu L.02 0,2750 Oh Rp. 100.000,00 Rp. 20.625,00 Tukang Kayu L.02 1,5600 Oh Rp. 100.000,00 Rp. 117.000,00 Tukang Besi L.02 1,4000 Oh Rp. 100.000,00 Rp. 105.000,00 Kepala Tukang L.03 0,3230 Oh Rp. 120.000,00 Rp. 25.840,00 Mandor L.04 0,2830 Oh Rp. 135.000,00 Rp. 24.055,00 Jumlah Tenaga Rp. 603.270,00 B BAHAN