• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Barodji '1, M. Sudomo '1, J. Putrali '1 dan M.A. Joesoef 2, PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Barodji '1, M. Sudomo '1, J. Putrali '1 dan M.A. Joesoef 2, PENDAHULUAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

(Health Studies in Indonesia)

PERCOBAAN PEMBERANTASAN HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS ( O N C O M E L A NZA H UPENSIS L IND OENSZS) DEI'GAN BAY LUSCIDE DAN KOMBINASI PENGERINGAN DENGAN BAYLUSCIDE DI DATARAN LINDU, SULAWESI TENGAH

Barodji

'1,

M. Sudomo

'1,

J. Putrali '1 dan M.A. Joesoef 2,

ABSTRACT

Two trials were conducted in the Anca and Paku areas o f the Lindu valley, Central Sulawesi against the schistosomiasis intermediate host Oncomelania hupensis lindoensis. The trials were conducted in sequence. Application of bayluscide monthly at 10-40 ppm for one year suppressed 50% o f the snail population density in Anca and 23% in Paku. Application of bayluscide monthly at 10-40 ppm com- bined with installing drainage canals following the above mentioned trials reduced the snail population density in Anca 61 % and 94% in Paku.

PENDAHULUAN

Penyakit schistosomiasis atau demam keong di Indonesia diketahui ada di Dataran Lindu dan Lembah Napu, Sulawesi Tengah. Kasus penya- kit ini pertama kali ditemukan oleh ~ i l l e r dan Tesh (1937), sedang siput penulamya (Oncome- lania hupensis lindoensis) baru ditemukan pada tahun 1971 (Carney etaL, 1973 a.).

Hingga akhir tahun 1976 telah ditemukan le- bih dari 70 tempat perindukan siput. Sebagian besar tempat perindukan siput tersebut dijumpai di bagian barat, utara dan selatan danau, sedang di bagian tirnur baru sedikit yang ditemukan. Hal tersebut karena di bagian itu penuh ditum- buhi gelagah (Phragrnites karka), sehingga sulit untuk dijelajahi.

Siput-siput yang terdapat di pinggir hutan atau di kaki bukit selalu ditemukan di tanah, menempel pada batu-batuan, daun dan ranting- ranting kering yang berserakan di tempat itu. Siput-siput ini akan menyebar ke tempat-tempat 1) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Jakarta.

2) Kepala Subdit filaria dan schisto, Ditjen P3M, Jakarta (Sekarang di Badan Penelitian dan Pe- ngembangan Kesehatan).

yang lebih rendah bersama air hujan yang turun dari lereng-lereng bukit. Jika siput yang terbawa air hujan tersebut terdampar di suatu tempat yang cocok, maka akan berkembang biak dan muncullah tempat perindukan siput baru (Sudo- mo and Carney, 1974, Sudomo, 1980).

Tempat perindukan siput yang terdapat di dekat pemukiman penduduk, di tengah dan di sekeliling daerah persawahan adaldi sangat ber- bahaya, karena air yang tergenang atau air yang berasal dari tempat itu mengandung serkaria se- banyak 2-2,70 per m2 (Putrali et a l , 1980). Serkaria itu akan menginfeksi penduduk dan ma- malia lain yang memanfaatkan air dari tempat perindukan siput tadi. Infeksi tersebut akan se- lalu te rjadi apabila tidak dilakukan pemberantas- an siput secara menyeluruh. Kenyataan tersebut dapat dilihat pada tingginya penderita dan pe- ningkatan jumlah penderita dari tahun ke tahun. Tahun 1972 di Kampung Anca terdapat pende- rita schistosomiasis sebanyak 55,90%, di To- mado sebanyak 42%, di Langko sebanyak 29,10% dan di Puroo sebanyak 12,90% (Dazo et aL, 1976). Tahun 1975 jumlah penderita schistosomiasis meningkat, di kampung Anca menjadi 71,30% dan di kampung Langko men- jadi 54,50% (Putrali et al., 1980). Prevalensi pa-

(2)

BARODJI DKK da anak-anak umur 0-4 tahun dalani tahun

yang sama adalah 31,60-43,5070 (Dazo et al.,

1976). Penderita di kampung Puroo, setelah ba- nyak pendatang baru dari daerah sekitar Kulawi (Winatu, Omu, Tangkulowi) yang mengolah sa- wah di Owo, meningkat menjadi 69% dari 444 orang yang diperiksa (Barodji dkk., 1976 un- published).

Percobaan pemberantasan siput ini dimaksud untuk meneliti efektivitas penyemprotan racun siput bayluscide dan efektivitas pemberantasan kombinasi pengeringan dan penyemprotan bay- luscide terhadap penekanan populasi siput 0. h. lindoensis di Dataran Lindu. Hasil percobaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemberantasan schistosomia- sis secara menyeluruh.

BAHAN DAN CARA KERJA 1. Daerah percobaan.

Dataran Ljndu berada pada ketinggian 950 m, terletak

+

5 0 km di sebelah tenggara kota Palu, Sulawesi Tengah. Daerah ini merupakan suatu lembah yang dikelilingi oleh pegunung- an Takolekaju, di tengah-tengah daerah ini terbentang Danau Lindu yang berdiameter f

9 km panjang dan f 6 km lebar (Gambar 1.).

Di daerah ini terdapat 4 perkampungan, yai- tu Puroo, Langko, Tomado dan Anca, dengan penduduk seluruhnya f 2000 jiwa. Daerah ini

termasuk dalam wilayah kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala.

Kampung Anca dan daerah persacvahan Pa- ku ditentukan sebagai daerah Percobaan. Tem- pat perindukan siput di Anca terletak di ping- gir hutan dan tidak ada sawah di sekitarnya. Tempat perindukan siput di Paku letaknya terpencar, ada yang di pinggir hutan, ada yang di tengah-tengah sawah dan ada yang di ping- gir danau. Tempat perindukan siput 3ang di tengah-tengah sawah sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Kampung Langko dengan tempat perindukan siput Lombu ditentukan sebagai daerah pembanding. Kebiasaan pendu- duk, mandi, mencuci dan buang air besar baik di daerah percobaan maupun di daerah pem-

banding adalah di pinggir danau dan di sungai- sungai yang langsung bermuara ke danau. Mu- sim tanam padi di Dataran Lindu pada saat dilakukan percobaan berlangsung sekali dalam setahun, yaitu sekitar bulan Juni sampai Agus- tus.

Keadaan iklirn di Dataran Lindu: Tempe- ratur berkisar antara 18' - 27O C dengan ke- lembaban antara 62% - 95% sepanjang tahun. Rata-rata curah hujan tiap bulan adalah 195 mm, dengan fluktuasi dari 61 sampai 348 mm. Hari hujan tiap bulan bervariasi dari 10 sam- pai 28 hari.

2. Cara kerja.

Percobaan pemberantasan dilakukan da- lam dua tahap, secara berturut-turut. Tahap pertama, penyemprotan bayluscide dan tahap kedua dilakukan pengeringan dengan pe- nyemprotan.

Tahap I. Penyemprotan bayluscide.

Bayluscide (niclosamide) adalah salah satu racun siput yang dianjurkan oleh WHO un- tuk digunakan dalam pemberantasan siput perantara schistosomiasis. Bayluscide 70% bentuk bubuk berwarna kuning digunakan dalam percobaan ini. Penyemprotan dilaku- kan tiap bulan sekali dengan dosis 10 sampai 40 ppm. Tempat perindukan siput yang kering disemprot dengan 10 ppm dan yang berair (sehabis hujan) disemprot dengan 40 ppm. Pe- nyemprotan di kampung Anca berlangsung selama 8 bulan dan di daerah Paku selama 10 bulan, dimulai bulan September 1975 sam- pai Juni 1976.

Tahap II. Kombinasi pengeringan dengan pe-

nyemprotan.

Sesudah penyemprotan, semua tempat per- indukan siput di kampung Anca dan di daerah persawahan Paku dikeringkan dengan cara membuat saluran-saluran pengering. Saluran pengering juga berfungsi untuk mengatur alir- an air. Selama pengeringan, penyemprotan bayluscide terus dilakukan tiap bulan sekali.

Penilaian malacologi

Penilaian padat populasi siput 0. h. lindo- ensis sebelum dan sesudah penyemprotan bay-

(3)

~ERCOBAAN EMBERA ANT AS AN HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS DENGAN BAYLUSCIDE Skala : 1 : 62500

. .

,

,

Tempat perindukan siput \*' Daerah persawahan !! Sernaklgelagah

.

-

Jalan kampung

-

Sungai

I

Uiung Pandang ,

via

2

c- 1 : 9000000 .

I

U Laboratoriurn b

(4)

BARODJI DKK

luscide maupun sesudah pengeringan dilaku- kan selama 8 bulan di Anca dan selama 10 bu- lan di Paku, menurut cara ring sample (Pesi- gan et a/., 1958). Ring atau gelang dari besi dengan luas 1/70 m2 dilempar secara acak tiap 10 m dan pengambilan siput hanya dilakukan pada areal seluas gelang besi tersebut. Di Anca dilakukan pengambilan contoh sebanyak 70 kali lemparan, di Paku sebanyak 170 kali lem- paran dan di daerah pembanding (Lombu) se- banyak 240 kali. Padat populasi siput dihi- tung dalam satuan jumlah siput per m2. Penurunan padat populasi siput sesudah pemberantasan dihitung menurut formula (1-

bclad) 100% (Molineaux et al., 1979), di mana a dan b padat populasi siput di daerah

percobaan masing-masing sebelum dan sesu- dah pemberantasan, c dan d padat populasi di daerah pembanding masing-masing se- belum dan sesudah pemberantasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas tempat perindukan siput di kampung Anca f 3700 m2 (2 tempat), di Paku f 9860 m2 (empat tempat) rata-rata menghabiskan racun siput sekitar 0,34 sampai 136 mg per m2.

Hasil penilaian padat populasi siput, siput po- sitif sebelum dan sesudah pemberantasan di dae- rah Anca, di Paku maupun di daerah pembanding dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, Gambar 2 A dan Gambar 2 B.

Tabel 1. Padat Populasi Siput 0. h. lindoensis, Persen Siput Positip Serkaria di Daerah Percobaan Anca dan di Daerah Pembanding Lombu.

Perlakuan BI.

Sebelum penyemprotan 8 6 4 2

Daerah percobaan Anca Daerah pembnding Lombu

---

penurunan I' ---_-_ Jml. siput ( % ) Jml. siput

...

...

per m2 P O ~ . (%I per m 2 pos. (%I

2 81.20 0.73

Penyemprotan bayluscide 4 69.30 0,00

10

-

40 ppm 6 49.70 0,OO

8 36.50 0.00

2 24,80 0.00

Pengeringan & penyemprot- 4 21,70 3.60

an 10

-

40 ppm 6 29.40 0.00

8 14.00 0.00

10 7,OO 0.00

1. Penurunan padat populasi siput dalam persen.

2. Berbeda nyata dengan waktu sebelum penyemproten (t = 2,33

>

t. 05 (14) = 2,141 3. Berbeda sangat nyata dengan waktu selama penyemprotan

(5)

Tabel 2. Padat Populasi Siput 0. h. lindoensis, Persen Siput Positif Serkaria di Daerah Percobaan Paku dan di Daerah Pernbanding Lornbu.

Daerah percobaan Paku Daerah pembanding Lombu

B1. ~enurunan

Perlakuan

Jml. siput ( % ) Jml. siput per m2 pos. (%I per m2 pos. (%)

10 102.00 2,40 8 85.40 3.80 Sebelurn penyemprotan 6 47.60 0.00 4 82.70 0.00 2 133,60 0,31 2 121.20 0.80 43.20 2.90 4 70.30 2.20 45.40 1.60 Penyemprotan bayluscide 6 42,90 2,70 50.20 0,70 10 - 40 ppm 8 58.50 1,40 40.50 0.84 10 78.30 0,OO 22,40 0.60

---

-

X 74,242 1.42 23 40.34 1.33 2 5,20 2.40 40.30 2.1 0 4 9.40 2.00 50.40 2.60

Pengeringan & penyem- 6 3,70 0.00 50.50 0.40

protan bay luscide 8 2.80 0,OO 20.20 1.1 0

10

-

40 pprn 10 0,OO 0.00 37.60 1.60

---

---

-

X 4,2a3 0.88 94 39.80 1 i56

1. Penurunan padat populasi siput dalam persen.

2. Tidak : berbeda nyata dengan waktu sebelum penyemprotan ( t = 0.84

>

t .05 (18) = 2,101). 3. Berbeda sangat nyata dengan selarna penyemprotan.

Penyemprotan bayluscide.

Padat populasi siput di Anca rata-rata tiap bu- lan sebelum penyemprotan 89,90 siput per m2, sesudah penyemprotan menurun nyata menjadi 59,18 siput per m2 ( ~ a b e l 1). Di Paku, sebelum penyemprotan 90,26 siput per m2 dan sesudah penyemprotan menurun tidak nyata menjadi 74,24 siput per m2 (Tabel 2). Sedang padat populasi siput di daerah pembanding (Lom-

bu) baik sebelum maupun selama penyernprotan berlangsung tidak banyak perbedaannyil, yaitu sekitar 33,72 d m 44,83 siput per m2 (Tabel 1 dan Tabel 2). Penyernprotan tiap bulan sekali

yang berlangsung selarna 8 bulan di Anca, telah dapat menekan padat populasi siput sebanyak 50% (Tabel 1) dan penyemprotan selama 10 bu- lan di Paku telah dapat menurunkan padat popu- lasi siput sebanyak 23% (Tabel 2). Penurunan padat populasi tiap bulamya berlangsung secara perlahan-lahan (Garnbar 2). Perbedaan penurun- an yang te rjadi di dua daerah percobaan penyem- protan tersebut disebabkan oleh kondisi tempat perindukan siput di kedua daerah tersebut yang berbeda. Tempat perindukan siput di daerah Paku sangat dipengaruhi oleh sawah yang ter- dapat di sekitarnya, sedang tempat perinduk- an siput di Anca tidak. Pada waktu musirn

(6)

BARODJI DKK

Ternpat perindukan siput di Anca.

Sebelurn pe- Penyernprot-.. nyernprotan

I

bayluscide Penyernprotan bayluscide

v

pengeringan /

/.-

-

-.

/ \ -

-

B. Tempat perindukan siput di Paku.

Sebelurn pe- Sesudah penyern- nyernprotan

I

p r o t a n Penyernprotan bayluscide

I

dan pengeringan b l .

'.

Q

,

bl. 2 4 6 8

Garnbar 2. Padat Populasi 0. hupensis lindoensis di Daerah Percobaan Pembrantasan ( . ) dan di Daerah Pembanding (-

- - -

-

-

-

-1.

(7)

tanam padi, air dari sawah banyak yang me- ngalir ke tempat perindukan siput, sehingga bayluscide yang disemprotkan di Paku meng- alami pencucian lebih cepat bila dibanding dengan yang disemprotkan di Anca; akibatnya penyemprotan bayluscide di Paku menjadi ku- rang efektif. Kurang efektifnya penyemprotan

bayluscide di Paku juga tampak pada penilaian siput positif serkaria Schistosoma japonicum. Sesudah penyemprotan, siput positif serkaria masih ditemukan pada tiap bulan, rata-rata 1,42%, yang tidak banyak berbeda dengan wak- tu sebelum penyemprotan, rata-rata 1,3096 (Ta- be1 2). Sedang di Anca menunjukkan, bahwa pa- da tiga bclan setelah penyemprotan sudah tidak ditemukan siput positif lagi (Tabel 1). Di daerah pembanding kelihatan, bahwa selama waktu pe- nyemprotan siput positif serkaria (1,s 1%) ada- lah tidak banyak berbeda dengan waktu sebelum penyemprotan (rata-rata 1,96%).

Pemberantasan kombinasi pengeringan dengan penyempro tan.

Pengaruh pemberantasan kombinasi penge- ringan dengan penyemprotan bayluscide sebulan sekah menunjukkan penurunan yang nyata ter- hadap kepadatan populasi siput di daerah Anca maupun di Paku (Tabel 1 dan Tabel 2). Penilaian tiap bulan sekali selama 8 bulan sesudah pembe- rantasan kombinasi di Anca menunjukkan kepa- datan populasi siput menurun, dari 59,18 siput per m2 selama penyemprotan menjadi 19,38 si- put per m2 sesudah pemberantasan kombinasi (Tabel 1); penilaian selama 10 bulan di Paku menunjukkan penurunan dari 74,24 siput per m2 selama penyemprotan menjadi 4,22 siput per m2 sesudah pemberantasan kombinasi (Tabel 2). Se- sudah pemberantasan kombinasi ditemukan, bah- wa padat populasi siput di Anca menurun seba- nyak 60% dan di Paku menurun sebanyak 94%. Padat populasi siput di daerah pembanding sesu- dah dilaksanakannya pemberantasan kombinasi di Anca dan Paku tidak banyak perbedaannya de- ngan waktu dilakukannya penyemprotan. Padat populasi siput waktu dilakukan penyemprotan a- dalah sekitar 40,34 lsampai 44,83 siput per m2 dan sesudah pemberantasan kombinasi adalah sekitar 37,22 sampai 39,80 siput per m2.

Efektivitas pemberantasan kombinasi juga da- pat dillhat pada penilaian siput positif serkaria di kedua daerah percobaan tersebut. Pada bulan kelima setelah pemberantasan kombinasi tidak dijumpai lagi siput positif balk di Anca maupun di Paku. Hal tersebut menunjukkan bahwa pe- ngeringan dan pengaturan air dengan penyem- protan telah dapat mencegah tirnbulnya siput yang positif serkaria. Siput positif di daerah pembanding dalam waktu yang sama sebanyak 1,26% adalah tidak banyak berbeda dengan waktu selama penyemprotan berlangsung (1,51%).

KESIMPULAN

Penyemprotan bayluscide antara 10 sampai 40 ppm tiap bulan sekali di daerah yang tidak ter- pengaruh sawah adalah lebih efektif bila diban- ding dengan di daerah yang terpengaruh oleh sa- wah di sekitarnya. Pengaruh penyemprotan bay- luscide terhadap penekanan padat populasi siput berlangsung sedikit demi sedlkit dalam tiap bu- lannya.

Pembuatan saluran dalam rangka pengering- an tempat perindukan siput dan pengaturan air yang dikombinasikan dengan penyemprotan me- nunjukkan hasil yang leblh nyata terhadap pe- nekanan padat populasi siput bila dibanding de- ngan penyemprotan saja. Tempat perindukan si- put menjadi tidak berbahaya lagi pada lima bulan setelah pemberantasan kombinasi, karena setelah itu tidak dijumpai siput positif lagi. Oleh karena itu disarankan f lima bulan setelah pemberantas- an kombinasi, tempat perindukan siput supaya diolah, ditanami tanaman palawija yang tidak banyak membntuhkan air. Pengolahan sawah se- cara intensif dan pembersihan rumput sepanjang saluran pengering adalah sangat penting guna mencegah timbulnya tempat-tempat perindukan siput baru.

UCAPAN TERIMA KASIH

Semua penulis mengucapkan terima kasih ke- pada Prof. Dr. J. Sulianti Saroso, Kepala Badan

(8)

BARODJI DKK

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang VPRO, Manila, Pilipina), Ka. Kanwil Depkes. telah membiayai penelitian ini. Rasa terima kasih Propinsi Sulawesi Tengah, Ka. Dirda P3M Propin- disampaikan pula kepada B. C. Dazo konsultan si Sulawesi Tengah dan segenap teknisi yang N'HO pada Ltbang Kesehatan (sekarang WHO- membantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Carney, W.P., Purnomo, Sudomo M., P.V.D. M. and Barodji (1980) A Schistosomiasis Pi- van Peenen and Sulianti Saroso J. (1974) lot Control Project in Lindu Valley, Central Mammalian Schistosome in Indonesia. Third Sulawesi, Indonesia. Southeast Asian J . Trop. Internat. Cong.'Parasit (Abstract). Med. Pub. Hlth. Vol. 11 No. 480-486.

Dazo, B.C., Sudomo M., L. Hardjawidjaja, Joe- soef M.A. and Barodji (1976) Control of

Schistosoma japonicum infection in L i d u

Valley, Central Sulawesi, Indonesia. Southeast Asian. J . Trop. Med. Pub. Hlth. Vol. 7 No. 2 :

330 - 340.

Pesigan, T.P., Hairstone N.G., Jaurgeni J.J., Gra- sia E.G., Santos A.T., Santos B.C. and Besa A.A. (1958) Studies on Schistosoma japoni- cum infection in the Philippines. 2. Molluscan

host. Bull. WHO. 18.481.

Molineaux, L. Sidrawi G.R., Clarke J.L., Boul- Sudomo,

M.

and Carney, W.P. 1974. Precontrol zaquet J.R. and Ashkar T.S. (1979) Assess- Investigation of Schistosomiasis in Central ment of insecticidal impact on malaria mos- Sulawesi. Bull. Hlth. Studies in Indonesia. 11, quito's vectorial capacity, from data on man 2: 51-60.

biting rate and age-composition. Bull. Wld. Sudomo, M. (1980) Some aspects of Schistoso- Hlth. Org., 57 : 265-274. miasis transmission in Central Sulawesi. The-

Gambar

Gambar 1.  Peta Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah.
Tabel  2.  Padat  Populasi  Siput  0.  h.  lindoensis,  Persen  Siput Positif  Serkaria  di  Daerah  Percobaan  Paku dan di Daerah Pernbanding Lornbu

Referensi

Dokumen terkait

Karena suatu permintaan yang lebih besar per mil persegi berarti suatu firma membutuhkan suatu teritori yang lebih kecil untuk memanfaatkan skala teritori yang lebih kecil

2012 Perbedaan kejadian inkontinensia urin pada pasien post kateterisasi yang dilakukan bladder training setiap hari dengan bladder training sehari sebelum kateter

CAPTCHA adalah salah satu cara untuk dapat mengamankan suatu situs internet dengan mencegah situs tersebut disusupi oleh program yang tidak diinginkan. CAPTCHA bertujuan

Menjelang jatuhnya ORDE LAMA atau akan dimulainya sebuah tatanan baru kedalam sebuah ORDE BARU (tahun 1964), pemerintah Indonesia pada saat itu sempat melakukan

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Pada awal perkembangan oedipal feminim yaitu selama bulan pertama dalam kehidupan seorang anak perempuan melihat payudara ibunya sebagai objek baik dan buruk.. Kemudian sekitar usia

dan penutup lahan berdasarkan analisis beberapa parameter biofisik, b) mengetahui apek sosial ekonomi khususnya tekanan penduduk (Tp) dan nilai dukungan aspek sosial ekonomi