• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS PERTUMBUHAN Aspergillus ficuum DALAM PROSES FERMENTASI PADA MEDIA CACAHAN KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS PERTUMBUHAN Aspergillus ficuum DALAM PROSES FERMENTASI PADA MEDIA CACAHAN KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS PERTUMBUHAN Aspergillus ficuum DALAM

PROSES FERMENTASI PADA MEDIA CACAHAN KULIT

BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.)

(Growth Activity of Aspergillus ficuum in Fermentation of Chopped Cocoa

Pod Husk (Theobroma cacao L.))

F.F.MUNIER

Mahasiswa Pascasarjana Prodi Peternakan, Universitas Gadjah Mada Jl. Fauna No. 3, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281

ABSTRACT

Cocoa pod husk (CPH) is one of estate plantation by-product which is potential tobe utilized as feed alternative. This research was aimed to study Aspergillus ficuum (A. ficuum) growth activity in some chop sizes of CPH. Research was done in Feed Animal Science Laboratory, Animal Science Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta from July until August 2009. Fresh CPH was chopped into: A1 (irregular size), A2 (1

× 5 cm), A3 (3 × 5 cm), and A4 (5 × 5 cm), every chop size had three replications. A. ficuum BPT as

decomposer was used 1.0% from CPH on dry matter (DM) base. Fermentation process was done 7 days. Observation was done every day to see mycelium growth, spora and measure CPH media temperature. Research design applied was Complete Randomize Desain (CRD). Result showed that CPH chop sizes affected A. ficuum growth, optimum growth (mycelium 100% covered CPH media) in A2 on fourth day, and

A3 on fifth day. A1 and A4 did not grow optimally (mycelium 75% covered CPH media) on fifth day. CPH

chop sizes did not significantly affect (P > 0,05) moisture content lost and pH in CPH. The highest CPH media temperature was reached on third day in A2.

Key Words: Growth, A. ficuum, Fermentation, Cocoa Pod Husk (CPH)

ABSTRAK

Kulit buah kakao (KBK) merupakan salah satu limbah tanaman perkebunan yang sangat potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak. Tujuan penelitian untuk mengetahui aktivitas pertumbuhan A. ficuum dalam proses fermentasi pada beberapa ukuran cacahan KBK. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta mulai Juli hingga Agustus 2009. KBK segar dicacah yaitu: A1 (tidak beraturan), A2 (1 × 5 cm),

A3 (3 × 5 cm), dan A4 (5 × 5 cm), setiap perlakuan memiliki ulangan tiga kali. A. ficuum BPT sebagai

pengurai yang digunakan 1,0% dari berat media KBK berdasarkan bahan kering (BK). Proses fermentasi dilaksanakan selama tujuh hari. Pengamatan setiap hari dengan melihat pertumbuhan miselium, spora, pengukuran suhu media. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan ukuran cacahan KBK mempengaruhi terhadap pertumbuhan A. ficuum, pertumbuhan optimal (miselium menutupi 100% media KBK) pada ukuran A2 hari keempat, A3 hari kelima. A1 dan A4, pertumbuhan A. ficuum tidak

optimal (miselium menutupi 75% media KBK) pada hari kelima. Ukuran cacahan KBK tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kehilangan kadar air (KA) dan pH KBK. Suhu tertinggi media KBK 32,04°C dicapai hari ketiga fermentasi pada A2.

Kata Kunci: Pertumbuhan, A. ficuum, Fermentasi, KBK

PENDAHULUAN

Kulit buah kakao (KBK) merupakan salah satu limbah tanaman perkebunan potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak ruminansia dan unggas.

KBK memiliki sumber energi, serat kasar dan unsur nutrien lainnya yang cukup tinggi tetapi juga diikuti dengan tingginya kadar air mencapai 80%. Hal ini ditandai dengan cepat membusuknya limbah, ini akibat terjadinya penguraian oleh mikroorganisme setelah

(2)

diambil hasil utamanya (biji). NURAINI dan MAHATA (2009) melaporkan bahwa KBK di

tingkat lapangan hanya dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan, padahal KBK dapat dijadikan sebagai pakan alternatif baik ternak ruminansia maupun unggas. Pemberian pada ternak berupa sumber serat (pakan dasar) pada ternak ruminansia (MUJNISA, 2007) dan sebagai pakan tambahan dalam ransum ternak unggas (OLUBAMIWA et al., 2002).

Potensi ketersediaan KBK sepanjang tahun meskipun musim panen (panen raya) dua kali setahun tetapi panen antara masih dilakukan oleh petani setiap 2 sampai 4 minggu. Kondisi ini memungkinkan KBK dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sepanjang tahun. Disamping itu KBK merupakan produk tertinggi dari buah kakao saat dipanen. Buah kakao terdiri dari komponen KBK sebesar 68,5%, diikuti biji 29% dan terendah plasenta 2,5% (SIREGAR, 1992), bahkan KBK dapat mencapai 70 – 75% dari komponen buah kakao (ALEMAWOR et al., 2009; SUPARJO et al., 2009) dan dalam memproduksi

satu ton biji kakao kering dapat dihasilkan 10 ton KBK segar (SUPARJO et al., 2009).

Faktor pembatas dari KBK ini yakni memiliki komponen serat yang cukup tinggi seperti neural detergent fiber, acid detergent fiber, hemiselulosa, selulosa dan lignin yang ditandai dengan kulit buah yang memiliki tekstur kasar, tebal dan agak keras. Komponen serat yang sulit dicerna oleh ternak adalah lignin karena buah yang sudah tua mengalami proses lignifikasi tingkat lanjut (SUPARJO et al., 2009). Kandungan lignin KBK yang cukup tinggi mencapai 27,95% (AMIRROENAS, 1990) – 38,78% (Laconi, 1998). Peningkatan kualitas KBK sebagai pakan ternak dapat dilakukan dengan proses fermentasi menggunakan agen hayati seperti kapang sehingga komponen seratnya dapat diuraikan. Proses fermentasi ini juga dapat meningkatkan palatabilitas bahan pakan dan dapat disimpan lebih lama. Salah satu jenis kapang yang sering digunakan dalam proses fermentasi pangan dan pakan adalah Aspergillus spp. Beberapa spesiesnya digunakan dalam proses fermentasi bahan pangan dan pakan seperti Aspergillus oryzae (HARDINI, 1989), Aspergillus niger dan

Aspergillus ficuum (SUSANA et al., 2000;

AKMAL dan FILAWATI, 2008). Aktivitas pertumbuhan kapang dalam proses fermentasi KBK dapat diukur dengan melihat terbentuknya

miselium dan spora serta terjadinya perubahan suhu media (substrat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas pertumbuhan A. ficuum dalam proses fermentasi pada beberapa ukuran cacahan KBK (Theobroma cocoa L.).

MATERI DAN METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta mulai Juli hingga Agustus 2009. Media tumbuh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi ini yakni KBK. Pengumpulan KBK segar dari dua lokasi sentra pengembangan tanaman kakao rakyat yakni Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul dan Desa Hargo Tirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. KBK segar yang dikumpulkan dari kebun petani dibawa ke laboratorium untuk diproses. Pencacahan KBK dengan empat ukuran cacahan yaitu: A1 (tidak beraturan), A2 (1 × 5 cm), A3 (3 × 5 cm) dan A4 (5 × 5 cm) dengan masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Setelah pencacahan KBK dikering-anginkan selama 8 jam untuk mengurangi kadar air.

Kapang pengurai yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat murni A. ficuum BPT yang berasal dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Kepadatan koloni A. ficuum yakni 1,8 × 1013 koloni/g. A. ficuum digunakan pada setiap perlakuan hanya 1,0% dari berat media KBK berdasarkan BK. Pengkayaan nitrogen pada media KBK dengan penambahan urea 1,0% dari berat media KBK berdasarkan BK. Urea dilarutkan dengan akuades steril dengan perbandingan 1 : 10.

Proses fermentasi ini pada ruangan steril dengan menggunakan kotak plastik berukuran 30 × 18 × 10 cm. Bagian atas kotak plastik ditutup rapat menggunakan plastik tebal transparan. Proses fermentasi secara aerobik dan untuk menjaga tidak terjadi panas yang berlebihan maka kotak plastik pada bagian samping dan bawah dilubangi. Suhu ruang dipertahankan dengan kisaran 28 – 30°C dengan kelembaban 75 – 85%. Ruangan fermentasi disterilkan dengan menggunakan disenfektan dan peralatan yang digunakan disterilkan dengan menggunakan alkohol 90%.

(3)

KBK yang digunakan sebanyak 1 kg untuk setiap kotak plastik. KBK ditabur dalam kotak plastik secara bertahap dengan tiga lapisan. Lapisan pertama, disemprotkan larutan urea dan ditaburi A. ficuum secara merata (lapisan pertama), selanjutnya dengan cara yang sama untuk lapisan kedua dan ketiga. Proses fermentasi berlangsung selama 7 hari. Kehilangan kadar air (KA) dihitung berdasarkan berat segar KBK dikurangi berat basah setelah proses fermentasi.

Aktivitas pertumbuhan A. ficuum diamati dengan pengukuran suhu media KBK selama proses fermentasi dilakukan setiap hari yaitu pukul 08.00, 12.00 dan 16.00. Pengamatan secara visual setiap hari dengan mengamati pertumbuhan miselium dan pembentukan spora A. ficuum. Pengukuran pH media KBK sebelum dan sesudah proses fermentasi menggunakan pH meter (elektroda).

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dari prosedur KUSRININGRUM (2008). Apabila perlakukan ukuran cacahan KBK menunjukkan pengaruh nyata terhadap kehilangan KA dan pH, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menurut prosedur KUSRININGRUM

(2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas pertumbuhan A. ficuum

Pertumbuhan A. ficuum sudah terlihat pada hari pertama terutama pada ukuran cacahan lebih kecil yakni A2 dan A3. Aktivitas pertumbuhan kapang ditandai dengan tumbuhnya miselium yang berwarna putih tipis. Hasil ini relatif sama dengan hasil penelitian sebelumnya. PASARIBU et al. (1998) menggunakan media lumpur sawit dan MUNIER

(2010) menggunakan KBK, keduanya menggunakan kapang A. niger BPT dengan pertumbuhan miselium warna putih yang menyebar di media pada hari pertama fermentasi. Ukuran cacahan A2 dan A3 memiliki ukuran lebih kecil masing-masing 1 × 5 cm dan 3 × 5 cm menunjukkan lebih cepat pertumbuhan miselium. Ukuran cacahan pakan yang lebih kecil dapat meningkatkan area permukaan untuk mikrobial dalam proses penguraian (OWEN dan GOETSCH, 1988)

sehingga dapat melakukan penguraian lebih optimal. A1 dan A4 dengan ukuran cacahan tidak beraturan (cacahan besar) dan 5 × 5 cm hari pertama belum menunjukkan adanya pertumbuhan miselium dan pada hari kedua baru memperlihatkan pertumbuhan miselium. Ukuran cacahan besar memiliki permukaan media yang lebih lebar sehingga kapang lebih lambat tumbuh dan proses penguraiannya tidak optimal.

Warna KBK yang telah difermentasi berubah dari warna kuning menjadi coklat muda sampai tua. Perubahan warna ini menunjukkan bahwa proses penguraian media KBK oleh A. ficuum berjalan baik dan terjadi peningkatan kualitas KBK. Hal ini didukung oleh hasil penelitian ISLAMIYATI (2000) yakni KBK dicacah 3 cm dan ditambahkan bolus (isi rumen), setelah diperam selama 30 hari warna KBK menjadi coklat muda dan kualitas KBK dapat dipertahankan. Aktivitas pertumbuhan A. ficuum dalam proses fermentasi selama tujuh hari pada media KBK menunjukkan perbedaan pada keempat perlakuan ukuran cacahan, yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. A. ficuum pada empat ukuran cacahan KBK Pertumbuhan Hari A1 A2 A3 A4 1 - + + - 2 + ++* + + 3 ++* +++** ++* ++* 4 +++** ++++*** +++** +++** 5 +++*** ++++*** ++++*** +++*** - : belum ada pertumbuhan;

+ : miselium tumbuh, menutupi sampai 25% media KBK;

++ : miselium menutupi sampai 50% media KBK; +++ : miselium menutupi sampai 75% media KBK; ++++: miselium menutupi 100% media KBK;

*

: spora muda terbentuk;

**

: spora mulai tua;

***

: spora tua

Dari Tabel 1 di atas terlihat aktivitas pertumbuhan A. ficuum hari pertama pada dua ukuran cacahan KBK yakni A2 dan A3 cukup baik, miselium mulai tumbuh dengan menutupi media KBK meskipun masih tipis yakni sekitar 25%. Hasil ini sama dengan yang dilaporkan

(4)

MUNIER (2010); HARYATI dan SUTIKNO (1994) bahwa pertumbuhan miselium A. niger pada media KBK pada ukuran cacahan tidak beraturan, 1 × 5 cm dan 3 × 5 cm pada hari pertama dengan menutupi media KBK mencapai 25 – 50%. Adanya kesamaan ini kemungkinan disebabkan karena menggunakan jenis kapang Aspergillus, media dan ukuran cacahan yang sama. Pertumbuhan A. ficuum hari kedua dan ketiga pada dua ukuran cacahan KBK (A2 dan A3) yang ditandai dengan semakin memanjangnya miselium mencapai 1,0 – 1,5 cm. Pada hari kedua juga diikuti dengan terbentuknya spora muda yang berwarna agak kehitaman dan hari keempat terutama A2, spora sudah tua ditandai dengan warna spora lebih hitam. Hari kelima perlakuan A1, A3 dan A4 mengalami pematangan spora (spora tua) ditandai dengan warna spora hitam pekat. Hari keenam dan ketujuh tidak ada lagi pertumbuhan karena aktivitas kapang sudah menurun dan memasuki fase kematian.

Percepatan proses pertumbuhan yang ditandai dengan adanya miselium pada hari pertama dan terbentuknya spora pada hari kedua kemungkinan disebabkan pengkayaan nitrogen dengan penambahan urea 1%. Penambahan urea ini dapat meningkatkan penguraian komponen serat KBK oleh kapang. Urea dalam proses fermentasi sebagai sumber amonia dan dapat menjaga stabilitas aerobik (AUDE ELFERINK et al., 2000). A2 pada hari keempat lebih cepat miseliumnya menutupi seluruh media KBK hingga 100% dan diikuti oleh spora yang menua, sedangkan A3 miselium menutupi media KBK 100% dan penuaan spora pada hari kelima. Hal ini disebabkan karena A2 merupakan ukuran yang paling kecil diantara semua perlakuan sehingga A. ficuum dapat tumbuh dan menguraikan komponen serat lebih optimal. Sebaliknya pada

ukuran cacahan A1 dan A4 baru hari kelima miseliumnya menutupi media KBK meskipun hanya 75% tetapi sporanya sudah tua. Ukuran cacahan KBK yang lebih besar mengakibatkan kapang tidak mampu tumbuh secara baik dan menguraikan komponen serat KBK secara optimal.

Kehilangan KA

Proses fermentasi media KBK oleh A.

ficuum menunjukkan aktivitas,

perkembangbiakan, pertumbuhan dan penguraian komponen serat yang ditandai dengan terjadinya kenaikan suhu media. Bersamaan dengan kenaikan suhu media KBK maka terjadi penguapan yang mengakibatkan kehilangan KA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah proses fermentasi terjadi kehilangan KA berkisar 12 – 13%. Pada Tabel 2 dapat dilihat kehilangan KA pada masing-masing perlakuan.

Perlakuan ukuran cacahan pada KBK tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap rataan kehilangan KA setelah proses fermentasi. Hasil penelitian sebelumnya yang dilaporkan MUNIER (2010) dengan perlakuan ukuran cacahan dan media yang sama tetapi menggunakan A. niger bahwa perlakuan ukuran cacahan pada KBK tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap rataan kehilangan KA, tetapi kehilangan KA lebih tinggi pada penelitian sebelumnya yakni 12,80 – 14,40%. Adanya perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh sifat pertumbuhan kapang, penelitian sebelumnya menggunakan A. niger lebih progresif ditandai dengan pada hari pertama untuk ukuran cacahan A1, A2 dan A3 sudah tumbuh miselium dan disertai kenaikan suhu media, sedangkan pada penelitian ini sifat pertumbuhan A. ficuum relatif lebih lambat

Tabel 2. Rataan kehilangan KA dalam proses fermentasi Berat sampel (g) Perlakuan

Berat awal Berat akhir ns Kehilangan ns

Kehilangan (%) A1 1.002,50 868,60 133,90 13,36 A2 1.006,93 879,47 127,46 12,66 A3 1.007,23 872,37 134,86 13,39 A4 1.002,93 868,30 134,63 13,42 ns = non significant

(5)

dimana pada hari pertama pertumbuhan miselium hanya pada A2 dan A3. Hasil

penimbangan setelah proses fermentasi rataan kehilangan KA terendah pada perlakuan ukuran cacahan A2 yakni 12,66%. Hal ini disebabkan karena ukuran cacahan lebih kecil sehingga A. ficuum menguraikan area media KBK lebih kecil tetapi aktivitas kapang lebih optimal dan diikuti dengan kenaikan suhu media mencapai tingkat optimal, meskipun kehilangan KA pada media KBK relatif lebih rendah.

Suhu dan pH

Perubahan suhu pada media KBK menunjukkan adanya aktivitas A. ficuum dalam proses metabolisme dan enzimatik untuk penguraian komponen serat pada media KBK. Gambar 1 menunjukkan perubahan suhu pada ukuran cacahan KBK A1, A3 dan A4 dari hari

pertama hingga ketiga mencapai suhu optimum masing-masing 31,78; 31,98 dan 31,95°C kemudian konstan beberapa jam dan terjadi penurunan suhu hingga hari ketujuh. Kenaikan suhu diikuti dengan penguapan air kehilangan kadar air dari hari pertama hingga ketiga mengindikasikan bahwa kegiatan metabolik yang tinggi (SARDJONO, 2008). A2 suhu optimum dicapai pada hari ketiga yakni 32,04°C kemudian konstan atau fase stasioner (STANBURY dan WHITAKER, 1987) pada hari

keempat dan terjadi penurunan suhu mulai hari kelima sampai hari ketujuh. Penurunan suhu

mengindikasikan bahwa aktivitas A. niger menurun hingga memasuki fase kematian (STANBURY dan WHITAKER, 1987). Suhu optimum media KBK ini relatif sama dengan penelitian sebelumnya. MUNIER dan HARTADI

(2010) melaporkan bahwa KBK yang difermentasi dengan perlakuan ukuran cacahan dan lama fermentasi yang sama dengan suhu optimum media KBK yaitu 32,20°C.

Setelah inokulasi hingga beberapa jam pada hari pertama suhu relatif sama pada semua ukuran cacahan KBK karena pada hari pertama merupakan fase lag (STANBURY dan WHITAKER, 1987) yaitu A. ficuum dalam

proses adaptasi pada media KBK. Setelah 12 jam hingga hari kedua sudah memasuki fase

log (STANBURY dan WHITAKER, 1987), pada

fase ini menunjukkan pertumbuhan A. ficuum sangat tinggi. Menurut HARYATI dan SUTIKNO

(1994) bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, terutama enzim selulase yang berfungsi merombak selulosa menjadi karbohidrat sederhana.

Hasil proses fermentasi menunjukkan pH media KBK naik dari pH asam menjadi alkalis, rataan kenaikan pH sebesar 3,46. Pada Tabel 3 dapat dilihat rataan pH media KBK sebelum dan sesudah proses fermentasi.

Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan ukuran cacahan KBK tidak memberikan pengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kenaikan pH. pH tertinggi setelah proses fermentasi pada ukuran cacahan KBK

Gambar 1. Grafik suhu media KBK dalam proses fermentasi

S uhu ° C Hari ke- 33 32 31 30 29 1 2 3 4 5 6 7

(6)

Tabel 3. Rataan pH media KBK sebelum dan sesudah proses fermentasi

pH (fermentasi) Perlakuan Sebelum Sesudahns Kenaikan A1 5,41 8,66 3,25 A2 5,07 8,71 3,64 A3 5,14 8,62 3,48 A4 5,17 8,64 3,47 ns: non significant

A2, kemudian diikuti A3, A4 dan terendah A1. Kenaikan pH pada ukuran cacahan KBK A1 ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. SUTIKNO et al. (1994) melaporkan bahwa pH media KBK dalam proses fermentasi dengan menggunakan A. niger dari 5,5 (sebelum fermentasi) menjadi 7,3 (sesudah fermentasi) atau kenaikan 1,8. Adanya perbedaan ini karena perbedaan lama proses fermentasi. Penelitian ini proses fermentasi dilaksanakan selama 7 hari sehingga proses fermentasi lebih sempurna, sedangkan penelitian sebelumnya hanya 4 hari sehingga proses fermentasi belum selesai meskipun telah ditambahkan unsur pengkaya yakni urea dan unsur mineral lainnya. Kenaikan pH pada semua perlakuan setelah proses fermentasi disebabkan adanya penambahan urea 1% pada media KBK. Menurut NOFERDIMAN et al. (2008) bahwa

penambahan urea pada proses fermentasi substrat, urea mengalami ureolitik menjadi amonia (NH3) dan karbondioksida (CO2) dan bersama air substrat membentuk basa NH4OH sehingga dengan penambahan urea yang semakin tinggi diikuti dengan peningkatan pH substrat.

KESIMPULAN

Perlakuan ukuran cacahan KBK mempengaruhi terhadap pertumbuhan A.

ficuum, pertumbuhan optimal (miselium

menutupi 100% media KBK) pada A2 hari keempat. A1 dan A4 pertumbuhan A. ficuum tidak optimal (miselium menutupi 75% media KBK) pada hari kelima. Ukuran cacahan KBK tidak memberikan pengaruh terhadap kehilangan KA dan pH KBK. Suhu tertinggi

media KBK 32,04°C dicapai hari ketiga fermentasi pada A2.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Daris di Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul dan Bapak Munir di Desa Hargo Tirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo yang telah menyediakan KBK untuk penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada saudara Abdul Hamid, Rakhmat M. Herlambang dan Tuti Indrawati (Mahasiswa S1/Tim Theobromine I) atas bantuan dan kerjasamanya pada penelitian ini dari pengumpulan KBK di lapangan, preparasi KBK, fermentasi dan pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

AKMAL dan FILAWATI. 2008. Pemanfaatan kapang

Aspergillus niger sebagai inokulum fermentasi

kulit kopi dengan media cair dan pengaruhnya terhadap performans ayam broiler. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan 9(3): 150 – 157. AMIRROENAS,D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk

Pellet dengan Bahan Serat Biomasa Pod Kakao (Theobroma cacao L.) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ALEMAWOR, F., V.P. DZOGBEFIA, E.O.K. ODDOYE and J.H.OLDHAM. 2009. Enzyme cocktail for enhancing poultry utilization of cocoa pod husk. Scientific Research and Essay 46): 555 – 559.

AUDE ELFERINK, S.J.W.R., F. DRIEHUIS, J.C. GOTTSCHAL and S.F.SPOELSTRA. 2000. Silage fermentation processes and their manipulation. Proc. The FAO Electric Conference on Tropical Silage. Rome 1 September – 15 December 1999. pp. 15 – 30.

HARDINI, D. 1989. Pengaruh Penggunaan Bungkil Sawit dan Polard yang Difermentasi dengan Jamur A. Oryzae dalam Ransum Ayam Broiler. Skripsi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

HARYATI, T. dan A.I.SUTIKNO. 1994. Peningkatan nilai nutrisi kulit biji coklat melalui bioproses menggunakan beberapa jenis kapang. Ilmu dan Peternakan. 8(1): 34 – 37.

(7)

ISLAMIYATI,R.2000. Kandungan protein dan serat kasar kulit buah kakao yang difermentasi dengan bolus. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 1(2): 69 – 73.

KUSRININGRUM,R.S. 2008. Perancangan Percobaan: Untuk Penelitian Bidang Biologi, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kedokteran, Kedokteran Hewan, Farmasi. Cetakan Pertama. Airlangga University Press, Surabaya.

LACONI, E.B. 1998. Peningkatan Mutu Pod Kakao Melalui Amoniasi dengan Urea dan Biofermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta Penjabarannya ke Dalam

Formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

MUJNISA,A. 2007. Kecernaan bahan kering in vitro, proporsi molar asam lemak terbang dan produksi gas pada kulit buah kakao, biji kapok, kulit markisa dan biji markisa. Bull. Nutr. dan Makanan Ternak. 6(20): 31 – 36. MUNIER,F.F. 2010. Pertumbuhan Aspergillus niger

dalam proses biofermentasi pada beberapa ukuran cacahan kulit buah kakao (Theobroma

cacao L.) Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 13 – 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 739 – 744.

MUNIER, F.F. and H. HARTADI. 2010. Growth activity of Aspergillus oryzae in biofermentation process for some chopping sizes of cocoa pod husk (Theobroma cacao L.). Pros. Seminar Ruminansia 2010. Semarang 6 Oktober 2010. Organized by J. The Indonesian Tropical Anim. Agric., Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. hlm. 14 – 18.

NOFERDIMAN,Y.RIZAL,MIRZAH,Y.HERYANTI dan Y.MARLIDA. 2008. Penggunaan urea sebagai sumber nitrogen pada proses biodegradasi substrat lumpur sawit oleh jamur

Phanerochaete chrysosporium. J. Ilmiah

Ilmu-ilmu Peternakan XI(4): 175 – 182.

NURAINI dan M.E. MAHATA. 2009. Pemanfaatan kulit buah kakao fermentasi sebagai pakan alternatif ternak di daerah sentra kakao Padang Pariaman. http://www.nuraini.pdf. (26 September 2010).

OLUBAMIWA,O.,A.R.OTUN and O.G.LONGE. 2002. Dietary inclusion rate of cocoa husk for starter cockerels. Intern. J. Poult. Sci. 1(5): 133 – 135. OWENS, F.N. and A.L. GOETSCH. 1988. Ruminal

fermentation. In: The Ruminant Animal. Digestive Physiology and Nutrition. CHURCH, D.C. (Ed.), O & B Books Inc., New Jersey. pp. 145 – 171.

PASARIBU, T., A.P. SINURAT, T. PURWADARIA, SUPRIATI, J. ROSIDA dan H. HAMID. 1998. Peningkatan nilai gizi lumpur sawit melalui proses fermentasi: Pengaruh jenis kapang, suhu dan lama proses enzimatis. JITV 3(4): 237 – 242.

SARDJONO. 2008. Kinetika pertumbuhan Aspergillus

niger KKB4 pada substrat padat serta aktivitas

enzim kasar ekstraseluler untuk mereduksi aflatoksin B1. Agritech. 28(4): 145 – 149.

SIREGAR, T.T.S., S. RIADI dan L. NURAINI. 1992. Budidaya Pengelolaan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta.

STANBURY,P.F. and A.WHITAKER. 1987. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press Ltd., Reprinted by A. Wheaton & Co., Ltd. Britain, UK. pp. 11 – 25.

SUPARJO, K.G. WIRYAWAN, E.B. LACONI dan D. MANGUNWIDJAJA. 2009. Perubahan komposisi kimia kulit buah kakao akibat penambahan mangan dan kalsium dalam biokonversi dengan kapang Phanerochaete chrysosporium. Media Peternakan 32(3): 203 – 210.

SUSANA,I.W.R.,B.TANGENJAYA dan S.HASTIONO. 2000. Seleksi kapang penghasil enzim fitase. JITV 5(2): 113 – 118.

SUTIKNO, A.I., T. HARYATI dan J. DARMA. 1994. Perbaikan kualitas gizi pod coklat melalui proses fermentasi. Pros. Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian. Ciawi-Bogor, 25 – 26 Januari 1994. Balitnak, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 753 – 761.

Gambar

Gambar  1  menunjukkan  perubahan  suhu  pada  ukuran  cacahan  KBK  A 1 ,  A 3  dan  A 4   dari  hari  pertama hingga ketiga mencapai suhu optimum  masing-masing  31,78;  31,98  dan  31,95°C  kemudian  konstan  beberapa  jam  dan  terjadi  penurunan suhu

Referensi

Dokumen terkait

Bagi auditor, melihat hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kompetensi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kualitas audit, maka disarankan bagi

Arus kompensasi harmonisa yang dihasilkan oleh filter aktif shunt kemudian diinjeksikan kembali ke terminal masukan rectifier sehingga arus fundamental yang akan

Akan tetapi indikator tersebut relevan dijadikan sebagai ukuran dasar pengelolaan hutan lestari untuk aspek produksi karena indikator tersebut merupakan

Pemerintah Jepang menggunakan Budaya Pop untuk promosi pariwisata karena melalui Budaya pop, citra Jepang sebagai negara militer perlahan berubah menjadi Jepang sebagai

Sehubungan dengan uraian tersebut di atas maka Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 1 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan

Kontri- busi penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) secara teori, penelitian ini memberikan kontri- busi terhadap Contingency Theory melalui market- driven costing

[r]

Imam Suyitno, Memahami Tindakan Pembelajaran: Cara Mudah dalam Perencanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Bandung,Refika Aditama,2011,hal.51-52.. individual juga mendapat nilai